Halo, aku seneng banget akhirnya bisa nulis lagi, kayak beberapa bulan sebelumnya.

Aku minta maaf nggak bisa ngabulin request request kalian, dan kalo kalian perhatiin, ada beberapa fict yang aku hapus, hehehe.

Itu karena jelek, dan, yah, gitu deh. Nggak memuaskan aja. Aneh, abal-abal.

Fict yang aku sisain itu fict hasil request orang yang sempet aku buat, walau jelek, tapi nggak apa.

Dan aku disini, untuk menulis sebuah fict baru, dengan 'agak' niat.

.


.

Vocaloid © Crypton Future Media, Yamaha Corporation, Internet Co., AH Software, et cetera.

Warning alur kecepetan, typo(s), klise, cerita nggak lucu, melenceng dari genre, aneh.

Summary "Dunia kita berbeda," "..sesungguhnya kita sama."


.

Wizard

A fictional story

by: LittleMermaid23

.

.


"Nanti sore, kita ada kunjungan ke Bumi."

"Serius?"

Rinto mengibaskan jubahnya, lalu mengangguk.

"YES!"

.

Aku melonjak kegirangan. Aku suka sekali jika ada kunjungan ke Bumi. Walau dunia kita begitu indah, penuh dengan sihir, tapi tetap saja, Bumi itu sangat menyenangkan. Menyenangkan jika kita dapat tinggal disana, tentunya.

Namaku Kagami Rin, umurku tujuh belas tahun, dan aku adalah seorang penyihir. Hobiku membaca dan terbang dengan sapu terbangku, Piko. Selain itu, aku juga suka jalan-jalan ke Bumi, namun dengan tujuan tertentu seperti mengambilkan parfum Miku yang tertinggal kemarin.

Aku sering membaca kisah-kisah tentang penyihir dari novel yang dibuat oleh manusia. Mereka tidak pernah menuliskan novel yang tampak sama persis dengan keadaan disini. Mereka hanya tahu bahwa penyihir itu mengenakan topi hitam panjang, jubah hitam yang panjang dan menyapu tanah, serta menaiki sapu terbang.

Manusia juga kerap kali menulis bahwa penyihir memiliki tingkatan-tingkatan. Sebenarnya, hanya lima persen pernyataan mereka tentang dunia sihir ini yang benar.

.

Di dunia sihir yang sebenarnya, kita sama sekali tidak memiliki tingkatan-tingkatan. Yang berarti, kami semua sama. Hanya warna jubah saja yang berbeda. Dan itu juga dibedakan oleh dari keluarga apa mereka berasal.

Seperti keluarga Hatsune, mereka mengenakan jubah biru muda yang serempak. Keluarga Shion mengenakan jubah biru tua. Dan keluargaku mengenakan jubah hitam.

Tingkatan-tingkatan itu hanya akan menyusahkan kepala penyihir, katanya.

Penyihir memang mengenakan jubah panjang menyapu lantai, namun tidak selalu hitam. Penyihir tidak memakai topi hitam panjang. Dan tidak semua penyihir memiliki sapu terbangnya sendiri.

Karena ada beberapa penyihir, yang memang bisa terbang tanpa bantuan sapu terbang.

.

Aku memilih untuk menggunakan sapu terbang karena beberapa alasan. Satu; aku takut terbang sendirian, dua; aku butuh teman yang bisa diajak berbicara di kamarku, namun aku tidak suka menerima tamu, dan alasan yang terakhir; aku suka saja menungganginya.

Sapu terbangku berwarna cokelat muda. Dengan rumbai-rumbainya yang selalu berterbangan. Aku juga memberinya nama, dan namanya adalah Piko.

Piko bisa berubah menjadi anak laki-laki berusia dua belas tahun. Dia sudah kuanggap adikku sendiri. Ia sangat baik, lucu, dan menggemaskan. Dia yang selalu menemaniku di kamar.

Piko bisa berubah menjadi manusia saat aku menghendakinya, dan ia juga bisa berubah kembali menjadi sapu saat aku yang merubahnya. Sangat menyenangkan memiliki teman seperti Piko.

Saat kami berterbangan di udara, kami juga sering membicarakan hal-hal tidak penting yang kami lihat dari atas.

.

Pernah sekali, Piko membuatku hampir terjatuh saat kami sedang terbang dengan asyiknya. Ia cekikikan dan menggeliat saat ia melihat Miku sedang marah-marah dengan sapunya, kemudian ia membanting serta menginjak-nginjaknya. Kemudian ia baru menyadari bahwa sapunya yang asli ada di belakangnya. Sedang memandang takut ke arahnya.

Piko memang sahabat yang terbaik.

Ia bukan sapu biasa, percayalah. Ia memiliki mata dan mulut yang lucu seperti kartun. Namun, saat ia berubah menjadi manusia, kalian, para wanita pasti tidak akan berkedip melihatnya.

.

Aku tersenyum tipis.

Sekarang, Piko sedang tertidur di balik pintu dengan wujud sapunya.

Aku merapal mantra dengan mata terpejam. Dan seketika, warna-warna biru memenuhi kamarku. Aku sedang dalam tahap merubah Piko menjadi manusia.

Ups, aku sering mengatakan bahwa aku akan "merubah Piko menjadi manusia", padahal sebenarnya aku hidup di dunia sihir.

Sebenarnya, wujud penyihir sama sekali tidak berbeda dengan manusia. Hanya saja, struktur kerangka dan tengkoraknya yang berbeda. Namun, wujud luarnya tetap sama. Sama persis.

Oleh sebab itu, aku mengatakan akan merubah Piko menjadi manusia. Selain aku tidak bisa menemukan kosa kata yang tepat, jadi lebih baik mengatakan seperti itu.

BLEZZHH, BRAAAK!

Hampir saja. Aku terpental ke dinding merah muda yang melapisi kamarku. Selalu begitu. Setiap aku akan merubah Piko menjadi manusia, aku pasti terpental. Mungkin, aku belum terlalu bisa mengendalikan sihirku.

Dan sekarang, bagus sekali. Yang ada di hadapanku adalah lelaki berambut putih, um, mungkin sedikit perak sedang meringkuk seperti hamster dan terlelap.

Utatane Piko, kau memang tampan.

Aku tersenyum, lagi. Oh, konyol. Tidak mungkin, 'kan, aku jatuh cinta dengan sapuku?

.

"Rin Kaga-"

BRAAK!

"Rinto, bodoh! Ah, bodoh! Kau hampir saja menggencet Piko."

Rinto bergeming. Terlalu terkejut untuk berkata-kata. Diam dengan mata membelalak, mungkin kaget karena tiba-tiba saja aku berteriak.

"Piko? Apa? Siapa Piko?" Akhirnya Rinto berbicara, sambil membuka dan melihat ke balik pintu. Yang Rinto temukan hanyalah sapu terbangku. Dengan kata lain; Piko dalam bentuk sapu.

"Oh, Piko sapu terbangmu?" Rinto terkekeh. Rinto mengeluarkan Piko dan tempatnya.

"Hehehe, aku 'kan hanya takut kalau Piko-"

"RIN, KAU MENERIAKIKU HANYA KARENA SAPU INI? OH, KONYOL SEKALI. KUKIRA AKU BARU SAJA MENGGENCET SESUATU DAN-"

"CUKUP, HEY! RINTO. Kau kira kau hebat, huh? Memangnya kenapa kalau aku mengkhawatirkan sapuku, kau juga-"

"Aku tahu apa yang akan kau katakan, Rin-cyaan." Rinto sengaja memanggil namaku dengan nada manja.

"Sudahlah, aku lelah berdebat denganmu." Aku duduk di tepian ranjangku. Tatapanku ke arah Rinto, namun otakku memikirkan Piko. Bagaimana mungkin, ia bisa berubah bentuk tanpa komandoku?

.

.

Sekarang aku sedang menaiki Piko. Kami melayang-layang di udara. Sangat mengasyikkan.

Ini kunjungan yang diajak kakakku, Rinto, tadi siang. Dan sore ini, kami benar-benar menjalankannya.

Sebenarnya, ini bukan kunjungan asal. Ini atas perintah Leon, ayahku. Ayahku adalah pemimpin dunia sihir. Maka dari itu, jubah keluarga kami berwarna hitam. Sesungguhnya, warna jubah ditentukan oleh warna rambut.

Namun, karena ayah adalah seorang pemimpin, jadi keluarga kami bebas menentukan warna jubah yang akan kami pakai.

.

"Hey, Rin, melamunkan apa?" Rinto sedang menaiki sapunya. Ia memberi nama sapunya Blacky, konyol.

Aku menengok ke belakang. Rinto berkendara di belakangku. Tujuannya agar ia dapat melindungiku dari belakang.

"Apaaa?" Aku berteriak. Suara angin yang semeriwing memenuhi telingaku. Rambutku yang pendek berterbangan dan pita putihku hampir longgar.

"Tidak, tidak jadi!" Rinto juga jadi ikut-ikutan berteriak.

Ah, ini yang kusuka dari berkendara menggunakan sapu terbang. Kita bisa saling berteriak dan meneriaki seperti orang budeg.

"RIN, awas!"

.

.

"AAAAAAAAAA! RINTOOOOO!"

BRAAAK

BRAAK

BRAK!

Itu hal terakhir yang kuingat, sebelum akhirnya aku jatuh, tersangkut di pohon-pohon dan berakhir dalam dekapan seorang pemuda Bumi berambut honey-blonde, sama sepertiku.


to be continued.