disc: knb © fujimaki tadatoshi. no profit gained, no copyright infringement intended
warn: ooc shounen-ai alay mostly AU
note: morizuki all-genre. entah kesambet apa bikin ginian padahal gabisa semua genre lel. mungkin karena kokoro ini lelah jadi tumbal keunyuan mereka. nggak gomen karena angst yang duluan hAHA
[ red string of fate ] –angst
.
.
(Dia adalah elang yang tidak bisa terbang.)
Mungkin jika seluruh manusia diberi kesempatan untuk memilih kemampuan khusus apa yang akan dimilikinya selama hidup, Izuki tidak akan menggunakan kesempatan itu untuk memilih kemampuan melihat benang merah takdir—karena sungguh, siapa yang mau? Selama tujuh belas tahun hidupnya ia hanya mengernyitkan dahi dan menganggap kemampuan yang dimilikinya ini konyol. Izuki merasa ia tidak pernah membutuhkan kemampuan untuk bisa melihat the red string of fate, kecuali dirinya adalah kakak perempuannya yang bimbang masalah jodoh tiga jam sekali.
Mungkin kalau segalanya berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan, Izuki akan berpikir untuk mulai menyukai kemampuan yang diberikan padanya ini—
—namun takdir memutuskan untuk mengkhianatinya.
Izuki menemukan dirinya menelusuri benang merah yang menghubungkan kelingkingnya dengan kelingking orang lain yang jauh di sana, dalam dekapan angin dingin bulan Desember yang menusuk tulang. Ia tak peduli seberapa jauhnya ia melangkah, ia hanya ingin menemukan ujung benang merahnya, sesederhana itu. Lalu bicara padanya. Tentang hal-hal yang terjadi di pertandingan hari ini, baik yang patut diberi decak kagum atau tawa geli. Tentang udara hari ini yang dingin. Tentang betapa konyolnya kehidupan Izuki dan bagaimana dia harus melihatnya.
Izuki tidak peduli lagi. Hidupnya sudah begitu konyol sejak awal. Ayolah, benang-benang merah itulah yang membuat dirinya bisa bertindak seabsurd ini.
"Hai. Maaf mengganggu malam-malam begini."
Iris abu-abu itu sudah menemukan ujung benangnya dan ia menyapa dengan suara riang.
"Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu."
Izuki menundukkan kepala, mengamati jari kelingkingnya yang terikat dengan benang merah—aku masih tetap menganggapmu konyol sampai sekarang, begitu bisiknya kepada benang merah yang tak bertelinga itu.
"Moriyama-san, kau akan membenciku karena ini, tapi kumohon—aku tidak bisa lagi..."
Lututnya yang bergetar hebat jatuh ke atas jalan batu yang debunya sudah mulai ditutupi salju, isak tangis kecil kini mulai terdengar. Izuki menahan isaknya dengan menutup wajahnya dengan syal, lalu mengangkat kepala perlahan-lahan dengan lapisan air di matanya yang memantulkan cahaya—menatap ujung benang merahnya. Terikat pada sebuah batu nisan dengan nama Moriyama.
Dahulu ketika Izuki masih menertawakan (dalam hati) gadis-gadis yang memiliki pacar padahal benang merah mereka sama sekali tidak terhubung, ia tak pernah berpikir tentang hal-hal yang mungkin terjadi. Seperti bagaimana jika mereka berdua yang benang merahnya terhubung tak pernah bertemu seumur hidupnya. Atau bagaimana jika takdir memutuskan untuk memanggil salah satu dari mereka ke dalam pelukan kematian terlebih dahulu.
Dan hal yang terakhir itu, ah—mungkin ini karma karena menyebutnya konyol.
Mereka bertemu tiga bulan yang lalu di sebuah pertandingan basket dan Izuki, lebih kaget dari siapapun juga, melihat ujung dari benang merahnya terikat pada kelingking anggota tim rival. Hal-hal klise lainnya—mereka betulan saling jatuh cinta dan berkencan—terjadi sebagai salah satu skenario takdir atas hidup kedua orang yang ditakdirkan bersama itu. Izuki sempat berpikir naif, karena mereka terikat oleh benang merah tentulah mereka akan hidup bersama, bahagia selamanya; namun terkadang takdir itu adalah seorang brengsek yang mempermainkan manusianya seperti puppeteer.
Pemuda itu menggumam, dengan mata tetap tertuju pada ujung benang merahnya. "Kautahu? Seberapapun bencinya aku terhadap kemampuanku, aku ... aku berterimakasih karena bisa bertemu denganmu."
Kilat benda tajam muncul dari balik mantel Izuki.
"Besok, apakah kita masih bisa bertemu ya?"
(Salah satu sayapnya sudah terlanjur patah.)
"Terima kasih, Moriyama-san," air mata mengalir deras dari ujung-ujung matanya. "Selamat tidur."
Jari kelingkingnya jatuh ke atas jalan batu yang bersalju.
endnote: wait ini angst bukan.
credit dikit buat tante ncit yang prompt "i see the string of fate" nya saya pake disini ehe
