~Naruto © Massahi Kishimoto~

~Fate/Stay Night © TYPE-MOON

~Fate/Future: Dark Heaven © Rezlan~

~Rated T~

~Fantasy, Spiritual, Adventure, Tragedy, Family, Freindship, Romance~

~Charakter: ?~

~Warning: Typoc, Miss, Crossover, OOC, etc

CHP 00: Two sides

F/F:DH

Master Degrees: Princess—

"Kuchiyose no Jutsu..." Seseorang berpakaian hitam dengan tudung yang menutupi wajahnya sedang merapatkan segel ke permukaan tanah. Akibatnya, muncul kepulan asap putih yang besar menyembur hingga ke atas langit. Memberi tekanan udara yang sangat kuat sehingga menebangkan sebagian besar objek yang berada di dekatnya. Orang-orang mulai panik, berusaha menyelamatkan diri dari bencana yang sebentar lagi akan menghancurkan mereka. Benar seperti apa yang mereka pikirkan. Tak perlu menunggu waktu lama, debu dan asap mulai menjauh. Menampakan sosok rubah berekor sembilan yang berukuran sangat besar. Hanya dalam hitungan detik, separu desa telah rata dengan tanah.

Di tempat lain, di sebuah kamar yang gelap dengan pencahayaan yang terbatas. Ajaib, muncul dua sosok manusia yang entah dari mana datangnya. Terlihat sosok pria dewasa sedang menggendong tubuh sosok wanita yang tampah sangat lemah.

"Kenapa? Minato..." dengan hati-hati, pria bernama Minato itu berdiri sambil mengangkat tubuh wanita yang di nyakini sebagai Istrinya lalu membaringkannya ke atas ranjang. Di sana ternyata juga ada bayi yang di bungkus oleh kain, kulitnya sedikit merah. Menandakan bahwa Ia baru saja di lahir kedunia ini.

"Sudahlah jangan kau pikirkan. Temanilah Naruto di sini." Sorot mata wanita itu di penuhi rasa cemas. Bagaimana keadaan desa saat ini? Ia benar-benar tidak bisa berpikir dengan tenang, setelah persalinannya. Ia di culik sosok pria bertopeng, lalu dengan paksa. Pria itu melepas segel yang berada di perutnya, mengakibatkan kyuubi lepas kendali dan nyaris membuatnya terbunuh.

"Na—naruto..." Tangannya gemetar, menyentuk pipi merah bayi itu dengan tatapan sedih. Seharusnya saat-saat menyenangkan sebagai orangtua baru tidak berakhir seperti ini.

"Maaf mengganggu tetapi Anda harus cepat, desa membutuhkan Anda, Master..." sesuatu tiba-tiba muncul dengan sedikit efek kebiruan. Menampakan sosok gadis berparas cantik dan bertubuh sedang. Rambut sebahu berwarna putih dengan sedikit warna hitam yang menghiasi ujung rambutnya.

Terdapat bekas luka sayat vertikal yang menghiasi mata kanannya.

"Kau bisa menahannya sebentar?"

"Akan Saya usahakan, tetapi yang menjadi masalahnya adalah Berseker. Ia pasti akan mengalangiku untuk melakukan ritual penyegelan."

"Jadi satu-satunya cara yaitu menggalahkan orang itu."

"Itu mungkin beresiko, tetapi itu cara paling cepat untuk menggalahkanya, Master." Iris biru langit itu melirik kedua orang yang sangat Ia cintai. Ia bersumpah akan mengakhiri perang konyol ini untuk selama-lamanya.

"Tolong pinjamkan kekuatanmu padaku!"

"Dengan senang hati, Master."

※※※※※

"Tou-chan..."

"Hm?" Di luar sana, angin musim semi berhembus lembut menyentuh kulitnya. Kelopak-kelopak bunga Sakura berterbangan di tiup oleh hangatnya suasana malam yang indah berselimut awan dengan pancaran bulan purnama yang menghiasi langit malam itu.

"Tou-chan kok masih belum tidur?"

"Ah... tidak apa-apa kok. Naru sendiri kenapa belum tidur?" Tanya seorang pria dewasa kepada sosok anak kecil yang duduk di sampingnya.

"Naru masih kepikiran yang tadi pagi..."

"Soal apa?"

"Kenapa Tou-chan berhenti menjadi Hokage?" sorot matanya sedikit melebar, anak seusianya seharusnya hanya tau berteman, bermain, dan sebagainya. Tetapi pola pikir bocah berusia enam tahun itu sudah seperti orang dewasa.

"Apa itu semua karena Naru?" Alasan kenapa Ia berhenti menjadi Hokage? Ia sendiri tidak tau. Seperti sayur tampa garam, Ia kehilangan gairahnya semenjak Istrinya meninggal enam tahun yang lalu.

"Naru ga salah apa-apa. Tou-chan hanya merasa sudah agak lelah menjadi Hokage..."

"Tou- chan terdengar seperti kakek tua, Ttebayo!"

"Hahaha... masa Tou-chan yang tampan ini terlihat seperti kakek tua."

"Habisnya Tou-chan tak pernah berterus terang soal masalahmu sendiri."

"Tou-chan berani sumpah ga merahasiakan sesuatu dari Naru."

"Beneran nih?"

"Iya bener, masa Tou-chan bohong sama kamu." Wajahnya yang khas kekanakan terlihat lucu di mata pria yang di kenal sebagai mantan pemimpin desa. Ia bersyukur di beri kesempatan hidup untuk merawat anak satu-satunya itu.

"Naru bagaimana hari-harimu di akademi?"

"Tidak terlalu baik, banyak di antara mereka yang tidak suka kepadaku." Tatapan matanya terlihat sendu, saat di hadapan orang banyak. Ia selalu menyembunyikan perasaannya dengan topeng keceriaan. Tetapi saat bersama sang Ayah. Pertahannya runtuh, termenung sedih sambil menceritakan bertapa sulitnya Ia untuk mempunyai seorang teman.

"Tapi, bukan berarti mereka semua membencimu, kan?"

"Hmm... walaupun bisa di hitung dengan jari. Naru senang bisa berteman dengan mereka." wajahnya terlihat senang. Sejenak melupakan semua masalah yang Ia alami selama ini. Tetapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa Ia telah gagal untuk melindungi semuanya. Ia menarik napas lelah, ingatan enam tahun yang lalu masih menghantuinya.

"Naru mau ga Tou-chan ceritakan awal mula bertemu dengan Kaa-chan."

"Tou-chan... Tou-chan ayo ceritakan –Ttebayo!"

"Dulu kami berdua pertama bertemu di akademi. Waktu itu Ia adalah seorang murit pindahan dari desa lain."

"Berarti Naru ini bukan orang konoha asli dong?"

"Hm... mendiam ibumu itu enerjik, selalu bersemangat, dan suka berteriak-teriak dan mengatakan 'Aku akan menjadi seorang Hokege!' "

"Kenapa Ia ingin menjadi Hokage?"

"Ibumu... ingin menjadi Hokage untuk melindunggi orang-orang yang Ia cintai."

"Maksut Tou-chan?"

"Kampung halaman Ibumu telah tiada, menyisakan kenangan pahit yang harus Ia pikul sendiri. Dulu Ia selalu menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi keluarga, teman, dan desanya. Itu sebabnya Ia begitu bersungguh-sungguh dengan apa yang Ia ucapkan."

"Karena itu... Tou-chan meneruskan cita-cita Kaa-chan ?"

"Jujur sebenarnya... dulu Tou-chan tidak memiliki kehendak untuk hidup. Tou-chan selalu membenci orang lain dan memandang mereka sebagai makhluk rendah. Tetapi Ibumu berbeda, Ia membuka mataku bahwa hidup ini tidak ada yang perlu di sesali. Walaupun kita memiliki masa lalu yang kelam, kita tidak boleh menyerah kepada nasip dan terus berusaha sekuat tenaga demi orang-orang yang Ia cintai. Karena itu Tou-chan sangat menggagumi Ibumu sebagai wanita yang kuat." Saat itu bulan terlihat lebih cantik dari sebelumnya, seolah-olah ikut menemani pembicaraan di antara mereka berdua. Minato sedikit mengingat kenangan dirinya bersama sang Istri. Saat mereka pertama bertemu, saat Ia menyelamatkanya dari jurang penderitaan, dan untuk pertama kalinya Ia jatuh cinta kepada seorang gadis.

"Karena Tou-chan sudah tidak bisa, biar Naru yang meneruskan cita-cita kalian." Alisnya sedikit terangkat mendengar ocehan anaknya. Namun, saat memandang sang empuh. Entah kenapa tatapan mata itu menggingatkannya kepada seseorang.

"Tou-chan kan sudah tua, tapi Naru masih muda dan bersemangat. Jadi percayakan mimpi itu kepada ku—Ttebayo!"

"Begitukah ?"

Malam ini, menit ini, detik ini. Untuk pertama kalinya...

Ia tersenyum tulus...

.

.

.

Master Degrees: Power—

Akan kami ceritakan sebuah kisah. Sebuah kisah tentang seorang bocah lelaki, yang memegang teguh jalan hidupnya lebih daripada orang lain, dan disudutkan ke dalam keputusasaan oleh mimpinya.

Impian anak itu sangat murni.

Dia pernah bermimpi hidup bahagia bersama orang-orang yang Ia cintai, impian kekanak-kanakan yang dimiliki semua anak-anak seusianya. Namun mereka tidak menyadari bahwa... dunia ini kejam.

Dia baru menyadari bahwa semua yang hidup di dunia ini, hanya kebohogan besar yang di buat oleh sang Maha Kuasa. Mempermaikan mereka semua seperti para badut, dan berakhir dengan Bad Ending. Itu semua karena satu idealisme yang telah menghancurkan seluruh keluarganya.

Pengabdian...

Menurut kalian Pengabdian itu apa? Mungkin mayoritas di antara kalian akan menjawab, 'pegorbanan demi negara...' apa itu sepenuhnya benar? Demi mendapatkan hasil yang lebih, kita harus menggorbankan sebagian kecil yang kita miliki.

"Nii-san apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini semua... CEPAT JAWAB AKU!" Ia takut mengakui semua kenyataan ini, Ia takut untuk meng hadapi semua realita kehidupan yang kejam ini. Sampai-sampai Ia harus menahan mual karena aroma berbau nanah yang memenuhi indra penciumannya.

"Kau memang Imouto-ku yang bodoh..."

Kemarahan bercampur dengan kebencian, dan anak itu menjadi penuh dengan penyesalan saat air mata kesendirian merindukan tangan-tangan terjulur kepadanya. Walaupun dia berharap ini hanya mimpi. Tetapi apa yang ada di hadapannya benar-benar bukti bahwa dirinya tidak sedang berimajinasi.

"Bajingan... kenapa kau melakukan semua ini? kenapa kau membunuh mereka semua? Aku benar-benar tidak mengerti apa jalan pikiranmu. BRENGSEK KAU MONSTER!"

Emosinya tak terbendung, serasa mencampur isi kepalanya dengan bebagai macam dalih. Kenapa? Kenapa berakhir seperti ini? Untuk apa Ia melakukan semua ini? Dan pada akhirnya ini semua berakhir menjadi sebuah lelucon memuakan dari seorang brengsek yang telah membantai keluarganya sendiri.

"Kalau kau ingin membunuhku... irilah kepadaku! Bencilah kepadaku. Dan teruslah bertahan dalam penderitaan tiada akhir..."

Sejak saat itu, dia meneguhkan hatinya untuk mejadi seseorang yang hidup tanpa ikatan. Demi melenyapkan orang itu, tidak ada lagi cara yang lebih baik.

Demi memperoleh kekuatan, Ia menjalani siksaan hidup. Tidak memperdulikan siapa dirinya, apa alasannya, dan demi apa Ia melakukan itu. Lagi dan lagi, Ia berlatih dengan keras untuk memperoleh kekuatan. Kekuatan untuk meleyapkan orang itu dari buka bumi. Apakah Ia merasa ragu atas keputusannya? Tidak... anak itu tidak pernah ragu.

Tidak pernah mempertanyakan kebenaran dalam tindakannya, maupun meragukan ambisinya, dia memaksa dirinya untuk mengatur kejiwaannya dengan sempurna.

Tidak pernah salah mengambil keputusan.

Ia tidak memperdulikan kebaikan orang lain. Tidak pula memperdulikan keburukan orang lain.

Membekukan hatinya sampai mati, membentuk tubuhnya menjadi timbangan mesin yang tidak memiliki perasaan, hidup demi satu tujuan, dan mati demi satu tujuan. Yaitu...

Keadilan.

※※※※※

"—Command Seals?" Tanya seorang pemuda berusia kira-kira 15 tahun kepada seseorang dewasa yang tidak jelas kelaminnya.

"Tanda yang ada di tangan kananmu itu merupakan bukti bahwa Seihai telah memilihmu—" Ia sama sekali tidak mengerti. Waktu itu, saat menjalani perlatihan keras. Tiba-tiba tangannya terasa sakit, seperti terbakar oleh sesuatu. Barulah setelah itu, Ia menyadari bahwa sesuatu telah muncul di punggung tangannya.

"—Tanda tersebut memberimu kekuatan untuk memaksa Servant menaati perintah, Sasuke-kun." Pemuda bernama Sasuke itu menatap simbol yang berada di tangannya. Simbol itu berbentuk lingkaran, di tengahnya terdapat sesuatu mirip bulan sabit. Dengan tiga relif memanjang dengan ujung mirip kunai.

"Seihai Senso, Peperangan tujuh Master untuk memperebutkan pusaka Maha Kuasa yang mampu mengabulkan segala keinginan..."

"Dan Aku terpilih?"

"Umumnya, Seihai memilih tujuh Master sebagai tuan para Servant. Sangat jarang seseorang sepertimu yang tak memiliki pengetahuan soal Majutsu, di pilih langsung oleh Seihai secepat ini."

"Jangan berputar-putar Orochimaru langsung ke intinya!" Iris matanya berubah warna menjadi merah darah dengan tiga tomoe yang menggelilingi iris matanya.

"Sasuke jangan berbicara seperti itu kepada Orochi—"

"Tak apa Kabuto, Intinya Servant yang merupakan arwah pahlawan dari bebagai zaman di pilih untuk saling membunuh satu sama lain untuk membuktikan siapa yang paling hebat di antara mereka."

"Hahaha... jangan bercanda denganku Orochimaru. Aku tau kau ini licik, tetapi kebodohanmu itu telah melebihi fantasi-fantasi anak kecil seluruh dunia!"

"Kau tidak percaya kepadaku Sasuke-kun?"

"Buktikan!"

Tiba-tiba, udara terasa lebih berat dari sebelumnya. Keringat terasa mengucur dengan deras. Napasnya memburuh, pikirannya sedikit kabur hanya demi menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Tekanan sekuat ini, aura sekuat ini, hanya di miliki satu dari sejutaan orang yang pernah hidup. Benar-benar terasa jahat, seolah-olah Ia hidup untuk melampias nafsu atau hasrat yang tak kesampaian.

"Nee... apa kau percaya sekarang Sasuke-kun ?"

"Hah... hah... apa itu?" hanya mereka berdua yang masih berdiri tengak, pria yang berada di samping sang guru tergeletak tak sadarkan diri. Orang bernama Orochimaru itu terlihat baik-baik saja. Berbeda dengan Sasuke yang berusaha mempertahankan kesadaraannya, bertumpu pada permukaan tanah sambil menahan napas.

Sosok bertubuh tinggi dengan otot yang sangat kekar, tubuhnya di kelilingi oleh aura hitam yang tidak ada habisnya. Walaupun samar-samar, Ia melihat sesuatu yang entah kenapa terlihat sedikit familiar. Sesuatu yang tak sengaja Ia lupakan. Sesuatu yang sulit di jelaskan. Bahkan, seorang Uchiha Madara pun hanya di anggap hewan ternak oleh makhluk itu.

"Apa sekarang kau percaya kepadaku Sasuke-kun?"

"Makhluk apa itu?"

"Ia adalah Servant yang aku kontrak, seperti yang aku jelaskan tadi. Seorang Master dapat memanggil Hero Spirit dari berbagai zaman. Tidak perduli masa lalu, masa kini, atau masa depan sekalipun. Selama kau memiliki katalis mereka, kau dapat men-summont mereka sesuai class yang telah di tetapkan."

"Orochimaru, sebenarnya seberapa liciknya kau ini?!"

"Tak perlu kau pikirkan... semua yang kita bicarakan sejauh ini telah di ketahui oleh semua perserta. Karena itu Aku memanggilmu kesini untuk menjalin sebuah aliansi..."

"Aliansi?"

"Tentu saja, kita akan bekerja sama secara rahasia melawan lima Master yang yang lain, dan menghancurkan mereka, untuk menambah kemungkinan kita untuk menang." Mendengar perkataan Sang Guru, Sasuke terpaksa mengiyakan. Untuk beberapa alasan, Sasuke akan lebih waspada. Saat ini, kemungkinan untuk membunuh muka ular itu sangat kecil. Sehingga Ia harus menyusun ulang rencananya dari awal. Dan... Ia masih perlu banyak belajar dari orang itu.

"Ada pertanyaan Sasuke-kun ?" pemuda raven itu berdiri, tak hentinya memberi tatapan membunuh kepada orang yang telah mempermainkanya.

"Jadi setelah kita membereskan kelima Master, otomatis kita akan menjadi musuh, kan?"

"Secara teknis memang seperti itu. Jika kau mau, aku akan membagikan Seihai kepadamu. Dengan syarat—"

"Aku sudah menebaknya, tak perlu kau ucapakan dari mulutmu yang busuk itu!"

"Fufufu... ternyata kau juga menginginkannya, Sasuke-kun ?"

"Jangan asal bicara, Aku tak menginginkan Seihai. Aku hidup demi menuntut keadilan..."

"Bukankah bagus, bila kau memenangkan Seihai Senso. Kau pasti akan meminta permohonan itu?"

"Aku tak perlu benda itu, tanganku sendiri yang akan melakukannya."

"Lalu, ada alasan kenapa kau tetap mengikuti kontes ini?"

"Aku ingin bertambah kuat melebihi orang lain untuk mencapai tujuanku."

"Kalau begitu, persiapkan dirimu mulai sekarang. Aku tak segan-segan melatihmu dengan sangat keras..."

"Terserah! Latihlah aku semaumu, muka ular..."

Sasuke pergi meninggalkan tempat itu, dalam hati Ia bersumpah akan menebas makhluk itu menjadi beberapa bagian. Matanya masih memerah bagai kobaran api yang melahap semua yang menghalaginya. Ia menatap tanda yang muncul di atas tangan kanannya. Bagi seorang Magus, Command Seals adalah sebuah tanda suci. Tapi bagi pemuda itu, tanda itu tidak lebih dari sebuah tato merah menjijikan.

"Aku pasti akan menuntut keadilan untuk kalian semua..."

.

.

. A/N: Ehem... Halo Minna! Perkenalkan, syaRezlan...

Panggil saja Lan. Saya baru saja buat akun ini di fanfiction. Mohon bimbinganya, maklum masih newbie. Saya khusus membuat fic untuk Boruto, walaupun AGAK gimana gitu. Tidak banyak yang ingin saya sampaikan, apakan Fic ini layak untuk di lanjutkan atau di Discontinuen? Jujur, mungkin tidak akan memuaskan. Tapi saya akan berusaha untuk mempersembakannya Fic ini sebaik mungkin. Karena ini Baru Prolog, sya mohon saran dan kritik di kotak Review biar tambah semangat menyelesaikannya...

Oh iya, Fic ini terispirasi dari Fate/Stay Night, namun saya usahakan tidak akan mencampur aduknya dengan fic ini...

Salam pamit ya, Bye...