Cahaya redup yang berasal dari sebuah lampu yang menggantung di langit-langit kamar dengan nuansa pastel.
Dua orang manusia berjenis kelamin berbeda tengah bergemul panas berbagi kehangatan di atas ranjang nyaman yang sedang mereka pakai sebagai tempat bercinta. Sang pria yang berposisi di atas dari tadi terus menggerakkan tubuh tegapnya.
Mengeluarkan dan memasukkan kejantannya dari lubang sang wanita.
Tubuh wanita sudah penuh dengan keringat, cahaya lampu memantul akibatnya. Dan kulitnya yang putih bagai susu mengkilap.
Beberapa gerakan lagi, dan mereka ada dipuncak kenikmatan dunia. Cairan mereka keluar bersama-sama. Tubuh sang jantan jatuh di samping pasangannya, napasnya berderu keras. Nampaknya kelelahan setelah beberapa sesi bercinta mereka.
Sama halnya, wanita dengan paras manis—alat pernapasnnya tengah bekerja dua kali mencoba meraup oksigen sebanyak-banyaknya untuk diisi ke dalam paru-parunya.
Tangan pria dengan kulit nyaris pucat itu terulur mengusap keringat di dahi sang wanita, "kau selalu indah sayang!" ucapnya berbisik di telinga sang kekasih.
Tangannya turun ke bawah, ke arah dada sang wanita. Diusapnya sebuah tanda merah yang tercetak jelas di sana.
Tubuhnya berubah posisi menjadi bersandar pada kepala ranjang, lalu diangkatnya tubuh sang wanita. Membiarkan kepala berambut hitam itu tersandar pada dada bidangnya.
Perasaan nyaman dapat dirasakan olehnya—sang wanita. Dan hangat. Bukan karena tubuh pria yang ia jadikan bantalan berkeringat tapi karena perasaan yang sebenarnya ia bingung harus menjabarkan seperti apa.
Tidak ada kata yang terbit dari mulut keduanya, kesunyian tercipta. Padahal kamar ini penuh dengan suara erangan dan desahan.
Drtt...Drtt...
Bunyi ponsel berwarna hitam memecah keheningan di antara mereka.
Sang wanita mengangkat tubuhnya—menjauhkan tubuh telanjangnya. Bergerak mengambil ponsel miliknya yang berbunyi. Pada layar ponsel pintarnya tertera tulisan 'Jihoon Calling'.
Dengan satu gerakan ponsel keluaran pabrik ponsel kenamaan di dunia itu telah digenggamnya. Baru akan ada gerakan untuk menjawab panggilan itu, lengannya dicegat oleh sang pria.
Grep
"Jangan diangkat! Biarkan saja." Ponsel yang baru saja ia beli beberapa bulan yang lalu itu direbut oleh kekasihnya.
Ia agak marah, pastinya.
Ponsel yang sekarang ada di tangan kekasihnya itu terus saja berbunyi. "Kembalikan!" perintahnya dengan suara lembut."Tidak akan, kau pasti akan menjawab panggilan ini."
Kepala milik si wanita menggeleng,"JinYoung, kasihan Jihoon."
Cup
Dengan cepat sebuah ciuman dicuri dari bibir wanita di hadapannya.
"JinYoung!" Wajah dua puluh lima tahun yang lalu itu menampakkan raut yang merajuk.
"Tidak sayang!"
"Kembalikan ponselku!" Dengan suara merengek ia keluarkan agak pria yang tadi memasukinya itu mau menggembalikan ponselnya.
"JinYoung!" Sekali lagi ia meminta dengan tampang yang sangat membuat seorang Bae JinYoung akan kalah.
Iya, pria tanpa sehelai benang ini adalah Bae JinYoung. Dan wanitanya adalah—"Baiklah. My Lee. Ini milik mu. Jangan memasang wajah yang membuat aku ingin memakanmu." Disodorkannya benda berwarna hitam itu.
Tepat panggilan keempat dari Jihoon. Seperti yang tertera di layar ponsel perempuan kelahiran Januari, bernama Lee Daehwi.
Pip
'Kenapa lama sekali menjawabnya Hwi?' Dapat ia tebak jika suara yang keluar lebih dulu adalah sebuah protes.
"Maaf Jihoon, tadi aku ke kamar kecil." Alasannya saja sebenarnya dan Ia berbohong, tentunya. "Ada apa?" lanjutnya memberi pertanyaan pada orang yang meneleponnya.
'Besok temani aku ya, ke pusat perbelanjaan dekat kafe langganan kita. Bisa bukan?' ucap Jihoon dari seberan telepon.
Daehwi menatap ke JinYoung, mulut JinYoung terbuka. Kekasihnya itu pasti akan melarang. Telunjukknya ia letakkan di bibir JinYoung, memberi isyarat untuk diam. Kepala JinYoung kemudian menggeleng.
"Baiklah. Jam berapa?" tanyanya lagi. Tubuh JinYoung kini mulai menempel padanya.
'Sebelum siang. Biar nanti sehabis belanja kita singgah di kafe langganan kita,' sahut Jihoon.
Daehwi sepertinya agak kualahan, ia tidak bisa mendengar apa yang Jihoon katakan. JinYoung kini menjilati lehernya.
"Jam berapa tadi Jihoon?, aku tidak mendengar tadi." Ia terpaksa mengulang pertanyaannya.
'Sehabis makan siang Daehwi. Kau sedang bersama seseorang?' tanya Jihoon dengan nada curiga yang bisa Daehwi tangkap dari pertanyaan Jihoon barusan.
"Aku hanya sendirian saat ini." Daehwi bangkit dari kasur menjauhi lelaki Bae itu.
'Mungkin perasaku saja. Ya sudah, sampai besok. Selamat malam Hwi!'
"Iya Jihoon. Sampai besok. Selamat malam juga."
Percakapan mereka terputus. Daehwi kembali menatap pria bersurai kecoklatan di depannya, tangannya terulur menyentuh mahkota sang pria. Mengusap keringat yang masih keluar dari pori-pori prianya dengan telapak tangan.
"Jangan bertemu Jihoon!"
"Eh?" Dahi Daehwi berkerut. Kenapa JinYoung menunjukkan raut tak suka dan agak merajuk?
"Daehwi, ku bilang jangan!" Oke, JinYoung seperti anak kecil saja bagi Daehwi.—"Kenapa? Jihoon temanku."
"Tapi kau pacarku," ucap JinYoung membuang wajah sambil. Helaan napas keluar dari mulut Daehwi, geleng kepala ia dengan tingkah laku pria yang umurnya telah menginjak umur seperempat abad.
"Terserah, aku ingin tidur. Kau pilih berdebat atau memelukku hingga pagi?" Daehwi langsung membaringkan tubuhnya membelakangi JinYoung, tak lupa menutup tubuh telanjangnya dengan selimut.
Grep
Tangan JinYoung melingkar di perut ramping Daehwi, kepala JinYoung terselip di ceruk leher perempuan bermarga Lee ini.—"Tentu aku memilih memelukmu hingga pagi sayang." JinYoung mengecup pundak Daehwi.
"Emm ..." Daehwi hanya bergumam menanggapi perkataan JinYoung, merasa diabaikan. Laki-laki pemilik wajah rupawan ini makin gencar mengecup punggung Daehwi.
"JinYoung, hentikan. Aku sudah lelah dan sangat mengantuk. Besok aku harus bertemu dengan Jihoon." JinYoung langsung menghentikan kegiatannya—padahal ia sedang asik menggoda sang kekasih.
Tapi, sekarang Daehwi tengah sedang serius. Membuat Daehwi marah dan mogok bicara padanya, akhirnya diamlah yang ia pilih dan menyusul Daehwi yang baru saja pergi ke alam mimpi masing-masing.
...
Tepat seperti yang telah direncanakan oleh Daehwi dan Jihoon melalui line telepon tadi malam—menemani Jihoon berbelanja di pusat perbelanjaan dekat kafe langganan mereka.
Berada di store khusus pakaian pria Daehwi dan Jihoon tengan sibuk bergelut dengan pakaian pria."Apa kau sudah ketemu?" tanya Daehwi yang dari tadi serius dengan ponselnya—ia tidak terlalu memikirkan apa yang ia beli di sini, Jihoonkan yang ingin membeli bukan dirinya.
Jihoon menggeleng menjawab pertanyaan Daehwi, "belum, aku bingung. Pakaian seperti apa yang harus ku berikan pada JinYoung."
Daehwi memasukkan ponsel yang tadi asik ia gunakan ke dalam tas jinjing berwarna krem miliknya. Berjalan mendekati Jihoon yang sudah menunjukkan tampang menyerah.
"Kau ingin membelikan JinYoung pakaian seperti apa?" Jihoon menggeleng,"kau saja yang pilihkan, aku tau pilihanmu pasti bagus."—"Jangan menyesal ya nanti." Jihoon hanya membalas dengan senyuman.
Tanpa disuruh dua kali, Daehwi berjalan berkeliling store pakaian pria. Tak sampai tiga menit, Daehwi kembali dengan membawa beberapa potong pakaian, sebuah kemeja putih sederhana, jas resmi berwarna hitam.
"Ku rasa JinYoung cocok mengenakan pakaian bernuasa monokromatik." Daehwi menyodorkan setelan pakaian—meski sederhana lihatlah merek pakaian itu, brand kenamaan dunia—di tangannya, kepada Jihoon.
"Pilihanmu memang bagus. Pasti JinYoung suka." Jihoon menenteng pakaian pilihan Daehwi ke udara."Aku akan bayar ini dan menelepon JinYoung untuk makan bersama kita di tempat biasa," ucap Jihoon dengan senyum dan mata berbinar.
...
Tiramisu adalah kesukaan Daehwi, sudah setengah dari porsi yang ia pesan masuk ke dalam perutnya, entah itu berapa sendok sudah?
"Hwi, pesanlah yang lain! Kalau tiramisu saja mana kenyang," omel Jihoon yang duduk di sampingnya."Ini sudah cukup. Kau sudah pesankan minuman JinYoung?"
"Sudah. Ini lagi kenapa JinYoung lama sekali? Katanya ia akan segera datang."
"Terjebak macet mungkin." pendapat Daehwi. Tak selang berapa lama keluhan Jihoon tentang lamanya kedatangan JinYoung terbit dari mulut perempuan berparas imut itu, orang yang ditunggu akhirnya datang juga.
"Apa aku lama?" Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Jihoon.
"Terlalu lama JinYoung." Bibir Jihoon manyun.
"Jangan seperti itu kau membuatku ingin mencium mu di sini," bisik JinYoung tepat di telinga Jihoon. "Bae JinYoung!" Perempuan agak gempil mencubit perut JinYoung—kekasihnya."Baiklah, Tuan Putri yang ini tadi sakit sekali." JinYoung mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Daehwi.
"Hai Daehwi-sshi!"
"Hai juga JinYoung-sshi!"
"Kalian ini canggung sekali, jangan menyapa dengan seperti itu. seperti orang asing saja," protes Jihoon dengan gaya bicara JinYoung dan Daehwi.
Sementara JinYoung dan Daehwi yang dikatai seperti itu oleh Jihoon hanya tersenyum canggung.
"Aku hampir lupa. Ini untukmu." Jihoon menyodorkan paperbag hitam kepada JinYoung."Tadi aku membelinya. Daehwi lho yang memilihkannya untukmu. Apa kau suka?" JinYoung mengintip isi dalam paperbag pemberian Jihoon.—ia sudah tahu apa isinya sebenarnya. Dan tersenyum."Ini bagus sekali. Terima kasih telah memilihkannya Daehwi-sshi. Ini seleraku sekali."
"Iya sama-sama. Senang sekali jika JinYoung-sshi senang dengan pilihan saya." Wajah Daehwi tertunduk. "Kan sudahku bilang jangan berbicara seperti orang asing. Kalian ini!" Lagi-lagi Jihoon protes.
Tak tahukah Jihoon jika ada sesuatu di balik ini semua.
Bersambung ...
A/N :
Fanfiction ini sudah saya publish di wattpad, sekarang coba di udarakan di fanfiction net.
Semoga suka semuanya!
