Title: Singularity

Genre: Romance, Adventure

Fandom: NARUTO

Characters: Uzumaki Naruto, Uchiha Sasuke

Pairing: NARUSASU

Rating: T

.

Dont Like Dont Read.

.


...

"Naruto, Sasuke disini."

Alis pirang tebal itu sedikit berkedut di ujung kala informasi meluncur dari mulut Shikamaru. Berkas laporan langsung diletakkan Naruto di meja, sepenuhnya tidak penting lagi baginya.

"Aku tau. Bahkan belum genap dua minggu sejak kunjungan terakhirnya. Akhir-akhir ini dia sering pulang. Sepertinya ada sesuatu." Lanjut Shikamaru dengan wajah serius khas klan Nara.

Dengan ekspesi yang (hampir) biasa saja, sang Nanadaime mengulas senyum ke arah asisten sekaligus sahabatnya itu.

"Wakatta. Dia pasti akan kesini, bukan? Aku akan menunggunya." Tukasnya sambil mengambil kembali berkas laporan yang harus diurusnya. Shikamaru memandangnya selama beberapa detik, terlihat tidak puas, sebelum akhirnya menghela nafas dan berbalik kearah pintu.

"Ini aku, Naruto. Kau tak perlu memalsukan ekspresi seperti itu, baka." Omel Shikamaru singkat sembari melangkah keluar dan menutup pintu. Meninggalkan Naruto yang terdiam canggung dengan tumpukan berkas di tangannya, yang sebenarnya sama sekali tidak ada niatan untuk diurus olehnya. Hanya kedok.

Ia menghela nafas dan menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Mengusap-usap kemudian mendaratkan beberapa tamparan pada pipinya.

Entah sejak kapan, entah bagaimana, kepulangan Sasuke ke Konoha membuatnya merasa tertekan dan frustasi. Seharusnya ia senang, tapi yang dirasakan justru sebaliknya.

Well, frustasi yang dirasakannya bukanlah dalam makna konotasi negative. Hanya saja, akhir-akhir ini perasaannya semakin membuncah tak menentu. Naruto merasa, semakin sering ia melihat Sasuke, maka akan semakin timbul rasa ingin mendekap dan mengurung si darah murni Uchiha itu di dalam pelukannya.

Semakin sering ia melihat Sasuke, semakin sulit untuknya menerima fakta bahwa Sasuke akan pulang ke rumahnya, rumahnya bersama Sakura.

Semakin sering ia melihat Sasuke, semakin ia kesulitan menahan diri. Untuk tidak meraup bibir tipis itu, mencurahkan segala yang dirasakannya selama ini melalui beberapa kecupan panjang yang dalam. Dan mengatakan betapa pria itu sangat berarti di hidupnya. Bahwa Sasuke tidaklah sekedar separuh jiwa Naruto, his other half. Melainkan Sasuke-lah jiwa Naruto, penguasa jiwanya, pemegang kehidupannya. Bahwa Naruto… mencintainya. Sangat.

Sebuah tamparan keras di pipi kembali dilayangkan. Hela nafas keluar lagi, kali ini lebih keras, dari sepasang bibir yang bergetar putus asa.

.

Suasana pagi hari di rumah itu damai, tidak seperti kebanyakan rumah yang biasanya akan terdengar teriakan seorang ibu yang membangunkan anak-anaknya, atau suara anak-anak bertengkar memperebutkan jatah sarapan.

Surai raven terlihat melangkah ke dapur, menghampiri surai pink yang sedang melepas apron.

"Anata, ohayou."

"Mm. Sarada sudah berangkat?" ujar Sasuke sambil menarik kursi untuk duduk.

"Ha'i. Boruto menghampirinya lebih pagi hari ini. Padahal dia masih ingin menghabiskan waktu bersama dengan papanya yang barusan pulang." Kekeh Sakura, sembari menyajikan sarapan untuk suaminya. "Ah, ya. Soal itu. Kali ini kau berencana akan tinggal lebih lama, kan?"

Sebuah gelengan dari surai raven didapat sebagai jawaban. "Gomen. Setelah ini aku akan langsung ke kantor Naruto, memberikan laporan. Lalu melanjutkan perjalananku lagi."

"Secepat itu?" tanggap Sakura, merajuk. Sasuke hanya memberikan seulas senyum dan sebuah usapan di surai pink, sebelum melenggang pergi menuju kamar mandi.

.

Keadaan di kantor Hokage tidak jauh berbeda. Beberapa orang terlihat saling bertukar sapa dengan ceria. Basa-basi menanyakan kabar dan keperluan masing-masing. Menawarkan bantuan membawakan tumpukan barang. Berbeda dengan keadaan di ruangan Hokage itu sendiri.

Tumpukan file berisi kertas-kertas berserakan, terlihat sangat asal-asalan ditaruh begitu saja. Sebagian di lantai, sebagian masih betah mengisi meja kerja. Sang Nanadaime sendiri? Jangan ditanya.

Semalam setelah Shikamaru memberinya laporan bahwa Sasuke sedang pulang dan dirinya terdiam beberapa jam untuk merenungi kegundahan hatinya, Naruto sama sekali tidak bisa tidur. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya, dan memilih untuk berkutat dengan sisa berkas yang harus diurusnya. Sebagai distraksi. Siapa tau perhatiannya dari kepulangan Sasuke teralihkan.

Tapi tidak. Justru dirinya menjadi semakin resah. Alhasil semalaman suntuk ia habiskan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dan sisa waktunya ia habiskan untuk memikirkan sang Uchiha.

Area kehitaman tercetak jelas di bawah matanya, seolah Himawari baru saja iseng melukis mata ayahnya dengan spidol permanen.

Pintunya tiba-tiba diketuk dari luar, dan surai raven terlihat memasuki ruangan.

Datang juga manusia yang menjadi penyebab seorang Hokage begadang semalaman.

"Naruto, aku ingin membicarakan sesua… tu. Ada apa denganmu? Kurama memakan sebagian nyawamu?" tukas Sasuke dengan tatapan heran.

"Diam, Teme! Kau pikir gara-gara siapa aku begini? Semalaman aku jadi begadang gara-gara ka…!"

Hampir, Naruto, hampir. Seolah Kurama menonjoknya barusan, menyadarkan dirinya yang hampir keceplosan di depan Sasuke sendiri. Sementara Sasuke di hadapannya mulai mengerutkan alis.

"-gara-gara Kakashi memberikan selusin tugas untukku…" sambung Naruto lemas sambil merosot ke kursinya.

"Gara-gara Kakashi, kenapa seolah marahnya kau limpahkan kepadaku?" decak Sasuke sambil mendekat dan memberikan selembar catatan perjalanannya.

"Beberapa minggu lalu aku menemukan bongkahan batu besar yang kuduga sebagai sisa meteor Kaguya. Batu itu sangat besar hingga hampir membentuk sebuah goa. Aku baru melaporkannya sekarang karena kupikir aku harus mengamati dan menelitinya terlebih dahulu. Dan kertas itu adalah catatanku tentang batu itu selama beberapa hari terakhir."

Naruto terdiam, berusaha untuk memendam rasa kesalnya karena Sasuke baru memberi tahu hal sepenting itu setelah ia bekerja sendirian. Naruto hanya tidak suka ketika Sasuke melakukan semuanya seorang diri. Sasuke seharusnya berbagi masalahnya dengannya terlebih dahulu, apalagi ia adalah seorang Hokage sekaligus sahabatnya.

Naruto hanya ingin menjadi seseorang yang paling bisa diandalkan dan dipercaya oleh Sasuke.

"Hal sepenting ini, baru kau laporkan sekarang." Desahnya kesal. Menimbulkan kilatan tak kasat mata di iris oniks Sasuke.

Ah, ia telah mengecewakan Naruto lagi.

.

Sepanjang perjalanan yang telah dilalui Sasuke, ia selalu melakukan semuanya seorang diri. Lagipula, sejak awal dia memang selalu sendiri. Terlebih setelah banyak masalah yang ditimbulkannya, terutama kepada desa Konoha. Terutama kepada Naruto.

Kesalahannya memang sudah dimaafkan, tapi Sasuke masih tahu diri. Meski banyak warga Konoha yang memandangnya sebagai seorang pahlawan dan pelindung Konoha.

Itulah sebagian alasan ia memutuskan untuk melakukan perjalanan, dan tidak menetap di desa.

Ia ingin menjaga dan melindungi Konoha, dari luar, dengan caranya. Membantu Naruto yang mengerjakan tugasnya sebagai Hokage dari balik meja.

Sasuke sangat tahu, dirinya sudah menimbulkan banyak masalah serta luka kepada Naruto. Meskipun bagi pria pirang itu sendiri hal tersebut bukanlah apa-apa, tapi Sasuke tidak bisa hanya menganggapnya sekadar angin lalu dan melupakannya.

Sasuke harus melakukan sesuatu, yang setidaknya bisa ia anggap sebagai permintaan maafnya.

Oleh karena itu, Sasuke lebih menyukai melakukan tugasnya seorang diri, melimpahkan sebagian beban serta tanggung jawab Naruto sebagai Hokage kepadanya. Sasuke ingin melindungi desa Konoha yang selalu ingin Naruto lindungi.

Namun terkadang, ia tetap akan melakukan kesalahan yang membuat pria pirang itu kecewa. Saat hal itu terjadi, Sasuke akan menjadi yang paling kecewa pada dirinya sendiri.

Dan ia baru saja membuat Naruto kecewa lagi.

"-oi, Sasuke!"

Oniks mengerjap kaget. Sasuke kembali lagi ke realita ketika Naruto tiba-tiba memanggil dan menarik lengannya sedikit kencang.

"Belasan kali aku memanggilmu. Kau kenapa? Apa kau sedang sakit?"

Oniks mengerjap kaget, lagi. Telapak tangan tan itu tiba-tiba ditempelkan ke keningnya. Si empunya menatap lekat, berusaha mengukur suhu tubuh Sasuke. Kalau-kalau ia ternyata sedang demam.

"Usuratonkachi, apa yang kau lakukan?"

Seperti biasa, reflek Sasuke adalah menepis tangan Naruto. Cepat-cepat ia membuang wajah untuk mengontrol ekspresi bodohnya dan menyembunyikan semburat merah yang perlahan merayapi kedua pipinya.

"Kau pikir aku anak kecil umur lima tahun?"

"Eh- habisnya kau tiba-tiba diam saja tadi."

Menghiraukan raut khawatir Naruto, Sasuke memutuskan untuk melanjutkan langkah.

Setelah ia memberikan laporan mengenai batu besar yang ia duga merupakan sisa meteor Kaguya tadi, ia meminta ijin kepada Naruto untuk meninggalkan desa lagi dan mengobservasi batu itu, sekaligus memusnahkannya jika ia bisa.

Diluar dugaan, Naruto ingin ikut dengannya.

Jelas saja Sasuke menolak mentah-mentah. Ia tidak mau Naruto meninggalkan tugasnya sebagai Hokage dan malah mengikutinya keluar desa. Namun, bukan Naruto namanya jika ia menurut.

Alhasil dengan paksaan dan keputusan sepihak Naruto, disinilah dirinya dan Sasuke berada sekarang. Mereka sudah sampai di tempat yang Sasuke laporkan.

Naruto mendongak mengamati batu raksasa yang menjulang tinggi. Memang sesuai dengan pendapat Sasuke, sangat besar hingga menyerupai goa.

Sejenak hawa dingin dari dalam goa tertiup keluar, melewati tubuh keduanya. Alis pirang mengernyit. Ada sesuatu yang salah dari tempat ini.

"Aku akan masuk. Kau tunggu disini dan beri aku tanda kalau-kalau sesuatu terjadi." Ujar Sasuke tiba-tiba seraya melenggang masuk.

"Tunggu- kau mau kemana?!"

Refleks cepat-cepat Naruto menarik Sasuke mundur dari mulut goa. Tarikannya telalu kuat, dan Sasuke yang tidak mengira akan ditarik oleh Naruto menjadi oleng.

Siapapun yang lewat dan sekilas melihat saat ini, pasti akan mengira bahwa Nanadaime dan Uchiha Sasuke sedang berpelukan.

Sasuke yang double terkejut, buru-buru mencoba menjauhkan tubuhnya sambil tetap berusaha bersikap normal. Tapi diluar dugaan, Naruto justru dengan sengaja membetulkan letak kedua lengannya di sekitar Sasuke, dan semakin mengeratkan rengkuhannya.

"Kutanya, kau mau kemana?" ulangnya lagi. Kali ini dengan suara rendah dan nada yang serius.

Sasuke mendongak, menatap Naruto dengan tatapan bingung. Ada apa dengannya?

"Kubilang aku mau masuk. Sejak tadi kan aku sudah mengatakannya, aku akan mengobservasi tempat ini dan memusnahkannya jika aku bisa."

"Tidak boleh."

Pernyataan mutlak yang keluar diluar dugaan itu semakin membuat Sasuke menatap bingung. Alis hitamnya saling bertautan sekarang.

"Aku harus masuk."

"Kalau begitu aku ikut."

"Apa? Tidak-"

"Aku ikut."

"Dobe."

"Teme."

"Naruto."

"Sasuke."

Empat sudut imajiner mulai muncul di kepala Sasuke. Ia menghela nafas berusaha menahan emosi. Kemudian menyadari, posisi mereka sejak tadi.

Naruto masih setia memeluknya erat selama perdebatan kecil mereka hingga sekarang. Wajah keduanya bisa dikatakan terlalu dekat. Padahal sejak tadi Sasuke beberapa kali mengernyit dan menatap ke dalam iris biru itu, tapi bodohnya ia tidak menyadari jarak tipis di antara mereka.

"Baiklah, terserah kau sajalah." Ujar Sasuke akhirnya, setelah berdehem pelan. Persetan, yang penting Naruto cepat melepaskan rengkuhannya, atau pria pirang itu akan menyadari semburat merah di kedua pipinya.

Sebuah senyum puas tercetak di wajah Naruto. Ia akhirnya melepas pelukannya, membebaskan Sasuke.

"Dasar, berdebat seperti anak kecil. Sudahlah, jangan membuang waktu."

"Ha'i ha'i~"

Dengan senyum bodoh Naruto melangkah masuk mengikuti Sasuke ke dalam goa. Tanpa keduanya ketahui, secercah cahaya putih dari dalam goa bersinar hingga keluar.

Hutan itu sangat sepi karena letaknya yang benar-benar terpencil, jauh dari desa-desa ninja. Tak ada yang mengetahui bahwa Naruto dan Sasuke telah memasuki bongkahan goa di tengah hutan. Tak ada yang mengetahui, bahwa keduanya telah tertelan ke dalam sebuah dimensi tak berujung.

Tak ada yang mengetahui, bahkan Naruto dan Sasuke sendiri.

.

.

.


.

author's note:

Oke segini dulu gimana? Anggep aja ini intro. Btw, judul terinspirasi dari solonya Taehyung (BTS), mohon maaf kalau ada kesamaan :(

Jadi gini buat yg masih bingung. Saya jelasin kasarannya tentang perasaan narusasu masing-masing. Naruto sama Sasuke itu saling suka, tapi sama-sama ga tau dan sama-sama ga ada yang nekat make a move gitu. Cuman agak beda. Kalau Naruto, dia masih di tahap maju mundur, seolah bingung perasaan dia buat Sasuke itu sebenernya udah sedalam apa dan sejauh mana, dan kenapa dia bisa punya perasaan seperti itu (cinta), tapi yang jelas dia yakin dan mengakui, Sasuke itu udah jadi orang yang paling penting di hidupnya.

Sedangkan Sasuke, dia dari awal udah menyadari dan mengakui perasaannya untuk Naruto, tapi dia udah nyerah duluan. Jadi Sasuke udah menyadari rasa sayangnya ke Naruto, tapi juga udah menyerah soal perasaan itu. Karena dia masih dihantui perasaan bersalah, plus mereka sama-sama udah berkeluarga. Intinya Sasuke disini terlalu rasional.

Oh ya, dan disini antara Naruto dan Sasuke sendiri juga sering ada salah paham yang tidak tersampaikan. Maksud Naruto A, tapi maksud Sasuke B, dan salah paham itu cuma terpendam selama ini. Makanya, belasan tahun mereka sama-sama saling suka, tapi juga sama-sama clueless.

Fic ini dibuat karena saya greget liat momen Naruto dan Sasuke dari jaman orok sampai sekarang di serial Boruto. Semoga agaknya kenyataan tentang mereka berdua yang ada di dalem kepala Kishimoto Sensei memang bener seperti fic ini HAHAHA

Jadi, segini dulu aja ga apa kan? Hehe. Kurang ya? Nanti bakal update secepet mungkin. Arigatou~!