Musim panas di China bukanlah musim favorit turis. Matahari yang bersinar begitu cerahnya membuat sebagian orang enggan untuk sekedar keluar rumah. Namun ditengah perkotaan Beijing yang sibuk ini, seorang pemuda tampan bak titisan dewa berjalan dengan angkuhnya di sepanjang trotoar. Kemeja putih yang melekat pas di tubuh atletisnya dan celana hitam khas eksekutif muda menunjukkan bahwa pemuda ini bukanlah seorang turis. Kacamata hitam ray ban bertengger manis di hidungnya.
Semua orang yang berpapasan dengannya selalu berdecak kagum dan terperangah namun ia tak begitu perduli. Tujuannya hanya satu, melarikan diri dari kepenatannya dan tenggelam di keramaian asing. Akan tetapi kegiatan itu terganggu oleh ponsel di saku celananya yang bergetar berkali-kali hingga membuatnya jengah. Dengan terpaksa ia akhirnya mengangkat telepon tersebut.
"Wae?!"
"Yah, Oh Sehun! Bagaimana mungkin kau pergi begitu saja ditengah-tengah rapat? Kau gila ya?" cerca orang di sambungan tersebut.
"Ck, aku malas berlama-lama dengan para penjilat itu."
Umpatan demi umpatan terdengar diujung telepon. Kentara sekali orang disana kesal luar biasa mendengar jawaban tersebut. "Kau pikir aku tidak, hah? Ppalli dorawa! Kau itu direkturnya, aku hanya wakil, bodoh!"
"Chanyeol, aku percayakan padamu. Kututup teleponnya." Tanpa rasa berdosa pria bernama Oh Sehun ini mengakhiri telepon itu begitu saja. Kali ini ia mematikan ponselnya agar ketentramannya tidak terganggu kembali.
Sehun menghela napas sebelum kembali berjalan. Ia meraih headset pada saku celananya dan mulai memasangkannya pada telinga. Aplikasi musik yang terhubung wireless dari jam tangannya ke headsetnya mulai melantunkan lagu-lagu beraliran rock yang menulikan pendengaran. Namun tidak bagi Sehun. Ia menyukainya dan menghentak-hentakan langkahnya sesuai beat dan tenggelam dalam dunianya.
Hingga ia tidak menyadari lampu penyeberangan telah berubah menjadi merah kembali. Dan detik berikutnya suara klakson mobil yang memekakkan telinga mengalahkan bunyi music di telinga Sehun.
Kejadiannya begitu cepat hingga Sehun lupa ia bernapas atau tidak. Detik ia menyadari dirinya masih hidup, saat itu juga tatapannya perlahan kembali focus. Kini di depannya terdapat wajah seorang gadis dengan raut khawatir.
Gadis itu berbicara sesuatu dalam bahasa China yang tidak Sehun mengerti. Ia hanya melongok menatapnya hingga gadis itu mengibaskan telapak tangannya di depan wajah Sehun menyuruhnya focus.
"I don't understand." Ucap Sehun yang membuat gadis itu menghela napas paham.
"I said, are you okay, Sir? Can you stand?" ucapnya kali ini dalam bahasa Inggris.
"Yes, I'm okay." Sehun hanya dapat merespon seperti itu dan mulai mencoba bangkit untuk berdiri.
"Good. You better not move too fast. Paramedics will be here in any minutes." Ujar gadis itu dan menuntun Sehun menuju trotoar untuk duduk.
Kerumunan manusia yang menonton kejadian tadi semakin ramai membuat Sehun memegang kepalanya, pusing. Ia tidak pernah menjadi penggemar dari kebisingan. Ditambah lagi ia baru saja mengalami kejadian hidup dan mati. Gadis yang membantu Sehun berjongkok begitu melihat Sehun memegang kepalanya.
"Is it hurt?" tanyanya. Sehun menggeleng sebagai jawaban. "Just dizzy."
Gadis itu mengangguk dan meletakkan sebuah botol minum berwarna biru disebelah Sehun. "You can drink it. It's just a mineral water but I think it might help to calm your shock."
Sehun meraihnya dan meminum beberapa teguk. Benar ucapan gadis itu, Sehun merasa sedikit baikan. Sebelum ia bisa mengucapkan terimakasih, suara sirine terdengar. Gadis itu beranjak dari tempatnya membuat Sehun mendongak menatapnya. Disitulah ia menyadari lengan baju tangan panjang sebelah kanan gadis itu terkoyak memperlihatkan luka berdarah. Anehnya, gadis itu seperti tidak menyadarinya. Detik berikutnya petugas paramedic menghampiri Sehun dan gadis itu menjelaskan sesuatu padanya dalam bahasa China sambil menyembunyikan tangannya. Petugas itu mengangguk mengerti dan berlutut di depan Sehun. Sehun menyadari bahwa gadis itu sebenarnya tahu dirinya terluka, namun mengapa ia seakan tidak merasa sakit dan menyembunyikannya dari petugas?
"Good afternoon, Sir. Mind if I check your condition?"
Sehun tidak begitu menghiraukan petugas tersebut. Fokusnya terpaku pada gadis penolongnya yang kini berlari kecil menyebrangi jalan, menjauh. Sehun ingin sekali menyusul namun petugas paramedic di depannya menghentikan pergerakannya.
"Sir?"
"That girl! She's hurt. I'm fine but she's not. Her hands bleeding pretty bad. Don't you see it?"
Petugas itu mengerutkan dahinya mendengar jawaban Sehun. Ia membalikkan badannya namun sosok gadis yang berdiri disana beberapa detik yang lalu memang telah pergi. Sehun berdecak kesal. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia hampir meregang nyawa di negara asing dan diselamatkan oleh seseorang yang bahkan Sehun belum mengucapkan terimakasih sama sekali.
Hanya wajahnya, ransel abu-abu dipundaknya, pakaian kaos lengan panjang biru tua dan jins, rambut berkuncir kuda berwarna coklat madu, sneakers putih, dan bau bayi yang menguar dari gadis tersebut adalah hal yang diingat Sehun dari penolongnya.
"Sehun!" teriakan menggema itu serta gedoran di pintu apartemennya membuat Sehun membuka kasar pintunya.
"Kau cari mati, Park Chanyeol?!" ancam Sehun yang membuat tersangka kebisingan itu menyengir lebar.
"Ayolah kita keluar, mau sampai kapan kau bersembunyi di apartemenmu seperti ini? Ini bahkan sudah sebulan semenjak kita pulang dari Beijing." Chanyeol menerobos masuk ke dalam apartemen Sehun seenaknya dan mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.
Sehun hanya mendengus malas dan berniat kembali ke kamarnya untuk tidur, mengabaikan tamu kurang ajar ini. Memang sudah sebulan berlalu semenjak kejadian Sehun hampir mati tertabrak waktu itu. Semenjak itu, Sehun selalu menolak ajakan keluar dari Chanyeol dan teman-temannya sendiri. Ia lebih memilih berada di apartemennya menunggu kabar dari orang suruhannya yang berada di Beijing.
"Yah, mau kemana kau? Tidak ada gunanya juga kau tidur, Sehun-ah! Guardian angel mu itu tidak akan turun dari langit lagi untuk kedua kalinya." Chanyeol sengaja menekankan kalimat akhir dengan nada ejekan membuat Sehun menatap kearahnya garang.
"Apasih maumu, Yeol?" ancam Sehun dengan aura mematikannya.
Chanyeol sebenarnya gugup juga jika Sehun sudah mengeluarkan aura seperti ini. Namun sebagai sahabat yang baik, menurutnya obsesi Sehun pada gadis penolongnya itu sudah tidak sehat. Lagipula kebenaran ada atau tidaknya gadis itupun tidak jelas. Sehun sudah menyewa detektif di Beijing untuk menemukan gadis itu namun ciri-ciri yang diberikan Sehun terlalu absurd sehingga sampai sekarang belum ada kemajuan mengenainya. Ratusan profil gadis berambut coklat madu yang tinggal di Beijing telah Sehun lihat namun tidak ada satupun wajah yang sama dengan penolongnya.
"Aku mau kau kembali menikmati hidup. Jika memang gadis itu nyata, kau pasti akan bertemu lagi dengannya tanpa harus meneliti setiap wajah gadis di Beijing." Nasehat Chanyeol sambil menepuk pundak Sehun. "Ayolah, Sehun-ah. Lagipula hari ini Jongdae baru kembali dari Jepang, kau tidak mau menyambut sahabatmu?"
Sehun menghela napas panjang dan menyingkirkan tangan Chanyeol dari pundaknya. "Baiklah demi Jongdae. Biarkan aku bersiap dulu."
"Yeah! Tentu saja, jangan lama-lama, eo? Jongdae sudah menunggu di parkiran mobil."
Sehun menyipitkan matanya. "Kalian sudah merencanakan ini ya?"
Chanyeol kembali memberikan cengiran bodohnya, "Kami taruhan apakah kau akan setuju ikut atau tidak. Dan aku menang jadi Jongdae harus mentraktir kita hingga limit kartunya habis, hahaha!"
Suara tawa bahagia Chanyeol menggelegar membuat Sehun menggelengkan kepalanya. Ia heran sendiri dengan dirinya. Bagaimana bisa ia bersahabat sedari sekolah dasar dengan orang yang begitu konyol seperti Chanyeol dan bodoh (polos) seperti Jongdae hingga umur mereka 25 tahun? Keajaiban mungkin, ya keajaiban.
Mereka sudah berada di kedai bubble tea langganan Sehun lantaran Sehun tidak ingin minum hal lain selain bubble tea. Meskipun ini adalah penyambutan Jongdae, namun karena ia 'tamu yang paling ditunggu' jadilah keputusan berada di tangan Sehun.
"Silahkan mau pesan apa?" seorang pramuniaga menghampiri meja mereka untuk mencatat pesanan.
"Bubble tea cokelat 1, original 1, dan hazelnut 1." Jawab Sehun, Jongdae, dan Chanyeol bergantian.
"Di tunggu, lima menit, ya." ucap pramuniaga tersebut dengan senyuman luar biasa ramah.
Bagaimana tidak? Tiga orang pemuda yang kadar ketampanannya kelewat tinggi itu berhasil menarik banyak sekali perhatian dari pengunjung. Pengunjung yang kebanyakan bergenre perempuan kini sibuk berbisik dan melihat terkagum-kagum pada mereka. Chanyeol sebagai player nomor satu tentu saja menebarkan senyum mempesonanya yang membuat gadis-gadis tersebut memekik nyaris pingsan.
"Berhentilah melakukan itu, Yeol!" Jongdae saja yang biasanya tidak peduli kali ini menegur Chanyeol karena sikapnya benar-benar bikin malu.
"Waeyo? Aku kan hanya memberikan fan service." Jawab Chanyeol.
"Kau pikir kita artis apa? Bodoh." ketus Sehun. Chanyeol hanya berdecih mendengarnya dan memilih mengobrol dengan Jongdae sambil menunggu pesanan mereka datang.
Suara gemerincing lonceng di pintu masuk terdengar pelan teredam dengan dengungan para gadis di dalam kedai. Namun hal itu masih dapat ditangkap oleh indera pendengaran Sehun karena letak bangku mereka yang tidak jauh dari pintu masuk. Seakan dunia berhenti bergerak, bola mata Sehun membulat sempurna ketika matanya melihat sosok yang duduk dua meja dari tempatnya.
Secara tak sadar, seolah tubuhnya memiliki kehendak sendiri, Sehun berdiri dan berjalan menghampiri sosok tersebut. Jongdae dan Chanyeol yang tadinya sedang sibuk mengobrol menatap heran pada temannya yang tiba-tiba saja beranjak.
"Sehun-ah? Kau mau kemana?" tanya Jongdae yang tidak dihiraukan oleh Sehun.
Saat ini pendengaran Sehun tuli. Kakinya memiliki kehendak sendiri. Dan matanya tertuju hanya pada satu titik.
Bodoh? Mungkin benar ungkapan itu karena Sehun tiba-tiba saja menarik kursi yang berada di depan sosok tersebut dan duduk disana. Keterkejutan tercetak jelas di mimic wajah sosok di depannya namun Sehun tidak peduli.
'Ah akhirnya aku melihat wajahnya lagi. Mata itu.. apa memang matanya berbinar seperti ini saat pertama kali kami bertemu?' Sehun melakukan monolog dengan dirinya sendiri.
Sosok yang menjadi objek penglihatan Sehun kini mengerenyit membalas tatapan Sehun. Jujur saja ia gugup di tatap seintens itu oleh orang yang tidak ia kenal dan sayangnya luar biasa tampan.
"Chogiyo ahjussi, meja ini sudah aku tempati duluan. Kau bisa mencari meja kosong lainnya."
'Suaranya bisa kudengar kembali.' Batin Sehun. Namun setelah itu gentian Sehun yang mengerenyit, ahjussi? Apakah dirinya terlihat setua itu? Hei, dia baru 25 tahun! Meskipun memang sosok di depannya terlihat seperti anak 18 tahun tapi tidak menjadikan dirinya wajar dipanggil dengan sebutan ahjussi.
Sehun mengontrol kembali emosinya dan menampilkan wajah andalannya, stoic face. "I'm not an ahjussi."
Lawan bicara Sehun kini makin dibuat bingung sehingga ia menggembungkan pipinya tanpa sadar membuat tangan Sehun tiba-tiba gatal ingin menangkupnya. "Then, what do you want in here? Obviously, I'm the first one who takes this table."
"I wanna say thank you." Seorang Oh Sehun yang terkenal dengan tampang datarnya kali ini tersenyum begitu tulus kepada orang di depannya. Hal ini membuat suasana kedai menjadi lebih ribut karena kadar ketampanan Sehun melesat bak roket. Namun berbeda dengan dua sahabatnya yang melongok begitu lebar. Pasalnya mereka saja yang sudah berteman dengan Sehun belasan tahun bisa dihitung jari melihat wajah Sehun seperti saat ini.
"Padaku? Atas dasar apa?" Sosok di depan Sehun semakin tidak mengerti dengan lawan bicaranya. Sungguh ia ingin cepat-cepat mendapatkan pesanannya dan kabur dari tempat ini. Suatu kesalahan pergi kesini sendirian tanpa sahabatnya.
Sehun terperangah mendengar jawaban gadis itu. Ia lalu menyadari bahwa gadis ini bisa berbahasa Korea. Apa mungkin Sehun salah orang? Kalaupun iya, tas ransel abu dengan gantungan perak khas yang Sehun yakini handmade tersebut, dan sneakers putih yang sama persis seperti hari itu merupakan bukti penguat bahwa orang di depannya adalah orang yang sama.
'Apa mungkin mereka kembar?' Sehun mulai menerka namun segera mengenyahkan pemikiran tersebut.
"Sebulan yang lalu kau berada di Beijing, kan?" Sehun langsung melontarkan pertanyaan tersebut membuat sosok di depannya membulatkan matanya terkejut.
"Lengan kananmu apakah sudah diobati?" tanya Sehun kembali membuat sosok itu secara reflex memegang lengan kanannya sendiri.
"K-kau siapa? Bagaimana kau bisa tahu?" ucap sosok itu tergagap dan raut ketakutan mulai muncul di wajahnya.
Kini giliran Sehun yang dibuat heran. Semua pertanyaannya menunjukkan bahwa sosok itu memang orang yang sama jadi kemungkinan kembar bisa di tepiskan. Namun mengapa sosok itu masih tidak mengenalnya?
"Kau.. tidak ingat padaku, nona?" tanya Sehun lirih tak percaya yang di jawab dengan gelengan kepala oleh gadis di depannya.
Seorang Oh Sehun, direktur perusahaan elektronik ternama Korea Selatan yang sudah mulai merambah China, jenius bertangan baja dengan sikap dingin yang disegani banyak orang, berfisik tampan layaknya dewa, pesona mematikan yang membuat setiap wanita jatuh cinta, dilupakan begitu saja oleh gadis kecil yang sudah Sehun cari selama sebulan ini?!
Daebak.. kini Sehun merasa harga dirinya jatuh beberapa level.
