Kei memiliki hobi memperhatikan matahari.
Bukan, bukan matahari yang menjadi pusat tata surya itu. Gila saja. Kalian mau mata Tsukisima Kei iritasi?
Matahari yang dimaksud oleh Kei adalah—
"Kei! Kerjakan tugasmu, sana. Jangan lihat-lihat."
"Terserah aku, Shoyo."
—Hinata Shoyo.
"Keeeeeiiiii!"
Senyuman tipis yang jarang terlihat itu diulas si pirang, "Apa?"
"Sudah sana kerjakan tugasmu saja, jangan lihat-lihat aku!"
Kei gemas ingin gigit pipi itu, namun ia tahan menyahut, "Kenapa?"
Shoyo mengerang sebal, "Kei!"
"Iya, Shoyo?"
"Tahu begini aku tidak ajak kamu ke perpustakaan, bikin orang sebal saja. Aku menyesal."
Kei mengangkat satu alisnya, "Katanya tadi minta ditemani?" ucapnya menggoda si oranye.
"Makanya aku bilang aku menyesal!"
Andai saja Shoyo diperbolehkan membuat kegaduhan di dalam perpustakaan. Pasti beberapa buku yang digunakannya sebagai sumber untuk tugasnya kali ini sudah melayang mengenai kepala si pirang.
Kei masih ingin menggoda Shoyo tapi merasa kasihan juga jika tugas si mungil miliknya ini tidak selesai. Hei, maaf saja. Kei tidak mau jadi penyebab Shoyo harus mengulang kelas nantinya.
"Oke, aku mengalah," Kei berucap akhirnya. "Aku akan mengerjakan tugasku sedikit lagi dan kamu cepat selesaikan milikmu ya? Agar kita cepat pulang dan makan, kamu belum makan siang."
Shoyo memasang pose hormat, "Siap!" Lalu ia dengan cepat kembali menekuni lembar demi lembar buku tebal yang tadi diambilkan Kei dari rak yang lumayan tinggi.
Awalnya, semua tenang dan aman terkendali. Shoyo dapat kembali mengerjakan tugasnya dengan tenang tanpa diperhatikan oleh Kei. Namun, apakah aku sudah menyebutkan bahwa Kei memiliki hobi memperhatikan Shoyo? Kalau sudah, baiklah, karena tidak lama setelah Shoyo pada akhirnya bisa mengerjakan tugasnya dengan tenang, lagi-lagi Kei kembali memperhatikannya.
Tidak, Shoyo tidak risih atau merasa terganggu. Dia malu. Demi Kageyama dan celana dalam abu-abunya, Shoyo malu ditatap Kei terus-terusan. Apalagi Kei menatapnya sambil tersenyum seperti itu. Aduh, hati Shoyo rasanya gemas ingin cium pipi si pacar.
Shoyo ingin menyikapi biasa saja, tapi semakin dibiarkan, semakin menjadilah Tsukishima Kei.
"Ayolah, Kei," pelas Shoyo.
Kei malah menyahut, "Kenapa lagi? Ayo lanjutkan tugasmu."
"Sudah dong, jangan liatin aku mulu. Aku jadi 11/12 sama cabai ini, merah!" protes Shoyo, mengaku bahwa ia malu.
"Beda, Shoyo. Cabai itu pedas. Kamu 'kan manis."
Wajah Shoyo makin memerah, "Keeeeei!"
Protesan disambut dengan tawa kecil Tsukishima Kei.
a/n: halo lagi! aku tidak tahu ingin meninggalkan pesan apa di sini, tapi jika kalian memiliki kritik dan saran maka aku akan dengan senang hati menerimanya! Terima kasih telah membaca, aku sayang kalian.
