We are
Disclaimer Masashi Kisimoto
By : By : Deera Dragoneella
.0.
Cerita GJ, g sesuai EYD, OOC, Gender Switch, dE-eL-eL
Family, Hurt/Comfort, Romance, Friendship
.0.
Naruto sudah siap dengan baju SMA-nya. Mematut dirinya di cermin panjang di kamar apartemennya – iya, Naruto akhirnya tinggal di apartemen bersama ketiga kawannya. Tentu saja setelah sekuat tenaga membujuk ayahnya itu – sebelum beranjak keluar dari kamar dengan yang disampirkan di bahu kanannya.
"Pagi, Naru-chan" Sapa Tenten yang sibuk menyiapkan sarapan.
"Pagi, Tenten" Balas Naruto sambil mendudukkan dirinya di meja makan. Pagi itu adalah jadwal Tenten untuk membuat sarapan dan bekal makan siang untuk mereka. Mereka sengaja membagi tugas masak seperti piket, bergantian. Mereka benar-benar kompak dan merasa sangat senang bisa tinggal bersama seperti keluarga.
"Mana Shika dan Kiba?" Naruto menatap kamar keduanya heran. Ini hari pertama mereka, dan keduanya belum juga siap? Mau dihukum lagi apa, yah? Seperti waktu MOS kemaren?
"Oh, mereka sedang bersiap-siap. Tadi pagi mereka habis lari pagi" Naruto menganggukkan kepalanya paham dengan jawaban Tenten, meski heran dengan kerajinan kedua sahabatnya itu. Tumben banget, batinnya.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan" Shikamaru mendudukkan dirinya di samping Naruto dengan baju yang belum dikancingkan dan dasi yang menggantung dilehernya, menampakkan kaos putih bergambar rusa didalamnya.
"Memangnya aku mikir apa?" Balas Naruto dengan alis bertaut, sementara tangannya mengambil lauk. Tenten sudah mendudukkan dirinya di samping Naruto, berhadapan dengan Shikamaru, seteleh selesai dengan semua masakannya.
"Kau pasti heran kenapa kami lari pagi, kan?" Balas Shikamaru malas, sambil mulai mengisi piringnya dengan lauk.
"Aa, tentu saja" Naruto menganggukkan kepalanya, mengakui kebenaran perkataan Shikamaru. "Itu bukan hal yang biasa kalian lakukan. Apalahi Kiba yang sering molor-"
"Hei, aku dengar itu!" Teriak pemuda pecinta anjing itu dari depan pintu kamarnya.
Apartemen itu memang besar, dan keempatnya sengaja memilihnya karena mereka memang ingin tinggal berempat. Ada tiga kamar, sebenarnya, sementara satunya gudang. Tapi mereka bisa menyulap gudang kosong itu menjadi kamar, karena gudang itu cukup besar. Dan Shikamaru-lah yang menempatinya. Entah karena apa, pemuda itu mau-mau saja, meski yang lain merasa tak enak dan berniat mencari apartemen lain.
Tapi, Shikamaru bilang jika apartemen itu adalah yang paling strategis. Rute ke sekolah dan kerumah mereka bisa dengan mudah diakses melalui halte di depan apartemen itu. Belum lagi apartemen itu dekat dengan minimarket 24 jam, yang akan memudahkan mereka berbelanja.
Kiba datang dengan keadaan yang tak jauh beda dengan Shikamaru. Pemuda itu sudah manyun ketika duduk, kesal dengan title molor yang diberikan Naruto, juga apa yang terjadi kala lari pagi tadi.
"Itu kenyataan, Kib. Makanya sengaja, tadi pagi itu buat biar kau terbiasa bangun pagi" Shikamaru menambahi setelah selesai mengunyah makanannya.
"Oh, jadi gegara itu?" Naruto dan Tenten menganggukkan kepala mengerti. "Tapi, Shik? Nggak salah, nih? Kau kan pemalas" Mendengar jawaban Naruto, sontak Shikamaru melemparkan deathglare gratis pada gadis itu, yang justru di balas cengengesan innocent miliknya, juga tawa dari kedua sahabatnya yang lain.
Apes-apes. Niat hati bantuin temen, eh- kena juga. Nasib-nasib. Batinnya sebel.
"Eh, btw... Kita sekelas nggak?" Tanya Tenten mengalihkan pembicaraan.
"Bener tuh! Kira-kira kita sekelas nggak?" Balas Kiba ikut penasaran.
"Setahuku, juara satu sampai tiga masuk kelas khusus. Tapi beruntung, aku sudah mengundurkan diri sejak awal" Jelas Shikamaru.
"Eh, serius?" Naruto yang kaget menatap Shikamaru lurus.
"Dua rius dah. Kemaren juga kayaknya Tenten udah ngundurin diri, kan?" Giliran Tenten yang dapat tatapan tanya. Gadis itu terlihat bingung sebelum menepuk jidatnya, teringat sesuatu.
"Eh, iya, Nar. Aku ingat aku sudah ngundurin diri. Waktu itu kamu lagi liburan ke Uzu, kan? Jadinya nggak tahu pengumuman ini" Jelas Tenten dengan perasaan menyesal melihat wajah tidak rela Naruto.
Naruto merasa kehilangan nafsu makannya. Juara satu sampai tiga dijadikan satu kelas? Mati aja deh~ Masa dia harus sekelas sama anak ayam dan anak alay – yang tak lain dan tak bukan adalah adiknya? Serius, dia bisa menebak seruwet apa hidupnya.
"Udahan ah, aku kenyang" Mendengar nada tak semangat dari Naruto membuat mereka – Shikamaru dan Tenten – menatapnya penuh sesal. Mereka benar-benar lupa memberitahukan hal ini pada Naruto, karena pengumuman itu diberikan tepat sehari setelah Naruto pergi liburan ke Uzu, dan gadis itu tak bisa dihubungi – karena phonselnya rusak ketika dijatuhkan Nagato ke kolam renang – hingga hari kepulangannya, mereka justru lupa.
"Gomene, Nar..." Ujar Tenten yang dibalas senyum Naruto.
"Nggak papa kok, Ten..." Naruto menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya perlahan. "Aku hanya tak yakin, bisa bertahan sebulan bersama para alayers itu" Dan ketiga teman Naruto hanya bisa menatapnya prihatin. Yeah, alayers, sebutan buat para alay yang membanggakan nilai dan memandang yang lain sombong. Mereka sudah biasa melihat hal seperti ini dan jenuh, sehingga lebih suka menghindarinya. Sayangnya, Naruto kurang beruntung.
"Tenang aja, Nar. Kalo ternyata kelas itu gadung dan ganggu konsen belajar, kau bisa minta pindah kok. Asal kelasnya belum penuh, sih" Ucapan Shikamaru sedikit banyak membuat Naruto senang. Yeah, setidaknya dia bisa bersabar untuk beberapa waktu. Meski dia cukup malas melihat wajah adiknya nanti, belum lagi kalau ada tambahan anak menyebalkan yang akan mengungkit masalah perbedaan mereka.
.0.
Belum juga pelajaran dimulai, para alayers udah beraksi. Naruto menutup telinganya dengan earphone dan disetel musik kenceng. Dengan sengaja gadis itu milih duduk di bangku paling belakang nomor dua, deket jendela. Mengabaikan para gadis alay yang teriak jejeritan dan sesekali melirik para cowok kece, sebelum bisik-bisik dan jejeritan GJ.
Oh, Tuhan. Dosa apa hamba-Mu ini, hingga Engkau biarkan diriku yang unyu ini sekelas sama para alayers? Batinnya narsis.
Memejamkan matanya, gadis itu mengabaikan bisik-bisik dari kumpulan gadis di ujung bangku depan, tempat kumpulan adiknya dan para sahabat (?) barunya. Naruto sadar mereka beberapa kali meliriknya sebelum berbisik entah apa yang tak dipedulikannya. Peduli amat, dah. Niat dia sekolah dan deket temen-temennya kok, sebelum perpisahan mereka nanti.
Ah, Naruto jadi ingat rencananya setelah lulus nanti. Ini ide Nagato dan Sasori, dua sepupunya yang super itu sudah memvirusi otaknya dengan rencana mereka yang spektakuler, buat anak tomboy macam Naruto. Tapi justru itu, karena rencana spektakuler itu, Naruto tahu apa yang sebenarnya dia mau. Passion-nya.
.0.
"Gimana di kelas?" Tanya Tenten yang sudah duduk dihadapannya. Mereka membuka bento yang isinya sama itu dan mulai memakannya, mengabaikan keramaian kantin kala itu.
"Alay... Aku bisa gila jika harus bertahan hingga kenaikan kelas" Balas Naruto lesu. Mereka bisa mendengar jejeritan GJ kala beberapa anak keren – entah yang sudah lama atau anak baru – yang jadi idola sekolah.
"Tuh, ternyata yang alay bukan cuma kelasku" Lirinya sambil mengambil earphone-nya dan menyalakan lagu dengan volume yang masih bisa membuatanya mendengar suara Tenten.
"Sabar ya, Nar... Aku juga nggak sekelas sama Shika, kok. Dia sekelas sama Kiba malahan" Balas Tenten yang membuat Naruto mengangguk lemah.
"Hei, kok hari pertama udah kuyu gini?" Suara yang familiar bagi keduanya dari orang yang tiba-tiba duduk di samping Naruto membuat mereka menoleh cepat dan menemukan Toneri – waka Osis yang sempat jadi panitia MOS mereka- tersenyum manis pada keduanya.
"Hweee~ T... Aku nggak kuat" Rengek Naruto kaya anak lima tahun yang sontak membuat sebagian isi kantin terdiam, menyaksikannya.
Naruto merengek sambil memasang wajah kucing minta dikasihani miliknya. Matanya membulat lucu dengan air mata yang menggenang. Sumpah dah, Toneri kagak tega lihatnya.
"Kenapa memangnya?" Tanya Toneri kalem sambil membelai pucuk kepa Naruto lembut. Rambut Naruto yang sudah agak panjangan di gelung keatas, ujungnya mirip buntut merak yang lagi mekar, membuatnya sangat manis – jika saja tidak sedang sedih seperti ini.
"Aku nggak kuat sekelas sama para alayers" Jawaban Naruto membuat Toneri mengernyit, gagal paham.
"Para juara kelas yang songong dan suka jejeritan GJ kalau lihat idola mereka itu, lho" Jawaban itu dayang bukan dari Tenten yang ditatap Toneri, tapi Shikamaru yang baru tiba dan duduk semeja bersama mereka dengan Kiba.
"Hwee~ Aku pengen pindah kelas" Bisik Naruto lirih, karena kepalanya menelungkup diatas kedua sikunya diatas meja. Kelihatan banget kalo tuh anak terpuruk gitu.
Teman-temannya hanya bisa menatap prihatin dirinya, earphone yang dikenakannya tadi sudah lepas dan ganti dipakai Kiba.
"Sudah, nggak papa" Toneri merangkul dari samping tubuh Naruto kala gadis itu menegakkan tubuhnya, dengan air mata yang siap keluar.
Yeah, teman-temannya sudah maklum jika Naruto akan menangis, apalagi jika itu menyangkut hal yang dibencinya. Gadis itu benar-benar tak bisa bertahan dan berpura-pura bisa menerima tempat yang tidak disukainya. Dia memang kuat, tomboy... Tapi sebenernya, nggak bisa dipaksa.
Aksi Toneri merangkul Naruto – anak baru kelas khusus itu – bikin para fans-nya jejeritan nggak rela. Beberapa anak baru juga heran dengan kedekatan keduanya, bahkan Naruko menatap tak berkedip keduanya dari mejanya.
"Wah, nggak nyangka kakakmu akrab dengan Toneri-senpai" Ucapan Sakura yang menatap iri Naruto membuat Naruko menoleh padanya.
"Iya, kok bisa gitu. Padahal MOS kemaren aja mereka kayak nggak kenal gitu" Tambah Ino, sohib akrab Sakura dan satu sekolah sejak JHS.
"Nggak tahu" Balas Naruko cuek.
Sebenernya Naruko juga penasaran, kok bisa kakaknya akrab sama waka Osis yang galaknya – na'udzubillah – itu. Belum lagi, Naruto memilih keluar dari rumah – dengan alasan belajar hidup mandiri – yang sebenernya dia sedikit curiga jika ini ada hubungannya dengan Naruto yang nggak tahan sama sikapnya dan Mami Kushi dulu.
Padahal, Naruko pengen deket lagi sama kakaknya itu. Tapi sepertinya, Naruto sudah membangun tembok pembatas diantara mereka. Apa kelakuannya selama ini benar-benar sudah keterlaluan?
Di sisi lain, Sasuke yang ada di pojok ruangan menatap tajam interaksi keduanya. Mengabaikan tatapan Neji dan Gaara yang heran melihat tingkah tak biasanya. Mereka mencoba melihat kearah tatapan Sasuke, tapi mereka tak tahu yang mana. Rasanya mustahil jika Sasuke menatap tak suka interaksi kembaran Naruko dan senpai mereka yang galak itu, kan?
-TBC-
Yah, buat pembukaan seperti ini dulu nggak papa yaaaa :D
Maaf kalau mengecewakan dan nggak sebagus Yourself
Jaa ne~
