DCMK (c) Aoyama Gosho

Warning : Sequel dari Chibi Chocolate Love! Chibi!KaiShin, fluff, shounen-ai, typo(s), dll

.

Chibi Marriage!

.

Berbagai kertas penuh gambar berserakan di lantai marmer yang putih. Tepat di tengah serakan-serakan kertas itu terdapat seorang bocah yang beberapa bulan lagi akan masuk SD tengah menggerak-gerakan lengannya di atas kertas. Ia mencoba menggoreskan berbagai macam pensil warna yang berbeda-beda sesuai dengan imajinasinya.

Bocah itu menatap hasil gambarnya lalu tersenyum lebar. Ia kembali mengambil kertas putih dan mulai menggambar sebagai penghilang bosan. Baru saja ia menggoreskan krayonnya pada kertas, rautnya menunjukan rasa bosan. Akhirnya sang bocah memilih untuk duduk di lantai, ia melirik acara TV yang kebetulan sedang menunjukan acara mengenai proposal pernikahan.

Penasaran, bocah itu pun berjalan mendekati TV dan menyimaknya dengan serius.

.

.

.

Kaito berlari kecil sambil bersenandung riang. Hati kecilnya sangat senang karena ia berhasil mendapatkan informasi untuk pernikahan. Dalam acara TV bilang untuk menikah harus mengisi sebuah formulir proposal yang diisi oleh kedua belah pihak yang akan menikah.

Bocah pesulap itu tak henti-hentinya mengeluarkan cengiran lebar. Tadi sewaktu ia pergi ke tempat untuk meminta formulir proposal pernikahan—Kaito lupa namanya—petugas di sana malah terkikik geli lalu memberikan formulir itu dengan senang hati. Sampai saat ini Kaito sama sekali tidak tahu kenapa petugas itu sampai terkikik tak jelas seperti itu, tapi asalkan ia mendapat formulirnya dirinya sudah senang.

Kaki kecilnya melangkah riang, Kaito memutuskan untuk pergi ke rumah Shinichi sendirian. Untung saja rumah mereka tak terlalu jauh, jadi ibunya masih bisa mengizinkan untuk pergi.

Manik indigo-nya melihat rumah besar dengan pagar yang sangat tinggi. Ini adalah yang ketiga kalinya Kaito pergi ke rumah Shinichi setelah pertemuan pertama mereka. Tapi aura rumah yang ditinggali Shinichi memang cukup khas dalam artian suram. Padahal Shinichi kan bukan orang yang suram! Ibunya saja selalu mencubit pipinya sampai memerah dan tidak berhenti untuk terkikik. Namun kenapa orang-orang terus menyebut rumah ini terkesan suram sih.

Menggelengkan kepalanya—mencoba untuk tidak memikirkan hal berbau hantu. Kaito pun menekan bel rumah.

Selang beberapa waktu, pintu terbuka. Sosok Shinichi keluar dari dalam pintu. Iris langitnya menatap Kaito heran.

"Kaito?"

"Hai Shin-chan!" Kaito memberikan sebuah pelukan hangat pada Shinichi. "Aku membawa berita bagus lho!" lanjutnya menatap Shinichi polos.

Shinichi yang tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Kaito memilih untuk menarik lengan Kaito untuk masuk ke dalam rumah dan mengarahkannya ke ruang tamu. Shinichi kecil sedikit penasaran dengan berita bagus yang dimaksud Kaito.

Mereka berdua terduduk di sofa berdampingan. Kaito membuka tas yang ia bawa dan mengeluarkan secarik kertas yang terlihat seperti isian formulir. Shinichi menautkan alisnya tak mengerti dengan kertas yang dibawa Kaito.

"Kau tahu Shin-chan," Kaito menatap Shinichi. "Ini adalah formulir proposal pernikahan," jelasnya seraya memegang sebuah pena.

Shinichi mengedipkan matanya terkejut akan pernyataan Kaito. "Eh? Darimana kau mendapatkannya?"

"Aku tidak tahu nama tempatnya, tapi petugas di sana memberikan formulir ini padaku." Kaito terlihat mengingat-ingat nama tempat itu. "Tempatnya besar dan ah aku lupa, yang jelas ayo kita isi formulir ini. Jika sudah selesai Shin-chan ikut untuk menyerahkannya bersama,"

"Hei apa kau serius ingin menikah denganku?" Shinichi bertanya sambil memalingkan wajah.

Kaito nyegir lebar, matanya memandang Shinichi lucu. "Tentu saja, Shin-chan adalah orang yang terbaik yang pernah kutemui. Dan aku ingin terus bersama Shin-chan selamanya,"

Shinichi yang tidak begitu mengerti mengapa Kaito begitu bersemangat hanya bisa memandang formulir itu datar. "Bersama sebagai teman juga tidak apa-apa kan? Lagipula kita masih terlalu kecil,"

"Jadi Shin-chan tidak ingin bersamaku?" raut Kaito berubah sedih.

"Bu-bukan begitu, hanya saja aku...," Shinichi protes dengan nada ragu.

"Shin-chan ingin terus bersamaku kan?"

Shinichi mengangguk.

"Aku juga ingin terus bersama Shin-chan jadi kita lakukan saja hal ini,"

Shinichi menatap Kaito sekilas dan akhirnya mengangguk pelan. Kaito adalah teman pertamanya. Dia juga sedikit penasaran dengan maksud yang dikatakan sahabatnya. Maka dari itu ia memutuskan untuk mengikuti perkataan sahabatnya tersebut.

Bocah bernama Kaito itu merogoh sakunya dan mengambil sebuah bolpoint. Ia meletakan kertas formulir pendaftaran nikah itu dan segera membacanya dengan seksama. Ketika ia menemukan kolom nama, jemarinya langsung bergerak untuk menulis namanya sendiri. Usai mengisi identitas pribadinya—tentunya dengan hasil yang buruk khas tulisan anak TK—kini giliran Shinichi yang menulis namanya sendiri.

Shinichi mengambil bolpoint dari bocah di sampingnya dan segera menulis identitas yang ia ketahui—dan hasilnya sama parahnya dengan milik Kaito.

Usai menulis, Shinichi mengangkat wajahnya untuk melihat ke arah Kaito yang kebetulan juga sedang menatapnya. Mereka saling memandang dalam keheningan sampai keduanya tersenyum manis. Kaito beralih mendekati Shinichi untuk duduk di sampingnya.

"Kita sudah resmi mendaftar, tinggal kita berikan pada Kakak tadi." Kaito mengangkat kertas tersebut dengan senyuman mengembang. Melihatnya Shinichi juga ikut tersenyum kecil sambil memperhatikan kertas tersebut. Memang dirinya masih terlampau muda untuk mengetahui situasi serius ini. Namun, setidaknya ia tahu kalau jika ia menikah dengan Kaito artinya dirinya akan terikat dengan sang bocah pesulap selamanya.

Kaito yang melihat sahabatnya melamun sontak menyentuh pundak Shinichi. Bocah pemilik manik aqua itu reflek menoleh dan mendapati Kaito yang menatapnya khawatir. "Kau tidak apa-apa kan?"

Shinichi menggeleng pelan. "Tidak. Aku hanya penasaran apakah formulir kita diterima atau tidak. Soalnya kita belum cukup umur untuk menikah."

Bocah pesulap itu menyeringai lebar, ia kemudian merangkul pundak bocah misteri sambil tersenyum girang. "Soal itu sih serahkan saja padaku!"

.

.

.

Satu minggu kemudian setelah pengisian formulir, Kaito berlari dengan tergesa-gesa menuju rumah Shinichi. Di punggungnya terdapat sebuah tas cokelat yang ia gendong dan kemungkinan berisi sesuatu yang bagus untuk diperlihatkan pada Shinichi. Raut wajah sang bocah terlihat sangat bahagia hingga ia tak berhenti menunjukan gigi-gigi putihnya di sepanjang jalan—membuat warga sekitar terkikik gemas melihat ekspresi Kaito yang sangat lucu.

Kaito yang tak mempedulikan beberapa sapaan dari ibu-ibu di sekitarnya malah mempercepat larinya. Ia tidak sabar untuk menunjukan apa yang dibawanya pada Shinichi. Untung saja saat ini ibunya sedang ada bersama dengan Yukiko. Karena hal yang akan ia tunjukan harus melibatkan kedua orang tua mereka.

"Shinichi!" teriak Kaito sambil membuka pintu rumah kediaman Kudo yang kala itu tak terkunci.

Penghuni rumah yang hapal akan siapa dalang dari suara tersebut langsung meninggalkan kegiatan mereka dan pergi ke ruang tamu—termasuk Shinichi yang asalnya sedang asyik membaca buku misterinya terpaksa harus segera pergi untuk menemui Kaito. Karena jika tidak langsung pergi. Kaito bisa terus merewel hingga ia tak bisa lagi membaca buku kesukaannya.

Shinichi kecil berjalan menyusuri koridor dan berbelok untuk sampai ke ruang tamu. Di sana ia melihat sosok Kaito yang sedang memeluk tasnya erat seolah tas itu adalah benda paling berharga miliknya.

Ketika iris indigo-nya menemukan keberadaan Shinichi, bocah periang itu langsung berlari dan menghamburkan diri untuk memeluk sang bocah penyuka misteri. Shinichi yang kaget dan tidak siap untuk mendapat serangan dadakan tersebut akhirnya terjatuh ke lantai dengan sosok Kaito yang berada di atasnya.

"Kaito! Bangun! Kau berat!"

Yang dipanggil mengangkat wajahnya sambil nyengir lima jari lalu bangkit untuk duduk di samping Shinichi berada.

"Ehehe, gomen. Aku terlalu senang."

"Memangnya ada apa?" Shinichi bertanya heran.

Kaito nyengir lebar dan menunjukkan formulir pernikahan mereka yang telah disetujui oleh dewan hukum. "Kita bisa resmi menikah! Mereka menyetujuinya~" ujarnya riang sembari memeluk Shinichi dalam dekapan hangat.

Shinichi yang tidak menyangka bahwa formulir mereka diterima pun ikut tersenyum kecil dan membalas rengkuhan Kaito dengan lembut.

Puas dengan acara dekapan hangat Kaito melepas pelukannya dan memandang Shinichi lucu, ia mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya singkat pada sang bocah manik biru. Shinichi yang merasakan benda kenyal yang menempel di bibirnya membola terkejut. Ia memandang Kaito yang telah melepaskan ciuman pendeknya dengan cengiran lebar.

"Aku lihat di TV bahwa pasangan yang menikah selalu melakukan adegan ciuman."

Shinichi berkedip pelan, apa yang dikatakan Kaito memang benar. Apalagi sekarang ia sudah resmi menikah dengan bocah di depannya. Tapi apa ini cukup? Bukankah biasanya selalu ada acara meriah kalau menikah?

"Setelah formulir ini diterima oleh dewan, biasanya mereka akan langsung menggelar acara pernikahan bukan?"

Kaito nampak berpikir sejenak lalu mengangguk-angguk paham, dia kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa biskuit dan kue yang ibunya buat. Tadi pagi dia meminta ibunya untuk membuatkannya yang banyak dengan berbagai rasa selain cokelat—karena ia tahu kalau Shinichi tidak terlalu menyukai yang manis.

Bocah kecil penyuka misteri itu memperhatikan sahabatnya yang mengeluarkan berbagai kotak biskuit dari tasnya. Shinichi tahu kalau Kaito sangat menyukai makanan manis, tapi ia tidak menyangka kalau dia bisa membawa makanan manis sebanyak itu. Karena bagi Shinichi setumpukan biskuit dan kue di depannya terlampau banyak dan tidak akan sanggup ia habiskan.

Saat Kaito menoleh ke arah Shinichi yang menampakkan wajah horor, alisnya tertaut heran. Ia khawatir jika sahabatnya itu tidak mau memakan biskuit dan kue yang dirinya bawa.

"Kau tidak mau memakannya bersamaku?" nada Kaito terdengar sedih, ekspresi wajahnya tiba-tiba meredup penuh penyesalan. Lengan kecilnya meremas kotak biskuitnya erat.

Shinichi yang tersadar dari bayangan horornya menatap Kaito yang menunjukkan raut sedih. "A-aku bukannya tidak mau makan bersamamu, hanya saja uh, aku tidak tahu apakah aku sanggup menghabiskan semuanya."

Mendengar tuturan dari Shinichi, Kaito lalu mengangkat wajahnya sambil tersenyum cerah. "Yeay, Shin-chan memang yang terbaik~"

Mereka pun menghabiskan waktunya dengan berbincang sambil memakan biskuit dan kue yang Kaito bawa diwarnai dengan candaan; adu argumen; dan kikikan khas anak kecil.

.

.

.

Malam itu keluarga Kudo dan Kuroba mengadakan makan malam bersama di kediaman Kudo. Bagi Kaito hal ini merupakan kesempatan yang bagus untuk menunjukkan formulir pernikahan yang telah ia bawa dan meminta orang tuanya untuk segera menyiapkan pesta pernikahan. Dirinya sudah tidak sabar untuk tinggal bersama Shinichi dan terus bersamanya selamanya. Karena ia sudah tidak mau lagi mendapat beberapa mimpi di mana Shinichi-nya pergi dan memilih untuk bermain dengan orang lain. No! Itu adalah mimpi terburuk yang ia dapatkan selain mimpi dikejar ribuan ikan!

Lagipula Kaito sudah tidak mau pergi ke sekolah tanpa Shinichi, ia ingin pindah sekolah agar terus bersama Kudo muda itu. Tapi setiap ia meminta pada ayah atau ibunya, mereka selalu bilang kalau Kaito lebih baik menyelesaikan TK-nya dulu. Geez, lihat saja, dengan formulir yang akan ia tunjukan. Kaito yakin kalau orang tuanya akan mengijinkannya untuk pindah bersama Shinichi!

Kaget; tidak percaya; dan bingung adalah ekspresi yang tercetak di wajah Toichi, Chikage, Yuusaku dan Yukiko. Keempat orang dewasa itu benar-benar tidak percaya dengan isi dari secarik kertas di atas meja. Mereka mencoba mengecek ulang kepalsuan formulir itu, namun nihil! Tanda tangan dan cap itu asli dan bukan rekayasa semata.

"Kaito, dari mana kau mendapatkan formulir ini? Bagaimana kau bisa mendapatkan persetujuan mereka?" Toichi berkata sambil menatap Kaito dengan cukup serius.

Kaito memandang sang ayah lugu dan menjawab. "Aku datang ke sebuah gedung tempat formulir itu dibuat dan disetujui, aku bertanya pada kakak cantik di sana dan dia menerimanya dengan senang hati." Bocah itu lalu menggandeng lengan Shinichi erat. "Karena formulirnya sudah disetujui, itu artinya kami sudah resmi menikah bukan?"

Yukiko dan Chikage langsung terkikik dan menghampiri kedua anaknya.

"Jadi kalian berdua sudah setuju?" tanya Yukiko pada Shinichi. Bocah ber-orb azure itu mengerjap dan mengangguk manis. Dirinya sama sekali tidak keberatan menikah dengan Kaito. Yah karena Kaito itu berbeda dari anak-anak yang ditemuinya di sekolah.

Chikage mengusap helaian Kaito lembut. "Untuk pestanya nanti saja sekalian ulang tahun Shinichi, bagaimana? Karena Shinichi ulang tahunnya lebih awal darimu."

Kaito mengerjap. "Jadi Shin-chan lebih tua dariku?"

Shinichi menyeringai kecil seraya menatap Kaito remeh. "Sebaiknya kau memanggilku kakak dari sekarang."

Kuroba muda itu merengut, ia mengembungkan pipinya. "Tidak akan! Sekali Shin-chan tetap Shin-chan!"

Shinichi hanya terkekeh mendapati tingkah manis Kaito.

Akhirnya, keempat orang dewasa di sana pun saling mengangguk dan berniat membicarakan perihal ini usai kedua anak mereka tertidur.

.

.

.

"Formulir itu asli, jadi kalian setuju dengan keputusan mereka?" Yuusaku angkat bicara.

"Biarkan saja mereka, kalau mereka berubah pikiran saat dewasa nanti. Itu menjadi keputusan mereka berdua." Chikage menyarankan.

Yukiko memandang formulir di depannya dengan pandangan berbinar, siapapun kakak cantik di gedung itu Yukiko sangat berterima kasih padanya. Karena berkat wanita itu ia bisa melihat anaknya telah bersanding dengan sosok yang gentle dan charming seperti Kaito. "Ooh, aku tidak sabar untuk mendekorasi pestanya~"

"Dekorasi ulang tahun kan?" tanya Yuusaku memastikan.

"Dekorasi ulang tahun dan pernikahan!" balas Chikage dan Yukiko bersamaan—meninggalkan Yuusaku dan Toichi yang tersenyum kaku dengan keantikan istri mereka.

Yah, selama mereka bahagia apa yang salah?

.

.

.

Sementara itu, Shinichi dan Kaito tengah bergelung di dalam selimut mereka sambil berpelukan. Wajah tidur mereka nampak manis disertai senyuman lembut. Takdir atau bukan, keduanya saat ini tengah mengalami mimpi yang sama.

Mimpi di mana mereka yang sudah besar telah berjalan ke altar bersama untuk mengungkapkan janji setia mereka dalam upacara pernikahan yang dihadiri oleh kenalan dan keluarga mereka.

Keduanya saling menukar cincin dan berkata 'i love you' bersamaan disertai dengan senyuman bahagia yang terpancar di wajah mereka.

-END-

Re-post!

Terima kasih sudah bersedia untuk membaca! :'D