..Bloodline..

1

Hening.

Sunyi.

Gelap.

Hawa dingin yang menusuk.

Hal yang selama ini aku rasakan selama aku hidup beribu tahun lamanya di dalam sebuah peti mati yang aku tinggali tanpa mengetahui bagaimana keadaan di luar sana sekarang. Apakah nantinya jika aku terbangun dari tidur panjangan ku, semuanya akan tetap sama seperti dulu atau sebaliknya? Berubah menjadi menyeramkan yang ditakuti oleh semua para bangsawan dari "kaum" ku.

Aku mulai merasa, inilah saat yang tepat aku harus bangun dari tidur panjang ku selama ini. Menengok kesemua penjuru tempat dimana aku tinggal dulu. Tentu saja aku begitu merindukan bagaimana kampung halaman ku sekarang. Sepertinya akan memakan waktu yang cukup lama jika aku bernostalgia melihat kembali ke tempat-tempat kenangan ku ketika aku masih "hidup".

Walaupun aku begitu ingin terbangun dari tidur panjang ku ini, entah hal apa yang membuat ku tidak bisa untuk segera lekas bangun. Bahkan hanya untuk membuka mata saja aku merasa seperti ada yang mencegah ku untuk melakukannya.

Dulu sebelum aku benar-benar memutuskan untuk melakukan hibernasi panjang ku ini, teman seperjuangan ku, Brad si gemuk yang suka sekali membual. Dia berkata kepada ku bahwa aku harus menunggu seseorang yang rela memberikan darah murninya kepada ku agar aku bisa kembali bangun dari masa hibernasi ku yang begitu lama. Aku hanya tertawa mengejek mendengar perkataannya. Di masa hidup ku, tentu saja untuk mendapatkan darah murni dari "kaum" ku akan sangat sulit. Siapa gerangan yang akan rela memberikan darah murninya hanya untuk membangunkan "makhluk" seperti ku ini?

Dan sekarang, aku mengakui bahwa aku percaya dengan perkataan Brad tentang orang yang rela memberikan darah murninya untuk membangunkan ku. Tapi sepertinya aku sudah mulai lelah dengan penantian ku untuk menunggu seseorang yang akan memberikan darah murninya kepada ku. Orang yang memiliki darah murni pasti akan berpikir terlebih dahulu jika dia ingin memberikan darahnya kepada ku. Aku tidak sebanding dengan "kaum bangsawan" yang memang memiliki darah murni semanis madu.

Apakah aku benar-benar tidak akan bisa bangun dari masa hibernasi ku ini?

..Bloodline..

Deadwood, Kota Testaban – 2018

"Hyung, mengapa kau mengajak ku kemari? Aku sudah bilang, aku tidak ingin ke tempat-tempat seperti ini!" suara menggerutu dari seorang pria imut dibalik jaket tebalnya. Dia terus berjalan di belakang orang yang sejak tadi dipanggil dengan sebutan hyung.

Orang itu menghela napas pelan lalu berbalik sambil tersenyum. "Kau yang memaksa ku untuk berlibur ke kemari dan memilih tinggal sebentar di desa terpencil seperti ini. Jika aku tidak memanfaatkan waktu liburan yang hanya 3 hari saja disini, aku akan benar-benar marah kepada mu." Orang itu kembali tersenyum dan mengacak gemas rambut sang pria imut tersebut.

Pria imut itu menepis tangan kakaknya. Dia merapikan rambutnya dengan wajah kesal.

"Park Jihoon." Panggil sang kakak sayang.

Orang yang di panggil hanya memberikan tatapan malas lalu berjalan pergi sendirian sambil kembali menggerutu tak jelas.

"Heii Park Jihoon!" kembali dia memanggil sang pria imut itu.

Jihoon berhenti lalu menoleh. "Minseok hyung, aku hanya ingin mencari makanan di luar. Nikmati waktu senggang mu untuk melihat tempat ini." Jihoon kembali berjalan menuju pintu keluar. Minseok, sang kakak hanya bisa terus tersenyum kecil melihat tingkah keponakannya yang menggemaskan.

Minseok menghela napas panjang. Dia tersenyum lebar. "Baiklah Minseok. Ini saatnya kau harus bersenang-senang!"

.

.

Minseok melangkahkan kaki masuk ke dalam sebuah ruangan yang bisa dibilang kurangnya penerangan. Hanya ada 5 cahaya lampu redup. Bahkan lampu itu terlihat seperti cahaya lilin. Merasakan jantung yang sedikit berdebar dengan perasaan takut-takut, perlahan Minseok mulai masuk dan berjalan menyusuri ruangan tersebut.

"Wah..mengapa ruangan ini tidak ada jendela sama sekali?" Suara pelan Minseok begitu nyaring dalam ruangan itu.

Minseok langsung melangkahkan kakinya cepat kerika matanya melihat sebuah buku yang terbuka di atas peti mati. Terlihat kedua mata Minseok yang begitu kagum saat matanya kini begitu jelas melihat peti mati yang ada di depannya sekarang.

"Peti mati ini terlihat biasa namun terkesan sangat berkelas. Emm..apakah orang yang dikubur dalam peti mati ini dulunya adalah orang yang begitu disegani pada masanya?"

Minseok berjinjit untuk melihat buku besar yang terbuka di atas peti. Keningnya mengerut pertanda dia begitu penasaran dengan isi buku tersebut. Minseok menghirup napas panjang lalu dia mulai membaca isi buku itu.

Hanya setengah dari halaman yang Minseok baca, dia merasa ada perasaan aneh yang tiba-tiba dia rasakan. Semakin Minseok membaca, perasaan aneh itu semakin kuat. Hingga akhirnya Minseok memutuskan untuk berhenti membaca buku itu.

Minseok menatap sebentar tulisan dari buku tersebut. Keningnya terus mengerut. Bahasa yang tertulis di buku itu sama sekali tidak Minseok ketahui, tetapi mengapa dia bisa membaca tulisan itu? Minseok menggeleng dan tertawa pelan.

"Tapi aku benar-benar tidak mengerti bahasa ini."

Sebentar Minseok diam. Menatap kembali buku yang ada di hadapannya.

Minseok berdecak. "Bagaimana aku bisa membaca buku ini sedangkan aku tidak mengerti sama sekali bahasa apa yang ditulis disini?"

Ketika Minseok akan membalik ke halaman selanjutnya, jarinya tiba-tiba tergores lembaran buku itu. Sebuah decakan kesakitan keluar nyaring dari bibir Minseok. Darah kental yang keluar dari jari Minseok menetes ke dasar buku hingga meninggalkan bercak merah yang begitu jelas.

Minseok terkejut. Wajahnya penuh kecemasan. Tanpa pikir panjang, Minseok segera berlari keluar dari rungan itu. Namun tanpa Minseok sadari, dibalik kepergiannya, dia mulai membangunkan "makhluk" yang telah tertidur lama.

...