Kiky: Yeay, I love horror/supernatural fic! I love it so much!! Jangan kira kiky ini penakut.... Gini-gini kiky ngga jejeritan lho waktu jerit malam o_oa Saatnya kembali dengan fic baru. Multichapter itu menyenangkan sekaligus merepotkan ya?

Disclaimer: I don't own Naruto. But, I (still) hope it's mine.

~~ooO0Ooo~~

Di kuil ini, roh siluman rubah berdiam dalam sebuah seruling keramat. Jangan dekati! Atau segelnya akan terbuka. Kemudian satu per satu keanehan muncul. Korban berjatuhan. Darah berceceran. Orang-orang disekitarmu mati secara tak wajar. Segalanya menjadi ricuh. Hidupmu kacau-balau tak terkendali. Hingga pada puncaknya kau akan... MATI. Dalam manisnya madu beracun juga erat dekapan cakar-cakar tajam siluman rubah.

-

-

-

dArkY SaKurai

Presents

-

-

-

THE SACRED FLUTE

Chp. 1: Beginning of Tragedy

Cahaya keemasan matahari tenggelam memantul di atas permukaan air sungai. Menampakkan cahaya kelap-kelip indah. Sore itu di jalanan desa, empat anak lelaki berjalan beriringan menuju rumah masing-masing. Mereka tidak lain adalah murid-murid SMA setempat yang baru pulang dari sekolahnya. Sai, Kiba, Neji, dan Sasuke. Seperti biasa, tiap pulang sekolah ada saja hal-hal yang dibicarakan. Dan kali ini mereka sedang membahas tentang seruling keramat di dalam kuil.

"Alah... Kau hanya membual 'kan, Sai?", ujar seorang anak dengan dua pasang tanda taring merah di pipinya.

"Ini benar, tahu!", tampik anak yang dipanggil Sai tadi.

"Lebih baik kau tidak terlalu percaya pada takhayul begitu," seorang anak berambut gondrong ikut menambahkan. Satu anak lagi disebelah anak berambut gondrong hanya diam, tidak berminat untuk menanggapi.

"Kalau begitu, ayo kita buktikan! Tengah malam kita kumpul di kuil. Yang tidak datang berarti pengecut, tidak jantan, dan masih anak-anak!", tantang Sai mengejek. Diikuti seringai penuh kemenangan melihat kedua kawannya terpancing.

"Baik, aku penuhi tantanganmu!", jawab Neji dan Kiba kompak.

"Sasuke, kau bagaimana?", Sai melirik ke arah anak berambut hitam jabrik di sebelah Neji.

"Che, merepotkan," sahut Sasuke ogah-ogahan.

""Jadi kau tidak mau? Si Uchiha jenius berdarah dingin sepertimu? Jangan buat aku berpikir kau pengecut," pancing Sai memojokkan Sasuke. Kuping Sasuke memanas mendengar kata-kata tajam Sai. Ia tahu Sai cuma menggodanya. Tapi ia juga tidak mau kalau di sekolah besok imejnya sebagai siswa terpopuler dicoreng-moreng oleh manusia semacam Sai.

"Urrrgh...ya, ya, ya!", balasnya (sangat) terpaksa. Kenapa ia malah jadi ikut-ikutan masuk ke dalam ide bodoh macam ini?

X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.X.

Halaman depan komplek kuil, pukul 00:15. Tiga anak lelaki berdiri tidak jauh dari bangunan kuil. Masing-masing mengenakan jaket tebal mengingat udara tengah malam di desa Konoha luar biasa dingin. Adalah Neji, Kiba, dan Sasuke. Tiga anak yang sedari tadi menunggu Sai dengan hati kesal. Dia yang memberi tantangan tapi sampai sekarang belum tampak batang hidungnya. Mereka jadi meragukan kata-kata Sai tadi sore.

"Sial! Jangan-jangan anak itu mengerjai kita! Lalu, sekarang dia masih enak-enakan mimpi indah di kasur," umpat Neji kesal.

"Hah...tidak tau, ah!", kata Kiba sembari berjalan menuju pintu masuk kuil.

"Hey, kau mau apa?", tanya Sasuke yang sedari tadi hanya diam saja.

"Masuk." Neji dan Sasuke berpandangan bingung. Alis mereka bertautan. Tidak mengerti maksud Kiba sebenarnya.

"Aku penasaran apa yang ada di dalam," dengan langkah ringan, Kiba menarik pintu geser kuil. Di dalam nampak bermacam-macam perlengkapan upacara penuh debu tertata rapi di sisi-sisi ruangan. Tepat di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah peti kayu kecil di atas sebuah meja kayu tua. Kiba berjalan pelan mendekati peti itu.

Di belakangnya tampak Neji dan Sasuke berjalan masuk. Mereka mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Mata mereka terpaku pada sosok Kiba yang tengah berdiri mematung di depan meja. Didekatinya sosok itu yang tampak sedang memerhatikan sesuatu. "Kiba!", tegur Sasuke. Kiba menoleh.

"Di dalamnya ada apa, ya?", ujar Kiba, menunjuk pada sebuah peti kecil di atas meja.

"Eh?", Neji melongo melihat peti kecil penuh ukiran itu. Jarang-jarang ia melihat ukiran seindah dan sehalus yang sekarang ada dihadapannya.

"Coba buka saja kalau ingin tahu," kata Sasuke santai.

"Eh, jangan!", teriak Neji dan Kiba panik. Takut kalau sesuatu akan terjadi jika peti itu dibuka. Namun terlambat. Peti itu sudah keburu Sasuke buka. Yang ada di dalam peti itu cuma sebuah seruling. Tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Seketika mereka membeku di tempat. Keringat jatuh di pelipis mereka (baca: sweatdrop). "Tidak ada apa-apa, kok. Kita pulang saja, ya?", ajak Sasuke. Kiba dan Neji mengangguk bersamaan. Mereka pun berbalik meninggalkan peti dalam keadaan terbuka. Setelah langkah mereka semakin menjauh, tiba-tiba asap tebal munscul dari arah seruling. Tepat ketika mereka bertiga keluar dari kuil.

"Hah...hah...hah...," Sai bernafas tersengal-sengal setelah berlari dari rumahnya menuju kuil. 'Lho, mana mereka?', batin Sai ketika sampai di halaman depan komplek kuil. Tidak tampak satupun dari ketiga temannya disana. Ia berjalan pelan mendekati bangunan kuil. Tiba-tiba ia melihat sesosok manusia -walau ia tak yakin akan hal itu- keluar dari dalam kuil. Ia mengenakan yukata putih, rambutnya pirang dengan tiga pasang garis menyerupai kumis kucing di pipinya. Yang paling aneh adalah kupingnya berada di atas kepala. Apalagi ia juga memiliki sembilan ekor -mirip ekor rubah. Mata merahnya memandang Sai tajam.

Sai mundur beberapa langkah. Tapi sosok itu justru mendekat. Hingga sampailah ia tepat di hadapan Sai. CRAAASH!! "Aaaaaaaaaaa........," suara teriakan memenuhi sunyinya malam di desa Konoha.

TBC

ooO0Ooo~~

Kiky: baru pulang sekolah langsung ngetik = = fic ini bakal kiky lanjut kalo yang baca banyak. Seenggaknya ripiyu-nyah gitu yang banyak *sepaked* okok, ripiyu ripiyu ripiyu!! Kalo kaga kiky cium lho! *ditendang masa* kiky keranjingan ripiyu... xDD