Naruto © Kishimoto Masashi
Pertemuan Takdir © Haruno Aoi
Character: Tayuya, Uchiha Sasuke, Uzumaki Karin
Pairing: SasuTayu
Setting: AU
Warning: OOC
.
.
.
Pertemuan Takdir
-1-
.
.
.
Hokumon Tayuya adalah seorang yankee yang sombong dengan mulut berbisa sebelum orang tuanya memasukkannya ke akademi kepolisian. Di sana ia dilatih perihal kedisiplinan waktu, dedikasi pada pekerjaan, kemampuan menahan emosi, keramahan, kejujuran, sportivitas, profesionalisme, dan kecakapan untuk bekerja dalam tim—yang selama ini beberapa di antaranya ia abaikan. Kebiasaan buruknya, yaitu mudah marah dan suka melontarkan kata-kata kasar, tak lantas hilang hanya karena didikan keras para pembimbingnya.
Pemuda rupawan bernama Uchiha Sasuke-lah yang membuatnya berubah. Ya, ia jatuh cinta kepada Sasuke sejak keduanya bertemu pandang untuk pertama kalinya. Dan ia berusaha menjadi perempuan manis semenjak tahun pertama masa pendidikannya.
Sayangnya ia belum bisa membedakan antara cinta dan hasrat untuk memiliki.
-oxoxo-
Waktu itu, Tayuya dan Sasuke sudah lulus dari akademi kepolisian. Sejak dua tahun sebelumnya Tayuya ditempatkan di divisi sidik jari, sementara Sasuke menjadi bagian dari divisi investigasi. Keduanya sama-sama diundang dalam resepsi pernikahan inspektur kepolisian yang pada saat itu berusia tiga puluh tahunan. Mereka tidak pernah bertegur sapa sebelumnya. Salah satu alasannya, kelas calon polisi pria dan wanita terpisah. Selama masa pelatihan, hanya beberapa kali saja mereka berpapasan saat pergantian jam renang, atau ketika kontrol kesehatan di rumah sakit akademi kepolisian.
Namun, dalam resepsi pernikahan romantis yang digelar pada awal musim gugur itu, Tayuya berani menghampiri Sasuke yang berdiri di tempat yang cenderung tidak menarik perhatian. Ia membawa dua gelas sampanye dan menawarkan salah satunya pada Sasuke untuk sekadar basa-basi sebelum memulai percakapan.
Awalnya Sasuke tampak ragu menerima gelas berisi cairan bening kekuningan dan bergelembung tersebut. Sampai mengambil alih gelas langsing bertangkai panjang itu pun, belum keluar sepatah kata dari mulut Sasuke. Bahkan hingga isi gelas itu tandas setelah ditenggak Sasuke dengan cepat.
Tayuya sedikit terbelalak. Ia jadi berpendapat kalau Sasuke tidak tahu tata cara minum minuman sejenis sparkling wine tersebut.
"—Daijoubu?" Tayuya cemas begitu melihat wajah Sasuke yang memerah dalam waktu singkat.
Sasuke tidak menjawab. Ia hanya memegangi kepalanya dengan pandangan yang tidak fokus. Tayuya jadi bingung harus berbuat apa.
Saat Sasuke berjalan sempoyongan mendekati pintu, Tayuya cepat-cepat meletakkan gelas tingginya yang masih penuh di meja terdekatnya. Ia mengejar langkah Sasuke dan memapahnya keluar grand ballroom tanpa sempat berpamitan kepada sang empunya acara. Sebenarnya ia masih terheran-heran, seorang Uchiha Sasuke langsung mabuk hanya lantaran minum segelas minuman beralkohol. Ia saja masih lebih kuat dari lelaki yang dipapahnya tersebut.
"Antarkan aku ke rumah sakit," gumam Sasuke.
Kening Tayuya mengernyit. Ia mengira Sasuke hanya meracau. Tetapi, melihat munculnya semacam ruam di wajah, sekitar leher, hingga bagian kulit lain yang tertangkap pandangannya, ia jadi beranggapan bahwa Sasuke keracunan alkohol. Ia lekas memapah Sasuke memasuki lift yang akan membawa keduanya ke lantai dasar. Rasanya lama sekali sampai di lantai satu, meski tidak ada yang memanggil lift dalam perjalanan mereka. Segera setelah keluar dari lift, ia menelepon taksi. Sangkaannya sudah tidak-tidak, sampai langkahnya tertatih-tatih bukan hanya karena beratnya tubuh Sasuke yang harus disangganya.
"Lain kali, pastikan dulu kalau wine atau apapun itu adalah minuman non alkohol sebelum kau tawarkan padaku." Sasuke kembali menggumam setelah berada di dalam taksi hitam yang akan membawa mereka ke rumah sakit terdekat. Kepalanya yang pening terkulai lemas di sandaran kursi. Ia terlihat begitu tak berdaya.
Sesekali Sasuke tampak ingin sekali menggaruk wajahnya. Agaknya bintik-bintik merah tersebut menimbulkan rasa gatal. Pasti sangat sulit untuk menahan dirinya agar tidak menggaruk badannya. Sebagai gantinya Sasuke hanya menggosok pelan bagian kulitnya yang terasa sangat gatal.
"Aku alergi minuman beralkohol."
Tayuya terkesiap. "Lantas—kenapa kau menerima tawaranku?" tanyanya gelagapan lantaran takut bercampur was-was. Ia juga merasa bersalah—tentu saja. Dan secara otomatis ia menetapkan kejadian ini sebagai salah satu catatan penting dalam perjalanan hidupnya. Ia pun mengomando dirinya sendiri untuk lebih berhati-hati jika di lain waktu mendapatkan kesempatan serupa.
Tetapi, benarkah masih ada lain kali seperti yang dikatakan oleh Sasuke?
"Aku tertipu." Sasuke mendesis tajam, "Kakashi bilang, hanya ada anggur non alkohol di pestanya."
Tayuya langsung merutuki pengantin baru itu dalam hati. Beraninya Kakashi membodohi pujaan hatinya. Yang saat ini ada di benaknya, ia harus membuat perhitungan dengan pria itu. Awas saja kalau bertemu nanti! Derita Sasuke berarti deritanya juga. Akan ia pastikan bahwa pria sok inosen bernama lengkap Hatake Kakashi tersebut menyesal telah membuatnya geram. Tinggal memberikan ancaman yang berhubungan dengan novel dewasa yang disembunyikan Kakashi di laci meja kerjanya.
Namun, ia jadi tahu mengapa Sasuke menenggak cepat sampanye yang tadi ditawarkannya. Mungkin karena Sasuke mengira minuman itu tanpa alkohol, sehingga kemungkinan besar hanya dianggap sebagai jus anggur biasa.
"Maaf…," ucap Tayuya tulus.
Padahal biasanya ia sangat jarang—dan merasa sulit—untuk meminta maaf pada orang lain. Ia adalah anak tunggal yang tumbuh sebagai gadis arogan, manja, dan egois—yang suatu hari iseng-iseng terjun ke dunia berandal remaja sebayanya. Ia juga cenderung tidak mau mengalah, atau dengan kata lain mau menang sendiri dan merasa bahwa dirinya adalah yang paling benar di antara yang lainnya. Karena itu, bekerja sama dalam tim merupakan kelemahannya sebelum mendapatkan bimbingan di akademi kepolisian, dan perubahannya juga disebabkan oleh ketertarikannya pada Uchiha Sasuke.
Sebenarnya ia berubah atas sugesti dari dirinya sendiri, namun Sasuke seolah menjadi motivator tanpa suara yang mendorongnya menjadi perempuan yang makin pantas untuk disukai.
Atau mungkin yang paling berperan adalah ibu Sasuke. Wanita berambut panjang tersebut pernah datang ke akademi pada awal bulan di tahun pertama masa pendidikannya, yang entah kebetulan atau takdir sehingga berpapasan dengannya. Pada bulan itu, orang tua murid memang masih boleh menemui putra-putri mereka dengan tujuan tertentu.
Beliau menanyakan tentang ruangan staf, dan ia menjawabnya dengan sedikit gugup meski saat itu ia belum tahu perihal hubungan beliau dengan Sasuke. Sebagai sesama perempuan, ia tidak ragu untuk mengakui bahwa beliau sangat cantik, anggun, dan bertutur kata halus. Bahkan ibu Sasuke seolah memiliki sesuatu yang tidak dapat ia temukan dalam diri ibunya sendiri.
Saat jam pulang, ia melihat Sasuke kembali ke asrama dengan membawa bingkisan yang tadi dibawa oleh wanita lemah lembut yang sebelumnya ia jumpai. Dari situlah ia menerka-nerka bahwa beliau adalah ibunda Sasuke. Apalagi jika ditilik dari kemiripan wajah mereka, meski menurutnya beliau juga masih pantas jika dikira sebagai kakak Sasuke.
Biasanya seorang anak laki-laki akan mencari calon istri yang mirip dengan ibunya. Tayuya berpegang pada anggapan itu, walau belum terbukti kebenarannya. Alhasil, kini ia berubah menjadi pribadi yang lebih mantap dan dewasa. Orang tuanya pun senang melihat perubahannya.
"Hn." Tiba-tiba pemandangan di luar jendela begitu menarik di mata Sasuke. Sesekali sinar kuning lampu jalan menimpa wajahnya. Malam ini jalan raya sangat lengang. "Biasanya aku bisa sampai pingsan."
"Eh?" Tayuya masih belum percaya kalau Sasuke mengajaknya bicara lagi.
"Setidaknya aku tidak lebih mempermalukanmu—dan tentu saja diriku sendiri, dengan ambruk di tempat umum," imbuhnya dengan pandangan masih keluar jendela.
"—Ah, untuk itu … sebenarnya tidak masalah." Dalam sekejap Tayuya semakin berdebar-debar. Saat ini, perempuan berambut dark pink itu merasa tengah hidup dalam dunia mimpi. Bercakap-cakap dengan seseorang yang dicintainya—dalam situasi yang sama sekali tak terduga—sungguh tak terbayangkan sebelumnya. Bahkan, selama ini ia tidak berani untuk mengangankannya. "Aku yang salah," ujarnya penuh penyesalan, "maafkan aku…."
"Daijoubu yo…," lirih Sasuke.
Sebenarnya Tayuya kurang yakin kalau Sasuke dapat mengenalinya sebagai alumni dari akademi kepolisian yang sama. Kemungkinan Sasuke mengingatnya sangat kecil—walau masih ada. Itu pun bisa terjadi jika—dan hanya jika—Sasuke pernah menganggap eksistensinya. Namun, setidaknya sekarang ia merasa sangat senang dan beruntung, kendati kecemasan terhadap sakit Sasuke belum lenyap. Dan ia sama sekali tidak menyesali keberaniannya untuk menghampiri Sasuke di resepsi tadi. Sebab, pasti ia akan sangat menyesal jika ia lebih memenangkan kepengecutannya.
"Arigatou…." Tayuya tersenyum lembut. Mungkin Sasuke bisa melihat pantulannya di kaca jendela yang gelap itu.
"Seharusnya hidungku bisa lebih peka…," desah Sasuke disertai dengusan pelan.
"Hn?" Tayuya menyahut dengan cepat, "—Kau bicara apa?"
"Hn."
Tayuya terdiam, lalu tampak kerutan di dahinya. Lelaki yang duduk di sebelahnya itu memang sulit untuk dipahami. Dan ia sudah memiliki penilaian tersendiri terhadap Sasuke—unik, dan juga sedikit … aneh.
-oxoxo-
Dinding rumah sakit yang menghimpit deretan kursi tunggu, menjadi saksi bisu pertemuan kedua Tayuya dengan ibunda Sasuke. Lebih dari sekali wanita yang baru diketahuinya bernama lengkap Uchiha Mikoto itu mengucapkan terima kasih dibarengi bungkukan sopan. Ia hanya bisa membalas dengan kikuk. Padahal ia adalah si biang kerok yang menyebabkan putra bungsu Mikoto-san diharuskan opname selama tiga hari tiga malam di rumah sakit tersebut.
"Sepertinya kita sudah pernah bertemu, ya…?"
Tayuya semakin kagum pada Mikoto-san. Ternyata ingatan beliau sangat kuat. Padahal pertemuan pertama mereka sekitar lima tahun yang lalu. Malahan waktu itu rambutnya masih sebahu dengan poni pendek yang terkesan terlalu rapi. Sedangkan sekarang rambutnya sudah sepanjang pinggang dengan poni menyamping yang terkadang menutupi mata.
"Anda benar, Mikoto-san," balasnya hormat. Ternyata Mikoto-san juga baik hati, dengan memperbolehkannya untuk memanggil nama kecil beliau meski baru saja mengenal lebih dekat.
Mikoto-san tersenyum lembut, kemudian mengeluarkan kartu nama dari dompet untuk diberikan kepadanya.
"Mungkin lain kali kita bisa minum teh bersama," ujarnya ramah.
Tayuya menerima kartu nama berwarna dominan biru muda itu dengan perasaan bercampur aduk. Satu lagi anggota keluarga Uchiha yang memberikan harapan padanya.
Benarkah masih ada lain kali untuknya? Mungkinkah Mikoto-san akan bersikap sama jika keduanya tidak pernah bertemu sebelumnya? Lantas, apakah pertemuannya dengan Mikoto-san waktu itu masih bisa disebut sebagai kebetulan?
-oxoxo-
Tik.
Tik.
Tik.
Tayuya seolah bisa mendengar bunyi detik arlojinya sendiri. Kedai tradisional itu sedang dalam keadaan sepi pelanggan. Sore hari yang bersuhu rendah pada pertengahan musim dingin. Ia memenuhi ajakan kawan-kawannya untuk goukon. Sejatinya ia tak sedikit pun berminat mengikuti kencan buta—atau apapun itu namanya. Tetapi, dua sahabatnya terus memaksanya. Mereka bilang bahwa ia cukup ikut saja—tidak masalah meski ia tidak berniat untuk serius. Yah, boleh dibilang kalau ia hanya iseng.
Sengaja ia datang sedikit terlambat. Nyatanya di meja yang sudah disepakati sebagai tempat pertemuan malah masih kosong. Ia langsung mengirimkan email kepada dua pengundangnya. Kalau acara itu dibatalkan, ia akan lekas pulang. Sepuluh menit berlalu tanpa ada balasan. Namun, tidak tahu mengapa ia tetap bertahan.
Hampir bersamaan dengan gerakan tangannya menulis email untuk kesekian kalinya, pintu di depannya digeser. Ia terperangah melihat siapa yang datang. Kegiatannya terhenti seketika. Seseorang yang sungguh tak asing tersebut langsung menduduki zabuton di hadapannya. Untuk sesaat nyawanya seolah lepas dari tubuhnya. Untung saja ia masih bisa mempertahankan posisi ponsel yang dipegangnya. Lelaki itu bergabung di mejanya tanpa mengucapkan sepatah kata. Sudah empat bulan lebih semenjak pertemuan terakhir mereka. Ia sama sekali tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Sasuke dalam situasi semacam ini. Dan entah mengapa, ia merasa bahwa ini bukan kebetulan belaka.
Namun, ia sempat meragukan penglihatannya—seorang Uchiha Sasuke mengikuti goukon?
"Apa lagi sekarang?" gumam Sasuke dengan tampang siap marah tanpa memandang perempuan yang duduk di seberangnya.
"Err—kenapa kau … bisa ke sini?" Aroma parfum Sasuke malah tak membantu Tayuya untuk menekan rasa gugupnya.
"Akan lebih memalukan kalau aku hanya menggeser pintu—" Sasuke berujar tak acuh, "—lalu menutupnya lagi dan langsung pulang karena tidak menemukan dua orang yang mengaku sebagai temanku."
"Err…." Tayuya bingung untuk menanggapi. Jujur saja, ia masih harus mencerna apapun itu yang baru saja dikatakan oleh Sasuke. "Kenapa kau bisa ikut goukon?" Nah, mungkin ini adalah pertanyaan yang lebih spesifik. Ia tak ingin mendengar jawaban melantur lagi dari mulut Sasuke.
"Kau sendiri?" Sasuke memberikan tatapan nyalangnya.
"Err … iseng," jawab Tayuya tanpa minat, "—ya, iseng. Kau?"
"Kalah taruhan." Sasuke memasang wajah siaga ditertawakan. Nyatanya reaksi Tayuya tidak seperti yang terbayang di benaknya.
Karena penasaran, Tayuya bertanya, "Taruhan apa?"
"Urusan laki-laki." Sasuke mendesis tajam, begitu pun tatapannya. Setelah ini Tayuya harus lebih berhati-hati kalau bertanya. Suasana hati Sasuke sedang sangat buruk.
Ponsel keduanya bergetar dalam waktu yang hampir bersamaan. Tayuya berubah kesal setelah membaca email yang masuk. Hal itu juga terjadi pada Sasuke yang malah mengumpat-umpat lirih. Sepertinya email serupa juga masuk ke ponsel hitam Sasuke. Seharusnya mereka tidak mudah percaya saat kawan-kawannya mengatakan untuk berangkat sendiri-sendiri. Umpatan terakhir Sasuke terdengar lebih jelas—sedikit mengejutkan Tayuya yang sibuk membalas email teman kentalnya.
"Ku rasa kau kurang pantas lulus dari kelas kedisiplinan waktu, kemampuan menahan emosi, dan keramahan." Sebenarnya Tayuya pun demikian, namun ia lebih mampu menekan amarahnya—untuk saat ini.
Sasuke hanya memutar mata bosan seraya mendengus sebal. Tidak ada gunanya ia berada di tempat itu. Ia lekas bangkit dari duduk bersilanya. Hanya saja, belum sampai ia mencapai pintu, lengannya ditahan. Terpaksa ia berhenti melangkah.
Pandangan Tayuya jadi tidak fokus setelah Sasuke menoleh ke arahnya. "… Sebaiknya kita memesan sesuatu dulu sebelum pulang," katanya.
"Kau saja." Sasuke sedikit membentak.
"Kau—belum memaafkanku?"
Sasuke tahu ke mana pembicaraan ini akan tertuju. Dan ia tidak ingin mengingat kejadian memalukan waktu itu. Selepas menarik lengannya paksa, ia kembali duduk di tempatnya semula.
"Omelet jamur dan jus tomat tanpa es," pesannya dongkol.
Tayuya tersenyum senang tanpa memedulikan mood buruk Sasuke. Ia pun kembali ke tempat duduknya seraya memesan sup miso dan teh hijau. Sebetulnya menu yang dipesannya lebih cocok untuk sarapan. Jadi, terbukti bahwa berada di dekat Sasuke memang membuatnya lupa daratan.
-oxoxo-
Lima belas menit sudah berlalu sejak pramusaji mengantarkan pesanan Sasuke dan Tayuya. Keduanya menyantap makanan dalam diam. Seusai menghabiskan jus tomatnya, Sasuke mengeluarkan beberapa lembar uang bernominal sepuluh ribu yen dari dompetnya. Tanpa basa-basi ia meletakkannya di meja dan beranjak dari zabuton. Kali ini Tayuya sudah tidak memiliki alasan untuk menahannya kembali.
Tayuya melanjutkan kegiatan makannya dengan lesu. Suasana berangsur ramai, tidak setenang ketika ia datang. Rasanya ia mendengar suara-suara yang sedikit ribut di luar sana, mungkin kedai mulai dipenuhi pelanggan yang akan makan malam.
Ia baru selesai mengenakan mantelnya dan akan mencangklong tasnya ketika seorang pramusaji menghampirinya dengan tergesa-gesa. Sembari mengatur napas, gadis itu mencoba mengatakan tujuannya.
"Teman Anda … mabuk," katanya dengan napas terengah. Belum sempat Tayuya menyahut, ia menambahkan, "Sekarang dia meracau di pintu depan, dan tidak mau beranjak dari sana. Banyak pelanggan yang tidak jadi masuk karena—"
Tanpa menunggu perempuan berambut cokelat itu menyelesaikan penjelasannya, Tayuya bergegas keluar dari ruangan khusus tersebut. Setelah membayar di kasir, ia langsung menghampiri Sasuke yang terus berpegangan pada pintu kedai. Padahal ia mengira kalau Sasuke langsung pulang sejak meninggalkannya tadi. Beberapa pelanggan terus memusatkan perhatian ke arah Sasuke, bahkan para pengguna jalan. Tetapi ia tidak peduli. Ia mencoba membujuk Sasuke untuk keluar dan pulang, meski lelaki itu terus memeluk kosen pintu. Para pelayan dan koki kedai sampai kewalahan menghadapinya.
Tayuya sendiri bingung mengapa Sasuke mendadak seperti orang mabuk. Jikalau makanannya mengandung alkohol, pasti reaksi tubuh Sasuke akan berbeda. Di kulit Sasuke pun tidak bermunculan ruam seperti waktu itu.
"Ayo, Sas—"
"Aku—tidak ingin … tenggelam," racau Sasuke dengan mata setengah terpejam, "aku … belum mau—mati!" Sasuke lalu terkekeh-kekeh tanpa sebab.
"Sebenarnya dia kenapa?" lirih Tayuya sembari berusaha memapah Sasuke.
"Tidak lama setelah Tuan ini keluar dari ruangan yang sama dengan Anda, Tuan ini memegangi kepalanya dan cara berjalannya jadi aneh," jelas seorang pelayan dengan wajah pasrah, "lalu, ya … seperti yang Anda lihat. Tuan ini tidak mau meninggalkan kedai karena merasa kalau trotoar itu adalah sungai yang lebar dan sangat dalam."
Mendadak Tayuya jadi berang lantaran orang-orang kedai tampak tidak merasa bersalah.
"Apa kalian yakin kalau makanan yang kalian jual tidak beracun?" Keluar sudah Tayuya yang asli. Suaranya meninggi, dan membuat orang-orang di dalam kedai merasa enggan untuk melanjutkan kegiatan makannya, "Tadi kami tidak memesan minuman beralkohol! Dan tidak mungkin dia bertingkah seperti ini tanpa sebab! Kalau terjadi sesuatu yang buruk padanya, aku akan menuntut kedai ini!"
Para pramusaji memucat, apalagi sang koki yang merasa paling bertanggung jawab.
"Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku!"
Sang pemilik kedai tergopoh-gopoh menghampiri mereka untuk meluruskan permasalahan. Pria paruh baya itu membungkuk sopan pada Tayuya, diikuti para pekerjanya.
"Sebelumnya maafkan kami, Nona." Pria beruban itu membungkuk lagi. "Kami memang bersalah. Sepertinya koki kami keliru memasukkan jamur ke omelet yang dipesan Tuan ini."
Koki yang bersangkutan merasa hampir pingsan. Ia belum siap dituntut, atau kemungkinan terburuknya dipecat dan dijebloskan ke penjara. Ia memiliki istri dan anak-anak yang harus ia nafkahi.
"Tapi tenang saja, Nona," tambah sang pemilik kedai yang tampak bersahaja, "efeknya akan segera hilang kalau Tuan ini beristirahat dengan cukup. Sekali lagi, maafkan kelalaian kami…."
Tayuya masih tampak kesal. Namun, ia sudah tidak berminat untuk memaki-maki lagi. Ia segera meninggalkan kedai dengan memapah Sasuke yang terus meracau.
Sebelum benar-benar jauh dari kedai tradisional itu, ia masih bisa mendengar rengekan seorang pemuda pada pemilik kedai yang merupakan kakeknya. Pemuda itu menyebutkan nama jamur yang masih asing di telinganya. Bahkan pemuda tersebut harus pergi ke desa untuk mencari jamur itu di peternakan kakek temannya. Padahal jamur itu harus segera dibawa ke sekolah untuk penelitian. Kira-kira seperti itulah yang tertangkap indra pendengarnya. Kalau tidak salah, ia juga mendengar bahwa jamur itu sangat langka dan hanya bisa dicari di kandang sapi. Ah, semoga saja ia salah dengar, mengingat jaraknya dengan kedai yang semakin jauh.
-oxoxo-
Saat sudah berada di dalam taksi, Tayuya malah bingung akan membawa Sasuke ke mana. Ia tidak tahu tempat tinggal Sasuke. Ia juga tidak mungkin membawa Sasuke ke rumahnya. Orang tuanya bisa bertanya macam-macam, dan ia malas menjawabnya. Langit mulai gelap, jadi ia harus segera menentukan tujuannya.
Mendadak ia teringat akan kartu nama Mikoto-san. Di sana pasti ada alamat kediaman Uchiha. Ia merogoh dompet di dalam tas ungunya. Tetapi, pergerakannya terbatas lantaran lengan Sasuke yang melingkari tubuhnya. Apalagi kepala Sasuke juga menumpu di bahunya. Mau tidak mau, ia pun gugup dibuatnya.
Taksi hitam itu melaju setelah Tayuya menunjukkan kartu nama Mikoto-san ke pengemudinya.
Dalam perjalanan, Tayuya hanya bisa berharap agar hubungannya dengan keluarga Uchiha tidak memburuk setelah ia mengantarkan Sasuke yang lebih terlihat seperti sedang terpengaruh obat-obatan terlarang dibandingkan minuman keras. Semoga mereka bisa mengerti. Karena ia pun tidak mengharapkan hal seperti ini terjadi pada Sasuke. Lagipula, pemilik kedai sudah menjelaskan bahwa efek jamur aneh itu hanya sebentar. Dan beruntung jamur yang dimasukkan ke supnya tidak salah, sehingga sekarang ia masih sadar dan bisa memulangkan Sasuke.
-oxoxo-
Setibanya di kediaman Uchiha, Tayuya disambut oleh beberapa maid berseragam hitam. Ia menanyakan tentang Mikoto-san. Salah seorang di antara mereka menjawab bahwa orang tua Sasuke sedang berlibur ke luar negeri. Awalnya para pelayan cantik itu memandangnya dengan heran. Ia jadi sempat ragu kalau yang didatanginya adalah rumah Sasuke juga. Namun, tidak lama kemudian ia dipersilahkan masuk dengan ramah.
Rumah besar itu terasa sangat sepi begitu ia melangkah lebih dalam. Katanya kamar Sasuke ada di lantai dua. Karena merasa tidak mampu menaiki tangga dengan memapah tubuh Sasuke yang berat, ia minta ditunjukkan kamar terdekat yang ada di lantai satu. Ia pun dibimbing melewati lorong yang kemudian membawa mereka ke salah satu kamar tamu. Ia ditinggalkan berdua dengan Sasuke bersamaan dengan usahanya untuk membaringkan lelaki teler itu di tempat tidur. Sayangnya Sasuke malah mendekapnya, hingga ia turut terguling.
"—Sas!" pekiknya kaget.
"Mau ke mana kau—" Sasuke tersenyum lebar, membuat Tayuya terpesona sekaligus ngeri. Ini kali pertama ia melihat Sasuke menyunggingkan senyum selepas itu. "—Karin? Aku masih merindukanmu…."
Separuh sadar Sasuke menindih Tayuya tanpa memudarkan senyumnya. Tayuya terbelalak ketika Sasuke memagut bibirnya. Ini salah, ia tahu. Ia pun sadar bahwa bukan dirinya yang kini mendiami hati dan pikiran Sasuke. Namun, entah mengapa ia tidak menghindar ataupun melakukan perlawanan.
Napas Tayuya terengah setelah Sasuke menjauhkan wajahnya. Ia bisa mendapati bayangan dirinya di mata kelam Sasuke yang berkilat. Sasuke memang memesona, Tayuya tidak akan menyangkalnya. Apalagi jika melihat Sasuke dalam posisi seperti itu—rambut gelap yang terjuntai dan membingkai wajah rupawannya. Tayuya seakan terpasung kuat-kuat oleh mantra yang tak terucap.
"… Aku sangat merindukanmu, Rin…," bisik Sasuke yang beringsut menyembunyikan wajahnya di leher Tayuya, "—aitakatta…."
Setetes air mata menuruni pelipisnya ketika ia memejamkan mata. Sasuke hanya melihatnya sebagai Karin, seorang perempuan yang entah saat itu berada di mana, dan ia belum pernah melihat rupanya. Yang jelas, perempuan bernama Karin tersebut sangat dirindukan oleh Sasuke. Perempuan yang jelas-jelas tengah menguasai hati Sasuke, bahkan hingga alam bawah sadarnya. Fakta itu membuat air matanya terus turun tanpa diminta. Ia tidak pernah menangis hanya karena seorang lelaki—sampai detik ini. Ia sama sekali tidak mengharapkan air mata yang kini membasahi wajahnya.
Bisa saja Tayuya mendorong Sasuke dan menyadarkannya, kalau perlu mengguyur kepalanya dengan air shower. Ia juga jago bela diri, bahkan saat remaja ia sering bertarung dengan geng-geng di luar sekolahnya. Jadi, tidak sulit baginya untuk menjatuhkan seorang polisi teler, malahan sangat mudah meski tanpa mengeluarkan banyak tenaga. Nyatanya ia melakukan hal sebaliknya—mendekap lebih erat dan menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Sasuke yang dicintainya sejak pandangan pertama.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
Note: Boleh disebut sebagai side story atau prekuel dari Daijoubu? dan Setsunai Koi Monogatari yang masih berhubungan dengan Koi Monogatari. Saya persembahkan untuk pembaca yang mungkin masih penasaran dengan hubungan Sasuke dan Tayuya di masa lalu. Karena kepanjangan, tidak jadi dipublish sebagai oneshot, dan Insya Allah akan update setiap hari. Selamat menunaikan ibadah puasa, dan mohon maaf untuk segala kesalahan. Oh ya, meski belum tanggal dua tiga Juli, otanjoubi omedetou, Uchiha Sasuppyon….
Saya sangat membutuhkan komentar atau kritik. Silakan meninggalkan jejak berupa review. Sampai jumpa dan terima kasih banyak semuanya.
Haruno Aoi
Sunday, July 22, 2012
