Cinta merupakan luapan perasaan yang tiada batas.
Cinta yang sebenarnya adalah cinta yang tidak mengenal cemburu, melainkan mengerti.
Cinta akan selalu percaya, dan melihat sesuatu dengan hati.
Tetapi, manusia percaya tidak ada cinta tanpa cemburu. Tidak ada cinta tanpa rasa sakit.
Lalu, mengapa menimbulkan penderitaan jika cinta itu sesungguhnya adalah kebahagiaan?
҈҈҈҈҈
Yunho dan Jaejoong sudah dua tahun terakhir ini tinggal bersama di sebuah apartmen di kawasan elit kota Seoul. Apartment ini adalah pemberian kedua orangtua Yunho. Pada awalnya kedua orangtuanya memang kurang menyejui keputusan yang telah di ambil Yunho – yaitu menyukai sesama jenis dan kemudian memilih tinggal bersama dengan pasanganya. Butuh waktu lama bagi mereka untuk membuat kedua orangtua Yunho menaru restu. Sedangkan orangtua Jaejoong sudah meninggal sejak dia masih di sekolah menengah. Bisa dibilang, Jaejoong menggantungkan seluruh hidupnya pada Yunho. Apapun akan dilakukannya asalkan tetap bersama Yunho. Seberat apapun jalan yang akan dihadapi, asal bersama pria tampan itu – semua akan terasa lebih mudah. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Hidup mereka bahkan terlalu sulit. Mulai dari banyak tentangan dan pandagan sebelah mata dari teman-teman yang tadinya dekat – tapi semua memang akan lebih baik dan melegakan jika menerimanya dengan kesabaran.
҈҈҈҈҈
Jaejoong sedang memasak ketika Yunho dengan tiba-tiba merangkulnya; mendekap pinggang kecil Jaejoong dengan melingkarkan lengannya di sana. Pria tampan ini juga segaja menyimpan wajahnya di pundak Jaejoong. Yunho mulai menghembuskan nafas segarnya, menerpa kulit dibagian pelipis Jaejoong – hingga memberikan beberapa kecupan di sana. Kecupan Yunho mulai beralih dari pelipis Jaejoong ke bagian leher seputih susu milik kekasihnya itu; dan melanjutkannya untuk mencapai ujung bibir Jaejoong. Jaejoong pun mulai memejamkan matanya ketika bibir Yunho benar-benar menempel di atas bibirnya. Tak ayal, apa yang sedang ia kerjakan jadi terbengkalai – berganti dengan kesibukan lain.
Sibuk mendesah dan mengeluh..
"Masakan ku, Yun..ho.." ucap Jaejoong di sela-sela ia menahan desahannya.
Jaejoong akhirnya masih mengingat kalau ia sedang melakukan sesuatu tadinya sebelum mendapati keadaannya yang sekarang – makan malam. Ia mencoba melepaskan diri dari dekapan Yunho yang makin lama makin meliar, meski kelihatannya ia seolah tak benar-benar ingin lepas. Tangannya memang sedang bergerak-gerak menyentuh tangan Yunho untuk terlepas, tapi tidak begitu dengan bibirnya yang justru tetap merespon setiap tekanan yang diberikan Yunho.
Yunho hanya menggumam. Ia semakin mengeratkan dekapannya pada pinggang Jaejoong. Sesekali memberikan usapan lembut di perut kekasihnya itu.
"Makan malam kita.."
Yunho menghentikan gerakan bibirnya pada Jaejoong, dan melanjutkannya dengan mengecup bagian leher juga pundak Jaejoong setelah tadi ia menggeser sedikit kaus yang menutupi bagian itu.
"Kita sedang memulainya.."kata Yunho, sengaja membuat suaranya agak mendesah; dan Jaejoong terlalu tahu jika makan malam yang dimaksudkan Yunho adalah apa. Ia hanya bisa memejamkan matanya kembali. Pasrah dengan apapun yang nantinya akan dilakukan Yunho.
"Aku tidak mau melakukannya di sini.."Jaejoong berbisik.
Ia tidak lagi merasa bisa berkata dengan suara yang lebih keras. Tubuhnya sudah seutuhnya dikuasai oleh Yunho, apapun yang akan ia lakukan tak akan ada gunanya lagi.
Yunho menghentikan kecupannya, serta membuat tubuh Jaejoong berbalik menjadi berhadapan dengannya.
"Memangnya kita akan melakukan apa, hmm?"tanyanya.
Jaejoong jadi memandang bingung pada Yunho. kekasihnya ini memang selalu menggangunya saat sedang melakukan pekerjaan, dan setelah berhasil dibuat terganggu, Yunho akan melanjutkannya dengan menggodainya. Jaejoong mulai memperlihatkan raut tidak suka. Ia menekuk bibirnya. Sebenarnya hal inilah yang paling Yunho sukai dari Jaejoong. Mimik wajah Jaejoong yang kelihatannya sedang marah, justru akan membuatnya semakin mempesona. Jaejoong baru saja akan membalikan lagi badannya, jadi terhenti karena Yunho menahannya. Pria tampan itu menengok ke belakangnya, tepatnya pada alat masak yang masih menyala. Yunho segera mematikannya, kemudian memandangi Jaejoong sekali lagi.
"Kau ingin melakukannya di mana?"tanyanya pula. Sebuah kerlingan nakal tersemat dari mata kecilnya. Dan Jaejoong tak bisa lagi terus membuat wajahnya terlihat marah. Ia mulai mengulas senyuman yang terkesan malu-malu.
Tanpa menunggu Jaejoong untuk menyahut, Yunho kembali menyatukan bibir mereka. Kali ini lebih dalam daripada sebelumnya. Suara-suara keluhan tertahan ramai terdengar seiring dengan langkah kaki mereka yang bergerak menuju kamar, yang kemudian benar-benar hilang setelah pintu kamar itu ditutup.
҈҈҈҈҈
Hari ini Yunho bersama Yoochun mendatangi sebuah restoran di tengah kota Seoul. Yunho dan Yoochun selain adalah sahabat dekat, mereka juga adalah saudara sepupuh, juga sama-sama bekerja di perusahaan keluarga. Di sana mereka akan bertemu dengan seseorang yang nantinya – jika mendapatkan kesepakatan akan menginvestasikan sahamnya pada perusahaan mereka.
Park Yoochun adalah putera tertua dari adik bungsu Tuan Jung (ayah Yunho). Ia memang tidak menggunakan marga yang sama dengan Yunho karena yang memiliki hubungan darah dengan keluarga tu adalah ibunya. Yoochun adalah pria yang sangat tampan. Ia mampu membuat setiap wanita bertekuk lutut melalui senyuman, dan sapaan lembutnya. Pegawai-pegawai di perusahaan juga begitu mengidolakannya. Tidak sedikit yang mencoba menbanding-bandingkan ketampanan serta kebaikan antara Jung Yunho dan Park Yoochun. Keduanya memang sama-sama tampan dan baik, akan tetapi dalam hal kepribadian, Yunho lebih dikenal dingin. Sebenarnya Yunho tidak begitu juga, para pegawai itu yang justru tidak mencoba untuk dekat dengan Yunho.
Yoochun telah menikah dengan seorang perempuan cantik puteri kolega keluarga mereka. Pernikahannya telah memasuki tahun ke tiga, tetapi seperti tak memberikan kesan indah untukku. Bayang-bayang masa lalu, serta kehadirannya terlalu sulit untuk ditepisnya. Dia membiarkan segala hal yang seharusnya menjadi kesalahan, seolah merupakan hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Memiliki segalanya. Kekayaan dan istri yang cantik, namun semua itu hanyalah kesia-siaan saat hatinya bicara dan ia masih mencintai – pria itu..
Orang yang mengadakan janji rupanya tidak telat, apalagi melupakannya. Tepat di depan sana Tuan Lee dengan setelan
jas mahalnya telah duduk membelakangi mereka di tempat yang sudah mereka boking kemarin. Ada seorang perempuan lagi bersama Tuan Lee. Sepertinya seorang sekretaris..
Yunho dan Yoochun langsung menyapa setelah mereka berhadapan dengan Tuan Lee dan perempuan yang diyakini mereka adalah sekterarisnya.
"Maaf membuat anda menunggu lama.."kata Yoochun dengan wajah ramahnya, diikuti dengan gerakan badannya yang membungkuk, begitu juga dengan Yunho. Pria ini mengulas senyuman sesaat dan bermaksud untuk segera duduk, tapi.. perempuan yang duduk bersebelahan dengan Tuan Lee, yang kini berhadapan dengannya – membuat ia mengurungkan niatnya itu.
"Yunho –ya.." perempuan itu menyapa Yunho terlebih dahulu. Ia tersenyum dengan mata berbinar-binar. Ia memang sudah tahu akan bertemu dengan Yunho, jadi sekarang ia merasa sangat senang. Mereka belum bertemu selama lima tahun terakhir karena ia yang memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di Jepang.
Sementara Yunho masih terdiam, perlahan mulai tersenyum – kaku. Bagaimana pun mereka sudah lama tak saling melihat, dan sekarang diperhadapkan dengan situasi seperti ini (tiba-tiba), ia merasa tak tahu harus berkata apa. Yunho hanya membalas sapaannya dengan menyebut nama perempuan itu juga – Song Hyo Rim..
"Kalian saling kenal?"
Tuan Lee memandang bergantian pada Yunho dan Hyo Rim, dan gadis cantik itu lebih dahulu menganggukan kepalanya.
"Kami teman saat di universitas.."ucapnya pula. Hyo Rim terus saja melihat pada Yunho yang dari tadi hanya diam tanpa bicara. Sungguh ia merasakan sangat senang bisa bertemu lagi dengan pria tampan ini.
Sedangkan Yoochun, ia sama sekali tidak terkejut mengenai Yunho dan sekretaris Tuan Lee yang rupanya telah saling kenal. Ia justru tahu siapa Hyo Rim, dan bagaimana sepupuhnya dibuat terpuruk karena gadis itu meninggalkannya. Ia hanya tak menduga akan bertemu lagi dengan Hyo Rim.
Setelahnya, mereka mulai membicarakan tentang pekerjaan yang memang merupakan alasan mengapa mereka bertemu – sampai dibuat satu kesepakatan. Yunho akhirnya bisa bernafas lega, pertemuan mereka dengan Tuan Lee tidak sia-sia, melainkan mendapatkan angin segar bagi perusahaan mereka yang memang sedang bermasalah. Selain itu ia ingin cepat-cepat pergi, rasa canggung yang sebenarnya terus menghinggapinya akan menghilang jika tak melihat wajah Hyo Rim lagi. Ia jadi teringat dengan seseorang yang pasti sedang menunggunya di apartmen. Wajah manis sekaligus tampan yang selalu membuatnya nyaman, dan menghilangkan kesesakannya.
"Terima kasih atas bantuan anda.."ucap Yoochun berterima kasih pada Tuan Lee.
"Bukan apa-apa, aku hanya merasa perlu membantu sahabat ku. Katakan pada orangtua kalian, minggu ini jika ada waktu luang, aku ingin mengajak mereka bermain golf. Sudah lama tidak melakukan hal itu bersama mereka.."
Yoochun dan Yunho kembali mengangguk. Mereka saling berjabat tangan..
҈҈҈҈҈
"Yunho –ya.."
Yunho segera memutar kepalanya saat suara seseorang menyebut namanya. Ternyata Hyo Rim ada di belakangnya entah sejak kapan. Ia baru saja akan masuk ke mobilnya, tapi suara itu menghentikan gerakannya. Rasa canggung tadi kembali bermunculan.
"Aku akan kembali ke kantor, kau bicara saja dengannya.."ucap Yoocun setengah berbisik. Pria tampan itu pun berlalu dari sana dengan mobilnya.
Sekarang tinggalah Yunho dan Hyo Rim yang tetap membisu. Sesekali mereka akan saling melempar senyuman, tapi tetap kaku bagi Yunho.
…..
Saat ini Yunho dan Hyo Rim telah duduk di konter bar di sebuah klab di tengah kota Seoul. Akhirnya Yunho memang merasa harus bicara dengan perempuan itu. Bukan untuk membuka kembali memori masa lalu yang pernah terjadi, tapi ia tidak mungkin terus merasa canggung. Hubungan mereka memang tidak seperti dulu lagi, seperti saat dia begitu mencintai perempuan ini. Sekarang mereka adalah rekan bisnis, akan lebih baik membangun hubungan pertemanan saja.
"Jadi kau bekerja pada Tuan Lee?"
"Aku berteman baik dengan puterinya, dan dia menawari ku pekerjaan ini.."sahut Hyo Rim.
"Ah, bukan itu maksudku. Aku mendapatkan pekerjaan ini karena memang aku memiliki bakat bukan hanya karena aku berteman dengan puterinya.." Hyo Rim memperjelas maksud dari perkataannya tadi ketika melihat Yunho yang seperti meragukannya, seolah ia yang menjadi sekretaris dari Tuan Lee bukan karena kemampuannya.
"Aku tahu.."gumam Yunho, kemudian mulai memesan sebotol bir.
Mereka kembali terdiam. Mungkin masih merasa canggung meski mereka telah memulai dengan lumayan baik tadi.
"Aku dengar kau tinggal bersama kekasihmu.." kata Hyo Rim setelah tadi mereka hanya diam dan berkonsentrasi pada minuman masing-masing.
Yunho melihat padanya, sembari memperlihatkan wajah seolah mempertanyakan bagaimana Hyo Rim tahu tentang kehidupannya.
"Bibi yang mengatakannya pada ku.."kata Hyo Rim lagi. Ia memang sempat mengunjungi orangtua Yunho beberapa bulan lalu setelah ia kembali dari Jepang. Sebenarnya ia merasa terbebani dengan apa yang didengarnya itu. Ia masih berharap akan memulai lagi hubungan mereka, tapi semua tidak mudah lagi.
Yunho mengangguk seadanya."Begitulah.."sahutnya pula, terdengar datar. Ia memainkan sebentar botol bir itu seperti membuat gerakan mengaduk isinya, kemudian mulai meneguknya sampai habis. Ia memang sengaja hanya memesan bir saja. Ia mengingat Jaejoong yang nantinya akan mengomel jika mendapati bau alcohol dari tubuhnya.
"Bagimana dengan mu, apa sudah memiliki seseorang?"
Hyo Rim mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk, lalu menggelengkannya.
"Seseorang itu hanyalah kau.."jawabnya, sedikit tertawa ringan di akhir. "Tapi sekarang kau telah bersama orang lain.."sambungnya lagi. Tawanya agak memudar. Ia mendesah pelan.
"Waktu itu.. aku tidak bermaksud meninggalkan mu.. aku hanya ingin –"
"Sudahlah, aku tidak ingin pertemuan kita hanya membahas tentang masa lalu.."sela Yunho. Ia memang tidak ingin membahas hal itu, sekarang atau nanti.
"Aku ingin kita kembali seperti dulu lagi, Yunho.. apa tidak bisa?"
"Hyo Rim –ah.."Yunho mendesis. Ia harus menghentikannya. Dulu, perempuan itu memang paling berarti di hidupnya, tapi sekarang tidak lagi. Ia telah memiliki seseorang yang begitu ia cintai. Hyo Rim hanyalah masa lalu, dan sekarang saat mereka dipertemukan kembali, berteman akan jauh lebih baik.
"Aku sangat senang saat bertemu lagi dengan mu. Selama ini aku terus memimpikan hal ini, Yunho –ya.."
"Kau yang membuat kita seperti ini.."ujar Yunho mendadak jadi emosi. Hyo Rim seolah ingin membuka kembali masa-masa kelamnya saat ia harus menerima perpisahan di antara mereka. Sekarang ia tidak mau lagi merasakan sakit seperti itu. Dan lagi perasaannya sudah tidak sama seperti 5 tahun yang lalu.
"Karena itu aku ingin menebusnya.."Hyo Rim tampaknya belum (tidak) menyerah. Ia menggunakan wajah penuh penyesalan dan mata sendunya pada Yunho. Ia tahu, dulu saat mereka masih menjadi sepasang kekasih, Yunho tak akan membiarkannya berlama-lama dengan raut menyedihkan seperti itu. Yunho pasti akan langsung memeluknya, dan mengatakan berkali-kali 'aku memaafkan mu'. Hyo Rim berharap apa yang ia lakukan ini juga akan membuat Yunho bereaksi seperti dulu.
Yunho memang cukup tersentuh melihat Hyo Rim yang mencoba meluluhkan hatinya. Tapi, ia menepis semua itu. Ia tidak sedang dalam posisi kembali bertemu setelah sekian lama dan masih sendiri, serta masih mengharapkan gadis ini, ia memang merasakan perasaan senang bisa melihat Hyo Rim lagi – namun semua itu bukanlah satu hal yang membuatnya akan membangun lagi apa yang pernah runtuh.
"Kita berteman saja.."ucap Yunho akhirnya.
Hyo Rim hanya bisa terpaku dengan wajah yang tiba-tiba terasa kaku. Ia berusaha mengembangkan senyuman untuk Yunho. Yah, berusaha membuat ia tidak terlalu menampakan kekecewaan. Seseorang yang sedang bersama Yunho saat ini pasti begitu menarik. Begitu sempurna hingga Yunho tak mau melihatnya lagi.
"kau masih mau di sini? Aku harus pulang.."Tanya Yunho, ia memang baru saja mengecek ponselnya dan mendapati beberapa pesan dari Jaejoong. Yunho tahu jika ia tidak lekas sampai, Jaejoong akan memasang wajah malas juga marah selama berjam-jam.
"Minuman ku belum habis.."kata Hyo Rim, sengaja memberikan jawaban yang tak menyambung. Ia hanya tidak ingin berkata " ya, kau pergi saja" atau " tunggu, aku ingin kau di sini"- itu sama saja dengan memperlihatkan kekecewaannya. Gadis ini kembali memperlihatkan senyuman manisnya pada Yunho, mungkin masih berharap Yunho akan meralat ucapannya tadi.
"Kalau begitu aku pergi.."
"Yunho –ya.. "
Yunho menghentikan langkahnya. Ia berbalik lagi melihat pada Hyo Rim. Gadis itu beranjak dari duduknya kemudian mendekatinya.
"Apa kita bisa bertemu lagi?"Tanya Hyo Rim dengan hati-hati. Gadis ini tentu tidak mau jika pertemuan pertama mereka setelah 5 tahun tak bertemu, akan menjadi pertemuan terakhir mereka juga. Meski Yunho hanya menganggapnya teman, hal itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
"Tentu saja, kita teman kan?"
Yah, mereka hanya akan menjadi teman, untuk saat ini..
Hyo Rim mengulas senyuman lagi.
҈҈҈҈҈
Jaejoong terlihat begitu sibuk dengan kegiataannya yang sedang membantu Yunho mengaitkan dasinya. Soal memasang dasi, dari dulu sejak awal mereka bersama, Yunho tidak pernah bisa melakukannya sendiri. Ia sangat memerlukan Jaejoong, juga untuk mengurus pakaian yang akan ia kenakan.
"Yoochun bilang kemarin kau bertemu dengan teman lama, jadi tak bisa pulang lebih awal.. "Ucap Jaejoong di sela-sela gerakannya. Semalam Yunho memang agak terlambat pulang ke apartmen. "Sudah selesai.."lanjutnya lagi. Ia membuang nafasnya kemudian menatap pada Yunho, menunggu kekasihnya itu untuk bersuara.
"Oh.. ah, teman waktu di universitas.."
Jaejoong mengangguk setelah itu memakaikan Jas pada Yunho. Hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan dan kerutinan setiap pagi, dan setiap saat jika sedang ada acara yang memerlukan Yunho untuk berpakaian seperti ini. Jaejoong tidak merasa ini adalah sesuatu yang membosankan, justru ia merasa senang karena bisa melakukannya untuk Yunho.
Jaejoong tinggal di Busan bersama kakak perempuannya sebelum ia memutuskan untuk mendapatkan pekerjaan di Seoul – kemudian dipertemukan dengan Yunho. Pertemuan mereka memang cukup menjengkelkan. Yunho menabaraknya kalah itu. Bukan tabrakan yang mengakibatkan cedera pada bagian tubuhnya. Waktu itu ia baru saja mendapatkan gaji pertamanya setelah diterima berkerja pada sebuah restoran, jadi ia dan beberapa temannya mendatangi sebuah klab. Di sana, Yunho yang dalam keadaan nyaris tak sadar, berjalan dengan sempoyongan, berhasil menabrak tubuhnya. Tubuh kecil Jaejoong terperosok ke lantai. Satu hal yang membuat Jaejoong kesal, karena Yunho dengan gaya tidak bersalahnya justru membentaknya; mengatakan Jaejoong tidak punya mata karena tak melihatnya yang sedang berjalan. Jaejoong hanya bisa mendengus kesal menerima perlakuan seperti itu. Ia memiliki mata yang besar, sedangkan Yunho memiliki mata yang lebih kecil. Jadi, siapa yang tidak punya mata?
Jaejoong tiba-tiba melebarkan senyumannya. Pemikirannya sudah terlalu jauh rupanya. Ia mengebaskan tangannya di pakaian Yunho setelah menyadari kalau kekasihnya itu menatapnya dengan aneh. Jaejoong berjalan meninggalkan Yunho yang masih berdiri berhadapan dengan sebuah cermin besar di depannya. Jaejoong duduk di tepian ranjang. Ia juga baru mengingat satu hal..
"Siapa?"tanyanya.
"Hmm?"Yunho melirik Jaejoong. Ia tidak mengerti dengan 'siapa' yang dimaksudkan Jaejoong. Yunho kemudian beralih dari cermin dan melangkah mendekati Jaejoong.
"orang yang kau temui kemarin.."jelas Jaejoong.
Yunho jadi terhenti tepat di depan jaejoong. Padahal ia baru saja akan memberikan satu ciuman untuk kekasih manisnya ini. Ia pun menggaruk belakang kepalanya, sebenarnya sama sekali tidak gatal. Ia hanya tidak percaya Jaejoong akan sebegitu tertarik dengan teman lama yang Yoochun katakan. Ah, Yunho mulai menyalahkan Yoochun dalam hati. Sepupuhnya itu memang terlalu tidak bisa untuk sedikit saja berbohong jika Jaejoong sudah bertanya.
"Bukan siapa-siapa.."sahut Yunho akhirnya setelah cukup lama malah terdiam. Hal yang barusan tertunda – memberikan Jaejoong ciuman, akhirnya bisa ia teruskan. Hanya ciuman ringan berupa kecupan di bibir Jaejoong. Yunho mungkin paham sekali dengan dirinya sendiri, jika bukan hanya sekedar kecupan, melainkan ciuman yang lebih berat – dapat dipastikan ia akan telat.
"oh.. Yunho ya.. semalam Sukjin noona menelepon. Besok adalah ulang tahunnya, noona ingin kita ke sana.."ucap Jaejoong ketika Yunho akan membuka pintu apartmen mereka.
Yunho berhenti. Tampak sedang berpikir."Besok?"
"Kau tidak bisa?"
"Besok ada rapat dengan pemegang saham, aku tidak bisa.." jawab Yunho. "Bagaimana kalau kau saja yang pergi.. Katakan permintaan maafku pada noona.."sambungnya lagi.
Jaejoong mengangguk dengan malas. Yunho selalu saja tidak bisa saat ada acara keluarga seperti ini.
"kau marah?"Tanya Yunho. Ia paling tidak bisa pergi jika melihat Jaejoong memasang wajah tidak enak seperti ini. Ia pun mendekati Jaejoong, lalu memberikan kecupan sekali lagi ke bibir Jaejoong.
"Baiklah.. "kata Jaejoong, akhirnya menyetujuinya. Pria ini merasa harus lebih mengerti dengan pekerjaan Yunho. Tidak baik jika dia terus memaksa padahal Yunho memiliki kesibukan lain.
"Aku pergi.."
"Hati-hati.."
Yunho mengangguk kemudian mengulas senyuman.
҈҈҈҈҈
"Joongie –ah.. "
Pelukan hangat langsung menyambut Jaejoong begitu ia tiba di tempat tinggal kakaknya di Busan. Sukijn sangat merindukan adik satu-satunya ini. Nyaris setahun mereka tak bertemu. Sejak Jaejoong pergi ke Seoul untuk mencari pekerjaan – adiknya ini memang jarang pulang. Terlebih saat Jaejoong mulai berhubungan dan sekarang tinggal bersama Yunho. Sukjin tidak menyalahkan kekasih adiknya itu karena tak sesering dulu bertemu dengan Jaejoong. Perempuan cantik ini tahu, bahwa Yunho adalah pria yang baik dan sangat mencintai Jaejoong. Sebenarnya ia juga merasa bersyukur karena Jaejoong mendapatkan pria yang tepat. Mungkin bisa dikatakan, ia telah memberikan kepercayaan utuh pada Yunho untuk menjaga Jaejoong. Selama ini Jaejoong begitu kasihan karena sejak remaja tak lagi mendapat kasih sayang dari orangtua mereka. Ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan, dan saat itu Sukjin harus mati-matian memberi Jaejoong kenyamanan, dan setelah bertemu Yunho, ia tahu bahwa adiknya ini benar-benar telah lepas dari keterpurukannya. Ia bisa melihat setiap kali Jaejoong datang, wajah adiknya seolah sedang memancarkan cahaya bahagia.
"Kau terlihat lebih lebih gemuk daripada setahun lalu.."komentar Sukjin mendapati tubuh Jaejoong yang memang terlihat lebih berisi ketimbang saat masih tinggal bersamanya. "kau makan terlalu banyak, eoh?"
"Sebenarnya ini karena aku tidak bekerja lagi, Yunho melarangku untuk bekerja. Setiap hari aku hanya di rumah saja, mungkin memberi sedikit efek pada tubuh ku.."jelas Jaejoong.
"Ah, begitu rupanya.. Oh, lalu di mana dia?" Sukjin tiba-tiba teringat dengan adik iparnya itu. Ia menengok-nengok ke belakang – mencari Yunho.
"Dia minta maaf karena tidak bisa ikut, hari ini dia akan menghadiri rapat.."
Sukjin menganggukan kepalanya.
"Noona telah menyiapkan sesuatu untuk sebentar?" Tanya Jaejoong. Saat ini mereka sudah duduk di ruang tengah. Sukjin masih tinggal sendiri. Ia memang telah memiliki seorang kekasih, tapi belum juga berencana untuk secepatnya menikah.
"Karena itu noona ingin kau datang lebih awal, noona ingin kau membantu noona menyiapkannya.."
Jaejoong mengganguk.
"Kau tidak keberatan, bukan? Pastinya tidak. Kau pasti sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga.." Sukjin malah menggodai adiknya ini. Ia tersenyum memandangi Jaejoong yang hanya bisa memutarkan matanya.
"Dia pasti terus menyusahkan mu, hmm?"
"Aishh, noona –ya. Sebaiknya noona cepat-cepat menikah saja.."ujar Jaejoong, jadi terganggu dengan suara noonanya yang dibuat-buat itu. Ia tahu saat ini kakaknya sedang menjelaskan sesuatu yang berbau lain dari perkataannya tentang 'menyusahkan' itu. Jaejoong pun memilih berlalu dari sana, menuju dapur untuk mengambil sesuatu yang bisa diminumnya. Tenggorakannya terasa kering.
"Mengapa noona harus cepat-cepat menikah?"
"Agar noona mendapat jawaban dari pertanyaan tadi.."ujar Jaejoong dari arah dapur. Ia sengaja membuat suaranya lebih terdengar berteriak karena jarak mereka yang lumayan jauh.
Sukjin jadi tertawa lepas mendengar perkataan Jaejoong, lalu mengikuti Jaejoong ke dapur..
"Memangnya noona bertanya apa pada mu, uri Jaejoongie?"
Jaejoong tidak menyahut, berpura-pura tidak mendegar, dan malah tampak begitu sibuk dengan mengecek bahan-bahan makanan dari atas meja.
"Jadi.. dia memang sangat menyusahkan mu..hmm?" guman Sukjin. Ia mendekat pada Jaejoong, lalu memberikan satu tepukan di pantat adiknya itu. Jaejoong tersentak, tapi tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa (lagi-lagi) memutar matanya.
Sukjin kembali tertawa. Ia memang paling suka menggodai adiknya ini. Sementara Jaejoong membuat pout pada bibirnya. Sukjin tahu Jaejoong tidak akan menghentikannya sebelum ia menghentikan candaannya ini.
"Okay.. Noona tidak akan berkata seperti tadi lagi, dan tolong buat mulut mu itu normal kembali.."pintahnya pula. Sebenarnya ia akan terus tertawa, gestur Jaejoong yang seperti itu justru membuatnya merasa lucu.
"Oh…" Sukjin tiba-tiba teringat dengan makanan yang belum ia buat. Ia pun meminta Jaejoog untuk mengeluarkan beberapa bahan makanan lagi yang sudah dibelinya sejak kemarin dan tersimpan di lemari pendingin. Sebentar lagi sahabat-sahabatnya akan datang, tidak lucu jika ia belum menyiapkan apa-apa untuk menyambut mereka.
҈҈҈҈҈
Dengan tergesa, Yunho mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Sejak tadi ia memang sudah merasakan getaran di bagian sakunya, tapi karena ia yang sedang mengikuti rapat, panggilan yang bisa dipastikan berasal dari Jaejoong tak bisa diterimanya.
"Maaf aku tidak bisa menerimanya tadi, aku baru saja selesai rapat.."jelasnya pada Jaejoong di ujung telepon sana. Terdengar suara Jaejoong yang mengatan 'tidak apa-apa'. Yunho bernafas legah karenanya. Ia nyaris berpikir akan mendapat sapaan tidak enak dari Jaejoong.
"Bagaimana dengan acaranya? Noona tidak marah padaku, kan?"Tanya Yunho. Ia memang merasa tidak enak karena harus membiarkan Jaejoong pergi sendiri tanpa dirinya ke Busan. Tahun lalu saat Sukjin noona berulang tahun, ia juga tidak sempat datang. Pekerjaannya adalah penyebab utama.
"Noona mengerti kau sangat sibuk.. Apa kau sudah makan..?"
"Belum.."sahut Yunho, segaja dibuat sedemikian rupa agar Jaejoong tertarik. Jaejoong paling tidak bisa saat ia mengatakan belum makan apapun hari ini. Saat itu Jaejoong pasti akan memarahinya, tapi akan segera menyiapkan makanan untuknya.
"Mengapa? Kau bisa sakit. Pekerjaan mu memang penting, tapi kau juga harus mengutamakan kesehatan.."
Benar saja, Jaejoong akan menasehatinya panjang lebar.
"Bagaimana aku bisa makan saat kau tidak ada.. Aku ingin makan makanan yang kau buat.. Aku juga ingin kau menyuapi ku.."pintah Yunho dengan suara yang lagi-lagi dibuat sedemikian rupa, dan kali ini seperti seorang anak kecil yang meminta disuapi ibunya.
"Aishh.. hentikan ucapan konyol mu itu.."
"Ne..Ne.. "gumam Yunho disertai anggukan kepalanya. Sebenarnya ia belum ingin menyudahi candaannya ini, tapi mendengar suara Jaejoong yang seperti tidak tertarik, jadinya ia harus menghentikannya. "Apa kau akan lama di sana?"tanyanya pula. Baru beberapa jam saja tidak bertemu, ia sudah merasakan rindu yang luar biasa pada kekasihnya itu. Benar-benar konyol.
"Noona menahan ku untuk beberapa hari. Apa tidak apa-apa?"
Yunho membuang nafas panjangnya. Kerinduannya akan menjadi-jadi setelah ini. Jaejoong tidak akan pulang dalam beberapa hari.
"Sebenarnya sangat apa-apa, tapi aku tidak bisa apa-apa.. "katanya pula..
"Mian.."
Suara kekasihnya di ujung sana terdengar begitu senduh. Ia jadi merasa bersalah telah membuat Jaejoong seperti itu.
"Ania, tidak apa-apa. katakan pada noona aku benar-benar minta maaf.."
"Aku akan mengatakannya. Ohya, selama aku di sini, kau jangan pulang terlalu malam, jangan pergi minum-minum, jangan makan sembarangan.."Jaejoong berkata panjang lebar lagi.
"Baik nyonya Jung.."
"Aishh, jangan memanggilku seperti itu.. "
"Lalu apa? Seperti itu kan kenyatannya.."
Beberapa saat mereka malah terdiam. Hanya helaan nafas masing-masing yang terdengar.
"Yunho –ya. Aku merindukan mu.."
Yunho tersentuh dengan pengakuan Jaejoong barusan. Ternyata bukan hanya dirinya yang berpikiran konyol. Jaejoong juga merindukannya padahal mereka belum sehari terpisah. Mungkin karena selama ini mereka terlalu sering berdua saja, tanpa penghalang apapun.
"Aku juga.."sahut Yunho.
"Aku ingin memeluk mu.." Yunho merasa dadanya tiba-tiba bergetar. Darahnya mulai berdesir, meski tidak senyaman jika suara itu tepat menyentuh telinganya. Karena di rasanya pembicaraan ini akan bermuarah pada hal lain – meningkat, Yunho segera berjalan memasuki ruangannya. Tak lupa mengunci pintunya.
"Aku ingin kau mencium ku.. Yunho yahh.."
Yunho terduduk di kursi kerjanya. Ia pasti akan mengakhiri obrolan mereka dengan melakukan sesuatu. Suara Jaejoong yang mendesah seperti ini, sudah membangunkan sesuatu di bawah sana.
…..
Suara ketukan yang tiba-tiba membuyarkan Yunho dari sisa-sisa kenikmatan yang baru saja ia rasakan. Ia segera membereskan beberapa helai tisu yang tadi digunakannya untuk membersihkan tubuhnya. Ia pun beranjak dari duduknya dan membukakan pintu ruangan kerjanya.
"Apa kau menggangu mu..?"
Yunho agak terkejut mendapati Hyo Rim berdiri di depannya sekarang. Sebenarnya sangat terganggu, ia baru saja membebaskan dirinya dari efek suara-suara yang dikeluarkan Jaejoong, tapi tidak bisa menunggu sampai gejolak kenikmatan pada tubuhnya meredah karena ketukan tadi.
"Oh.. Hyo Rim.. Ania.. masuklah.."ucapnya kemudian mempersilakan Hyo Rim untuk masuk.
"kau kenapa kemari?"
"Aku hanya ingin bertemu dengan mu.."sahut Hyo Rim setelah menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Ia kemudian melihat pada Yunho yang juga sudah terududuk di kursi pada meja kerjanya.
"Oh.." gumam Yunho, entah mengapa mendadak jadi gugup. Mungkin karena kenyataannya ia habis melakukan sesuatu di ruangan itu, jadinya merasa was-was kalau Hyo Rim akan menangkap bau aneh di situ.
"Kalau kau ada waktu, aku ingin mengajak mu makan malam di rumah… "ucap gadis ini.
Yunho baru saja akan bersuara tapi Hyo Rim lebih dulu menyela.
"Jangan menolak permintaan teman mu.."katanya pula.
"Oh, ya baiklah.."
Yunho akhirnya menyetujui tawaran makan malam dari Hyo Rim. Selain karena ia memang belum makan
apa-apa sejak siang tadi, ia juga merasa tidak enak jika menolak. Mereka hanya akan makan malam, Yunho dapat memastikannya. Ia tidak akan membuatnya menjadi kesempatan untuk Hyo Rim membuka pembicaraan tentang hubungan mereka dulu.
҈҈҈҈҈
Yoochun baru saja akan mendorong pintu ruangan kerja Yunho, tapi pintu itu sudah terbuka lebih dulu. Yunho dan Hyo Rim sekarang berdiri di depannya. Pria tampan ini mengerutkan keningnya. Agak bingung juga mendapati ada Hyo Rim bersama Yunho.
"Oh, ada Hyo Rim.."gumamnya pula..
"Yoochun –ah.." Hyo Rim mengulas senyuman untuk Yoochun. Sebenarnya gadis ini paling tidak suka bertemu dengan
Yoochun. Dulu saat ia masih bersama Yunho, Yoochun akan membuat masalah dengan mengatakan ketidak-sukaan pria itu padanya. Entah apa yang membuat Yoochun tak menyukai Hyo Rim.
"Kalian akan pergi?"Yoochun berkata lagi.
Yunho hanya mengangguk.
"Yunho akan makan malam di tempat ku.."jelas Hyo Rim.
Yoochun juga mengangguk. Ia hanya berharap Yunho tidak akan tergoda lagi dan kembali menjalin hubungan dengan Hyo Rim. Bagaimanapun dipertemukan dengan seseorang yang pernah menjadi bagian terpenting, tidak akan mudah untuk membuat kenangan-kenangan yang pernah ada, terhapus. Ia tahu karena sedang mengalaminya sekarang. Pria tampan ini tidak akan pernah, dan tidak bisa melupakan kenangan-kenangan itu.
"Kami pergi, Yoochun ah.."
Yoochun hanya memandangi kepergian mereka. Ia juga teringat telah membuat janji dengan –nya. Yoochun bergegas sebelum ia terlambat.
҈҈҈҈҈
"Kau terlambat lima menit.."
Suara khas dari seorang pria manis langsung menyambut Yoochun ketika ia memasuki sebuah rumah di kawasan Ilsam. Yoochun hanya tersenyum manis sebagai balasan dari suara itu. Ia semakin mendekati pria itu yang sedang berdiri menyandarkan tubuhnya ke dinding.
"Mianhae.. Junsu –ya.."ucapnya lembut. Ia menyentuh menangkupkan tangan ke wajah pria bernama Junsu itu, kemudian melanjutkannya dengan memberi beberapa kecupan di bagian wajahnya.
Junsu tidak pernah bisa menolak saat diperlakukan seperti ini. Sebenarnya ia juga tidak marah saat Yoochun datang terlambat. Ia mengerti dengan pekerjaan, dan status kekasihnya ini. terlebih mengerti dengan posisinya sekarang. mereka bukan lagi dua orang yang hanya saling mengikat tanpa adanya orang lain. Junsu tahu Yoochun telah menikah, namun ia tak ingin menyerah dengan melepaskan pria ini. Mungkin ia terdengar egois. Junsu juga tidak mengerti mengapa ia bisa terjerat dalam hubungan yang sebenarnya sangat salah, tapi hatinya berkata ini tidak salah. Mereka saling mencintai, dan selamanya akan tetap begitu.
"Perutmu tidak sakit lagi?"Tanya Yoochun setelah menghentikan kecupannya. Ia mengingat Junsu mengeluh sakit pada perutnya beberapa hari yang lalu. Memang hanya sakit biasa karena salah makan, tapi Yoochun sangat khawatir.
"Sudah sembuh.."Jawab Junsu yakin. Ia menarik lengan Yoochun dan membawa pria itu duduk di kursi pada ruang makan rumahnya. Rumah ini adalah pemberian Yoochun untuknya, dan mereka pernah tinggal bersama beberapa tahun sebelum Yoochun akhirnya menikah.
Sejak kecil ia sudah hidup sendiri, melakukan apa saja dengan mandiri. Mereka juga saling mengenal sejak masih di sekolah dasar, kemudian terus berlanjut sampai mereka menemukan perasaan cinta yang tumbuh di hati masing-masing, terus seperti itu sampai kenyataan telah berkata lain.
"Makanan ini kau yang memasaknya?" Yoochun jadi meragukan makanan yang telah tersaji di atas meja sebagai adalah makanan yang sudah Junsu buat. Ia tahu Junsu tidak pandai memasak.
"Ini buatan ku. Aku telah berlatih selama beberapa hari ini.."Junsu membela dirinya. Tentu saja karena memang dirinya yang memasakan semua makanan ini. Sebenarnya jadi ragu juga, apa yang akan Yoochun katakan setelah mencicipi rasanya.
Yoochun menganggukan kepalanya, kemudian mulai memasukan potongan daging kemulutnya. Sejenak tampak berpikir, seolah sedang benar-benar menghayati setiap rasa yang mengalir di mulutnya. Junsu menunggu dengan berdebar-debar, sampai saat Yoochun mengarahkan ibu jarinya ke depan. Senyuman terkembang dari bibir Junsu.
"Karena itu habiskan semuanya.."pintahnya pula, kemudian mulai melahap makanannya juga.
Beberapa saat mereka makan sambil terlibat dalam obrolan penuh canda. Junsu tiba-tiba menghentikan tawanya begitu menyadari sebentar lagi Yoochun pasti akan kembali ke rumahnya – pada istrinya. Ia akan merasa sangat senang jika saat ini Yoochun mengatakan akan menginap, tapi bukankah hal itu sulit? Istrinya pasti tidak akan memberikan Yoochun persetujuan.
"Aku akan menginap di sini malam ini.."
"Eh?"
"Kau keberatan?"
Junsu langsung menggelengkan kepalanya. Keberatan? Tenti tidak. Sama sekali tidak. Ia justru sangat bahagia. Saat ini ia tidak bertanya mengapa dan bagaimana mendapatkan persetujuan dari istri Yoochun. Ia juga tidak akan mau tahu jika memang Yoochun tidak menghubungi istrinya dan membiarkan perempuan itu menunggu. Yang ia tahu hanyalah bagaimana dia bahagia saat ini.
҈҈҈҈҈
Setelah menghabiskan makan malam mereka, Hyo Rim dan Yunho duduk di teras belakang rumah gadi itu. Ia memang tinggal sendiri di sana. Ibunya telah meninggal saat ia kecil, dan ayahnya berada di Jepang bersama istri keduanya, dan selalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Sejak berumur belasan tahun, ia mulai hidup mandiri tanpa bergantung pada ayahnya. Tapi, entah mengapa saat itu ia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di sana; dan meninggalkan Yunho.
"Kau mau minum..?"Tanya Hyo Rim memecah keheningan yang terjadi di teras belakang. Sejak tadi ia dan Yunho memang belum memulai percakapan. Namun, satu yang membuat Hyo Rim diam-diam tersenyum bahagia karena saat makan tadi, Yunho sempat memuji masakannya.
Yunho hanya mengganguk. Pria tampan ini terlihat sedang berkutat dengan ponselnya. Jaejoong mengiriminya pesan. Sebenarnya pesan Jaejoong itu berisi – agar ia tidak minum-minum. Jaejoong rupanya tidak lupa untuk kembali mengingatkannya tentang hal itu. Mengenai tawaran minum yang dikatakan Hyo Rim, Yunho tak mengelak ia justru menganggukan kepalanya tadi. Lagipula ia tidak akan minum sampai mabuk berat. Sebentar ia akan kembali ke apartmen.
Dugaan Yunho rupanya salah tentang Hyo Rim yang hanya akan memberinya bir. Gadis ini justru menyimpan sebotol tequila ke atas meja yang menjadi perantara mereka duduk. Yunho jadi mendesah pelan. Okay, ia hanya akan meminumannya dua gelas saja.
Hyo Rim mulai menuangkan alcohol itu dan memberikannya pada Yunho. Pria tampan ini langsung meminumnya. Ia hanya ingin semua cepat, dan ingin kembali ke apartmennya. Kemudian mereka mulai mengobrol.. Gelas kedua diteguk Yunho sampai habis, kemudian berlanjut pada gelas ketiga dan keempat yang diberikan Hyo Rim, dan tanpa penolakan Yunho langsung meminumnya dengan seklai teguk. Pikirannya masih benar. Otaknya masih berfungsi dengan baik. Tetapi.. agak sedikit aneh. Ia mulai melihat pada Hyo Rim. Di matanya, gadis ini jadi berlipa-lipat lebih cantik dari biasanya. Apa ini pertanda ia memang telah mabuk?
Yunho segera membalikan wajahnya ke posisi semulam serta membuat gerakan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yunho ya.. aku masih mencintai mu.."
Apa yang baru saja keluar dari bibir Hyo Rim, sukses membuat Yunho melihat lagi pada gadis itu.
"Aku ingin kau kembali pada ku seperti dulu.. Aku masih sangat mencintai mu.."
Yunho masih terdiam saat Hyo Rim sudah berdiri tepat di depannya. Lalu dengan segaja membungkuk dan memberikan ciuman di bibir Yunho. Yunho segera berdiri sebelum otaknya benar-banr menghilangkan kesadaran. Ia mengambil jas yang tadi ia letakan di sandaran kursi teras itu. Namun.. baru saja kakinya akan melangkah..
"Aku tahu kau belum melupakan ku.." Hyo Rim telah memeluknya dari belakang. Ia mengaitkan kedua lengannya melingkar di perut Yunho. Gadis ini juga menyimpan wajahnya – menempel di punggung bidang Yunho.
"Jangan pergi.."pintahnya dengan suara memelas.
Yunho berusaha untuk tidak terbuai dengan perkataan dan pelukan dari gadis itu. Dengan agak kasar, ia menyentakkan tangan Hyo Rim dari tubuhnya. Ia melangkah lagi meski agak gontai.
Sejenak gerakan kasar itu membuat Hyo Rim terpaku dengan segala kesedihannya. Benarkah Yunho tidak memiliki rasa lagi padanya? Hyo Rim tidak mau itu menggerogoti pikirannya dan sama sekali tak memberikannya jawaban. Ia langsung berjalan mendekati Yunho, dan memeluk pria itu sekali lagi. Kali tubuh Yunho jadi terdorong ke dinding di belakang mereka. Yunho tak mengelak. Ia hanya terdiam dan lebih menyandarkan tubuhnya ketika Hyo Rim mulai mendekatkan wajahnya. Bibir mereka kembali bersentuhan. Hyo Rim memulainya dengan agak berantakan dan terkesan memaksa meski Yunho tak meresponnya.
Beberapa saat pasif. Yunho mulai menyentuh tengkuk Hyo Rim, dan perlahan menggerakan bibirnya juga. Ia membuat tubuh Hyo Rim berganti terdesak ke dinding.
Mungkin…
Alkohol penyebab mengapa ia hilang kendali seperti ini; serta melupakan orang lain..
…..
Jaejoong menjatuhkan tubuhnya keranjang. Ia sangat lelah hari ini. seharian membatu Sukjin noona menyiapkan makanan untuk ulang tahun kakaknya itu, benar-benar membuat lelah. Meski ini bukan hal yang baru, tapi ia cukup direpotkan. Jaejoong pun mengambil ponsel dari atas nakas, dan menekan tombol 'ok' saat nama kekasihnya terterah di layar ponselnya.
Beberapa saat menunggu, tak ada jawaban dari sana. Ia kembali mencoba, tapi hasilnya sama saja. Jaejoong mendengus kesal. Yunho pasti sangat sibuk dengan pekerjaanya hingga tidak bisa menerima panggilannya. Tapi, sudah selaman ini Yunho masih bekerja?
"Lihat saja aku akan memarahi mu habis-habisan besok pagi.."ujar Jaejoong lalu menekuk bibirnya. Sungguh ia sangat sebal saat ini. Jaejoong sudah merencanakan kata-kata pedas yang akan ia ucapkan besok pagi pada kekasihnya itu. Ia tersenyum puas setelahnya.
҈҈҈҈҈
Yunho mengusapkan telapak tangan ke wajahnya. Ia memang sudah kembali ke apartmennya setelah tadi terbangun dengan kepalanya yang terasa berat. Sungguh perasaanya tidak enak sekarang. Ia menyadari kesalahan yang ia perbuat semalam. Kejadian semalam antara ia dan Hyo Rim, bukan hanya sekedar membagi ciuman dan pelukan, tapi lebih dari itu. Rasa bersalahnya semakin menjadi ketika mengetahui ada beberapa panggilang dari Jaejoong semalam – saat ia dengan penuh semangat memojokkan tubuh Hyo Rim..
Ia membuang nafas beratnya. Mendadak tidak siap jika Jaejoong pulang dan melihat wajah ceria menahan rindu dari kekasihnya itu. Apa yang harus dia lakukan? Ia tidak bisa berkata jujur, tapi tidak bisa juga untuk membohongi Jaejoong.
"Joongie –ah, mianhae.."gumamnya pula.
Yunho berjanji tidak akan bertemu dengan Hyo Rim lagi. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah dibuatnya.
҈҈҈҈҈
Beberapa hari kemudian…
"Aku sangat merindukan mu.." pelukan Jaejoong semakin erat di tubuh Yunho. Beberapa saat lalu Jaejoong baru kembali dari Busan. Yunho memang telah memikirkan keadaan seperti ini beberapa hari yang lalu, dan itu semakin membuatnya merasa bersalah. Ia balas mendekap Jaejoong dengan lebih erat.
"Aku sangat mencintai mu.. Apapun yang terjadi aku akan selalu mencintai mu.."ucapnya pula – berkata jujur dari hati paling dalamnya.
Jaejoong tiba-tiba melepaskan pelukan mereka serta memandangi Yunho dengan raut wajah penuh tanda tanya. "Ada apa?"tanyanya pula. Ia memang bisa menangkap arti lain dari ucapan Yunho. Bukan untuk meragukan, tapi mengatakan cinta dengan tiba-tiba seperti ini justru membuatnya aneh. Ia menatap Yunho, tapi pria itu menghindar. Jaejoong pun melepaskan tangannya yang tadi menyentuh kedua sisi wajah Yunho. Ia duduk di sofa.
"Kau berkata seperti tadi.. Aku merasa kau sedang berusaha menutupi sesuatu dari ku.."katanya lagi. Ia semakin menatap lekat pada Yunho.
"Apa terjadi sesuatu selama aku pergi?"
Yunho akhirnya mau membalas tatapan Jaejoong walau tidak dalam jarak sedekat tadi. Saat ini ia harus mengumpulkan keberanian untuk berterus terang. Ia hanya mengingat, dulu mereka berjanji untuk tidak pernah saling membohongi. Besar dan kecil suatu masalah yang terjadi, harus saling mengetahui. Yunho pun perlahan melangkah mendekati tempat di mana Jaejoong duduk. Ia membuat tubuh mereka sejajar dengan lututnya yang menyentuh lantai.
"Mianhae.."
"Huh?"
Jaejoong semakin merasa ada yang tidak beres dengan tingkah Yunho ini, tapi tidak mau berpikiran terlalu jauh, dan jadinya hanya menunggu Yunho melanjutkan perkataannya.
Yunho belum berkata apa-apa lagi, namun membawa tubuh Jaejoong dalam pelukannya. Ia juga berkata 'maaf' berkali-kali.
"Ada apa sebenarnya?"ujar Jaejoong akhirnya. Ia melepaskan pelukan Yunho dan memandangi Yunho dengan tajam; dan mau tidak mau – Yunho harus mengatakannya.
Jaejoong bisa mendengar helaan nafas panjang dan berat dari kekasihnya itu.
"Teman lama yang aku temui itu.. dia sebenarnya adalah mantan kekasih ku.."Yunho menghentikan ucapannya dan beralih memandangi Jaejoong yang tampak sangat serius dengan apa yang baru saja didengarnya. Seolah ada kata ' lalu?' di tatapan mata Jaejoong.
"Saat itu kau di Busan.."Yunho menundukan kepalanya lagi. "Aku memang salah karena tidak mendengarkan perkataan mu.."
"Katakanlah.. aku akan mendengarnya dengan baik.."Jaejoong menyelah sebelum Yunho meneruskan penjelasannya. Dan hal itu justru semakin memperburuk keadaan. Yunho tentu bisa melihat bagimana raut wajah Jaejoong, meski kekasihnya itu berusaha agar tampak datar.
"Aku.. aku tidur dengannya.."perlahan Yunho bisa menyelesaikan ucapannya. Ia semakin menundukan wajahnya dan jadi menyentuh paha Jaejoong. "Maafkan aku, Jaejoong –ah"
Jaejoong terdiam. Belum bisa bersuara setelah apa yang didengarnya barusan. Sungguh sangat menyakitkan. Ia berusaha menormalkan nafasnya yang seolah tercekat.
"Jaejoongie –ah.. mianhae. Kau mau aku melakukan apa untuk menebus kesalahan ku?"Yunho kembali berucap dengan sungguh-sungguh. Melihat Jaejoong yang masih diam, Yunho kembali meraihnya dalam pelukan.
"Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi.."
Jaejoong menghembuskan nafasnya yang mulai terbebas dari kesesakan. Lalu menyentuh punggung Yunho.
Jaejoong tahu setiap tindakan adalah pilihan, dan setiap pilihan adalah keputusan. Mungkin apa yang baru saja ia ketahui merupakan hal biasa dalam suatu hubungan. Tidak ada hubungan yang berjalan mulus tanpa hambatan dari awal hingga akhirnya. Sebuah hubungan tanpa adanya perselisihan, rasanya tidak menarik, dan Jaejoong mencoba untuk menerimanya sebagai suatu kekhilafan yang mungkin tak di sadari oleh Yunho sendiri. Bagaimana pun hubungan mereka bukan hanya sekedar hubungan biasa saja. Ini bukan soal waktu, tapi hati yang telah bertepi padanya – Jung Yunho.
"Baiklah, kau akan aku maafkan. Tapi.. kau tidak boleh tidur di ranjang sama dengan ku selama seminggu ini..Itu hukuman untuk mu.. "
Yunho segera melepaskan pelukan mereka. Ia memandangi Jaejoong lekat. Ada genangan air di mata kecilnya. Yunho sedang berusaha untuk tidak menangis walau sebenarnya ia ingin menangis. Jaejoong memaafkannya dan malah membuat hukuman yang terdengar lucu.
"Satu hal lagi.. Jika kau mengulanginya, maka aku tidak hanya akan memberikan hukuman selama satu minggu, tapi selamanya.. kau mengerti?"
Jaejoong memang mengatakannya dengan menambahi nada gurauan di sana, namun Yunho dapat menangkap keseriusan dalam setiap katanya. Ia harus berjanji pada Jaejoong dan pada dirinya sendiri untuk tidak lagi terjerat dalam kesalahan yang sempat dia lakukan.
Yunho menganggukan kepalanya kemudian menciumi wajah Jaejoong sekehendak hatinya.
҈҈҈҈҈
Beberapa minggu berlalu, Yunho tak bertemu lagi dengan Hyo Rim. Beberapa kali gadis itu memang menghubunginya, Yunho juga tidak tahu Hyo Rim mendapatkan nomor ponselnya dari siapa. Hubunganya dengan Jaejoong juga terus membaik, lebih tepatnya pada hukuman yang diberikan Jaejoong. Hukuman itu sudah berakhir seminggu yang lalu.
Semenjak kejadian itu, Yunho akan mengikuti apa saja yang Jaejoong katakan. Mulai dari pulang lebih awal, dan Yunho akan menurutinya. Seperti juga saat ini, Yunho harus merelakan waktu istirahatnya di sabtu siang dengan menemani Jaejoong berbelanja. Entah sudah berapa lama dia seolah menjadi pengawal sekaligus pembawa kantung-kantung belanjaan kekasihnya ini.
Jaejoong membeli banyak barang. Mulai dari perlengkapan rumah, sampai perlengkapan pribadinya. Jaejoong memang seorang yang sangat suka memperhatikan penampilannya. Ia akan membeli apa saja yang menurutnya cocok untuknya.
"Yah, kau! Cepat kemari, apa membawa barang-barang itu sangat membuat mu lelah, eoh?"ucap Jaejoong berseruh pada Yunho yang jauh berjalan di belakangnya. Yunho hanya mendengus kesal kemudian mempercepat langkahnya.
Mereka kemudian memasuki lift yang telah terbuka. Kaki Yunho terasa sangat pegal, ia akan meminta pertanggung jawaban setelah sampai di apartmen mereka. Yunho melihat lagi nomor-nomor yang berganti menunjukan lantai berapa sekarang mereka berada. Dan saat lift berbunyi dan pintunya terbuka, senyuman Yunho semakin melebar. Ia akan membalas perlakuan Jaejoong padanya.
"Lihat saja Jaejoongie, kau pasti akan menyesal karena telah membuat kaki ku sakit begini.."kata Yunho dengan seringaian di akhir kalimatnya..
"Kau bisa apa dengan kaki sakit begitu, huh?"Jaejoong balas menyeringai.
Jadinya mereka hanya berbalas kata candaan.
Tiba-tiba langkah mereka terhenti. Tepatnya langkah Yunho. Di depan pintu apartmen mereka, Song Hyo Rim sedang berdiri dengan beberapa koper…? Mata Yunho terbelalak. Dadanya mulai berdetak aneh. Mengapa Hyo Rim bisa ada di sini? Terlebih wajah Hyo Rim, ada segurat kekhawatiran dan kesedihan di sana. Perasaan Yunho tiba-tiba saja jadi tidak nyaman.
"Yunho –ya.."Hyo Rim baru saja akan memulai bicara, tapi seorang pria yang kemudian mendekat dan berdiri di samping
Yunho menghentikannya. Ia melihat pada pria itu, dan bisa mengetahui siapa orang itu.
"Oh, Hyo Rim –ah.. sedang apa di sini?"Tanya Yunho.. "Dan itu.." Yunho menunjuk pada bawaan Hyo Rim.
Hyo Rim tiba-tiba saja mulai terisak. Banyak air mata memenuhi wajahnya. Yunho dan Jaejoong saling berpandangan. Meski ini terlihat sebagai sebuah kabar yang tak menyenangkan, tapi melihat seorang perempuan dengan kesedihan seperti ini, Yunho juga Jaejoong merasa prihatin.
Jaejoong memilih mendekati perempuan itu. Ia belum pernah melihat perempuan ini sebelumnya, hanya tahu namanya dari sapaan Yunho tadi. Ia menyetuhkan tangannya di pundak Hyo Rim..
"Aku Kim Jaejoong, kau bisa menceritakannya pada ku.."
Hyo Rim mengangkat kepalanya. Matanya langsung bertemu dengan mata besar Jaejoong yang sedang menatapnya lembut.
"Aku – aku sedang mengandung.."ucap Hyo Rim agak terbata.
Jaejoong mulai merasa ada yang tak lain di sini, tapi sebisa mungkin untuk mencoba bersikap biasa dengan terus memberikan perhatian pada Hyo Rim.
"Dan itu.. adalah anak Yunho.."
Seketika Jaejoong melepaskan tangannya dari pundak Hyo Rim. Ia terkejut. Shock. Dadanya sakit. Seolah ribuan belati sedang tertancap dengan sadis di sana.
"A-apa?"Jaejoong bahkan nyaris tak bisa berkata dengan benar. Suara ikut tercekat. Ternggorokannya sakit. Ia mendapati tubuhnya melemas.
"Jaejoong –ah.. biar aku jelaskan dulu.."
Jaejoong menepis tangan Yunho yang akan menyentuhnya. Apa yang didengarnya barusan, sudah cukup menjelaskan. Tidak ada lagi yang perlu Yunho katakan. Kalau pun ada, untuk apa? Untuk membalikan keadaan seperti semula?
Jaejoong menempelkan telapak tangan ke wajah, kemudian mengusap bagian itu berulang-ulang.
Kehidupan memang begitu indah saat kita dipersatukan dengan seseorang yang sangat kita cintai. Melakukan segalanya bersama-sama. Hidup terasa sangat menarik.
Tetapi, ada kalanya – hidup tidak akan selalu berpihak pada kita meski kesabaran selalu ada. Akan ada sedikit warna-warna kelabu bahkan nyaris gelap, membuat kita semakin terpuruk di dalamnya. Hanya bisa menyesali, mundur, atau bertahan dengan segala resikonya..
Tbc,,,,,
