Cast : EXO's All Couple + Hansol SM Rookies

Disclaimer : God, Agency, Themselves, Author

Warn : Boys Love, NC. Not like? Do not read

Notes : Re-post dari cerita Our Love is Our Story yang versi aslinya di cast oleh Super Junior

000

Klik –

Xiumin menekan tombol dikameranya dan mengambil gambar sang model. Ya, profesi pemuda itu adalah sebagai fotografer sebuah agensi model milik keluarga Park.

"Oke, gambar terakhir selsai. Hannie, kau mau lihat?" Ucapnya sambil melirik seseorang yang sibuk bercermin tanpa jawaban. Xiumin memanggil sekali lagi dengan suara sedikit meninggi. "Ya, Hannie-ah!"

"Tak lihatkah kau kalau aku sedang sibuk?" Luhan menjawab ketus kemudian menyambar kamera yang terkalung dileher Xiumin Ia pun melihat-lihat hasil pemotretannya dan tersenyum puas. "Aku memang selalu cantik."

"Begitulah. Terima kasih untuk hari ini." Xiumin tertawa.

"Ya, Minnie, ayo cepat!" Tiba-tiba seseorang memotong pembicaraan Xiumin dan Luhan. Orang itu adalah salah satu model agensi, Kris.

"Ah, aku ada janji dengan Hannie. Kami mau pergi ke bar."

"Bar?" Kris menatap Luhan aneh. Itu membuat Luhan tersinggung. Kemudian ia bertanya, "Boleh aku ikut?" Xiumin mengangguk, mengizinkan pemuda itu bergabung dengan senang hati.

"Kita pergi setelah selesai membenahi poperti dan ruangan untuk besok. Jadi tunggu dulu, ya." Kata Xiumin yang lalu bangkit dan mulai berkemas sementara Luhan kembali ke cermin dan Kris kembali pada ponselnya untuk ber-selfie-ria.

Ketika semua staf sedang sibuk dengan tugas masing-masing, sang hair stylist kebingungan mencari cara untuk memindahkan properti berat seorang diri—sebuah laci. Benda itu tak bergerak semilipun. Kebetulan saat itu baterai ponsel Kris habis dan ia melihat hair stylist-nya yang kesusahan. Dengan cepat Kris datang menghampiri.

"Kenapa tidak minta dibantu?" Tanyanya. Ia sama sekali tak menatap lawan bicara.

"Itu, 'kan semuanya sedang sibuk, aku tak mau merepotkan." Jawab si pembawa laci polos. Tak ada satupun dari mereka yang sadar kalau wajah Kris bersemburat samar-samar.

"Ah, oke. Biar aku yang membantumu." Kris segera memasang badannya untuk mendorong laci bawaan Tao —si hair stylist. Namun Tao menghalau orang itu untuk membiarkannya sendiri. "Tidak apa-apa, aku bisa." Ia melarang.

"Tao-ah,"

"Tidak, sungguh, tidak apa-apa."

"Tapi, bukankah benda itu tak bergerak sama sekali dari tempatnya? Itu karena kau tidak cukup kuat untuk ini. Jadi, biar kubantu."

Kris kembali bersiap untuk mendorong. Lagi-lagi Tao mencegah. Dipegangnya tangan Kris dengan erat.

"Ge, tidak usah. Aku tak mau merepotkan."

"Ini mudah."

"Tapi nanti kamu lelah. Besok 'kan masih ada pemotretan."

"Aku baik-baik saja."

"Kris-ge." Tao menatap mata Kris dalam-dalam, seolah bertanya 'Kenapa?' pada sikap Kris yang bersikeras membantu padahal biasanya susah sekali dimintai pertolongan.

"Aku hanya ingin membantumu. Itu saja." Dengan wajah kembali memerah, Kris menjawab. Ia membuang mukanya acuh karena merasa kulitnya memanas. Tao diam, menghela nafas panjang, dan tersenyum.

"Baiklah. Jangan mengeluh, ya."

Oh~ sarangi gomaun jul mollasseotdeon naega oh~
Kkeutnamyeon geumanin jul aratdeon naega oh~
Neo wonhaetdeon geu moseup geudaero nalmada nareul gochyeo ga
Nae sarangeun kkeuteobsi gyesokdoel geot gata

–Miracle in December–

"Suaranya indah sekali."

Sambil mengadahkan kepala dikedua telapak tangannya, Xiumin memperhatikan seorang penyanyi bar diatas panggung kecil, sedangkan Luhan berusaha menahan kantuk karena bosan dengan keadaan. Xiumin menyadarinya dan ia pergi ke meja bartender.

"Kai, tolong dua gelas cocktail. Dengan kahlua."

"Ho.. Minnie-hyung? Kau kemari? Sudah lama kau tidak datang. Baik, tunggu sebentar, pesanan sedang diproses."

Xiumin tersenyum dan kembali menonton si penyanyi hingga ia pun ikut mengantuk. Tak lama, Kai meletakkan dua buah gelas dihadapan Xiumin. "Ini dia."

"Hm, terima kasih. Dia orang baru, ya? Seingatku dulu kau yang menyanyi disana." Xiumin menunjuk kearah panggung.

"Yap. Dia baru seminggu disini. Suaranya bagus?"

"Sangat bagus. Siapa namanya?"

Kai diam, ia menatap lurus pada Xiumin didepannya dengan raut ekstra datar tapi penuh niat membunuh. Geraknya pun jadi sembarangan. "Untuk apa tanya namanya? Kau suka?"

"Yah," Xiumin mencubit dagu seolah berpikir. "Dia tidak jelek."

"Tolong-cari-yang-lain. Dia sudah ada yang punya."

Xiumin tak menjawab. Ia memproses jawaban Kai barusan. Lalu ia membelalak tak percaya. "Kau.. Astaga, Kai, kau—"

Kai tak memberi tanggapan, ia terus menyusun gelas-gelas kaca di rak dengan rapi. Hal ini membuat Xiumin tertawa. "Aku tak menyangka.."

"Tak menyangka apa? Di dunia ini semua bisa terjadi. Aku 'kan hanya manusia biasa. Selain itu dia juga mencintaiku.. sepertinya."

"Sepertinya?"

"Sudahlah, ini privasi. Hyung, mungkin mereka akan kehilangan nyawa sebentar lagi."

Xiumin melirik dua temannya dimeja tamu dan tertawa. "Ya, ya," Begitu sampai dimejanya, langsung saja ia mendengar ocehan Luhan yang tidak senang dengan perbuatan Xiumin yang pergi meninggalkannya tadi. Saat Luhan sedang fokus mengomel, terdengar instrumen dari lagu 'Growl' milik ponselnya. Ia pun menyambut telepon yang ternyata dari Park Chanyeol, bos mereka.

"Halo?" Luhan menjawab malas. "Aku belum pulang. Memangnya ada urusan apa kamu kerumahku? –…– Oh, baik, tunggulah sebentar, aku kesana sekarang. –…– Iya."

Pip. Tut, tut –

Luhan memasukkan ponsel kembali ke sakunya, kemudian langsung pamit pulang karena Chanyeol ada disana. Kris diam-diam menyorot kepergian orang itu sampai benar-benar tak terlihat lagi dari tempatnya duduk. Ia bertanya,

"Sebenarnya ada hubungan apa antara Luhan dengan Chanyeol? Mereka sepertinya sangat dekat."

"Hm, mereka? Hanya teman biasa, kok. Lain soal kalau yang kau tanyakan adalah hubungan Luhan dengan Sehun."

"Kenapa? Jangan-jangan mereka pacaran, ya?" Kris tertawa. Niatnya bergurau, tapi kemudian Xiumin membungkam tawa ejek itu dengan menjawab,

"Ya, begitulah. Mereka selalu mesra 'kan?"

"Apa?!" Kris menganga, tak jadi menenggak cocktail yang ada digenggamannya. Barusan rasanya ia seperti ditabrak shinkansen super speed yang berujung amat lancip. "Luhan itu.. Gay?"

"Aku pulang.."

Tao berucap malas, ia melepas sepatunya dengan lemas dan langsung pergi kekamar karena merasa tubuhnya amat lelah. Ia tinggal disebuah rumah yang tiap kamarnya disewakan—bahasa kerennya kost-kost-an. Ada empat kamar yang diatur untuk dua orang, dan saat ini semuanya sudah memiliki masing-masing satu orang penghuni. Diantaranya ada Suho yang menyambut kedatangan Tao.

"Kau sudah pulang? Sudah makan? Kalau belum, kebetulan aku sedang memasak."

"Ah, aku tidak lapar. Hyung masak apa?"

"Hm, ini," Suho mengangkat sesuatu dari dalam panci dengan sumpit dan tersenyum lebar hingga nampak sederet gigi yang memagari mulutnya. "Ramyeon instan. Yah, walaupun instan tetap saja namanya memasak."

"Iya," Tao mendengung, mengacak-acak rambutnya sendiri dengan tampang setengah sadar. Nampak sekali kalau ia butuh tidur berjam-jam. Ia melanjutkan perjalanannya menuju kamar. "Hyung, aku tidur duluan, ya. Selamat malam."

"Oke, selamat malam, Tao."

Suho kembali pada masakannya dipanci. Sambil menunggu, ia berdendang-dendang riang, dan Hansol—yang juga penyewa kamar—tertawa-tawa seru diruang tengah karena acara komedi yang sedang ia tonton. Mereka benar-benar berisik sampai-sampai Tao keluar lagi dan melempari mereka dengan bantal.

"Berisik! Aku sudah bilang kalau aku mau tidur, kan?"

"Maafkan kami, Tao," Suho dan Hansol menyahut bersamaan. Wajah mereka penuh sesal yang aneh. Tao meminta kembali bantal-bantal yang dilemparnya tadi dan kembali masuk kedalam kamar dengan wajah masam.

"Mungkin dia terlalu kelelahan." Suho mengangkat makan malamnya dan duduk disamping Hansol.

"Mungkin."

Suho diam menyeruput ramyeonnya seorang diri karena Hansol telah masuk kekamar juga beberapa saat lalu. Tak lama, bel berbunyi. Suho tahu siapa itu; satu-satunya penghuni kost yang pulang nyaris tengah malam.

Jgrek –

Suho membuka pintu. "Kai, selamat datang."

"Hyung? Kau belum tidur?" Kai masuk, melepas sepatu. Ya, dia adalah Kai yang bekerja di bar yang tadi dikunjungi Xiumin. Ternyata orang itu membawa seseorang; seorang teman.

"Selamat datang." Suho pun menyambut orang itu juga. Kai tersenyum dan menjulurkan tangan pada orang yang ia bawa untuk menggandengnya masuk kedalam ruangan. Suho memperhatikan itu.

SUHO POV

Itu aneh. Kenapa Kai sampai harus menggandeng orang itu? Sepertinya dia tidak buta, lalu kenapa? Jalan kedalam ruangan 'kan bukan seperti jalan disawah. Tapi kalau kuperhatikan dari cara menggenggamnya, itu memiliki makna rahasia. Aku jadi penasaran.

"Hyung, ini temanku Kyungsoo. Kyungie, ini Suho-hyung." Kai memperkenalkan kami. Si Kyungsoo itu tersenyum manis sekali. Percayakah, Kyungsoo ini memiliki rupa yang nyaris tampan dan gaya yang anggun. Tubuhnya kecil, tidak melebihiku. Selain itu ia terlihat malu-malu. Astaga, manis sekali.

"Aku mau mandi, tunggu sebentar, ya."

Kai memanggul tas-nya dan beranjak meninggalkan kami diruangan ini. Ah, kalau saja aku ini penjahat, saat ini aku akan melakukan sesuatu pada Kyungsoo.

"Aku tidak boleh ikut?"

"Kyungie genit. Aku tidak akan lama, ngobrol saja dulu dengan Suho-hyung. Dia tidak akan menggigit."

Lalu kulihat Kyungsoo menoleh kearahku seakan memastikan apakah aku benar-benar bukan ancaman atau tidak. Kemudian ia mengangguk pada Kai dan membiarkannya pergi kekamar.

"Kyung-ssi, kamu teman kerja Kai, ya?" Tanyaku mencoba mengajaknya ngobrol seperti yang diinginkan Kai tadi. Untunglah dia merespon.

"Iya, kami sama-sama menyanyi."

"Bagaimana sifat Kai kalau sedang bekerja? Apa dia ceroboh?"

Kyungsoo menggeleng datar. "Tidak sama sekali. Dia baik dan sering tersenyum."

Hah? Kai sering tersenyum? Bukankah dia cuma bisa melamun dan menatap? Setelah itu obrolan kami menjadi larut dan disertai candaan-candaan ringan.

Jkrek –

Pintu kamar Tao terbuka dan ia keluar dengan gontai mengenakan kaus merah muda dengan celana piyama bercorak bebek menuju dapur. Terlihat sekali kalau ia memang sangat lelah dengan pekerjaannya hari ini. Kyungsoo memandangi anak itu lekat-lekat.

"Itu siapa?" Tanyanya padaku. Aku tersenyum dan menjawab, "Namanya Tao. Tinggal disini juga."

"Oh,"

"Apa yang kalian bicarakan?" Tiba-tiba Kai datang dan duduk menghimpit Kyungsoo di sofa.

"Bukan apa-apa. Wangi sekali." Kyungsoo berinteraksi akrab. Kulihat nadanya amat mesra terhadap Kai. Kuperhatikan mereka lekat-lekat.

"Bukankah kau suka?" Kai menggodanya. Sebenarnya apa yang terjadi antara mereka?

"Lihat ini," Kyungsoo merapikan kerah baju Kai dengan lembut dan mencurahkan perhatiannya. "Kamu tidak mengenakan pakaian dengan benar."

"Ah, iya, aku tidak menyadarinya. Terima kasih, Kyungie."

Astaga! Sekarang aku mengerti apa yang terjadi. Mereka.. akh, aku jadi iri. Melihat tatapan mereka yang saling melempar rasa sayang seperti itu padahal sesama laki-laki. Sebenarnya ini selalu menjadi pikiranku beberapa minggu terakhir. Dan kini aku mendapat kepastian dari pikiran-pikiran itu.

"Mau ikut aku sebentar?" Lalu Kai menggandeng tangan Kyungsoo dan dibawa kekamar (entah untuk apa). Baiklah! Kuambil ponsel yang kukantungi dengan cepat, memilih satu nomor dalam kontak dan kutelepon.

Mungkinkah aku merasa iri pada Kai?

SUHO POV –End–

TBC