Seorang remaja menawan memasuki toilet SMA Touou pagi itu. Ia berjalan santai tanpa memperhatikan beberapa murid yang melihatnya aneh. Aneh? Pikirnya. Serius, ia yakin pagi ini sudah dandan secantik mungkin. Ah mungkin mereka yang melihatnya takjub akan kecantikannya. Aduh, please nak, kenapa kamu narsis... Oke, abaikan dan tolong maafkan kenarsisannya. Kemudian dengan santainya ia sudah berdiri di depan urinoir pria. Ia mengangkat roknya kemudian dengan santainya—lagi—melepas hasratnya. Ia sadar kok kalau di sebelahnya ada orang yang—hampir saja selesai melepaskan hasratnya—menatapnya. Ia menoleh dengan berani, bersiap memarahi siapapun itu yang ada di sebelahnya. Ia menunjuknya, dan...

"AAAAAAAAAA!"

Sementara remaja yang satu lagi menatapnya malas dan mengorek sebelah telinganya dengan jari kelingking. Oke, lupakan kebersihan di saat seperti ini.

.

Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi

Things I'll Never Say © Bianca Jewelry

Rating : T for Romance

Warning : BL. Alternative Reality. OOC (maybe). Cross!Kagami.

Happy reading!

.

It's not about you can't, but it's about you don't want to

Part 1 : I can't

.

Saat ini kedua pemuda itu berada di ruang kepala sekolah SMA Touou akibat kekacauan yang terjadi barusan. Tersangka pertama menunduk sedangkan tersangka kedua menatap sang kepala sekolah dengan ekspresi malas.

"Hei kamu, Kagami! Baru pertama pindah sudah buat keributan! Pakai acara ke toilet pria segala! Kamu juga Aomine!" omel Pak kepala sekolah.

"Tapi kan saya tetap cowok Sensei, walaupun penampilan saya seperti ini," balas Kagami.

"Saya cuma korban lho, Sensei..." sahut Aomine dengan wajah malaikatnya. Kagami meliriknya. Serius, ia ingin menamparnya sekarang.

"Pokoknya kamu tetap masuk toilet cewek! Saya tidak peduli kamu cewek atau cowok, pokoknya saya tidak mau ada keributan lagi yang kamu buat! Sudah sana, pergi ke kelas kalian!"

"Baik Sensei, permisi," jawab keduanya bersamaan, dan Aomine dihadiahi lirikan dendam oleh Kagami.

.

Wali kelas 2-B mengetuk papan tulis dengan penghapus papan dua kali, meminta perhatian murid-muridnya yang sudah seperti pembeli dan penjual di pasar tradisional.

"Pagi anak-anak!" sapa wali kelas 2-B.

"Pagi!" balas murid-murid serempak.

"Hari ini kita kedatangan murid baru dari Amerika. Namanya Kagami Taiga," terang wali kelas itu sambil menulis nama Kagami di papan tulis. "Silakan masuk." Kodenya kepada Kagami yang berada di luar kelas.

"Ohayou!" sapa Kagami dengan cengiran lebar. "Aku Kagami Taiga. Salam kenal dan mohon bantuannya!" lanjutnya kemudian membungkuk sopan.

"Ohayou, Kagami-san!" sahut salah satu murid laki-laki di kelas itu. "I can speak English well," lanjutnya sambil menyisir poninya ke belakang dengan gaya sok keren. Ingin dinotice.

Kagami hanya tersenyum kalem. Membuat jantung anak tadi sukses dipanah oleh dewa Amor "Oh, I see."

"Oke. Cukup dengan basa-basinya. Jika kalian ingin dinotice, lakukan nanti saat jam istirahat. Sekarang kita mulai pelajarannya. Oh ya Kagami, kau duduk di sebelahnya Aomine," terang pak wali kelas kemudian menunjuk kursi kosong di sebelah Aomine yang duduk di pojok belakang di dekat jendela.

Aomine dan Kagami beradu pandang sesaat karena segera diputus oleh Aomine yang sekarang tidur-tiduran di mejanya. Dan pelajaran pun dimulai.

.

Bola itu ditendang oleh bocah bersurai biru langit ke arah temannya yang bersurai biru tua.

"Nice, Tetsu!" Bocah bersurai biru tua itu tertawa dan mengacungkan jempolnya. Kemudian bola itu ditendang kembali.

"Ah, Aomine-kun," panggil Kuroko dengan wajah datarnya, kemudian ia mengambil bolanya.

"Apa?" balas Aomine.

"Ada seseorang yang mengintip kita."

"H-ha? Mana?" Aomine yang parno dan mulai membayangkan adegan penculikan sudah berpindah posisi di belakang Kuroko dengan tangan mencengkeram pundak Kuroko erat.

Kuroko kecil kemudian menggandeng Aomine dan berjalan ke arah semak-semak kemudian mengintip ke belakang semak-semak itu.

Bocah itu meringkuk, kemudian mendongak ke arah Kuroko dan menatapnya dengan takut-takut. "Ha-halo," sapanya.

"Halo," balas Kuroko kemudian mengulurkan tangan.

Bocah itu menerima uluran tangan Kuroko lalu Kuroko menariknya berdiri.

"Aku Kuroko dan ini Aomine, siapa namamu?" tanya Kuroko ramah—tetap dengan wajah datarnya.

"Yo!" salam Aomine sambil mengangkat sebelah tangannya. Ia lega ternyata bukan penculik seperti yang ada dalam bayangannya.

"Aku Kagami dan aku baru saja pindah di rumah sebelah. Sa-salam kenal!"

"Oh, begitu. Ayo bermain bersama kami," ajak Kuroko kecil.

"Hai." Kagami menerima ajakan itu dengan antusias.

#

Aomine membuka matanya kemudian menatap langit. Ia barusan bermimpi, mimpi tentang masa kecilnya kemudian ia mendengar pintu atap dibuka lalu tiba-tiba seseorang sudah menghalangi pandangannya dan melemparkan sebungkus roti melon.

"Untukmu."

Orang itu duduk di samping Aomine, kemudian Aomine mendudukkan diri dan memproses kejadian barusan. "H-ha? Sejak kapan kau jadi baik, Bakagami?" Seringai Aomine muncul seketika.

Bakagami—Kagami Taiga—meliriknya. "Mau tidak?"

"Hai, hai." Aomine membuka bungkus roti itu kemudian melahapnya. "Bagaimana kabarmu?"

"Baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" tanya Kagami kemudian melahap bentonya. "Ah! Maafkan kejadian tadi pagi."

"Seperti yang kau lihat. Kenapa tidak memberi kabar kalau akan kembali?"

"Aku memberi tahu Kuroko."

"Haaahhh? Kenapa tidak memberi tahuku?!"

"Kejutan!" Kagami menoleh ke arah Aomine, tersenyum kemudian menjulurkan lidahnya.

Aomine tertawa kecil kemudian mengacak rambut Kagami.

"Kau merusak rambutku!" Kagami manyun sambil membenarkan poninya.

"Masih berdandan seperti cewek, eh?" Aomine menopang dagu dengan sebelah tangannya dan melihat ke arah Kagami.

"Ibuku melarangku mengubah penampilan." Bibir Kagami makin maju.

"Cantik kok!" puji Aomine disertai seringai.

"A-apa sih?!" Pipi Kagami merona samar.

Aomine hanya tersenyum samar, kemudian berdiri dan meregangkan badan. "Ayo kembali ke kelas," ajaknya.

"Hai."

.

Sepulang sekolah, tiba-tiba seorang remaja laki-laki bertubuh besar dan berambut pirang menghadangnya.

"Yo!" salamnya. "Kudengar kau bermain basket, ayo one-on-one denganku!" tantangnya dengan wajah dan intonasi yang sama sekali tidak kalem.

Remaja jadi-jadian itu—sebut saja Kagami—sweatdrop. Siapa yang tidak sweatdrop saat ingin pulang malah dihadang oleh orang yang tidak dikenal pakai nyolot lagi. "Maaf, siapa ya?"

"Aku Wakamatsu."

"Oh, ya aku memang bermain basket. Tapi itu dulu. Tidak masalah jika kau menantangku!" Kagami menyeringai. Dan mereka menuju gymnasium SMA Touou.

#

Wakamatsu mendribble bola sementara Kagami dalam posisi defense, rambutnya ia kuncir kuda agar tidak mengganggu. Wakamatsu mencoba mengecoh Kagami, melewatinya dengan mudah dan berusaha memasukkan bola ke dalam ring, tapi tidak berhasil karena bola itu dilempar ke luar area.

"Heh, boleh juga kau," ujar Wakamatsu lalu mengambil bola yang menggelinding pelan.

Kagami menyeringai. Ia senang bisa kembali bermain basket. Peluh mulai membasahi wajahnya padahal baru lima menit dan dadanya mulai terasa sakit. Wakamatsu kembali mendribble bola dan kembali mencoba melewati Kagami tetapi kali ini bola berhasil direbut Kagami dan ia memasukkannya ke dalam ring. Kagami mengelap peluhnya dengan lengan bajunya. Napasnya putus-putus dan pandangannya mulai mengabur.

#

"Hei, hei katanya Wakamatsu menantang Kagami one-on-one. Apa itu benar?" tanya salah seorang murid perempuan SMA Touou di dekat gerbang sekolah.

"Oh ya? Bagaimana kalau kita lihat? Aku ingin melihat Wakamatsu-kun bermain. Pasti dia keren. Kyaaa!" ajak temannya.

Aomine mencuri dengar percakapan itu. Ia mematung, wajahnya pucat. Aomine langsung berlari ke arah gymnasium secepat yang ia bisa.

#

Yang dilihatnya adalah kerumunan kecil saat ia membuka pintu gymnasium. Napasnya tersengal. Ia berjalan menuju kerumunan itu dan orang-orang spontan menyingkir. Kagami pingsan dan Wakamatsu mencoba membangunkannya. Aomine berlutut dan mengangkat setengah badan Kagami ke atas pahanya.

"Kagami!" panggil Aomine sambil menepuk pipinya. "Apa yang kau lakukan bodoh!" serunya pada Wakamatsu. Ia terlihat sangat marah.

"Aku hanya menantangnya dan ia menerimanya. Lalu kami bermain dan ia terjatuh begitu saja," terang Wakamatsu—agak menyesal.

"Dia itu ada kelainan jantung dan kau menantangnya! Bodoh!" Aomine siap membunuh Wakamatsu kapan saja.

"A-aku tidak tahu. Maaf!" Wakamatsu tampak shock dan hanya dihadiahi lirikan tajam oleh Aomine. Dan Aomine menggendong Kagami ke ruang kesehatan.

#

Kagami membuka matanya, melihat sekeliling dan sedikit terkejut mendapati Aomine meliriknya tajam, lalu ia mendudukkan diri. Kagami berdeham lalu bertanya dengan polosnya, "Apa yang terjadi?"

Aomine memukul kepala Kagami dan Kagami mengaduh. "Sakit Aho!" Kagami memegang kepalanya.

"Sekarang siapa yang lebih sakit kalau melihatmu jatuh pingsan seperti itu?! Kau itu sudah tahu sakit, masih saja nekat!"

"Go-gomen." Kagami menundukkan kepalanya—merasa bersalah.

Aomine memeluk Kagami tiba-tiba, membuat Kagami terkesiap. "Tolong jangan lakukan lagi. Jangan membuatku takut."

Kagami merasa pipinya memanas. "H-hai."

.

Kagami senang diperlakukan baik oleh teman-temannya. Semua menyayanginya. Teman dekatnya... Hm, kalau Aomine tidak termasuk mungkin Sakurai adalah salah satunya. Dan sekarang mereka berdua sedang berbincang-bincang sambil menghabiskan bekal mereka di jam istirahat.

"A-ano, ma-maaf jika pertanyaanku ini lancang. Kagami-san kenapa berpakaian seperti ini?" tanya Sakurai takut-takut.

"Ahahaha, santai saja Sakurai," Kagami nyengir. "Dulu waktu kecil aku sering sakit-sakitan. Ibuku percaya kalau mendadani anak laki-laki menjadi perempuan itu ampuh. Jadilah aku seperti ini." Kagami menggaruk pipinya dengan jari telunjuk.

"O-oh, begitu. Ma-maaf." Sakurai bingung harus menanggapi seperti apa.

"Tak perlu meminta maaf. Kau tidak salah kok." Kagami—masih dengan cengirannya—memukul-mukul punggung Sakurai.

"Ma-maaf."

"Aduh, kau ini. Hei, nanti ada latihan kan sepulang sekolah?"

"I-iya, kenapa Kagami-san?"

"Semangat ya." Kagami tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Kode. Dan tiba-tiba rona merah samar menghiasi pipi Sakurai.

.

"Kau tidak latihan Aho?" tanya Kagami yang sedang membuka loker sepatunya kemudian mengganti sepatu sekolahnya.

"Tidak butuh," jawab Aomine kemudian menguap.

"Dasar pemalas. Aku duluan," pamit Kagami.

"Tunggu, oi!"

Aomine dan Kagami berjalan berdampingan menuju gerbang sekolah. Dan mereka menoleh ke arah yang berlawanan ketika kenalan mereka memanggil nama mereka.

"Aominecchi!/Kagami-kun."

"Dan juga, Aomine-kun," tambah Kuroko.

"Yo Kuroko," balas Kagami dengan cengiran lebar.

"Yo Tetsu!" balas Aomine. "Sedang apa kau disini Kise?"

Kise bergelayut manja pada lengan Aomine. "Ada pekerjaan di sekitar sini, jadi sekalian aku mampir. Kebetulan bertemu Kurokocchi," jawabnya riang. Modus terselubung, mas Aomine. "Inikah yang namanya Kagami?" tanya Kise kemudian menyalami Kagami.

"Hai. Aku Kagami Taiga. Salam kenal," jawab Kagami dan menyalami Kise.

"Ada apa kau datang ke sini Kuroko?"

"Kebetulan lewat," jawab Kuroko datar. Another modus.

Aomine, Kagami, dan Kise menatap Kuroko horror. Serius deh, tidak ada alasan yang lebih masuk akal apa. Tetapi akhirnya Kagami hanya tersenyum kalem dan merangkul pemuda yang lebih pendek darinya itu. "Kau bukan pembohong yang baik ya, Kuroko."

"Bagaimana kalau kita mencari tempat untuk berbincang-bincang?" saran Kise.

"Maji Burger?" jawab Kagami spontan.

"Oke-ssu. Ayo kesana!" ajak Kise semangat.

.

Tak terasa hampir setengah tahun Kagami berada di Jepang. Libur musim panas telah tiba. Kuroko mengajaknya naik kapal pesiar, 3 hari 2 malam ditambah satu hari penginapan di dekat pantai, lengkap sudah libur musim panas mereka. Dengan tiket gratis dan pemuda baik hati, siapa yang dapat menolak. Dan disanalah mereka, berdiri di bagian buritan kapal pesiar. Menikmati angin semilir di sore hari.

"Nee Kuroko, arigatou na," kata Kagami yang sekarang bersandar pada pagar pelindung kapal.

"Untuk?" tanya Kuroko lalu menatap Kagami.

"Liburan ini," jawab Kagami dengan cengiran khasnya.

"Tidak masalah Kagami-kun." Kuroko tersenyum, sekarang ia berada di sebelah Kagami, ia juga bersandar pada railing.

Hening sesaat menemani mereka sampai Kagami melihat dua orang yang dikenalnya. "Eh! Bukankah itu Kise dan Aomine?"

"Oh, benar. Ayo kita sapa," ajak Kuroko. Kuroko berjalan ke arah mereka diikuti oleh Kagami.

"Sore Kise-kun, Aomine-kun."

"Kurokocchi! Kagamicchi juga! Wah, kebetulan sekali," sapa Kise kemudian memeluk Kuroko.

"Sesak Kise-kun, tolong lepaskan."
"Gomen, gomen." Kise tertawa riang sambil mengusap rambut belakangnya.

"Berlibur, Tetsu?" tanya Aomine dengan seringai khasnya.

"Begitulah."

"Che, dengan Kagami? Tidak romantis sekali," ejek Aomine. Mulut dan hati berkata lain. Boleh Aomine mengejek tetapi dalam hati ia menangis bahagia. Kagami melotot pada Aomine dikatai seperti itu.

"Sudah sudah." Kise menengahi. "Lebih baik kita masuk-ssu. Sudah mulai gelap," ajaknya. Dan disetujui oleh yang lain.

.

Langit semakin gelap dan bintang mulai menampakkan cahayanya. Kagami berdiri seorang diri menatap lautan luas, tangannya memegang railing dan terusan pink pucatnya berkibar tertiup angin, demikian pula dengan rambut merah gradasinya yang dikuncir kuda.

"Belum tidur?" tanya seseorang dari arah belakang.

Kagami menoleh. "Oh, kau Aomine. Belum ngantuk. Kau sendiri?" Kagami mengikuti gerakan Aomine melalui ekor matanya kemudian kembali menatap lautan. Aomine bersandar pada pagar pembatas, melihat ke arah yang berlawanan dengan Kagami.

"Tidak bisa tidur," jawab Aomine, yang hanya ditanggapi oh oleh Kagami.

Hening cukup lama menemani mereka sampai akhirnya tanpa Kagami sadari Aomine sudah berpindah posisi—dibelakangnya, memeluk pinggangnya. Kagami terkesiap.

"Kau tahu film Titanic, Kagami? Saat adegan Jack berada dibelakang Rose, kemudian Rose merentangkan tangannya dan berkata 'I'm flying' lalu—" kata Aomine dengan suara rendahnya.

Entah kenapa suara Aomine terdengar seksi di telinga Kagami, membuat pipi dan telinganya terasa panas. Kagami memotong perkataan Aomine. "Hentikan! Apa maumu?" tanya Kagami dengan nada mengancam.

Aomine sengaja menghembuskan napasnya di telinga Kagami, membuat bulu kuduk Kagami meremang dan ia sukses menahan napasnya. "Aku hanya ingin mendengar jawabanmu atas pertanyaanku sepuluh tahun yang lalu."

Kagami menginjak kaki Aomine kuat-kuat, membuat Aomine melepas dekapannya dan Kagami membalikkan badan dan makin mendekatkannya ke pagar pelindung. Ia mencengkeramnya kuat-kuat.

"Aww!"

"Siapa yang masih ingat dengan janji masa kecil begitu, heh?" Kagami mengelak dan memberikan senyum ejekan pada Aomine.

"Kau masih mengingatnya dengan baik, Kagami."

"Kalau memang ingat, lalu kenapa?"

"Aku ingin jawabanmu. Sekarang," kata Aomine mengintimidasi.

"Aku..." Kagami menundukkan kepalanya. "...tidak bisa," lanjutnya dengan suara kecil.

Aomine meraih dagu Kagami, mengangkatnya dengan telunjuk dan ibu jarinya. "Oh! Tatap aku jika memang itu benar-benar jawaban dari hatimu yang paling dalam."

Kagami menatap Aomine dan berkata dengan suara yang lebih keras. "Aku tidak bisa."

Aomine tahu ia berbohong. Ia menyahut dengan suara yang lebih keras juga. "Ini bukan tentang kau tidak bisa, tetapi kau tidak mau."

"Ya. Aku tidak bisa dan aku tidak mau!"

"Kau bisa tetapi kau tidak mau mengatakannya..." Suara Aomine melembut. "...dengan jujur."

perkataan Aomine membuat Kagami terdiam. Air matanya siap tumpah kapan saja. Ya, Aomine memang benar. Kagami menunduk—menyembunyikan wajahnya. "Oyasumi." Dan Kagami meninggalkan Aomine menuju kamarnya.

.

Keesokan harinya Aomine mendiamkan Kagami. Ucapan selamat pagi Kagami sama sekali tak digubrisnya dan Aomine tidak mengajaknya bicara. Kagami maklum, mungkin salahnya juga sudah menggantung Aomine sepuluh tahun lebih. Oke, silakan menyebut Aomine masokis. Aomine rela kok jadi masokis kalau untuk Kagami.

#

Matahari mulai malu-malu menyinari bumi dari ufuk barat, siap tenggelam digantikan oleh bulan. Aomine menatap lautan, memikirkan kejadian semalam.

"Aominecchi!" panggil si pirang unyuu—Kise Ryouta.

"Hm?" sahutnya malas tanpa menoleh.

"Memikirkan sesuatu?" tanya Kise dengan keponya.

"Tidak," jawab Aomine berdusta.

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Hm."

"Apakah ada seseorang yang kau sukai?" tanya Kise gugup sambil memainkan jarinya. Pipinya merona. Sebetulnya tanpa perlu bertanya ia sudah tahu jawabannya. Namun, ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut Aomine.

Aomine hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Kise.

"Siapa?" Kise menunduk. Aomine menoleh ke arahnya. "Kagamicchi?"

Aomine hanya membulatkan matanya. Tak menyangka Kise cukup peka. "Ki—"

"Aku suka Aominecchi!" Kise memotong perkataan Aomine lalu menatapnya.

Aomine diam. Ia menatap Kise lekat. Kemudian Aomine membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. Tapi...

"Aku tahu apa yang akan Aominecchi katakan."

"Aku—tak akan berpaling dari Kagami."

"Aku mengerti." Kise beranjak pergi—dengan wajah terluka.

#

Suasana makan malam hari itu terasa canggung. Aomine masih mendiamkan Kagami sementara Kise tidak seceria biasanya. Pesanan mereka datang dan mereka makan dalam diam.

"Kagami-kun, ada sesuatu di wajahmu," kata Kuroko sambil menatapnya.

Kagami mengerjap bingung kemudian Kuroko mengusap sisa makanan di ujung bibir Kagami dengan ibu jarinya kemudian menjilatnya.

Wajah Kagami memerah. "A-arigatou."

Aomine ingin menghajar Kuroko sekarang juga. Ekspresinya tampak tenang tapi hatinya merasa terbakar. "Aku sudah selesai," katanya sambil mendorong piringnya kemudian pergi. Makanannya hanya ia sentuh sedikit.

Kuroko hanya menatapnya. Seperti sengaja melakukannya. Dan suasana makin canggung.

#

Kuroko dan Kagami berjalan berdampingan menuju kamar mereka. Mereka sekamar dengan beda ranjang kok. Tangan mereka tak sengaja bersentuhan lalu Kuroko menggandeng Kagami. Pipinya merona lagi.

"Ku-Kuroko..."

Kuroko hanya diam. Ia membuka pintu sesampainya di depan kamar mereka, kemudian menguncinya lalu Kuroko mendorong Kagami ke tembok. Kedua tangannya memenjarakan tubuh Kagami.

Kagami mengerjap bingung. "Ku-Kuroko..."

"Aku suka Kagami-kun."

Pipi Kagami merona samar. "E-etoo, Kuroko..." Ia mengalihkan pandangannya.

"Apakah Kagami-kun juga menyukaiku?"

"Gomen, Kuroko." Kagami menunduk.

Walaupun sudah tahu jawabannya, Kuroko tetap kecewa mendengar jawabannya. "Aku mengerti."

"Syukurlah." Kagami tersenyum. "Maaf ya, Kuroko."

.

TBC

.

Ini bukan Fem!Kagami kok. Ini cuma Kagami yang sudah dibiasakan oleh ibunya berdandan cewek. Soal kepercayaan ibunya, gak tau bener apa nggak soalnya nyari di Google gak nemu, tapi di Hakkenden gitu kan, CMIIW D: kalaupun salah ya anggap aja itu buatan saya #otl dan tolong jangan bayangkan Kagami yang berotot memanjangkan rambutnya, cukup bayangkan badan cewek dengan alat kelamin pria, saya gak sanggup bayangin Kagami macho dengan rambut panjang #delusi

Dialog AoKi yang tidak akan berpaling itu ambil dari novel Funny Feeling dengan pengubahan.

Maafkan jika OOC, mood AoKaga saya menguap setelah nonton season 2 #lah

Maaf juga bila ada typo(s).

Jika ada kritik dan saran atau ada yang kurang jelas boleh di post di kolom review, komentarnya juga ya jangan lupa ;)

Terima kasih sudah membaca!