Suasana makan malam dikeluarga Jeon berlangsung dengan tenang, hanya terdengar suara dentingan sendok dan sumpit yang bertemu porselen. Sepasang suami istri diantara keempat orang yang tengah menyantap makanan sesekali bertukar pandang dan tersenyum satu sama lain. Seorang lelaki berkacamata besar yang hampir menutupi sebagian wajahnya terlihat menyantap makanannya dengan canggung, Ia tak berani melepaskan pandangan dari piring di hadapannya. Dan seorang lelaki lagi yang sama sekali tak peduli dengan suasana di sekitarnya. Lelaki bertubuh jangkung itu melahap makanannya dengan lahap.

"Ehm!" Tuan Jeon membersihkan mulutnya dengan serbet dan berniat memulai pembicaraan.

Nyonya Jeon dan dua lelaki lainnya mengarahkan pandangan pada kepala keluarga baru mereka tersebut.

"Ayah senang sekarang kita bisa tinggal bersama. Kita tidak perlu berjauh-jauhan lagi," Tuan Jeon melirik Nyonya Jeon yang tersipu sementara si lelaki jangkung memutar matanya dengan jengah

"Ya, Ibu juga senang sekarang Ibu punya dua jagoan yang tampan," Nyonya Jeon mengelus kepala si lelaki jangkung yang terlihat tidak nyaman, Ia belum terbiasa dengan sentuhan itu. "Jimin, mulai besok kau akan bersekolah di tempat yang sama dengan Jungkook. Ibu sudah mengurus semuanya, kau hanya perlu melapor pada guru barumu besok," ucap Nyonya Jeon sambil tersenyum pada lelaki berkacamata yang Ia panggil Jimin.

"Jungkook akan mengantarmu ke sekolah. Kalian akan berangkat bersama mulai besok. Jungkook, berbaik hatilah pada Hyung-mu, ya," kali ini Tuan Jeon yang tersenyum pada Jungkook, si lelaki jangkung.

"Aku mengerti Ayah," jawab Jungkook tanpa melirik siapapun. Ia tidak peduli dengan apapun yang dikatakan orang tuanya, Ia hanya ingin cepat masuk kamar dan tidur.

"Bagaimana denganmu, Jimin?" tanya Tuan Jeon.

Jimin tampak sedikit terkejut, tapi Ia langsung menundukkan kepalanya, "I-iya, aku mengerti, A-ayah..." jawab Jimin. Jimin masih sedikit canggung untuk memanggil Tuan Jeon dengan sebutan Ayah. Ia tak pernah memanggil siapapun dengan sebutan Ayah selama kurang lebih tujuh tahun dalam hidupnya. Tapi mendapat kesempatan untuk memanggil orang 'Ayah' lagi membuat hati Jimin lega.

"Sekarang kalian boleh kembali ke kamar. Kalian butuh istirahat untuk ke sekolah besok," Nyonya Jeon bangkit dari duduknya dan mulai membersihkan piring-piring yang mereka gunakan. Tiba-tiba Jimin ikut bangkit dan melakukan hal yang sama dengan Ibunya. "Aku akan membantu Ibu."

Nyonya Jeon tersenyum pada Jimin, "Tidak perlu. Kau istirahat saja dengan Jungkook. Ibu yang akan membersihkan semuanya, oke?" Jimin sedikit merengutkan wajahnya ketika Nyonya Jeon menolak bantuannya tapi Jimin tidak punya pilihan lain untuk menolak.

"Aigoo, Jimin manis sekali. Kali ini biarkan Ibumu yang membersihkan sendiri, kau pasti kelelahan memindahkan barang-barangmu kesini dan kau harus sekolah besok. Kau butuh istirahat Jimin. Nah, sekarang pergilah ke kamarmu dan tidur yang nyenyak," Tuan Jeon memberikan isyarat melalui tangannya agar Jimin dan Jungkook segera melakukan apa yang Ia katakan.

Dengan tidak enak hati, Jimin melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan, disusul oleh Jungkook yang berjalan di belakangnya.

Jimin memasuki kamar yang Ia tempati bersama Jungkook. Ada dua kasur yang diletakan bersebrangan dan saling menempel di dinding. Di antara kasur terdapat sebuah meja yang digunakan untuk lampu tidur. Lemari pakaian diletakan di samping pintu kamar mandi. Kamar yang sederhana dan cukup luas untuk dua orang lelaki yang tinggal di dalamnya.

Jimin merebahkan dirinya di atas kasur di sebelah kiri. Kasur yang di sebelah kanan adalah milik Jungkook, dan terlihat lebih berantakan. Jimin baru saja akan memejamkan matanya ketika Ia mendengar suara pintu yang ditutup dan langkah kaki seseorang. Jimin langsung duduk dari posisinya dan melihat dengan canggung ke arah Jungkook yang kini duduk bersebrangan dengannya.

"Hyung, ada yang ingin kusampaikan padamu," Jungkook terlihat serius, matanya menatap lurus pada Jimin yang terlihat gugup. Jimin belum terbiasa dengan Jungkook yang terlihat lebih dewasa dan kuat dibanding dirinya. Yang benar saja, padahal Jimin lebih tua tapi Ia terlihat seperti anak kelas lima SD yang dihadapkan dengan anak SMA yang populer.

"T-tentang apa?" Jimin berusaha untuk tidak gemetaran tapi aura Jungkook yang mengintimidasi Jimin membuatnya kehilangan kepercayaan atas dirinya sendiri.

"Aku..." Jungkook membungkukan badannya, menatap lebih lurus pada Jimin, "hanya akan memperlakukanmy sebagai Hyung ketika kita berada di luar sekolah. Tapi selama di sekolah, kau hanyalah seniorku. Aku akan bertingkah seolah aku tidak mengenalmu sama sekali. Tidak ada yang boleh tahu kalau kita adalah saudara tiri."

Jimin terkejut dengan apa yang barusan dikatakan Jungkook. Apa anak ini baru saja mengatakan bahwa dia tidak akan mengakui Jimin di sekolah?

"Bagaimana dengan marga kita yang sama?" Jimin terdengar tidak yakin. Orang-orang bisa saja memikirkan hal yang aneh mengingat mereka memiliki marga yang sama tanpa hubungan apapun.

"Hyung, apa kau bodoh? Begitu banyak orang yang memiliki marga yang sama. Lagipula kita tidak ada hubungan darah dan kau sama sekali tidak mirip denganku. Tidak akan ada yang berfikiran bahwa kita saudara kecuali kita menunjukannya."

Jimin cukup tersinggung ketika Jungkook mengatakan bahwa Ia sama sekali tidak mirip dengan Jungkook. Tanpa perlu Jungkook peringatkan, Jimin sudah tahu kalau Jungkook lebih tampan darinya, dan lebih keren. Ah membuat kesal saja, batin Jimin.

"Baiklah-baiklah, aku mengerti," ucap Jimin sambil sedikit mengerucutkan bibirnya, masih sedikit kesal dengan perkataan tadi.

"Tapi, memangnya kenapa kalau sekolah tahu?" hal ini tidak bisa tidak terpikirkan oleh Jimin. Memangnya untuk apa Jungkook menyembunyikannya dari sekolah? Lagipula Jimin tidak berniat mengganggu kegiatan Jungkook di sekolah sama sekali.

"Tidak perlu tahu dan aku tidak akan memberitahumu satu kalipun," Jungkook mulai merebahkan diri di atas kasur empuknya, bersiap untuk terlelap.

"T-tapi..."

"Selamat tidur."

Jungkook menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya dan bergumam pada Jimin untuk tidak lupa mematikan lampu sebelum tidur.

Jimin menghela nafasnya. Ia tidak punya cukup keberanian untuk membangunkan Jungkook dan menanyakan kembali alasan atas permintaannya tadi (atau lebih tepatnya paksaan). Jimin hanya bisa memandang punggung Jungkook yang tertutupi selimut.

"Hey, setidaknya kau harus sikat gigi sebelum tidur." Tidak ada jawaban, tentu saja.

Pada akhirnya hanya Jimin yang menyikat giginya dan mematikan lampu kamar sebelum beranjak menuju kasur. Ia harap semuanya akan berjalan baik-baik saja. Tidak akan menjadi hal yang sulit untuk menganggap Jungkook bukan siapa-siapanya selama di sekolah. Jimin bahkan tidak yakin kalau hubungan mereka akan sedekat itu.

Jimin melirik sekali lagi pada punggung Jungkook yang menghadap padanya dan menghela nafas sebelum benar-benar terlelap.

First chapter! Thanks for reading my first KookMin fanfict