[FF ini aku ganti dokumennya, bukan bermaksud menghilangkan bukti, hanya sebagai bentuk perbaikan]

..

PROLOG

Tidak ada persahabatan yang sempurna di dunia ini. Yang ada hanya orang-orang yang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya.

Ini bisa jadi sebuah kisah cinta biasa. Tentang sahabat sejak kecil, yang kemudian jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri. Sayangnya, di setiap cerita harus ada yang terluka.

Ini barangkali hanya sebuah kisah cinta sederhana. Tentang tiga sahabat yang merasa saling memiliki meskipun diam-diam saling melukai.

Ini kisah tentang harapan yang hampir hilang. Sebuah kisah tentang cinta yang nyaris sempurna, kecuali rasa sakit karena persahabatan itu sendiri.

Refrain

Cast: Kibum, Kyuhyun, Victoria dll

Warning: GS; typo itu manusiawi, bahasa kurang baku.

Disclaimer: FF ini remake dari penulis Winna Effendi dengan judul yang sama, namun dilakukan beberapa penyesuaian karakter.

.Selamat membacA.

Wish #1: aku ingin cepat-cepat menjadi dewasa... (Kyuhyun)

Kyuhyun dan Kibum berbaring di atas trampolin, benda usang itu bergoncang-goncang mengikuti gerakan mereka. Mereka berdua sedang menatap bintang-bintang yang mulai terlihat jelas setelah matahari tenggelam. Deru mobil dari kejauhan sesekali terdengar, lalu hening, digantikan oleh bunyi jangkrik yang menghinggapi malam.

Itu adalah kebiasaan mereka, duduk menunggu matahari terbenam sambil mengobrol tentang segalanya -PR yang belum selesai, ujian esok pagi, hari-hari di sekolah, atau rencana untuk akhir pekan. Mereka melakukannya setiap malam hingga kegiatan itu menjadi rutinitas harian yang tidak pernah terlewatkan.

Tiba-tiba, Kyuhyun mendesah penuh harapan, lalu bertanya, lebih kepada dirinya sendiri. "Jatuh cinta itu..., bagaimana rasanya?"

Kibum sedikit kelimpungan menanggapi pertanyaan Kyuhyun yang tidak biasa. "Memangnya kenapa?" Dia bertanya dengan hati-hati. Kyuhyun tersenyum lebar dan memutar tubuh untuk menghadap Kibum. "Sepertinya, sangat menyenangkan, bisa pergi ke mana-mana berdua, bertukar hadiah, merayakan hari-hari penting bersama-sama, seperti Nickhun Oppa dan Tiffany Unnie." Kyuhyun menyebut nama kakak Kibum, yang akhir-akhir ini sedang dilamun cinta dengan pacarnya.

"Huh." Kibum mendengus dan menekan kepalanya di bawah lengan. "Itu hanya terlihat dari luarnya aja. Kalau sedang bertengkar, Nickhun Hyung kerjaannya marah-marah terus. Cemberut sepanjang hari, atau memohon-mohon pada Tiffany noona supaya dimaafkan. Kata Nickhun Hyung, selalu pihak laki-laki yang harus mengalah, belum lagi harus ingat tanggal-tanggal penting, misalnya tanggal jadian, lalu harus pusing memikirkan harus membeli kado apa. Membuat kesalahan sedikit, pacarnya bisa ngambek berhari-hari. Jatuh cinta itu merepotkan, tau."

Kyuhyun tertawa, sudah terbiasa dengan gerutu khas Kibum yang sangat sinis. "Itu kan, karena Kibum belum pernah jatuh cinta."

Kibum meleletkan lidah tak peduli. "Kamu sendiri juga belum, kan?"

"Sudah." Kyuhyun mengerling jenaka. "dengan Nickhun Oppa!"

"Huh..." Dengan gemas, Kibum menepuk kening sahabatnya, ringan. "Itu cinta monyet!"

Kyuhyun cengengesan, lalu kembali serius. "Makanya, aku ingin tahu, cinta yang sesungguhnya itu bagaimana rasanya..."

Mereka berdua terdiam, larut dengan pikiran masing-masing.

"Di antara kita berdua, siapa kira-kira yang akan jatuh cinta lebih dulu? Kamu atau aku?"

Kibum secara otomatis menjawab pertanyaan itu. "Kamu."

Kyuhyun tergelak. "Mungkin. Tapi, kamu atau aku, kita harus saling cerita, ya? Janji?" Kibum hanya tersenyum dan mengangkat bahu, tidak ingin berjanji apa-apa. Kyuhyun yang tidak puas dengan jawaban tersebut mengulurkan tangan untuk menggelitik pinggang Kibum. Dua remaja SMP itu bergulat di atas trampolin, tertawa keras-keras sambil berusaha saling mendahului, hingga akhirnya Kibum setuju untuk mengaitkan kelingkingnya dengan jari Kyuhyun. Janji dua orang sahabat untuk selamanya bersama.

*sursursure*

KYUHYUN

Jarum jam menunjukkan waktu lima belas menit sebelum pukul tujuh ketika terdengar bunyi gedubrak yang cukup kencang. Suara pintu dibanting, diikuti dengan langkah kaki yang cepat-cepat menuruni tangga. Tidak lama kemudian, sesosok remaja perempuan yang baru beranjak usia tujuh belas tahun melongokkan kepala ke arah dapur dan tersenyum usil pada ibunya.

Sang ibu hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya. Hidup dengan dua putri yang sedang beranjak puber sama saja seperti hidup di medan perang, sewaktu-waktu bisa dengan tak sengaja menginjak ranjau yang meledak hebat. Kyuhyun, anak pertamanya yang sudah duduk di bangku High School sedang heboh-hebohnya melewati masa rebelling yang mengikutsertakan mood swing akut, keinginan untuk jadi seperti teman-temannya yang lain, juga mulai jatuh cinta. Setiap pagi, dia berkutat di kamar mandi setengah jam, meluruskan rambut dengan alat catok, mengaplikasikan lipgloss penuh glitter, sampai mencoba bermacam-macam jenis diet. Belum lagi nilainya yang jeblok lantaran kebanyakan main ke mall, dan gampang melawan kalau dinasihati. Sementara, adik Kyuhyun, Moonbyul, yang dua tahun lebih muda, memang cenderung lebih kalem dan dewasa daripada kakaknya. Tetap saja, sesekali kedua putrinya itu bisa bikin kepalanya mau pecah.

"Ma, Kyuhyun berangkat dulu!"

Kyuhyun tampak sudah rapi. Rambutnya yang lurus sebahu dihiasi jepit kuning. Seragam putih abu-abunya sengaja dibuat model ketat zaman remaja sekarang, juga sepatu Converse bergaris kuning dengan pin kecil warna-warni di kaus kakinya. Sebelum sang ibu bisa berkata apa-apa mengenai aksesoris itu, Kyuhyun sudah mengecup pipinya dan melesat keluar, tidak lupa menyambar sarapan berupa setangkup roti gandum di atas meja makan.

Mama Kyuhyun menghela napas lagi, lalu tersenyum.

*sursursure*

Waktu masih berumur lima tahun, Kyuhyun sering mengintip mamanya berdandan. Diperhatikannya gerakan Mama ketika memulas bedak tabur di permukaan kulit, merata ke seluruh wajah sampai tidak ada noda yang tersisa. Lalu, sebatang pensil menebalkan garis mata Mama, membuatnya kelihatan lebih besar. Sedikit jepitan selama beberapa detik menggunakan sebuah alat berbentuk aneh, diikuti dengan sikat berujung hitam yang melentikkan bulu mata. Terakhir, tepukan di pipi untuk menyisakan rona kemerahan, juga warna di kelopak mata dan bibir. Kyuhyun begitu sering mengamati Mama merias diri sampai hafal rutinitas itu, dan suatu saat ketika Mama sedang pergi, dia memberikan diri menarik laci meja rias yang mengandung banyak alat-alat ajaib itu.

Ketika pulang, Mama menemukan Kyuhyun sedang asyik berdiri di depan kaca. Wajahnya penuh dengan coretan warna-warni. Lipstik warna merah darah mencoreng bibirnya, belum lagi pipinya yang didempul merah muda sampai terlihat seperti topeng monyet. Di tubuhnya yang mungil, ada dress pendek pesta milik Mama, jatuh sampai menenggelamkan tubuhnya. Mama tidak tahu harus marah atau tertawa. Dengan lembut, didudukkannya Kyuhyun di atas pangkuannya, lalu menyeka wajahnya dengan sebentuk kapas yang dibasahi minyak bayi.

"Anak perempuan seumur Kyuhyun masih belum cocok dandan seperti ini." Begitu nasihat Mama waktu itu, sebelum menghapus merah yang sangat tebal di muka cemong anak tertuanya.

"Terus, kapan bolehnya, Ma?"

Mama berpikir sejenak. "Setelah Kyuhyun beranjak dewasa, kalau sudah benar-benar membutuhkan alat rias seperti punya Mama. Mungkin kalau sudah umur enam belas tahun nanti, Kyuhyun akan belajar memakainya."

"Bisa jadi cantik ya, Ma?" Kyuhyun bertanya lagi, memejamkan mata supaya Mama bisa membersihkan seluruh wajahnya. "Kalau Kyuhyun dewasa, Kyuhyun mau pakai alat-alat ini, supaya cantik seperti Mama."

Mama membelai kepalanya, lalu mengikat rambutnya menjadi satu konde mungil di belakang kepala. "Tujuan alat-alat ini bukan hanya untuk mempercantik diri. Kecantikan yang sesungguhnya harus datang dari sini." Ditunjuknya posisi hati, sehingga Kyuhyun ikut memegang dadanya.

Di ulang tahun Kyuhyun yang keenam belas, Mama benar-benar menghadiahinya satu set kosmetik dengan palet warna pastel yang sesuai untuk remaja. Tapi, Mama tidak ingin Kyuhyun lupa, bahwa kecantikan tidak datang dari penampilan saja, tapi juga dari hati.

*sursursure*

Kyuhyun melempar ranselnya hingga tersampir di punggung dan berdiri di bagian belakang sepeda. Kedua tangannya erat di pundak Kibum, dan dia mengkomando dengan suara lantang, "Jalan, Bos!"

Kibum, yang sudah menunggu dua puluh menit di garasi terbuka rumahnya, menggerutu dengan kesal. "Sudah terlambat, masih menganggapku sopir, pula."

Kyuhyun menepuk ubun-ubunnya dengan gemas. "Hanya telat sebentar saja. Tadi ada emergency."

Kibum memalingkan wajah sekilas sambil terus mengayuh. "emergency ? Bad hair day?"

Kyuhyun tertawa lepas. "Tau saja, Kibum."

Lagi-lagi, Kibum menggumam tak jelas, tak dihiraukan oleh Kyuhyun. Tentu saja laki-laki tidak akan mengerti, begitu pikir Kyuhyun. Memangnya, enak tiba-tiba bangun pagi dengan rambut kriwil yang supermegar, atau kram perut karena datang bulan?

Begitu tiba di sekolah, Kyuhyun segera masuk kelasnya, dengan ceria mengucapkan selamat pagi. Sulli, sang ketua cheerleader, meneliti penampilannya dari atas sampai bawah, lalu mengangguk puas. Kyuhyun tersenyum bangga, mengambil tempat duduknya satu baris di depan Kibum.

Diam-diam, Kyuhyun sebenarnya ingin seperti Sulli dan teman-temannya. Mereka selalu terlihat keren. Cantik. Lengkap dengan tas, jam tangan dan sepatu model terbaru, gadis-gadis seperti Sulli selalu up-to-date dengan gaya fashion terbaru. Mereka juga jadi bagian elite grup pemandu sorak yang tidak bisa sembarangan merekrut anggotanya.

Sejak dulu, impian terbesar Kyuhyun adalah menjadi cheerleader. Dia merengek pada Mama sampai akhirnya diperbolehkan les balet. Dia menonton setiap film tentang cheerleader dan dance dengan seksama, menghafalkan gerakan dan koreografinya. Kadang-kadang, dia latihan sendiri di kamarnya, menciptakan gaya tarian baru dan belajar dengan mengamati gerakan orang lain.

Salah satu alasan Kyuhyun menyukai sekolah ini adalah karena tim cheers-nya yang jadi kebanggaan. Setiap tahun, tim cheers SM High School selalu masuk kategori final kejuaraan cheerleading seluruh Seoul, malah tidak jarang menyabet juara satu. Ada sesuatu yang magical dengan pompom-persatuan, kreativitas, disiplin ketat, latihan keras, dan kecintaan pada musik dan seni tari. Kyuhyun menghargai itu. Ia ingin jadi salah satu dari mereka.

Dia masih ingat hari ketika dia mengikuti audisi untuk anggota baru. Kakinya bergerak begitu saja mengikuti hentakan musik, lalu tubuhnya mengikuti gerakan demi gerakan yang sudah dilatihnya selama berbulan-bulan. Lompatan maupun gerakan cartwheel yang biasanya merupakan tantangan besar bagi gadis-gadis lain tidak jadi masalah buat Kyuhyun, dia bisa melakukannya dengan mata terpejam sekali pun. Ketika selesai, Kyuhyun tahu dia pasti berhasil. Dia bisa melihatnya dari tatapan kagum para senior, tepukan tangan para anggota lain, dan anggukan samar para guru. Dan sejak saat itu, akhirnya Kyuhyun berhasil menjadi bagian dari tim pemandu sorak yang begitu diidolakannya.

"Tau tidak, hari ini ada murid baru yang masuk!" Krystal, salah satu anggota geng Sulli, memutar kursi untuk menghadap Kyuhyun.

"Katanya pindahan dari New York. Blasteran bule!"

"Oh ya?" Kyuhyun mengangkat muka sekilas, walau dia sedang sibuk mengerjakan PR Matematika yang lupa diselesaikannya semalam, gara-gara begadang nonton Gossip Girl bersama Moonbyul, adiknya. Sulli mengangkat jari-jari lentik yang kukunya habis dipoles cat warna nude. Suaranya rendah dengan nada misterius. "Dengar-dengar... anaknya Song Haekyo."

Kali ini, Kyuhyun langsung melupakan PR-nya. Song Haekyo? Model terkenal itu?! Kyuhyun cinta Song Haekyo. Bahkan, dia punya posternya di kamar, tepat di atas meja belajarnya. Kalau lagi suntuk belajar, Kyuhyun akan bengong menatap poster itu sambil berkhayal. Song Haekyo melenggak-lenggok di atas CATWALK untuk memamerkan koleksi musim gugur Prada, launching koleksi hasil desainnya sendiri di New York tempo hari, yang masuk masalah fashion lokal maupun luar negeri. Song Haekyo, yang garis wajahnya mirip Claudia Schiffer, tapi dengan keanggunan ala Gisele Bundchen.

"Tuh, anaknya baru saja datang!"

Secepat kilat, separuh isi kelas berhamburan keluar untuk melihat rupa anak tunggal Song Haekyo yang hari ini resmi jadi murid SM High School. Hanya Kibum yang bermalas-malasan di mejanya, lebih senang mendengarkan musik dengan iPhonenya daripada ikut bergosip.

"Bum, anaknya Song Haekyo!" Kyuhyun masih dengan bersemangat mengguncang lengannya.

"Lalu?"

Huh. Kyuhyun cemberut, lalu menyusul Sulli keluar. Kibum tidak akan peduli sekalipun itu anak presiden. Dia melihat seorang gadis dalam balutan seragam merah kotak-kotak, yang menenteng tas Juicy Couture terbaru seperti yang pernah dilihatnya di katalog fashion bulan ini. Gadis itu memang jelas-jelas setengah Bule, dengan rambut kecokelatan sepunggung yang ditarik dengan baret hitam. Tubuhnya sangat tinggi dan sangat kurus, terlihat sedikit canggung ketika berjalan.

"Ceking banget, pasti anorexic." Bisik-bisik terdengar di antara kaum perempuan, raut iri dan kagum terlukis jadi satu di wajah mereka. Kyuhyun tidak mengindahkannya, dia sudah terbiasa mendengar komentar sinis teman-temannya.

Murid-murid laki-laki mulai bersiul dengan kurang ajar, membuat gadis itu mendongak ke atas, ke arah mereka yang sedang bergelantungan di depan kelas di lantai dua. Matanya tak sengaja bertemu pandang dengan Kyuhyun.

Kyuhyun tersenyum kikuk. Gadis itu memiringkan kepalanya sekilas, lalu kembali bergegas ke arah ruang TU.

*sursursure*

VICTORIA

Wish #2: I want to fit in (Victoria)

Jadi murid baru memang menyebalkan, salah satu hal paling menyebalkan di dunia ini selain kepergian Mama berbulan-bulan lamanya dan mendapat label anak aneh hanya karena dia lebih suka membaca daripada hangout seperti remaja lain seumurnya.

Victoria sudah sering pindah sekolah. Saking seringnya, dia sampai tidak ingat sudah berapa kali dia hengkang dari satu sekolah dan masuk ke sekolah lainnya. Beberapa kali keluarganya pindah mengikuti jadwal tour Mama keluar negeri, mulai dari Tokyo, London, New York, sampai kembali lagi ke Seoul, tempatnya dilahirkan. Victoria tidak terlalu ingat tahun-tahun pertamanya tinggal di sini, waktu itu dia masih sangat kecil. Baginya, kota ini besar tapi semrawut. Sarat polusi, macet, dan warganya yang rasis. Namun, entah mengapa dia suka tinggal di sini. Begitu banyak hal menarik yang bisa dipotretnya dengan kamera Nikon yang mengganduli lehernya ke mana-mana.

Victoria mendengus mengingat momen pertama kalinya dia menyeberangi lapangan basket sekolah baru ini-tadi pagi. Dia berjalan lengkap dengan seragam sekolah lamanya yang berbasis kotak-kotak merah, tas suede krem hadiah dari Mama waktu ke Milan, dan sepatu kets baru yang masih bersih. Terdengar siulan-siulan kurang senonoh dari lantai atas, dan begitu dia mendongak, belasan remaja laki-laki sedang menunduk ke bawah, memperhatikannya dengan seksama. Malah ada beberapa yang dengan cuek memotretnya dengan kamera Ponsel. Dengan ngeri, Victoria mempercepat langkah ke arah ruang tata usaha untuk mengambil buku-buku pelajarannya semester ini.

Bunyi suit-suit makin keras mengikuti bayangannya, lalu jadi senyap setelah guru BP yang berdiri di depan ruang TU menghardik mereka dengan galak. Victoria menghela napas lega, untuk sementara dia bebas, tapi predikat anak baru sudah keburu melekat. Dia merasa seperti objek, hanya karena dia bule. Blasteran. Beda dari yang lain.

*sursursure*

Belum lama dia duduk di kantin sendirian, sudah banyak yang bergosip tanpa berusaha mengurangi volume suara.

"Itu anaknya Song Haekyo, kan? Model terkenal tahun sembilan puluhan!"

"Katanya begitu. Tadi liat tidak dia diantar pakai Jaguar hitam? Pasti sangat kaya."

"Ya anaknya model dan perancang terkenal."

Kuping Victoria panas mendengarnya. Dia memang berat di nama-mamanya adalah Song Haekyo, model senior yang masih sering muncul di vogue walau usianya sudah hampir empat puluh. Model berdarah Russia-Amerika-Korea yang namanya sudah malang-melintang di dunia fashion, yang akhir-akhir ini banting setir untuk berkiprah di dunia fashion design. Walaupun itu berarti beliau akan jarang di rumah, lebih sering menghabiskan waktu di atas kursi empuk bussiness class pesawat terbang, menenggak beberapa butir aspirin untuk menghilangkan jet lag di kamar hotel, lalu sibuk mengurus ini-itu dengan partner bisnisnya. Walaupun itu berarti Victoria akan sangat merindukan Mama sampai akhirnya terbiasa dengan ketidakhadirannya.

Victoria menarik sejilid buku usang dari tas dan mulai membaca sambil menikmati makan siangnya. Wuthering heights, sebuah judul yang tak pernah bosan dibacanya. Diam-diam dia hilang dalam bacaan itu, barisan kalimat yang bagaikan menghipnotis, untuk sementara membuatnya lupa bahwa dia adalah orang asing di sekolah ini.

*sursursure*

KIBUM

Kibum tidak ingat kapan tepatnya Kyuhyun mulai berubah.

Kyuhyun yang dikenalnya dulu adalah anak perempuan bandel yang tidak gentar memanjat pohon jambu di halaman rumahnya. Anak kecil yang cekikikan sambil mengebut dengan sepeda gunungnya, juga tak ragu bermandi hujan dan air banjir yang becek. Mereka sudah bertetangga sejak usia lima tahun, jadi Kibum bisa bilang kalau dia mengenal sahabatnya ini luar dalam.

"Kibumieeee!"

Kibum bahkan menghafal suara cempreng itu dengan baik. Kyuhyun berdiri di hadapannya sambil mengunyah batangan snack kismisnya, lengkap dengan seragam cheers yang serba pink. Rambut sebahunya dikucir satu tinggi-tinggi di atas kepala, bibirnya terulas lipstik merah muda senada, dan matanya dibingkai sedikit pemulas.

"Mau latihan cheers atau mau ke pesta?" Kibum tidak tahan untuk tidak menyindir pedas. Akhir-akhir ini, Kyuhyun jadi gemar dandan. Dia jadi salah satu anggota cheers, jadi tergila-gila dengan warna pink, selalu diet dengan hanya mengonsumsi makanan rendah kalori, dan jadi... centil. Kibum masih kurang terbiasa dengan kebiasaan baru macam ini.

Kyuhyun melengos sambil cemberut. "Hari ini mau menungguku selesai latihan, kan?"

Kibum melirik jam tangannya. Masih ada satu jam. "Ya sudah."

"Sip!" Dengan senyum lebar, Kyuhyun menepuk pundak Kibum dua kali sebagai ungkapan terima kasih, lalu menghilang di balik pintu ruang olahraga. Tidak lama kemudian, lagu Avril Lavigne yang sering dipakai tim cheers untuk latihan menggema sampai ke luar.

Kibum menggaruk kepala dan menyeret langkah ke arah UKS. Tidur siang lagi di ranjang UKS. Kalau tidak, kasihan Kyuhyun, nanti pulangnya jalan kaki sendirian.

*sursursure*

Kibum bisa bersahabat dengan Kyuhyun karena ibu mereka dekat. Sejak keluarga Kyuhyun pindah ke seberang rumah Kibum, ibu mereka saling mengunjungi sambil membawa anak masing-masing. Kadang kursus masak bersama, kadang ikut kelas aerobik bersama-sama, perawatan di salon, arisan atau sekedar mengobrol dengan dua cangkir teh hangat. Anak-anak ditinggal di pekarangan begitu saja, mungkin semacam latihan sosialisasi supaya mereka mudah berinteraksi sejak usia dini.

Awalnya, Kibum dan Kyuhyun tidak acuh terhadap satu sama lain. Kibum duduk sendiri dengan robot-robotannya di pangkuan, sedangkan Kyuhyun main Barbie lengkap dengan rumah-rumahannya. Moonbyul selalu tertidur di atas sofa, mengisap jempol. Namun, setelah berjam-jam, para Mama mengobrol tanpa ada tanda-tanda akan selesai, Kyuhyun sepertinya mulai gerah.

"Kau punya sepeda?"

Kibum mendongak ketika ditodong seperti itu. Dari tadi dia sengaja tidak menyapa gadis kecil itu, takut koleksi robotnya dirusak atau terpaksa main Barbie juga. Kibum tidak akan mau ke-gap sedang main boneka perempuan!

"Punya sepeda tidak?" Anak itu mengulangi dengan tidak sabar.

Kibum menunjuk ke arah garasi tanpa berkata-kata lebih lanjut.

"Yuk!"

Dengan tenaga yang cukup besar untuk seorang anak perempuan, Kyuhyun menarik tangan Kibum, setengah menyeretnya ke garasi.

Kyuhyun yang pertama kali mengajarinya bahwa mengayuh pedal kencang-kencang lalu membiarkan sepeda menuruni lintasan curam adalah salah satu hal paling mengasyikkan di dunia. Kyuhyun memberitahunya bahwa kenikmatan main ayunan adalah udara segar yang menerpa wajah saat mereka berdiri di atas papan kayu sambil menentang angin. Kyuhyun juga yang sibuk bercerita bahwa langit yang paling indah ada tepat sebelum malam beranjak masuk-ketika langit berubah ungu dan merah jambu dengan loreng-loreng merah oranye, dengan mataharinya kembali ke peraduan. Sebagai gantinya, Kibum mengajari Kyuhyun menangkap kunang-kunang dengan tangan kosong, juga berbagi tempat kesukaannya di kebun belakang dengan gadis kecil itu.

Mereka bergantian membonceng sepeda sampai Mama Kyuhyun mengajak anak perempuannya pulang. Waktu itu, Kibum hanya bisa memandang Kyuhyun yang berjalan menjauh, sambil sesekali berbalik dan melambai ke arahnya dengan gigi ompong yang terlihat di balik senyum lebarnya.

*sursursure*

"Vic, seragamnya sudah selesai."

Tiga potong seragam khas musin semi yang sama persis bentuk dan ukurannya diserahkan dalam bungkusan plastik. Victoria lega besok dia bisa mulai berseragam sama dengan murid-murid di sini. Gara-gara tidak ada seragam yang pas dengan tubuhnya yang tinggi kurus, pihak sekolah terpaksa membuat tiga setel khusus costum-made untuknya. Besok, hari-hari sekolahnya sebagai pelajar High School di Seoul akan dimulai. Hari ini, dia setengah membolos, untuk mengurus administrasi.

"Bu, bisa minta obat?" Victoria bertanya sopan pada perempuan di balik meja Tata Usaha. "Kepala saya pusing."

"Oh, minta saja di UKS. Tuh, di lorong kedua belok kiri."

"Terima kasih." Victoria bergegas ke arah yang ditunjuk dengan kepala berdenyut. Tiba-tiba saja kepalanya pusing. Semalaman berkutat mencetak hasil fotonya di ruang gelap membuatnya kurang tidur, dan kalau sedang asyik sendiri, Victoria jadi sering lupa dia punya problem anemia yang cukup parah.

Ruang UKS kosong. Ada tempat tidur berkelambu putih di pojok, lengkap dengan kabinet obat-obatan di sampingnya dan sebuah meja kecil. Tidak yakin apa yang harus dilakukan, ia memutuskan untuk menunggu sambil bersandar pada sebuah kursi. Tak lama kemudian, seorang murid laki-laki masuk tanpa mengetuk pintu, membawa iPhone hitam dengan volume diputar keras-keras. Dia menyapukan pandangan sekeliling, dan tanpa berkata apa-apa langsung melompat ke atas ranjang UKS. Victoria diam saja, berharap penjaga UKS segera datang.

Tidak lama kemudian, terdengar suara murid laki-laki itu yang bertanya, "Sakit apa?"

Victoria tadinya tidak yakin dia sedang mengajaknya bicara, tapi berhubung hanya mereka berdua yang sedang ada di sana, dia memberanikan diri menjawab lirih. "Pusing."

"Pusing?"

Pipinya memerah seketika. "Ya. Anemia."

Tirai yang menutupi tempat tidur disibakkan dengan bunyi berisik. Murid laki-laki itu melongokkan kepalanya untuk melihat Victoria. "Kalau begitu kau pasti lebih butuh tempat tidur ini." Dia setengah memaksa Victoria untuk berbaring di sana, tidak menghiraukan tolakan bernada sungkan. Victoria memperhatikannya diam-diam; rambut yang terjuntai berantakan di kerah dan melewati telinga, sepasang mata gelap dengan pandangan tajam, dan ekspresi wajah cuek yang tidak tersenyum. Lalu, pemuda itu mengambil tempat duduk tidak jauh dari sana, memejamkan mata sambil mendengarkan lagu. Bekas tempatnya berbaring hangat, dan Victoria pun turut memejamkan mata.

"Kamu sendiri sakit apa?"

Pemuda itu menarik sebelah earphone-nya supaya bisa mendengar lebih jelas. "Penyakit malas. Lagi pula, hanya tempat ini yang bisa dijadikan sarana tidur siang yang aman dan nyaman."

Victoria tertawa kecil mendengar jawaban yang dilontarkan seenaknya itu. "Sedang mendenger lagu apa?"

Lawan bicaranya menyeringai ketika ditanya begitu. "Mau mendengernya?" Victoria menyambut sebelah earphone dengan ragu dan melekatkannya di telinga. Bukan jenis lagu yang biasa didengarkannya, tapi... cukup menarik. Interesting, Victoria menyimpulkan this guy has an interesting sense of music.

Mereka berdua menghabiskan setengah jam di sana, berdiam diri sambil mendengarkan lagu dari album U2-joshua tree.

*sursursure*

"Kibumieeeee!"

Pintu UKS dibuka dengan sembrono, membuat Kibum terlonjak sedikit. Kyuhyun masuk dengan napas tersengal, ikat rambutnya longgar sehingga helai-helai rambut yang membingkai pipi bulatnya basah oleh keringat. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis berdiri tidak jauh dari tempat tidur UKS yang sempit. Kyuhyun mengenalinya sebagai murid baru (anaknya Song Haekyo!) yang pagi tadi datang dengan seragam sekolah lamanya. Kalau tidak salah namanya Victoria Song. Nama yang anggun sekali, seperti nama seorang putri. Dalam jarak dekat seperti ini, Kyuhyun bisa melihatnya lebih jelas; sepasang alis yang melengkung sempurna, mata hijau tua yang dibingkai oleh bulu mata panjang yang super lentik, dan wajah polos yang pucat tanpa make-up. Fitur-fitur wajahnya begitu menonjol dan tidak proporsional-kedua matanya sipit, sedangkan hidungnya sedikit crooked, persis seperti ibunya, namun entah mengapa dia terlihat menarik. Seperti model, Kyuhyun membatin. Di matanya, Victoria terlihat begitu keren dalam balutan seragam sekolah swasta luar negeri.

Sebelum Kyuhyun sempat berkata apa-apa pada murid baru itu, Kibum bangkit berdiri, lalu menghampiri Kyuhyun. Seperti biasa, ditariknya tas yang disandang Kyuhyun sehingga kini ia membawa dua tas, termasuk miliknya sendiri yang tersampir di punggung. Mereka berdua berjalan menuju lapangan parkir sekolah. Sesekali Kyuhyun menengok ke belakang, melihat Victoria yang masih duduk di atas tempat tidur UKS.

"Kau kenal dengan anak baru itu?"

Kibum mengangkat bahu. "Baru berkenalan dengan Vic waktu di UKS."

Vic. Panggilannya akrab sekali, Kyuhyun berpikir diam-diam. "Dia sakit?"

"Katanya pusing."

"Ooo. Dia mirip dengan Song Haekyo, ya? Cantik, ya, Bum! Mudah-mudahan dia sekelas dengan kita." Tidak lama kemudian, akhirnya Kyuhyun berhenti menyebut nama Song Haekyo dan mulai sibuk bercerita tentang gaya dance baru yang diciptakannya tadi waktu latihan. Sepanjang perjalanan dengan Kyuhyun membonceng bagian belakang sepedanya, bercerita dengan penuh semangat. Kibum mendengarkan tanpa antusiasme total, pikirannya merembet ke mana-mana.

*sursursure*

KIBUM

Kibum memang tidak ingat kapan tepatnya Kyuhyun berubah, tapi dia ingat jelas kapan pertama kalinya dia menyadarinya. Hari itu hari pertama orientasi High School. Para kakak kelas dengan kejamnya memaksa seluruh murid tahun pertama untuk memakai seragam SMP lama mereka lengkap dengan rangkaian lobak terkalung di leher. Yang perempuan harus mengepang rambut jadi tiga puluh bagian-tidak peduli seberapa berantakan yang penting ada tiga puluh set per kepala. Yang laki-laki harus pakai bando perempuan, plus jepitan rambut warna-warni.

Pagi itu, Kyuhyun muncul sambil merengut. Ia tampil heboh dengan tatanan rambut dikepang rapi kecil-kecil, juga untaian lobak yang semerbak. Rok SMP-nya sudah kekecilan dan kependekan, sehingga dia terus-menerus menarik ujungnya dengan tak nyaman.

Kibum tidak sadar betapa cepat Kyuhyun berkembang selama dua bulan libur musim panas kemarin. Padahal, dari dulu Kyuhyun kan pendek, kecil, dan pakai kawat gigi. Pokoknya sangat boyish. Rambutnya juga biasa dibiarkan pendek dan menjuntai hingga leher, lebih banyak terkena matahari sehingga ujungnya pecah-pecah.

"Aneh, ya?" Kyuhyun bertanya dengan gemas, menarik-narik rambutnya. "Mana lobaknya sangat bau."

Kibum ingin tertawa, tapi dia malah tercengang. Kyuhyun masih Kyuhyun, tapi Kyuhyun bukan lagi Kyuhyun. Masuk akal tidak? Maksud Kibum, sekarang Kyuhyun kelihatan berbeda. Entah sejak kapan kedua tungkai kakinya mulai memanjang, diikuti dengan lekuk pinggang yang sempurna. Kulitnya terasa lembut ketika menyentuh Kibum. Rambutnya mulai dipanjangkan hingga menyentuh bahu, bersih dan berkilau di bawah terik matahari. Kibum jadi ingin menyentuhnya, ingin tahu karena kelihatannya halus sekali. Matanya bulat, bibirnya kemerahan, lehernya jenjang. Kyuhyun... cantik. Adjektif terakhir itu terdengar aneh di mulut Kibum. Karena dia tidak pernah menganggap sahabatnya itu sebagai perempuan sungguhan.

Lalu, ada lagi kejadian ketika anak lelaki kelasnya berkumpul, topiknya tentu saja tidak jauh-jauh dari perempuan.

"Gadis-gadis di Sekolah ini sangat cantik." Doojon, salah satu murid baru, membuka suara. "Tidak menyesal masuk ke Sekolah ini."

Waktu itu, Kibum diam saja, tanpa komentar menonton anak-anak kelas dua main basket di lapangan dari tempatnya bergelayut di pagar lantai dua. Dia paling malas ikut nimbrung masalah perempuan dan penaklukan-kesannya macho tetapi norak.

"Iya," timpal Kikwang, salah satu teman sekelas Kibum sejak SMP. "Amat cantik. Liat si Sulli, mulus sekali. Atau si Krystal."

Lalu, murid-murid pun ikut berdiskusi dengan seru.

"Kalau aku lebih suka dengan Im Nana. Seksi." Yang lain sibuk menggoda dan bersiul nakal.

"Kalau Aku memilih Luna. Aku suka gadis yang mungil seperti dia."

"Luna biasa saja. Kalau Kyuhyun bagaimana?"

Kuping Kibum jadi supersensitif mendengar nama itu disebut.

"Kyuhyun?" Salah seorang dari mereka mulai memperhatikan gerak-gerik Kyuhyun yang sedang mengobrol seru dengan teman-temannya di tepi lapangan. "Manis. Ceria, sepertinya orangnya asyik."

"Tipe aku tuh!"

"Kyuhyun, kan, teman dekat Kibum sejak kecil." Dongwoon, yang memang sudah mengenal Kibum dan Kyuhyun sejak SD berkomentar. "Bagaimana menurut mu Bum?"

Kibum mengangkat bahu dengan cuek, tapi hatinya sedikit berdebar. "Biasa saja. Aku sudah terlalu lama bersahabat dengan dia."

"Jadi boleh kita kejar, ya?"

Kibum tidak terlalu mendengarkan lagi. Dia tidak ingin mengakui bahwa dia juga merasa Kyuhyun menarik. Kenapa? Padahal, dari dulu Kibum biasa saja di dekat Kyuhyun. Gadis itu yang berubah... atau Kibum yang berubah?

*sursursure*

Pikiran Kibum buyar seketika begitu Kyuhyun melompat dari sepeda dan meraih tasnya. Pelukan di pinggangnya melonggar begitu saja.

"Thanks, Bum! See you tomorrow."

Sebelum masuk ke rumah, Kyuhyun sempat melambai dan tersenyum lebar. Bau cologne bayi yang dipakainya masih menusuk hidung Kibum, membuatnya sedikit kepayang.

Pintu rumah Kyuhyun sudah tertutup rapat, tapi Kibum masih bengong sambil menuntun sepedanya. Iya, ada sesuatu yang berubah dalam dirinya.

Kibum masih tidak tahu perasaan apa itu. Tapi, mengapa hatinya jadi berdebar tidak karuan?

*sursursure*

Wish #3: aku ingin melihatnya tersenyum (Victoria)

Namanya Kibum Kim. Victoria mendengar orang-orang memanggilnya Kibum, jadi dia pun mencoba menyebutkan nama itu diam-diam, untuk mengetes bunyinya. Kibum. Kibum.

Dengar-dengar, dia sangat pintar. Nilainya tidak pernah kurang dari angka delapan, walaupun dia jarang belajar dan lebih sering ketiduran saat pelajaran. Gayanya cuek dan sepertinya sifatnya agak pendiam.

Victoria mengambil tempat duduknya di sebuah bangku kosong di baris kedua paling belakang. Hari ini, resmi jadi hari pertamanya belajar di sekolah baru. Tasnya sudah terisi beberapa buku tulis kosong dan daftar pelajaran per minggu, juga sekotak pen warna biru yang khusus dibelinya. Murid-murid lain masih berkeliaran di luar sebelum bel berdering, beberapa duduk di atas meja sambil mengobrol. Victoria tahu dia masih jadi pusat perhatian. Diam-diam, dia menyalahkan bentuk tubuhnya yang kurang normal dan penampilannya yang sangat jauh dari raut Asia.

Juga nama Mama yang sangat, sangat tenar.

Dengan gugup, Victoria mengeluarkan buku-bukunya. Merapikan mereka di atas meja, menyusunnya berdasarkan urutan pelajaran. Memasukan beberapa ke dalam laci, lalu berubah pikiran. Duh, kapan bel akan berbunyi?

Di depan kelas, Victoria melihat Kibum. Dia sedang bercanda-canda dengan murid sekelasnya, seorang gadis berambut poni yang lengan kemeja putihnya digulung dan dijepit bros pink-gadis yang kemarin membuka pintu UKS, lalu pulang bersama Kibum. Dia menyambut uluran tangan Kibum, menerima earphone dan memasangnya di telinga.

Tiba-tiba, Kibum mendongak. Pandangannya dan Victoria bertemu tanpa sengaja. Victoria jadi salah tingkah, lalu menunduk malu. Ketika ia mengangkat muka, Kibum sudah mengambil kembali earphone-nya dari gadis itu. Tiga detik kemudian, bel pertama berbunyi. Kibum mengambil tempat duduk tepat di belakangnya. Victoria menyembunyikan wajahnya yang memerah walau dia yakin Kibum tidak akan bisa melihatnya.

Gadis yang tadi berdiri di samping Kibum justru duduk di samping Victoria. Dia memperhatikan Victoria sejenak, lalu pertanyaan itu tersembur begitu saja dari mulutnya, "Kau benar-benar anaknya Song Haekyo?"

Pertanyaan itu terdengar sungguh polos sehingga insting pertama Victoria adalah ingin tertawa daripada tersinggung, tapi jika dia tertawa pasti akan tidak sopan sekali. Jadi sambil menahan tawa, Victoria mengangguk serius.

Kibum berkomentar singkat dari belakang. "Kyuhyun fans beratnya Song Haekyo."

Gadis itu-Kyuhyun, mengangguk antusias. "Bisa minta tanda tangannya tidak?"

Victoria tersenyum dikulum, lagi. "Sekarang, Mama sedang tour ke Paris. Nanti kalau sudah kembali, aku mintakan tanda tangannya untukmu." Mata Kyuhyun membulat kagum. Victoria sadar sesuatu, lalu menjulurkan tangannya. "Oh ya, aku Victoria. Pleasure to meet you."

Kyuhyun menyambut jabatan tangannya dengan senyum lebar. "Aku Kyuhyun."

Kibum menggeleng-geleng ringan. "Hati-hati dengan Kyuhyun, nanti diterkam. Dia mengoleksi segala hal yang berbau Song Haekyo."

Yang diledek memukul lengan Kibum dengan lembut, lalu mencubitnya. Victoria merasakan kedekatan mereka, mungkin mereka teman baik, atau bahkan... pacar?

"Kyuhyun sahabat ku, sejak kecil." Kibum berkata lagi dengan tiba-tiba seakan bisa membaca pikirannya. Victoria bersemu merah sekali lagi, lalu mengangguk mengerti.

"Kemarin, belum sempat tur keliling sekolah, kan?" Kyuhyun berkata sambil tersenyum. "Nanti istirahat siang, aku tunjukkan tempat-tempat rahasia sekolah ini, dari tempat makan jajangmyun paling enak sampai tempat bolos paling oke."

Victoria menyanggupi tanpa banyak bicara. Sejujurnya, dia tidak berharap banyak untuk persahabatan ini, toh Victoria tidak terbiasa memiliki sahabat. Setiap pindah sekolah, selalu ada teman-teman lama yang ditinggalkannya, juga orang-orang baru yang harus dikenalnya. Awalnya dia terus berkoresponden dengan beberapa teman lamanya, tetapi lama-kelamaan rutinitas menulis e-mail untuk satu sama lain semakin berat dan mereka hilang kontak begitu saja. Sejak saat itu, Victoria tidak ingin terlalu dekat dengan remaja-remaja seumurnya-dia benci rasa kehilangan ketika akhirnya harus mengucapkan selamat tinggal.

"Kau ingin mengikuti ekstrakulikuler apa?" Gadis di sampingnya mulai berbicara lagi. Sepertinya, dia tidak pernah kehilangan energi. "Di sini ada kelas melukis, memasak, olahraga, band, sampai cheerleading." Sambil membusungkan dada, Kyuhyun melanjutkan dengan nada bangga, "Aku anggota cheers. Kau mau ikut? Dengan postur tubuh sepertimu, pasti mudah menjadi anggota."

Victoria tidak ingin menjawab bahwa jadi pemandu sorak adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya. Mereka semua tidak tahu seberapa buruknya dia dalam olahraga, apa pun jenisnya. Dia tidak bisa memegang raket dengan benar, selalu gagal memasukkan bola ke dalam gol maupun keranjang, selalu lari paling lambat, dan dengan ceroboh jatuh karena tersandung kaki sendiri. Jadi cheerleader? Bisa-bisa semua orang mati tertawa melihatnya berlaga di atas panggung dengan pompom rafia warna-warni dan gerakan patah-patah. "Ada kelas fotografi?"

"Ada." Kibum yang menjawab. "Tahun ini anggota klub fotografi akan membuat galeri kecil untuk pentas seni."

Hati Victoria melambung, dan segera dia teringat pada kameranya yang sudah lama tidak menjepret foto. "Kalau begitu aku akan bergabung dengan klub fotografi."

Kyuhyun kelihatan sedikit kecewa. "Padahal, kau pasti sangat cocok jadi cheerleader."

"Nanti aku foto kalian para cheerleader saja." Victoria menawarkan, dan dengan cepat semangat Kyuhyun pulih. "Kau bisa jadi modelnya."

Tangannya sudah gatal ingin memotret. When you take a photograph of someone, you take a potrait of their soul, begitu ayahnya sering berkata. Victoria ingin mengunci ekspresi di wajah Kyuhyun, semangatnya yang berkobar-kobar dan wajah polosnya yang manis. Wajah orang-orang asing di sekitarnya, yang merupakan objek fotografi paling menarik. Lalu, wajah Kibum, sorot matanya yang tajam, garis wajahnya yang tegas, dan senyumnya yang belum pernah benar-benar tampak sebelumnya. Jika dia tersenyum, Victoria ingin menyimpan kenangan ekspresi itu melalui lensa.

.

Tbc

.

Awalnya aku sempat berubah pikiran untuk share novel ini, tapi tuin bilang tidak apa-apa, jadilah aku publish untuk mengisi event yang kurang ramai seperti sebelumnya, sekalian menunggu tulisanku yang lain selesai. FF ini remake dan mungkin tidak sesuai dengan karakter yang biasanya [terutama Kibum]. Kibum memiliki penyakit yang sama denganku [penyakit malas] jangan-jangan kita... saudara kkkk.

Terimakasih telah membaca dan silakan tinggalkan review.

Happy Desember ceria Kihyun.