Bismillah
Bukan apa-apa. Hanya ingin menyampaikan cerita baru pada tempat yang lama aku tinggalkan. Maaf jika tidak sesuai.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
"Bukan apa-apa. Aku.. hanya.. –err, tapi.."
Shikamaru masih diam, kepalanya menoleh padaku. Tangannya terlepas dari daun pintu rumah tuan Haruma yang tertutup.
"Aku pernah menyukaimu.." aku mendadak gelisah, "–maksudku dulu waktu kita masih sangat kecil"
Dia yang matanya bermanik Onyx tidak lagi menatapku. Masih diam, dan sepersekian detik rasanya jadi sepersekian abad bagiku. Otakku berputar dalam keadaan panik,
"Apa kau.. juga pernah?" aku memustuskan bicara sekenanya masih melipat tanganku di dada, mengedarkan kepala kesekeliling, namun mataku masih melirik bak mata ayam. Wajah Shikamaru sulit ditebak seperti biasa. Aku berusaha menjual perkataanku semahal harga diriku, sampai ia berkata.
"Tidak.."
20 Juli 1999
Apa kau pernah merasakan bagaimana rasanya menikah mendadak pada umurmu yang ke-16?. Ini mungkin ganjil, tapi.. sebagian raja dan ratu Korea setahuku malah menikah pada umur 15 tahun. Tapi ini Jepang tepatnya prefektur Konoha. Sedang terjadi perang besar di sini, bahkan para jonin berumur kepala 3 pun terlalu sibuk dengan kunai dan perang daripada menikah. Tapi aku kunoichi belum genap 17 tahun ini, 'terpaksa' menikah muda dengan sahabat karibku dari klan Nara, karena alasan lucu. Ya! Lucu.
Awalnya, aku dikirim untuk misi kelas A yaitu menyelidiki desa-desa kecil yang dicurigai menjadi markas akatsuki, dengan sistem baru yang melibatkan satu ninja medis yaitu aku, dalam tim. Awalnya tim ku beranggotakan aku, Chouji, Naruto, Tenten, dan Shikamaru. Tapi ditengah misi aku terpisah, malahan cukup jauh. Di tengah kemelut perang ini, aku yang 2 tahun terakhir ini sibuk dengan pengembangan skill medisku, tak punya cukup bekal pengalaman untuk bertarung sendirian seperti ini. Aku ketakutan. Setahuku aku berada di desa pecinan kecil bernama desa Fei, bukan desa ninja, namun justru tempat yang paling tidak mencolok bisa jadi sangat berbahaya. Setelah terlalu jauh memasuki desa aku sadar aku terkena perangkap, awalnya aku kira aku akan mati, karena kupikir yang menangkapku adalah bawahan akatsuki. Tapi belakangan kutahu, desa ini adalah desa yang dulunya diteror Orochimaru dan banyak penduduknya yang dijadikan kelinci percobaan kelas D. Sebagian penduduk desa bisa bermutasi dan bertambah kuat menyamai Jonin menurutku. Mereka sebenarnya bukan musuh, mereka bukan lagi bawahan orochimaru setelah orochimaru mati, apalagi mereka juga bukan bawahan akatsuki sepertinya.
Mereka hanya desa kecil damai yang tidak ingin ikut campur dalam perang, dan bertahan hidup dalam perang dengan para mutasi-nyaris-berhasil karya Orochimaru. Banyak diantara penduduknya yang sakit parah karena krisis makanan dalam perang, sebagai ninja medis aku tidak bisa tinggal diam, aku mengobati mereka sebisaku. Mereka bahkan menganggapku bagian dari mereka. Namun sayang mereka punya keyakinan aneh. Ketika Shikamaru akhirnya bisa menemukanku dan ingin membawaku pulang, penduduk desa menahanku dan berkata bahwa tawanan sepertiku tidak boleh kembali ke desanya dulu, sebelum menikah, atau mereka yang telah lama tidak punya musuh akan berperang dengan konoha. Aneh bukan?, mereka jelas bukan tandingan konoha. Apa aku harus tinggal di desa ini selama bertahun-tahun? Apa hanya karena aku tidak mau menikah, desa Fei yang telah menerimaku beberapa hari ini akan berperang dengan Konoha? Aku tidak mau. Tidak sama sekali.
Kau tahu apa yang terjadi?
Shikamaru berdiri tepat di depan kepala desa fei dan memberi hormat,
"Nona Yamanaka tidak akan kami serahkan, pada pemuda asing sepertimu" Kepala desa itu berkata tegas.
"Kalau begitu aku akan menikahinya sekarang, maka biarkan kami pulang besok"
Shikamaru berkata pada kepala desa itu lebih tegas. Aku, bahkan kepala desa itu juga terperangah, strategi macam apa ini? Aku bahkan belum setuju strategi ini.
"Shika.." aku hampir menginjak kakinya keras-keras ketika dia memberi isyarat agar aku diam.
"Bodoh.." aku berjalan cepat di depan Shikamaru yang berjalan malas di belakang.
"Apa IQ 200 mu tidak bisa memberimu ide lain selain ini semua?"
aku menendang kerikil keras-keras di depanku. Masih berusaha menolak kenyataan bahwa aku telah menikah, dengan orang pemalas itu. Tanpa persetujuan orang tua pula. Dan.. kenapa aku setuju?.
"Pernikahan ini tidak nyata ino, lagi pula kita bisa segera cerai besok"
"ya.. meski cerai itu boleh tapi paling dibenci dalam keyakinan desa kita" aku menyodorkan masalah
"Tidak ada yang tahu kita menikah ino.. kau ini memang merepotkan" keluh Shika malas.
"Biasanya kau lah yang paling merasa direpotkan dengan hal kecil sekali pun, tapi kenapa dengan pernikahan ini kau malah menganggapnya mainan.. APA YANG KAU PIKIRKAN?" aku benar-benar ingin membunuh pemuda nara ini bulat-bulat. Mata Onyx bertemu dengan aquamarine.
"Ino.. apa kau tidak berfikir bahwa ini termasuk strategi? Aku tidak ingin berkata begini, tapi selama perang aku bisa melindungimu, karena aku suami-mu.." Shika bicara sangat tidak biasa, namun aku menangkap kebenarannya.
"Jadi.. bagaimana kalau perang telah usai, atau ketika aku sudah bisa melindungi diriku sendiri?" aku berkata parau.
"Tenanglah.. aku akan menyelesaikannya"
24 September 1999
Perang Usia. Hebat bukan? Pertolongan Tuhan memang bisa datang dari mana saja. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan, setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Sebagian besar penduduk konoha merayakannya dengan suka cita, meski korban meninggal tidak bisa dielakkan, namun kita semua berkeyakinan mereka akan mati dalam keadaan bahagia sebab perjuangan mereka tidak sia-sia dimata kami, sebab kami pun toh menang dalam perang ini.
Tapi ada masalah lain.. bagaimana dengan status pernikahanku dan Shikamaru?
Shikamaru
24/09/99 at 08.03 a.m
Temui aku di desa Hi jam 09.00. aku akan menyelesaikannya
Begitu pesan Shikamaru ketika aku menanyakan janjinya menyelesaikan masalah ini. Dia bilang akan mencari penghulu yang bisa menceraikan kita tanpa ter-ekspose.
Di jalan menuju desa Hi.
"Shikamaru, aku lapar" aku berkata pelan, sangat pelan, karena aku terlalu malu jika dikira memperlama prosesi perceraian ini. Meski terkadang aku berpikir akan sangat tidak asik berstatus janda dalam usiaku yang baru tepat 17 tahun hari ini. Hey! Aku bukannya mengelak, aku memang tidak suka jadi janda! Apalagi karena hasil bercerai dengan Si Rusa Nara ini. Tidak tahunya si Rusa cerdas itu mendengarku. Aku beruntung. Batinku.
"Merepotkan, kalau begitu, ayo ke kedai itu" Shika memiringkan kepalanya ke arah kedai mungil di depan kami.
Aku tersenyum dan mengangguk. Didalam kedai bukannya makan aku malah asik melamun, bahkan Shika pun juga diam tak berusaha memulai bicara. Aku berpikir-pikir selama jadi istri rahasia si Nara muda ini, aku bahkan tidak pernah benar-benar pernikahan ini nyata, ya selain karena akadnya aneh, tapi karena kami bahkan tidak terlihat seperti sepasang kekasih, seperti orang pacaran pun tidak. Shikamaru memang pemuda yang baik. Dia benar-benar menggunakan pernikahan back street ini sebagai alasan agar bisa melindungiku ketika aku sibuk menyembuhakan korban dalam perang. Yah.. aku sangat beruntung.
"Kau kenapa tersenyum sendiri, seperti orang bodoh" Shika menyela tiba-tiba, aku memukulkan sumpitku ke arah wajahnya.
"Enak saja" sungutku, Shika mengeluarkan puntung rokoknya hendak memulai untuk merokok.
Aku menyentil rokok itu sampai jatuh. Menatapnya tajam.
"Jaga sikapmu selama jadi suamiku (aku bahkan ingin muntah mengatakan kita suami-istri), jangan merokok di tempat umum, itu tidak baik untukmu juga kan?"
"Tapi, sebentar lagi kamu bukan istriku lagi" Shika nyeletuk. Aku mulai berpikir jahil.
"Shika.. kau benar! ini waktu terakhir pernikahan kita, dan karena ini hari ulang tahunku, dan kau sudah sangat merepotkan dengan menjadikan aku janda di hari special ini, kau harus membayarnya dengan sesuatu!" Aku mulai berpikir, ideku brilian juga, apa selama jadi istri Nara aku jadi ikut pintar?
"Apa maumu?" Shika bertanya sedikit kesal,
"Berhentilah merokok! Setidaknya selama seminggu!" aku tersenyum penuh kemenangan.
"Merepotkan, bukankah kau juga yang bilang merayakan ulang tahun sama bodohnya seperti merayakan kematian" Shika mendengus.
"Kita tidak merayakannya, aku hanya minta hadiah" Ino merengut lucu.
"Baiklah.. merepotkan" Shika mengakhiri persetujuannya dengan kata favoritnya.
Aku tersenyum sekali lagi, nyaris terkikik bahagia. Bahagia? Ironi sekali, aku bahkan sempat merasakan bahagia, 'bahkan' di akhir pernikahanku?. Aku tidak habis pikir, apa aku akan sebahagia ini kalau kami nanti akan berpisah. Maksudku.. setelah dia berhenti punya alasan untuk benar-benar melindungiku atau.. apakah aku mulai menyukainya? Lagi? Oh tidak lagi..
To be continued.
