Plus Anima fanfic phase 2 "Again" chap 1 "She's Franny"

Cooro, Husky, Nana dan Senri, untuk yang kesekian kalinya mereka berkelana lagi. Aneh sekali, mereka kembali lagi ke Maggie Village yang sudah berubah nama menjadi Maggie Town sekarang. Anehnya lagi, belakangan ini Cooro jadi agak pendiam dan terlihat lebih dewasa... Apa ada sesuatu yang terjadi pada si Sayap Hitam? Ya, kemarin ketika ia dan kawan-kawannya baru sampai di kota, tiba-tiba langkahnya terhenti.

Diam.

Ia diam bergeming.

Setelah beberapa meter, Husky baru menyadari sahabatnya yang satu itu tertinggal jauh di belakang, sementara Senri tetap mengekor di belakang Husky, dan Nana sudah berencana untuk hilir mudik di toko bahan setelah mereka baru menginjakkan kaki di depan gerbang kota.

"Cooro!" Husky berteriak lantang. Suaranya jadi agak parau sejak ia menginjak usia remaja, badannya pun lebih tegap, dan dari wajahnya orang sudah bisa menebak ia adalah seorang laki-laki, tetapi tetap terlihat cantik juga. Ia mendekati Cooro dan masih memanggilnya. Kalau dia adalah Senri, mungkin cakarnya sudah ia keluarkan dan langsung menggotong Cooro.

"Hei Coo--" Husky menghentikan panggilannya setelah menepuk bahu Cooro dan mencari apa yang sedang diperhatikan Cooro dan melihat ke arah yang sama, sebuah penginapan. Oh, ternyata Cooro sedang memperhatikan seorang perempuan yang berdiri di depan penginapan itu. Gadis yang cantik, rambutnya yang panjang dirapikan di punggungnya, poninya panjang dan agak menutupi matanya di atas wajah yang sendu itu. Ia menoleh kepada Cooro, Senri dan Husky, lalu Cooro melambaikan tangannya. Sepertinya anak ini tidak asing, apakah ia kenalan Cooro? Apalagi ia sepertinya akrab dengan Cooro, tapi mengapa Husky tidak mengenalnya? Senri membolak-balik buku kecilnya, sepertinya ia juga berusaha mengingat siapa anak itu.

"Ya, penginapan. Nanti kita baru bisa menginap kalau sudah dapat peker-- Oi Cooro!" Lagi-lagi kalimat Husky terputus, sebab Cooro yang tiba-tiba berlari menuju penginapan yang disebutkan Husky tadi. Anak perempuan itu masih berdiri di situ. Ketika ia beranjak, ia menyebutkan satu nama, 'Franny'; mungkin nama anak perempuan itu.

"Hai Franny! Ingat aku?" Sapa Cooro setelah mereka sampai di depan gadis itu. 'Franny' masih mengernyitkan dahinya. "Cooro. Ini aku, Cooro." Ucapnya bersemangat dan sedikit mengejakan namanya, berusaha membuat perempuan itu ingat padanya.

"Co-Cooro?" Franny menyipitkan matanya. "Malaikat Hitam?" tanyanya pelan. Pipinya memerah karena merasakan ia telah bertemu teman masa kecil yang sudah lama menghilang. Nama gadis itu adalah Franny. Sebelum bertemu dengan Husky di sirkus, Cooro bertemu dengan Franny setelah diselamatkan kakak Franny karena ia terjebak di bongkahan salju. Franny tidak jauh beda, hanya rambutnya yang panjang dan parasnya yang terlihat sedikit lebih dewasa.

"Ya. Franny ingat, kan?" Sudah tentu ia ingat. Tetapi Cooro agak sedikit ragu-ragu.

"Kyaa~ Cooro! Kau sudah seperti orang dewasa!" soraknya antusias sambil memeluk Cooro. Memang Cooro bertambah tinggi, potongan rambutnya juga beda, mungkin karena itu Franny agak bingung melihat Cooro.

"Dia siapa? Kenalanmu ya?" tanya Husky.

"Husky, ini Franny. Pernah kuceritakan waktu itu, kan?"

"Ng… yang waktu badai salju?" Husky berusaha mengingat.

"Iya. Franny, kenalkan ini Husky dan Senri, mereka teman-temanku. Oh iya, ada satu lagi--" tiba-tiba Cooro mendengar seorang anak perempuan yang berlari ke arah mereka, itu Nana. Ia datang di saat yang tepat, tapi ia sedang berusaha mengumpulkan napasnya yang tersengal. "dan ini Nana." Cooro melanjutkan kata-katanya.

"Kalian kemana saja sih? Kalau mau pergi bilang-bilang dong!" ujar Nana, masih tersengal.

"Heh, harusnya kau yang 'kalau pergi bilang-bilang!' masa baru masuk gerbang langsung kabur!" seperti biasa, Husky selalu menyangkal semua perkataan Nana, baik maupun buruk. Entah apa yang membuat mereka tidak bosan-bosannya bertengkar.

"Lho, Cooro? Siapa ini~?" Nana mengalihkan pembicaraan dan mengacuhkan Husky. Nada pertanyaannya agak sedikit meledek, terdengar seperti "Cooro? Itu pacarmu yaa~?" Cooro tidak terlalu memperhatikan, tapi Franny langsung mengelak, "Ehehe, aku--"

"Ng… semacam teman masa kecil?" lanjut Cooro. Mereka menghadap arah yang berlainan. Salah, sepertinya Cooro tahu maksud Nana. Ia sudah lebih dewasa, artinya dia sudah bukan balita lagi seperti yang dikatakan Husky, karena Husky selalu berpikir Cooro itu seperti anak umur tiga atau lima tahun, polos sekali.

Akhirnya mereka berlima berbincang. Bukan, berempat, karena Senri hanya memperhatikan dan mengangguk sesekali. Tiba- tiba Senri menjulurkan tangannya dan memetik dengan halus sematan bunga Lily yang tadinya hinggap dengan damai di rambut Franny. Franny memang agak kaget, tapi ia tidak mau mempermasalahkannya.

"Oh, iya. Kalian belum tahu mau menginap dimana, kan?" mereka mengangguk. "Bagaimana kalau di tempat ini?"

"Terimakasih, kami sedang melihat-lihat…" Kata Husky sambil berbalik dan menarik tas Nana. Lalu Nana menepuk Husky dan berisyarat seperti "Heh! Tidak sopan! Apa-apaan sih segitu sentimennya sama cewek!"

"Kuberi diskon, deh. Mau membantu kami juga boleh." Franny menenangkan suasana. Seperti sudah direncanakan, Husky langsung berbalik. "ugh, dasar…" gumam Nana.

Setelah itu Cooro dan Senri ikut membantu Franny di penginapan. Hanya Cooro dan Senri saja? Ya, sementara Husky dan Nana mencari pekerjaan lain.

"Tumben, tidak tertarik membantu pekerjaan rumah." Husky membuka pembicaraan. Mereka sedang berjalan di sekitar Coliseum di pusat kota, sepertinya ingin mencari pekerjaan dan mengisi kesenggangan dengan mengobrol.

"Iya, soalnya kita akan agak lama di sini. Aku mencari hal yang lebih menarik." Mereka terlihat sangat akrab. "Kau sendiri sudah memutuskan?"

"Belum sih." Jawab Husky singkat. Tiba-tiba dari Coliseum terdengar teriakan orang-orang. Husky sedikit berfirasat bahwa sesuatu akan terjadi, semacam keajaiban. Mereka terdiam sejenak. "Sepertinya seru, ayo lihat." Katanya sambil terus berjalan ke Coliseum itu. Mungkin ia ditarik oleh insting manusianya.

"Eh? kau tertarik untuk bertanding lagi?" sahut Nana setengah berlari, tapi Husky tidak membalasnya. Mereka lalu masuk dan mencari tempat duduk.

Husky dan Nana duduk dengan tenang di antara para penonton yang lain. Dua orang yang memakai jubah keluar dari sudut yang berbeda di tengah arena, lalu seseorang mengumumkan nama kedua petarung tersebut, "Sin Babi Hutan! Melawan Tuan Albert!" diselingi teriakan penonton yang antusias. Nana kaget, wajahnya pucat pasi, tapi kenapa? Husky juga kaget, tapi ia tidak sekaget Nana. 'rasanya aku pernah mendengar nama ini' pikir Husky. Kedua petarung membuka jubah yang menutupi kepala sampai kaki mereka. Si Babi Hutan berdandan persis seperti julukannya, ia memakai tutup kepala yang bertanduk dan badannya sebesar pintu. Sedangkan petarung satunya berwajah lembut namun juga sangar, tipe orang yang suka minum-minum; ia kekar dan berambut pirang. Husky menoleh kepada Nana dan agak terkejut. Sementara Nana masih shock, ia menatap nanar lelaki berjuluk Tuan Albert itu.

"Nana," sapa Husky agak khawatir sekaligus curiga, tapi wajahnya tenang, mungkin karena ia sudah berfirasat akan terjadinya sesuatu hal. "Kau kenal orang itu kan?" lanjutnya. Nana jatuh terkulai. Ia pingsan.