Camaraderie

.

Kuroko no Basket adalah milik Fujimaki Tadatoshi. Saya tidak mengambil keuntungan apapun dalam pembuatan fanfiksi ini, ini dibuat semata-mata untuk hiburan dan berbagi kesenangan.

Akashi Seijuuro – Furihata Kouki, K, Friendship

© kazuka, december 25th, 2013

.

"Si Chihuaha takut pada Si Singa, Si Singa tampak tak peduli. Tapi siapa bilang, tak akan terjadi suatu hal pun di antara keduanya?"

.


Antara segelas kopi hangat dan musim dingin memang punya pertalian khusus. Dia adalah matahari untuk tubuh yang sudah mulai beku karena salju yang sudah mengambil ancang-ancang untuk menyerbu. Musim gugur sebentar lagi akan undur diri. Selimut dedaunan oranye dan kuning sebentar lagi akan ditanggalkan dan terusir oleh putihnya selubung bulir air beku yang berlapis-lapis.

Hewan-hewan hanya butuh hibernasi, bumi hanya butuh tidur, dan manusia yang harus tetap bekerja seperti biasa butuh banyak hal untuk menyelamatkannya dari hipotermia. Minuman penghangat adalah jalan keluar.

Ada banyak yang memilih kopi sebagai penolong. Rasa pahit-manisnya membangunkan tubuh dari kantuk, rasa panasnya membangkitkan energi, dan warnanya yang merupakan gradasi dari hitam-krem-putih mewarnai musim dingin yang hanya dipenuhi oleh putih, putih, putih belaka dimana-mana.

Atas semua alasan itulah, Furihata Kouki berdiri di depan sebuah kedai kopi yang cukup mewah dan besar. Cuma ini yang terdekat dari tempat dia les, jadi inilah yang disinggahinya meski ia tahu harganya di atas rata-rata. Tapi Furihata yakin, ada uang di saku jaketnya, bahkan tangannya sudah memastikan. Kelima jari sebelah kirinya merogoh saku itu, sambil harap-harap cemas batinnya berdoa nominalnya cukup.

"Ini, silahkan," pelayan memberikan pesanan Furihata beserta dengan tagihan yang harus dibayarkan.

Furihata mematung ketika uang di sakunya selesai terhitung.

Dia pun lekas-lekas merogoh saku belakangnya—kesialan mendobelkan dirinya—dompet Furihata tidak ada di sana! Furihata mulai gelisah, haruskah dia pergi melesat dari sini, sambil mengucapkan mantra-mantra sihir agar si pelayan melupakan kejadian ini dan dia tidak perlu malu untuk datang ke sini lain kali?

Lupakan dulu itu. Yang terpenting adalah, dompetnya mana?

Oh, Furihata baru ingat bahwa dia menitipkan tasnya pada Fukuda tadi. Rumah mereka berdekatan dan karena Furihata harus mampir dulu ke tempat les setelah latihan basket—dia harus mengumpulkan tugas tambahan ke sana—Fukuda dimintai tolong untuk mengantarkan tasnya duluan ke rumah agar dia tidak repot.

Bisa ditebak, dompetnya ada di dalam tas yang pasti sudah tenang menikmati kehangatan rumah itu.

Sialan.

"Ini, silahkan," terdengar pelayan yang lain memberikan kopi lain untuk pelanggan yang membeli di samping Furihata. Furihata masih panik di lingkup dunianya sendiri (merogoh saku-saku lain, berharap menemukan keping-keping keberuntungan di sana, tentu saja), takkan ada kesempatan baginya untuk memperhatikan sekeliling.

"Pesan satu lagi kopinya."

Furihata berharap ada uang terselip di dasar kaos kakinya atau di ujung sepatu. Sungguh, kurangnya hanya sedikit tapi dia yakin restoran semahal ini takkan mau mentolerir kekurangan sesen pun! Beda dengan toko kecil di dekat rumahnya yang masih mau memberikan potongan harga kenalan (dan potongan harga karena kasihan).

"Oh, dihitung dengan kopi dia? Baiklah. Ini jumlah yang harus Anda bayarkan."

Furihata berharap hujan salju bisa menurunkan uang juga. Aha, sayang sekali, Furihata, musim salju belum benar-benar tiba!

Ya Tuhan, tolong, semoga ada sekeping lagi!

"Anda mau memesan lagi?"

Pelayan sialan, kutuk Furihata. Mau pesan satu saja uangnya tidak cukup.

"Ada lagi?"

"Erm—" Furihata berusaha mencari jawaban. Atau tepatnya, alasan terbaik agar dia bisa keluar dari toko ini tanpa membawa segelas kopi yang menggoda itu dengan harga diri yang masih terjaga.

"Tidak ada?"

"Mungkin," Furihata mengangkat bahu. Masih dalam keadaan panik.

"Kalau begitu, mohon maaf sebelumnya, silahkan Anda keluar, karena antrian masih panjang, ini kopinya."

Dunia ini memang gila, putus Furihata. Apa dia lari saja, ya, agar otak si pelayan itu tidak merekam wajahnya lebih lama lagi, yang akan membuat dia mengingat kejadian konyol ini? Lari mungkin membuat pelayan segera lupa dengan wajah Furihata.

"Ini kopi Anda."

"... Lho ... ?"

"Teman Anda itu sudah membayarkannya."

Teman?

Furihata hanya mengucapkan terima kasih pada si pelayan—sambil menggumamkan kata maaf yang setipis angin karena telah mengutuknya—lalu berlari mendekati orang yang katanya 'teman' itu tadi.

Saat separuh jalan, Furihata memperlambat langkah. Teman? Rasanya ... temannya yang punya rambut merah cuma satu. Tubuhnya besar, lagi. Ini, kok ...

"Tidak perlu mengucapkan terima kasih. Hanya segelas kopi."

Dua mata yang berlainan warna itu membuktikan pada Furihata bahwa firasat buruknya menang. Dia Akashi Seijuuro, siapa lagi? Mata heterokrom dan rambut semerah darah, dia orang yang hanya dengan suara datarnya saja sudah membuat bulu kuduk bergidik.

Insiden 'penusukan' Kagami beberapa hari lalu diputarkan lagi di depan matanya. Furihata tidak berani bergerak satu senti pun. Ia masih sayang nyawa.

(Seolah Akashi membawa pedang dewa kematian yang siap menebas jika dia berani menghindar atau mendekat. Padahal, apalah yang dibawa Akashi selain secangkir kopi yang sama dengan Furihata, serta selembar jas sekolahnya?)

Akashi tidak punya keperluan apapun yang membuatnya berlama-lama di sana, dia pun pergi meninggalkan Furihata yang mulai mempertimbangkan banyak hal di dalam kepalanya. Haruskah dia meminum kopi ini? Mengingat fakta bahwa Akashi-lah yang membayarkan ini saja sudah membuatnya merinding.

Tapi ... dia haus dan kedinginan ...

Ya sudahlah.

.

.

| e n d |


.

A/N: fic ini akan jadi semacam kumpulan ficlet. kapan ada ide, kapan ada waktu ngetiknya, di saat itulah aku bakal update, muahaha.

okay, lemme explain. aku naroh ini cuma ber-genre friendship karena aku memang ngebatasin sampai sana. i'm not particularly shipping akafuri, actually, but i DO adore the 'relationship' occuring between the two, kalau dilihat-lihat dari perkembangan manga-nya. sorry before, aku bukan fujo, tapi aku beneran seneng liat interaksi di antara mereka. semacem ... sebuah persahabatan yang menarik bisa aja dimulai dari pertemuan yang super awkward. liat kan gimana si furihata ke akashi? dan aku berharap mereka bakal punya lebih banyak interaksi nanti. semacem takao-kasamatsu, mungkin? takao-kasamatsu itu friendship-dua-manusia-beda-sekolah yang juga bikin aku tertarik.

aku makin suka akafuri setelah baca satu fic akafem!furi! bahasa indonesia XD ampun, aku suka itu! aku dari dulu susah banget buat bisa baca fic dengan karakter genderbent, tapi untuk akafuri ... aku bisa tolerir. beneran.

oke, sorry for the long blabs! thank you for reading, guys X3