HEY

SAI X INO

DESCLAIMER: I OWN NOTHING

DRAMA ROMANCE

MIND TO REVIEW?

HAPPY READING

.

.

.

.

.

Bagian 1

Hitam. Semua hitam. Ia hanya bisa melihat hitam. Matanya menerawang mencari cahaya. Ia tidak bisa melihat apa-apa. Ia hanya merasakan ia sedang berpijak di atas genangan air. Ia tidak tahu ini apa. Ia ada di mana. Namun, ada dorongan dalam dirinya yang membuatnya mengambil langkah. Satu. . Ia terus melangkah pelan. Berjalan entah ke mana. Pikiran dan raganya seakan tidak sejalan. Jauh terus ia melangkah. Suara gemericik air terdengar setiap ia memijakkan kaki. Ia terus berjalan seperti sedang berada di terowongan tanpa akhir. Akhirnya tidak jauh dari tempat ia berada ada setitik cahaya putih. Ia berjalan mendekatinya, dengan harapan menemuka ujung dari tempat ini. Semakin ia dekat cahaya itu semakin terang. Namun, yang dia temukan di ujung sana bukanlah jalan keluar. Badan kecil sedang meringkuk dan terisak. Dia takut untuk melakukan interaksi dengannya. Namun, ada sesuatu yang familiar tentang anak itu. Secara otomoatis ia menepuk pelan pundak anak iu. Isakannya tiba-tiba terhenti. Anak itu lalu berbalik dan mendongakkan kepalanya. Kedua bola mata kelam saling bertatapan. Ia tahu siapa itu. Ia tenggelam dalam gelapnya mata anak itu. Perlahan-lahan hitam menyelimutinya, hingga ia bebaur dengan suasana gelap di sekitarnya.

Sai terbangun, peluh menyelimuti dahinya. Ia menatap langit-langit kamarnya. Gambar klasik seekor burung yang terbang di awan. Ia tidak bisa kembali tidur. Tidak setelah mimpi buruk itu. Ia mengalaminya lagi. Sai menghela napasnya perlahan dan bangkit dari tempat tidur segera menuju kamar mandi dan mencuci wajahnya. Dinginnya air dari keran sedikit memberinya kesadaran akan dunia sekitarnya. Pikirannya agak kabur. Ia butuh udara segar. Ia menatap jam dinding yang menunjukkan pukul dua subuh. Dengan segera Sai meraih jaketnya yang digantung di balik pintu dan menghilang bersama kelamnya subuh.

Ia berjalan di heningnya malam. Angin menusuk tulang membuatnya sedikit menggigil. Konoha saat malam agak sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang. Saling menatap curiga satu sama lain saat berpapasan. Berbeda dengan Kirigakure, tempatnya menghabiskan masa kecil. Sai mengepalkan tangannya, meniupnya, dan menggosoknya. Berharap itu bisa mengurangi rasa dingin yang membekukan tangannya. Tak jauh dari tempatnya berpijak ia melihat sebuah kedai dengan papan nama neon yang sangat terang. Serasa ditarik ke tempat itu, ia segera mempercepat langkahnya. Ada perasaan yang menyuruhnya ke sana saat itu juga.

Bunyi gemerincing berbunyi perlahan saat ia membuka pintu. Beberapa orang lalu menatap dirinya, bertanya siapa yang masuk ke sini pada jam-jam setan. Saat menyadari itu hanya pemuda kurus mereka lalu berbalik, kembali mengalihkan pikiran pada televise yang memutar re-run berita siang tadi. Hanya ada lima orang dalam kedai ini. Dua orang pria yang tadi menatapnya, seorang pelayan wanita agak gemuk yang sedang melap counter, seorang koki, dan seorang gadis berambut pirang panjang yang sedang sibuk membaca buku tebal dihadapannya. Sai lalu mengambil tempat dua meja dari si gadis, tapi berhadapan langsung dengannya. Pelayan gemuk itu lalu menghampirinya. Sai melihat papan nama yang ditulis dengan huruf indah menghiasi seragam merah jambunya. Noura. Itu namanya.

"Mau pesan apa bocah?" Tanya wanita itu. Tidak perlu ditanya lagi ia bisa menebak dari matanya bahwa wanita itu lelah. Berharap gilirannya segera berakhir. Sai mengerucutkan bibirnya menatap menu. Lalu menentukan pilihan pada kopi hitam. Wanita itu segera pergi.

Sai kembali memerhatikan sekelilingnya. Desain dari kedai ini sangat vintage dengan foto Elvis Presly dan The Beatles. Ia lalu memandang televise, melihat berita mengenai badai yang terjadi di Suna. Fokusnya pada berita di televise terpecah saat mendengar rutukan kecil. Sai lalu memusatkan perhatiannya pada gadis itu. Tampaknya ia mendapat sedikit paper cut, pikir Sai dalam hati. Gadis itu mengulum jari telunjuknya, berharap darahnya segera berhenti mengucur. Sai ingin memberinya pembalut luka yang ada di saku jaketnya. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Sesuatu menahannya untuk melakukan itu. Ia hanya bisa melihat gadis itu melapisi telunjuknya yang tergores dengan kertas tisu dan ia kembali fokus pada buku di hadapannya. Sai terus menatap gadis itu. Entah ada apa dengannya, tapi ia merasakan suatu energy yang membuatnya sangat tertarik. Dengan segera Sai mengeluarkan pulpen dari saku dan mulai menggambar di atas kertas tisu. Ia terus menggambar. Sesekali menatap gadis itu untuk mendapatkan detail yang baik. Merasa sedang diperhatikan gadis itu lalu menatap Sai lama. Sedikit memberinya tatapan tajam dan kembali menundukkan wajah. Membaca bukunya.

Sai terpukau dengan mata gadis itu. Warna yang paling indah yang pernah dilihatnya. Apakah itu biru? Bukan, tadi itu hijau. Ataukah gabungan dari keduanya, pikir Sai. Ia sangat terpesona dengan warna itu. sangat berbeda dengan warna kelam yang terus menghantuinya belakangan ini.

Tidak lama kemudia seorang lelaki berambut hitam masuk ke dalam kedai dan segera duduk di hadapan sang gadis. Mereka berbisik. Ada sedikit ketegangan dari percakapan mereka. Tak lama kemudian lelaki itu beranjak dari kursinya dan keluar. Si gadis dengan segera membereskan buku-bukunya, meletakkan beberapa lembar uang di dekat gelas tehnya. Lalu mengikuti langkah lelaki itu. Ia tentu saja tidak pergi tanpa satu tatapan terakhir yang ditujukan kepada Sai. Suara gemerincing bel kembali berbunyi.

Diikuti pintu yang perlahan tertutup, diikuti bersama perginya si gadis. Sai tidak tahu apa yang ia rasakan di dadanya. Yang ia tahu hanyalah ia harus kembali bertemu dengan si gadis.

TBC

Note:

Hai semua, untuk teman-teman yang membaca cerita Enchanted terima kasih atas reviewnya. Sesungguhnya aku tidak tahu cara untuk membalas review jadi akan kutulis di sini saja. Berhubung sedang membahas cerita satu itu, aku masih bimbang apakah akan dilanjut atau tidak. Memang seperti tidak selesai, tapi aku tidak bisa menemukan ide untuk melanjutkannya. Meskipun begitu, masih ada kemungkinan untuk melanjutkannya. Maybe someday in the near future.

Anw kita bahas tentang cerita ini. Awalnya aku ingin membuat pairingnya Naruhina, tapi ada sesuatu tentang Saino yang lebih cocok untuk cerita ini. Jadi, inti dari cerita ini adalah perasaan bagaimana kacaunya jatuh cinta pada seseorang. Layaknya yang aku rasakan saat mendengar lagu Hey dari Pixies (If you haven't heard it you should because it's amazing) dan tentu saja judul dari fanfic ini juga diambil dari lagu itu, karena terinspirasi olehnya. Anyhoo jangan lupa untuk review ya teman-teman, kalau tanggapannya baik akan aku lanjut. Ciao. Xoxo.