My Scandal Girl
Chapter 1
Present © SunFlowers37
Naruto © Masashi Kishimoto
Teruntuk Anniversary Uzumaki Family Indonesia [UFI] yang kedua. Like fanpagenya minna :)
.
.
Standart Warning:
- Penulis tidak mendapat keuntungan apapun dari fanfiksi ini. Sebatas hiburan guna menuangkan imajinasi.
- Tidak luput dari kesalahan seperti typo, dan EBI yang (mungkin) sebagian masih salah.
- Cerita berdasar khayalan dalam benak penulis. Kesamaan cerita/latar/dan lain-lain bukan kesengajaan ;-)
Happy Reading,
Enjoy…
.
.
.
Summary :
Uzumaki Naruto, aktor sekaligus model pakaian dalam pria super perfectionis, harus menerima kenyataan pahit terlibat scandal nista bersama sahabat lelakinya sejak kecil, Uchiha Sasuke.
Karir cemerlangnya di ambang kehancuran. Dan berkat ide gila sang manager, ia dipaksa melakukan pengalihan isue dengan membuat hubungan settingan bersama sang make up artist, Hyuuga Hinata.
Namun siapa sangka, Hinata merupakan gadis yang dulu acap Naruto bully di masa high schoolnya.
.
...
.
Konon pangeran itu menunggangi kuda putih. Mengenakan coat dengan kemeja berkerah tinggi yang dipadu vest dan dasi. Berciri klasik, serupa era romantis pada zaman victorian. Pangeran itu konon tidak berjauhan dari kata rapi. Surainya disisir sedemikian rupa, ditata secara artistik, menunjukkan kelas berserta segala kewibawaannya. Pangeran itu, acap dicap elegan dalam bertutur sapa. Tindak-tanduknya santun, lisannya sopan, pun pandai menjaga kehormatan.
Pangeran itu, ibarat sebuah buku. Menjadi sumber acuan, panutan rakyat ketika melakukan sesuatu.
Dan kutu buku sepertiku tentu menyukai sebuah 'buku', bukan?
Buaggg!
"Howaaa... bola basketnya mengenai seseorang!"
Tubuhku tersungkur menarung lantai kayu. Keras lapangan basket menjadi alas kala ragaku jatuh tanpa kuduga. Bola basket mengenaiku menggelinding ke sisi lain, sedang kaca mata tebal yang kupakai lepas tak jauh dari posisiku.
Sekilas, kudengar langkah pelan bergerak mendekat. Decit sepatu bergesek lantai makin ke sini jelas mengecup telingaku. Hingga sepasang kaki, aku sadari berdiri di hadapanku. Postur orang itu sedikit tersamar―mungkin akibat mataku yang minus―namun dari suara dapat kupastikan ia laki-laki.
"Tch, kau berdiri di tempat yang salah, Nona." ucapnya menyerahkan kaca mata yang jatuh itu padaku.
"T-terimaksih,"
Kukenakan kembali kaca mataku. Sedetik kemudian netraku menangkap sesosok tinggi tegap dengan proporsi tubuh lumayan sempurna. Kedua tangan pria tersebut masuk ke dalam saku celana, kakinya jenjang, berhelai pirang, dan rautnya...'Ohmeigat!' tanpa sadar ku memekik dalam-dalam, 'TAMPAN!"
"Lain kali hati-hati."
Seketika ribuan panah asmara melesat cepat―bersarang di jantung ku.
'Di-dia kan...'
Aku masih belum percaya ini.
"Naruto, cepat ambil bolanya!"
Si Pangeran tak berkuda. Raja berbalut gakuran. Bocah terbeken. Uzumaki Naruto, lelaki paling ganteng di sekolah membantuku mengambil kaca mata, dan memanggilku Nona?
Mulai saat itu aku 'selalu' mengikutinya.
.
...
.
"Ambilkan bolanya!"
"Hinata, bawa tasku!"
"Yang cepat, Aku lapar!"
"Apa ini? Roti isi mayo? Kau budeg ya, aku minta roti isi daging babi kan?!"
"Ya ampun kau tidak bisa membersihkan sepatu? Masih kotor, bodoh!"
"Ah, minuman dingin bersoda. Pakai uangmu,"
"Tolol, kau tak bisa membedakan kaos olah raga dan jersey bola?"
"Hoamm...pijat punggungku!"
Apa ini?
Semacam... drama perbudakan?
Tentu bukan!
Bermula ketika sebulan lalu Naruto memergoki Hinata diam-diam selalu menguntitnya. Siswi berkaca mata tebal yang sering mengenakan seifuku kebesaran tersebut memang acap menanti kedatangan Naruto di depan gerbang sekolah. Meski tiada seuntai frasa lolos dari mulut gadis amethyst itu kala bertemu, tapi jujur, ini cukup membuat kenyamanan Naruto terusik.
Tindakan Hinata bahkan tidak berhenti sampai di sana. Memasuki jam istirihat, ia pula mengintip Naruto di balik pintu kelas. Dan ketika jam pelajaran berakhir, ia malah membuntuti si pirang sampai rumah. Tidak aneh, jika pada akhirnya reaksi Naruto atas aksi berlebihan Hinata akan seperti ini.
Naruto memanfaatkan Hinata, karena tahu gadis berambut sebahu itu menaruh perasaan lebih padanya. Namun yang lebih aneh, Hinata bak orang bodoh mengiyakan segala perintah Naruto.
.
"Kumpulkan semuanya lalu bawa ke ruang olah raga. Aku mau ke kantin."
"Ba-baik,"
Melenggang bersama seorang berhelai musim semi di sisinya, Naruto membiarkan Hinata memungut bola-bola itu sendirian. Memasukkannya ke dalam keranjang, dan mengembalikannya usai semua telah terkumpul.
Senyum mengembang, bahasa tubuh yang ditunjukkan Naruto dan gadis itu laksana menggambar ikatan bukan sebatas teman. Mereka saling lempar canda, dan Naruto pula memegang erat tangan gadis itu dalam genggamannya. Naruto seakan, tak membiarkan seorang pun mengganggu mereka.
Hinata tersenyum getir.
.
"Yosh! Sampai jumpa besok,"
"Um―"
Denting bel pulang 10 menit berlalu. Sebagian murid telah meninggalkan kelas, dan sebagian lain bersiap mengikuti jam tambahan.
Hinata mengambil ponsel dari dalam kantung tasnya. Menelan kecewa, ia tidak menemukan satu pun pesan masuk dari Naruto di sana.
"Hiiiiiinata-chan!"
Greb!
"Te-Tenten?"
"Hehee.. kau terkejut?" gadis bercepol dua itu menggosok ujung hidungnya.
"Huff, jantungku nyaris copot!"
"Baru nyaris kan? ...aah, jangan lupa nanti rapat."
"Aku tidak lupa kok,"
Hinata dan Tenten, keduanya teman sekelas yang tergabung dalam panitia bukansai, festival rutin yang diadakan sekolah tiap tahunnya.
"Iya tidak lupa, hanya saja kau sudah mangkir dua kali. Festival tinggal dua hari lagi loh, seriuslah sedikit."
"Tenang, aku datang kok. Tapi mungkin sedikit terlambat."
Kening Tenten seketika mengerut, "...terlambat? Kau mau menemui cowok itu lagi?"
Hinata mengangguk pelan,
"Oh ya ampun Hinata-chan?! Sudah kubilang si Naruto itu hanya memanfaatkanmu. Kenapa kau tak sadar-sadar sih? Dia makhluk populer, mana mungkin mau―"
"Dekat-dekat denganku?"
Tenten membungkam mulut―menggaruk belakang kepalanya, 'Errr... sepertinya aku salah bicara.'
"Bu-bukan begitu maksudku―"
"Tidak masalah kok. Aku juga tidak lagi peduli apakah Naruto-senpai memanfaatkanku. Bagi orang sepertiku, memilikinya memang mustahil. Tapi jika kami bisa dekat, bukankah itu lebih dari cukup? Sebuah, kemajuan luar biasa bukan?"
"...Hinata?"
"Ah, aku harus buru-buru. Sampai ketemu di rapat nanti. Jaa..."
"Tu-tunggu, kau marah?"
Hinata menggeleng tanpa menoleh,
"..."
'Sepertinya dia memang benar-benar marah.'
.
Gymnasium yang menjadi tempat mereka pertama bertemu itu kosong tanpa siapa pun. Kerumunan para gadis biasa menyoraki senpai favoritnya tak lagi terlihat. Anak-anak basket jua tidak ada di sana. Hanya tersisa lapangan yang sepi, dan seorang petugas kebersihan membersihkan lantai.
Padahal tadinya Hinata pikir gymnasium tempat yang tepat baginya menemukan Naruto selepas ia memastikan di kelas, pemuda itu tidak ada.
.
"Are? Naruto?" kelereng emerald Sakura bergulir memandang Hinata. Tangan kanannya memegang mascara, sedang jemari kirinya menggenggam cermin.
"I-iya, apa senpai melihatnya?"
Sakura ialah gadis yang kemarin Naruto ajak ke kantin. Mereka berbeda kelas, dan katanya berteman sejak kecil. Tapi nyatanya, gadis itulah yang kini sedang ramai dibicarakan tengah menjalin kasih dengan Naruto.
"Naruto ya?" sela gadis berhelai pirang panjang di hadapan Sakura, "Kami tidak tahu sih dia ada di mana. Tapi yang kudengar, dia dan yang lain akan bertemu genk dari sekolah sebelah. Ah, mungkin tawuran."
"Ta-tawuran?!"
"Kenapa kaget? Bukankah cowok-cowok memang doyan hal seperti itu?"
Drrrr..drrrr...
Di saat bersamaan, telepon genggam Hinata bergetar.
"...Tenten?"
Apa yang terjadi? Aku melihat Naruto-kun dan yang lain di pinggir sungai. Sepertinya mereka baru berkelahi. Kau... tidak apa-apa kan, Hinata-chan?
"A-apa?"
.
Drap
Drap..
Drap...
Hinata bergegas ke tempat yang dimaksud. Sepasang kaki kurusnya membelah jalanan―menentang terik. Perasaannya kalut, hatinya khawatir takut suatu hal buruk menimpa lelaki yang amat ia cintai itu. Hingga tepat pada bantaran sungai iris lavender pucatnya mendapati lima lelaki berseragam serupa dirinya berkumpul. Semua terkapar beralas rumput, lebam dan memar mewarnai sejumlah titik di wajah tampan mereka.
"Na-Naruto-senpai?!"
Tak terlihat senang, Naruto justru terdengar mendengus.
"Mau apa kau?" dilihatnya Hinata turun dari jalanan yang memiliki posisi lebih tinggi dari bantaran sungai.
"Na-Naruto-senpai, kau baik-baik saja kan―"
"Menjauh!"
"Ah―" Hinata terjengkal, Naruto tiba-tiba mendorongnya.
"Mau apa ke sini?! Meledekku? Pergi! Wajah jelekmu semakin membuat luka di wajahku sakit!"
Semua yang ada di sana satupun tiada berbicara. Hinata seketika menunduk. Satu-satunya irama terdengar ialah, gemerisik rumput ditiup angin. Pemuda bersurai berma berdiri tak jauh di belakang Hinata pun menepuk bahu gadis itu. Meminta Hinata agar segera pergi mengingat suasana hati Naruto yang nampak kurang enak. Tetapi, Hinata justru menolak.
Tersenyum tipis, "Aku akan membantu sebisaku. Itu termasuk tugas pengikut bukan?"
Iris biru lautan Naruto membulat, Hinata melepas dasi yang melingkar pada kerah seragamnya.
"Apa yang kaulakukan bitch?!" Naruto kembali memaki, namun Hinata konstan enggan berhenti. Ia melingkarkan dasinya untuk menutupi mata Naruto.
"Dengan begini Naruto-senpai tak dapat melihat wajah burukku. Dengan begini luka pada wajah Naruto-senpai tidak akan terasa semakin sakit. Akan kuobati. Kebetulan aku selalu menyimpan plaster luka di tasku. Tak lama kok. Aku janji bakal hati-hati."
Kata-kata itu, untuk sejenak membuat hati Naruto luluh, dan membiarkan Hinata mengobati lukanya.
.
My Scandal Girl © SunFlowers37
.
Kelas yang awalnya dipenuhi meja dan kursi, kini didekorasi sedemikian inovatif. Beragam konsep berlomba siswa terapkan. Rumah hantu, maid cafe, negeri dongeng, hingga kapal bajak laut.
Pada halaman sekolah didirikan sebuah panggung besar. Rencananya panggung tersebut guna pertunjukan musik dan pesta kembang api.
Konoha High School, setiap musim semi, tepatnya tanggal 10 April, senantiasa mengadakan bukansai rutin guna memperingati hari jadi. Pemilihan Putra dan Putri terpopuler termasuk dalam ajang pengisi puncak acara. Event kecil-kecilan ini faktanya cukup menarik minat banyak siswa. Peserta yang berhasil lolos akan dinilai dari paras, kostum, dan vote yang dilakukan beberapa hari sebelumnya.
.
Silau lampu panggung menyorot berbagai penjuru. Selepas malam tiba antusiasme pengunjung berpusat di depan panggung. Usai disuguhi pagelaran musik, kini giliran penobatan Putra dan Putri terpopuler menjadi ekshibisi. Naruto yang resmi dinobatkan sebagai Putra dan Sakura sebagai Putri, terlihat berdiri di atas panggung menyampaikan beberapa sambutan yang langsung disambut tepuk meriah.
Hinata, ia memandang dari bawah. Tersenyum lega karena Naruto berhasil memenangkan kompetisinya.
Rencananya seusai pemuda itu turun, Hinata ingin menyerahkan sebuah surat yang semalaman ia tulis menggunakan segenap keberanian. Bermula lusa malam, Naruto mengiriminya pesan 'terimakasih' karena telah menolongnya hari itu.
"Semoga Naruto-senpai mau menerima suratku―"
"Apa ini?"
Surat yang ia pegang, tiba-tiba direnggut seseorang dari belakang.
Hinata terkejut. Ia berbalik, didapatinya si alis tebal tersenyam-senyum menggenggam suratnya.
"Hooo.. teruntuk Naruto-senpai?"
Namanya Rock Lee. Teman Naruto yang dikenal paling jahil.
"Ke-kembalikan!" wajah Hinata memerah. Ia merebut surat itu namun gagal.
"Aah, jadi ini surat cinta untuk Naruto?" Lee mengutarakannya keras, sampai-sampai siswa lain yang berdiri tak jauh dari mereka menoleh bersamaan.
"Ke-kembalikan kubilang!"
Celakanya Naruto muncul dari balik panggung.
"Howa... Kebetulan sekali!"
Cukup bingung, "Ada apa?" terlebih ia melihat Hinata berdiri di belakang Lee.
"Mau kubacakan? ...sesuatu dari penggemarmu?"
"Sesuatu? ...apa?"
Lee mengangguk, "Dear, Naruto-senpai."
"Tu-tunggu―"
"...?"
"Terimakasih telah membiarkanku mengikutimu."
"..."
"Terimakasih mengizinkan diri ini mengambil beberapa bagian dari kehidupan sehari-harimu. Kau yang bagai langit―cerah penuh warna, sedang aku tanah gelap acap terinjak. Maaf, jika ini sedikit mengejutkanmu, Naruto-senpai."
"A-apa-apaan ini?"
"Tunggu Naruto, aku belum selesai!"
"Seusai kejadian di gymnasium aku jadi memperhatikanmu. Mengikuti gerakmu diam-diam, aku ingin mengetahui segala hal tentang Naruto-senpai. Aku tidak mengerti mengapa ini kulakukan. Sepertinya aku... sepertinya... HOWAAA? MENYUKAI NARUTO-SENPAI?! Ka-kau menyukai Naruto, Hinata?!"
Sorai riuh tak ayal menggema.
"Apa yang kau lakukan bodoh?!" Naruto menarik lengan Hinata kasar.
"Ah―"
"Puas kau mempermalukanku?! Seharusnya kau berkaca sebelum menulis surat sampah macam ini! Kau ingin tahu alasan mengapa aku membiarkanmu mengukutiku?"
"...Na-Naruto-senpai?"
"Kau ini polos, goblok, atau tak punya otak? Seperti yang terlihat aku cuma memanfaatkanmu! Enak kali ya, punya pembantu di sekolah."
Manik Hinata membulat,
"Jangan salah sangka deh. Perhatikan dirimu! Caramu berpenampilan, norak! Kau pikir pria sepertiku mau dekat dengan gadis jelek sepertimu jika tanpa tujuan? Tidur, lalu mimpi sana!"
Kata-kata yang membuat hati Hinata sungguh-sungguh terluka.
Hinata menggigit bibir bawahnya. Bulir yang sedari tadi ia tahan akhirnya lolos dari kantung. Naruto... pemuda itu keterlaluan.
"Menangis, huh?"
Terdengar tawa melecehkan dari sejumlah siswa.
Tak tahan, Hinata memilih pergi.
.
…
.
Tujuh tahun kemudian,
.
"Hoo.. wajah cantik siapa ini?"
Blush on peach tipis melukis rona di pipinya dengan lembut. Kesan natural terarasa―tercermin dari warna-warna subtil yang ia pilih. Rambut indigonya dibiarkan terurai panjang dengan poni rata sebatas alis. Pencil Skirt hitam dipadu kemeja plus blazer, semakin menambah kesan elegan penampilan Hinata pagi hari ini.
Hinata?
Ia masihlah orang yang sama dengan gadis yang dibacakan suratnya secara sepihak di malam festival tujuh tahun lalu. Gadis yang dipermalukan oleh sang pujaan hatinya, hingga sekarang, 180° ia berubah bak orang yang berbeda. Tak lagi terlihat, tampilan kuno ala gadis desa dengan kaca mata tebalnya. Tak lagi terlihat, baju kedodoran dengan rambut yang berantakan.
Boleh jadi sekarang, jika ia berjumpa kawannya dulu, teman-temannya takkan mengenali dia. Kejadian memilukan waktu itu cukup membuat Hinata berkaca semalam suntuk. Pun akibat kejadian tersebut, Hinata bahkan sampai pindah sekolah. Ia memilih Nagano sebagai tempat tinggal baru. Rasa malunya yang tak dapat diukur, membuat Hinata membenci pemuda pirang, tan, berkumis, bodoh, mulut pedas, Uzumaki Naruto seketika. Bahkan harapan yang ia ingin sepanjang masa ialah, tak lagi bertemu dengannya.
Bruak!
"HINATAAAA!"
Seketika Hinata terperanjat. Ia menelan ludahnya berat. Bulu romanya meremang, suara itu: monster mata duitan yang bahkan lebih kejam dibanding dosen tergalaknya di Universitas dulu.
Wanita berbadan sintal, memegang kipas rotan, dan nota keramat: bukti tunggakannya yang tak membayar flat selama berbulan-bulan.
"Buka pintunya, sialan!"
Hinata menarik napas, "Tenang... tenang Hinata." Ia membereskan peralatan kosmetiknya terlebih dulu, lalu melenggang membuka pintu.
Cleck~
"Ha-hallo Tsunade-sama, hehe.." Hinata tertawa kecil―
Pletak!
Kipas rotan mendarat di keningnya seperti biasa.
"Tak perlu basa-basi!"
"E-hehe..."
"Mana uangnya?"
Hinata menggaruk-garuk belakang kepala, "U-uang? Uang apa ya?"
"Penyakit gagu awal bulanmu kambuh? Uang sewa flat lah, apalagi?"
"E.. u-uang flat? A-ada kok, ada. Uangnya ada Tsunade-sama. Tenang. Tapi, jujur aku belum membawanya. Masih di bank? Yah, di bank!"
"Kau hendak menipuku?" manik Tsunade mendelik.
"T-tidak kok. Benar. Tsunade Sama tahu kan, kakakku bekerja di Korea, dia kemarin mengirim uang. Nah ini, ini aku baru mau mengambilnya,"
"Pendustaaaa!" wanita paruh baya cantik itu mendorong tubuh Hinata keluar dari kamar apartemennya.
"Tsunade-sama?!―"
Blam!
"Enyah dari flatku, kampret!"
"Tu-tunggu Tsunade-sama, beri aku kesempatan. Aku berjanji akan menyerahkan uangnya nanti malam. Aku―"
Pletak!
Sekali lagi, kipas rotan itu mendarat mulus di wajah Hinata.
"Aku butuh uang, Hinata-chan! Kau tahu kan harga awat muda sangat mahal? Jadi aku tidak mau tahu, sekarang juga kemasi barang-barangmu,"
"Ta-tapi aku harus tinggal di mana? Aku tak punya tempat tinggal lain selain―"
Pletak!
Tiga kali kipas rotan itu mendarat. Kening Hinata membekas merah.
Tsunade, ia tersenyum tipis, "Hooo... mana kupeduli. CEPAT PERGIII!"
.
.
.
Tbc
.
.
Terimakasih sebelumnya sudah singgah. Jika berkenan silahkan tinggal jejak. Fav/fol/review kamu bisa jadi akan mempengaruhi fict" naruhina kami selanjutnya ;-)
Awalnya saya tidak menyangka, rencana untuk membuat oneshot singkat berujung pada multichap dan sebuah akun collab. Wkwkw, awalnya diri ini mengajak mereka berkolaborasi untuk membuat fanfiksi naruhina guna merayakan ultah ufi yang ke-2. Tapi tidak kusangka sambutan author" kece ini melebihi ekspektasi. Anak-anak yang asik, nyambung, dan sama gilanya.
Yosh, sekian cuap-cuap dari saya :v
Sankyu ;-)
~Salam
Kimono'z
