Disclaimer; My Hero Academia belongs to Horikoshi Kouhei. I don't take any profit from this work.

Warnings; its Multific, Highschool!AU, absolutely OOCs, Typos, author was kind of tired buat nurutin semua koskat KBBI, a lil absurd but there's some serious moments too, genre bisa berubah sewaktu-waktu, etc.

Ch. 1; Ochako punya rahasia. Sesuatu yang bahkan tak pernah sekali pun ia katakan pada cermin di depannya, atau ia gumamkan dengan suara luar biasa lirih, di tempat paling sepi mana pun. Tidak boleh ada yang tau sekalipun itu hanya seekor serangga, tiupan angin, atau butiran debu di udara. Ochako sungguh-sungguh tentang itu.

.

.

.

Sudah habis dua puluh menit setelah bel pulang berbunyi. Berbeda dengan para siswa yang berbondong-bondong melewati gerbang sekolah, empat gadis itu malah memilih nongkrong dekat gerbang. Bukan berniat ngamen atau menarik perhatian dan semacamnya, mereka hanya sedang menunggu kedatangan seseorang. Sebenarnya ini bukan utuh keinginan bersama, hanya saja satu dari empat gadis itu merupakan seorang diktator kejam yang kali ini memaksa mereka untuk menjalankan misi bernama 'pemantauan gebetan no 213'—yang, kalau tidak dituruti, gerangan punya ancaman soal pembocoran rahasia tiap anggota ke grup facebook sekolah. Perkenalkan, namanya Ashido Mina, sang diktator dari kelas umum 2-A. Kini yang terkait sedang pasang mata sambil terus mewanti-wanti tiga gadis merana di belakangnya untuk terus waspada.

"Ini si 213 benar-benar bakal muncul gak sih?" satu dari tiga gadis merana mulai mengeluh, namanya Hagakure Tooru, dan dia terlahir dengan tubuh tak terlihat—ini memang bukan di dunia dimana para pahlawan berkekuatan khusus berada, tapi anggaplah dunia ini mengizinkan eksistensi gadis tak terlihat.

"Sudah kubilang hari ini semua eskul libur, jadi pasti dia bakal lewat sini."

"Sebegitu penasarannya ya Mina-chan sama mangsa 213 ini?" kali ini Tsuyu Asui yang berceletuk. Gadis ini terlahir di tengah keluarga penggila kodok.

"Eish! Bukan mangsa! Hati-hati kalau ngomong," Mina berdecak sambil menyikut gadis berambut hijau itu dan melanjutkan, "katanya ya, murid pindahan ini ganteng sekali."

"Pindahan?" dan perkenalkan, ini dia tokoh utama kita, Uraraka Ochako.

"Lah, bukannya aku sudah bilang? Dia murid pindahan di ajaran baru tahun ini."

"Ooh.."

"Tapi ya, tumben." Si Hijau kembali bersuara, "padahal sudah lewat dua bulan sejak awal taun ajaran baru tapi Mina-chan baru dapat informasi soal si 213 sekarang."

Mina histeris dalam hati.

Tooru mengeluarkan seringai tak terlihatnya, "dengan kata lain..."

"Hentikan!" si gadis pinky buru-buru membekap mulut si transparan. Takut atas kalimat selanjutnya bakal terdengar dan menyakiti gendang telinga sekaligus harga diri tertingginya. Tapi sayang, disana masih ada mulut yang menganggur, dan..

"... Mina-chan kudet!"

Ochako berhasil melontarkannya dan membuat Mina terserang step singkat. Sekedar info: Ashido Mina benci dikatai kudet. Sangat, sangat benci. Alasannya simpel; karena ia mengkalim dirinya sebagai gadis masa kini. Dan ia akan selalu profesional dengan statusnya itu. Ya, sebut dia gadis masa kini yang pro maka hanya dengan itu dia sudah bahagia meski belum kunjung punya pacar.

Reaksi step singkatnya kini telah berlalu sealur dengan seringaian tiga teman yang juga berakhir. Mereka kembali fokus pada misi—mereka teman yang pro, tidak minta imbalan atau konsumsi. Sebenarnya ancaman soal membocorkan rahasia hanya formalitas saja. Dan itu merupakan kesempatan mengejek Mina sebagai diktator. Teman kadang suka jail. Begitulah.

"Biar kuluruskan, Wan-kawan... Kenapa aku baru tau?" Mina ingat ada harus membersihkan namanya dari kata kudet. "Jadi begini, si Todoroki Shouto alias 213 ini orangnya pendiam, jarang berbaur, dingin pula. Katanya dia jaaaarang banget senyum, atau malah gak pernah ada yang lihat. Jadi wajar kan, aku baru dapat info sekarang-sekarang? Orang-orang di kelas nya pun pasti harus lihat absen dulu baru tau namanya. Iya kan? Kan?"

"Masuk akal." Tooru mengangguk paham.

"Mm-hm. Di masuk akal-in aja." Tsuyu setengah niat mengangguk.

"Jadi inget judul lagu." Ochako terilhami.

"Apa?" tanya si pinky.

"Asal kau bahagia. Jadi ya, masuk akal. Iya-in aja asal Mina bahagia."

Tooru dan Tsuyu kompak tertawa. Mina melempar tiga death-glare.

"Eh tapi, katanya dingin, jarang berbaur, jarang senyum, kok kayak golongan orang suram ya?"

Mendengar pernyataan Ochako, Mina kicep. "Bener juga ya..." ia bengong sekejap lalu bersenandung, "Tak terfikirkan olehku~ huwoo huwoo~"

"Lagu apa itu?"

"Entahlah, kero."

"No prob! Nilai utama dari misi ini adalah ketampanan! Kegantengan! Kekecean!"

"Oke, terserah."

"Asal kau bahagia."

"Terimakasih, teman seperjuangan. Aku bahagia."

Di tengah perbincangan unfaedah itu, Ochako teringat sesuatu. Ia lihat jam di pergelangan tangan.

"Deku-kun dan Iida-kun belum keluar kan ya?"

"Belum."

Mina untuk pertama kali di hari ini, menyeringai, "Kenapa? Takut ditinggal pulang duluan?"

"... enggak. Cuma nanya."

"Hmmmmmmmm..."

"Ada urusan."

"Hmmmmmm~"

"Ochako mah selalu ada urusan kalau soal Midoriya."

"Betul, betul, betul."

"Kero."

Wajah Ochako, tak bisa dihindari, kini memerah. Merupakan pemandangan yang biasa bagi mereka bertiga; Ochako yang mati kutu saat digoda soal Midoriya.

"Aku pulang! Dah!" dan akibatnya selalu sama: Ochako ngambek. Ia menata kembali seragamnya, mengeratkan tali tas gandongnya, lalu melangkah pergi dengan langkah cepat-cepat. Selalu seperti itu. Dan satu hal yang pasti; dalam semenit, ia akan kembali masuk ke dalam formasi di tengah orang-orang yang masih hangat menggodanya. Dan tiga orang terkait akan bersikap seolah tak ada yang terjadi. Dengan kata lain, ngambeknya Ochako juga merupakan formalitas.

Selang lima menit berlalu, akhirnya, si 213 sampai di retina milik Ashido Mina.

"Aah! Itu dia! 213!"

"Mana mana?"

"Itu, yang baru keluar dari gedung kelas aksel. Rambut putih merah. Tas selendang biru. Sesuai deskripsi dari informan."

"Ah belum keliatan gantengnya kalau dari jauh."

"Tenang, Tooru. Dia akan mendekat."

"Wajah kalian terlihat seperti ayahku saat nonton bola, Mina-chan, Tooru-chan." Tsuyu menyimpan perhatiannya acuh tak acuh.

"Tsuyu, ini itu soal cowok ganteng, cowok ganteng! Anugerah dari Tuhan..." Mina berdalih. Tooru mendukung dengan ber-hum-ria.

Sementara Ochako masih belum bisa melihat jelas sosok bernama Todoroki Shouto itu. Ia tak begitu penarasan dengan cowok ganteng sebenarnya. Hanya saja karena Midoriya belum kunjung datang jadi saat ini ia menganggur. Dan hanya inilah pekerjaan yang ada. Menatap. Terus menatap. Mengidentifikasi. Terus mengidentifikasi. Objek semakin dekat, dan..

"Wah! Beneran tampan." Si invisible girl bertepuk tangan.

"Terlalu tampan..." Mina membiarkan pipinya makin memerah di atas warna kulit pink-nya.

"Ada bekas luka bakar di sekitar mata kirinya... kero." Tsuyu salah fokus.

Sementara Ochako, tanpa disangka, mengalami syok singkat. Ia mematung di tempat. Hidungnya menolak oksigen masuk. Kelopak matanya lupa untuk berkedip.

"Serius?! Itu Todoroki Shouto?!" kemudian mengguncang kedua bahu Mina dengan tidak sabaran.

"Serius. Sesuai deskripsi. Kenapa? Baru lihat orang ganteng ya?"

"Luar biasa ya, si 213 ini. sampai Ochako-chan pun reaksinya unbeleavable begitu."

"Jangan-jangan Ochako bakal berpaling dari Midoriya."

"Ah, gawat."

"Sadar, Ochako. Sadar."

"Apanya yang gawat? Ochako-chan sama Midoriya-chan kan belum resmi berpasangan."

"Oh, iya. Betul juga."

Sejujurnya, saat ini gendang telinga Ochako tidak dapat merespon suara apapun. Tak peduli apapun yang sedang teman-temannya obrolkan, otak dalam kepalanya kewalahan mencerna kebenaran yang terpampang di depan matanya. Fakta bahwa Todoroki Shouto adalah 'orang itu'. Dan bahwa mereka berada di sekolah yang sama. Juga bahwa, saat ini, si terkait dihampiri oleh dua pemuda bernama Midoriya Izuku dan Iida Tenya di sana.

Ochako berani bersumpah kalau matanya tidak salah lihat, sebelum Midoriya dan Iida benar-benar menghampiri Todoroki, cowok ganteng itu jelas-jelas meliriknya dari sana. Lirikan yang berarti sebuah ancaman bagi Ochako.

Tidak, ia tak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi. Ia melangkah cepat sebelum berpikir dua kali. Menuju si 213, Todoroki Shouto.

"Ochako mau kemana?"

"Hei! Mau kemana?!"

"Ochako-chan! Ada apa?"

Bahkan panggilan dari tiga orang kawannya ia tak dengar. Detak jantungnya berbunyi terlalu keras dan temponya terlalu cepat.

Sementara Ochako terus melaju, tiga teman yang ia tinggalkan kebingungan.

"Dia mau menghampiri siapa? Midoriya-chan atau si 213?" Tsuyu angkat suara.

"Jelas Midoriya-kun. Untuk apa menghampiri Todoroki?" Tooru berpendapat.

"Kau tadi lihat sendiri kan, respon unbeleavable-nya pas lihat Todoroki." Mina masuk.

"Jadi kau bilang Ochako-chan terpesona pada pandangan pertama dan perasaannya ke Midoriya-kun langsung hilang, gitu?"

"Kurang lebih." Mina mengangguk.

"Impossible." Tooru menggeleng.

"Bisa jadi."

"Kalaupun benar, Ochako-chan tidak seagresif itu."

"Jadi menurutmu dia buru-buru ke sana untuk pernyataan cinta?"

"Mungkin?"

"Ga mungkin."

"Bisa jadiii."

"Ga-mung-kin."

"Teman-teman, lihat itu. Jawabannya." Tsuyu menginterupsi perdebatan antara Mina dan Tooru. Telunjuk besarnya mengarah ke depan, tepat dimana mata mereka serasa dikelabui kenyataan.

Ochako menghadap Todoroki.

"Tidak mungkin. Ini tidak mungkin."

Ochako menarik seragam Todoroki dan menjauh dari tempat Midoriya dan Iida.

"Apa yang akan dia lakukan? Langsung ke pengakuan?"

"Kalian lihat wajahnya? Sangat gugup."

"Tidak mungkin."

"Kero-kero. Ochako-chan sungguh membuat kita kaget."

"Apa ini? Bagaimana bisa?"

"Apa kita harus mendekat?"

"Eish, jangan. Itu privasi."

"..."

"..."

"AAAH—Kalian lihat itu?! Tsuyu, Tooru?!"

"HUMM! Cowok ganteng tersenyum... dia bisa tersenyum. Rumor itu ternyata salah."

"Ochako bilang apa ya ke dia?"

"Ochako-chan..."

"Mina-chan? Kau memotret?"

"Kita butuh bukti, Tsuyu. Dan mengabadikan momen itu penting."

"Oh, kero. Nanti bagi ya."

"Siap."

"Aku juga mau."

"Sia—APAH. OCHAKOOOOOOO—"

"Demi Tuhan, apa yang ada di pikirannya?"

"Bisa-bisanya... Ochako-chan... di depan Midoriya-chan..."

.

.

Sementara itu, di sisi Ochako...

.

.

Sebenarnya, Ochako punya rahasia. Sesuatu yang bahkan tak pernah sekali pun ia katakan pada cermin di depannya, atau ia gumamkan dengan suara luar biasa lirih, di tempat paling sepi mana pun. Tidak pernah. Tidak boleh ada yang tau sekalipun itu hanya seekor serangga, tiupan angin, atau butiran debu di udara. Pun untuk ketiga sahabat yang saat ini ia buru-buru tinggalkan di belakang. Ochako sungguh-sungguh tentang itu.

Namun terlepas dari kesungguhannya itu, ia tetap keluar sebagai manusia tak berdaya. Tak bisa ia kendalikan semua orang untuk tetap tak melihat, sedang pada kenyataannya orang yang sadar atas rahasianya bahkan bukan orang yang ia kenal.

Tadinya ia tak kenal. Namun sekarang sudah dipastikan bahwa orang itu bernama Todoroki Shouto. Bodohnya ia memilih abai selama seminggu ini mengetahui bahwa orang itu tau. Jika bukan karena orang itu sendiri yang juga terlihat begitu acuh... Ochako bahkan terlalu gelisah untuk tau arti dari lirikan mata dua warna itu. Masalah terbesarnya adalah Todoroki saat ini sedang berhadapan dengan orang paling punya andil dalam rahasianya itu, Midoriya Izuku. Ochako hanya terlalu tergesa sampai tak sadar menarik lelaki berambut merah-putih itu menjauh dari dua teman lelakinya. Tidak peduli pada apa yang akan teman-temannya pikirkan di belakang sana.

Namun yang paling ia tak mengerti dari segala situasi ini ialah, melihat Todoroki Shouto tersenyum untuk pertama kalinya. Dan senyum itu tak lantas pudar bahkan setelah ia berkata;

"Akhirnya kau berbicara denganku. Senang bertemu denganmu... em, siapa namamu?"

"...Ochako. Uraraka Ochako."

"Aku Shouto. Todoroki Shouto. Senang akhirnya bisa mengetahui namamu, Uraraka."

Ochako seperti kehilangan tujuan, ia tidak mengerti. Ia tidak menyangka lelaki ini, setelah selama ini ia melihatnya selalu memasang wajah kaku tanpa ekspresi, dengan auranya yang juga terkesan dingin dan suram—sama saja seperti rumor yang ia dengar dari Mina, kini bisa tersenyum semudah itu kepadanya. Ia sulit berkata-kata saat ini.

"Ada yang ingin kau bicarakan, Uraraka?"

Ochako tersadar saat melihat ke arah Midoriya dan Iida.

"Kau... tidak mengatakan apa-apa ke Deku-kun, kan?" kembali ke tujuan awal.

"De.. ku?"

"Maksudku Midoriya."

"Ah," Todoroki menyempatkan diri melihat Midoriya ke belakang, "jadi ternyata 'itu' Midoriya, bukan Iida. Dia memang luar biasa. Aku mengerti."

"Apa maksudmu?"

"Apa maksudku? Maksudku selama ini kau naik kereta dan bekerja di—"

Lagi, Ochako melakukannya secara refleks. Sadar-sadar tangan kanannya telah membungkam mulut Todoroki, menghentikan ia dari melafalkan kalimat selanjutnya.

"Jangan teruskan." Ochako berbisik, ia menarik tangan kanannya setelah itu.

Todoroki berkedip beberapa kali karena sempat kaget, lantas perlahan mengangguk paham.

"Maaf."

Hening sejenak. Gadis berambut coklat itu menggigit bibir, memainkan jemari, menunduk. Ia berfikir keras sebelum akhirnya cepat-cepat mengadah karena lelaki di depannya mulai kembali berbicara.

"Uraraka. Mari mengobrol di kafe biasa. Kau pasti punya banyak hal untuk dikatakan, dan aku juga."

"Tapi—" Ochako melihat Midoriya dan Todoroki bergantian, "aku—kau—"

"Kau tau sendiri, aku tidak berkata pada siapapun. Padahal selama seminggu ini kau begitu percaya padaku." Lelaki itu tersenyum kembali, menenangkan, "aku ada proyek bersama dengan Midoriya dan Iida. Tidak perlu cemas, aku cukup profesional. Terlebih kalau kau dan aku bicara panjang di sini, Uraraka bisa ketinggalan naik kereta bersama Midoriya."

Ochako lagi-lagi tidak mengerti. Alasan mengapa ia begitu tergesa melangkah ke arahnya bukan untuk ditenangkan seperti ini. Tadinya ia akan menyerang murid dari kelas akselerasi itu dengan ratusan pertanyaan, menyudutkannya seolah dia telah berbuat salah, dan bahkan mengancamnya dengan ancaman sekeras-kerasnya. Tapi nyatanya tidak mengalir seperti itu. Ia malah menjadi seperti segumul air yang memadamkan sulutan api di sebuah korek. Ochako jadi ingin memberinya senyuman. Tidak, ia sudah memberinya sejak tadi. Sejak orang itu selesai berkata dengan kalimat profesionalnya.

Ini senyuman pertama Ochako untuknya. Dan Todoroki membalasnya tanpa ragu.

Keduanya saling senyum tanpa sadar ada lima orang yang salah paham soal apa yang terjadi di antara mereka.

.

.

To be continued...

..

...

...

Pripiw next chap (macem di drama-drama gitu loh);

Ochako terperangah sementara Todoroki hanya berwajah datar. Mina merasa ditikung sedangkan Tooru masih tetap tak terlihat. Midoriya mulai pensaran, "ada apa denganmu dan Todoroki-kun?" sementara Iida doesn't give a shit.

And this preview is a joke, tbh. I'm just trying to tell you to look forward for the next chap. Please. Hehe. Oh! And thank you for reading! I love you! I love your review too! See you!

.05122018.