A/N: Fic perang pertama dalam bahasa Indonesia buatan aku! \m/

Ngahahahah, tanpa panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume, langsung saja kita mulai ceritanya!

Disclaimer: Tokoh dan cerita tetap milik Yang Mahakuasa (siapa yang berani protes nanti dikutuk :P), tapi di dunia nyata tetap milik para engkong dan babeh dari Infinity Ward dan Activision.


Somme, 4 September 1916

"Persiapkan diri kalian! Jerman akan memulai serangan mereka! Kita tidak akan membiarkan satu orang prajurit Jerman melewati garis pertahanan kita! Bunuh setiap prajurit Jerman yang berada kurang dari 200 meter dari posisi kalian! Buktikan bahwa kalian adalah prajurit elit Kerajaan Inggris!", Mayor James memberikan kami pengarahan pada saat itu.

Aku dulu disebut Prajurit Price, dari Pasukan Ekspedisi Kerajaan Inggris, aku ingat saat aku berada di Somme, mempertahankan parit kami yang berantakan setelah satu bulan penuh dihujani ledakan dari peluru artileri yang meluluh lantakkan parit pertahanan kami setiap kali meledak. Inilah ceritaku sebelum aku masuk SAS. Kami bertempur mati-matian untuk mempertahankan posisi kami dan bertahan hidup dari hujan peluru artileri yang datang tiap hari dari ratusan moncong meriam Jerman sialan itu.

"Price! Jerman akan melancarkan serangan tank! Dua magasin peluru penembus baja ini milikmu! Gunakan dengan baik! Kau tidak akan mendapat tambahan peluru jenis ini hari ini! Mengerti?", tanya Mayor James

"Ya, pak!", aku menjawab

"Kau, Price, bersama lima orang lainnya akan memburu tank-tank Jerman penggangu itu, jangan biarkan mereka meledakkan sarang senapan mesin kita! Peluru-peluru itu tidak dapat menghancurkan tank itu, jadi habisi saja awak tanknya!"

"Mengerti, pak! Ayo pergi!", saat itu Sersan George yang memimpin kami.

Kami merangkak keluar dari parit untuk menunggu serangan Jerman dimulai. Saat kami merangkak, kami mendengar suara deru mesin dari kejauhan, perasaanku makin tidak enak.

"Tunggu! Dave! Kau lihat sesuatu?", aku berteriak memanggil navigator yang saat itu membawa teropong.

"Asap mesin! Sepertinya mereka sudah dekat! Ambil posisi di bekas ledakan di dekat kalian! Aku akan melaporkannya ke Mayor James!"

"Jadi mereka sudah datang? Di siang hari seperti ini? Datang dengan Frankenstein pun di siang hari seperti ini mereka semua sudah pasti mati", kata Mayor James

"Panggil Pos Artileri! Bombardir mereka pada jarak 800 meter dari posisi kita!"

"Tidakkah tembakan meleset dari artileri akan membahayakan Sersan George dan pasukannya?", kata Kopral Dave

"Perang memang beresiko, nak! Kita harus menghabisi mereka bagaimanapun caranya. Efisiensi juga diperhitungkan disini. Salah perhitungan sedikit saja, maka kita akan kalah dalam perang ini"

Aku dan lima orang lainnya menunggu dengan ketakutan, tapi kami tidak punya pilihan, kami tidak akan rasa takut kami ditukar dengan nyawa ribuan prajurit yang berada di parit pertahanan ini. Itu dia mereka datang...

"Tembak...", perintah Mayor James

Ribuan peluru artileri jatuh tepat hanya beberapa ratus meter di hadapan kami, tentara Jerman mulai memperlambat laju mereka dan membiarkan tank mereka maju lebih dahulu.

"Ayo kita habisi tank-tank sialan itu!", teriak Sersan George

Kami mulai menembaki posisi awak tank AFV Jerman. Satu persatu tank Jerman berhenti dan bahkan ada yang terbakar. Ada yang hancur berkeping-keping setelah dihantam peluru artileri kami, ada yang mogok setelah terperosok masuk kedalam lubang bekas ledakan. Ribuan peluru senapan mesin kami mulai berterbangan tepat di atas kepala kami, menghabisi setiap inci bagian tubuh prajurit Jerman yang terlihat. Para prajurit Jerman tidak punya pilihan lain selain bertarung dan berlindung di balik bangkai-bangkai tank mereka yang hancur. Lalu tiba-tiba tembakan artileri yang meleset jauh dari sasaran mengenai posisi kami...

BOOOM!

Aku terpental dan mendarat di parit pertahanan kami dengan kepala membentur peti amunisi. Aku masih sempat melihat keadaan yang terjadi. Aku melihat potongan tangan yang jatuh di sebelahku, masih ada bekas asap dari potongan tangan tersebut. Setelah itu aku melihat tubuh yang sudah terpotong-potong jatuh di sekitarku, tubuh itu masih menyemburkan darah segar. Aku kehilangan kesadaranku dan tidak ingat lagi apa yang terjadi saat itu...

.

.

.

.

.

Libya, 27 Oktober 1942

Aku pergi berpatroli dengan orang-orang dari Divisi Lapis Baja ketujuh Inggris. Kami ditugaskan untuk mencari posisi pangkalan suplai pasukan Jerman. Markas bilang pangkalan ini dijaga dua skuadron tank, jadi kami harus berhati-hati. Kami mendengarkan kesibukan yang jarang ada di tengah gurun Afrika...

"Itu dia", aku menunjuk ke arah barisan bunker Jerman yang samar-samar terlihat diantara bukit batu yang ada di tengah gurun

"Kau yakin itu benar-benar markas mereka, Pak tua? Siapa tahu itu hanya titik pertahanan Jerman yang kosong", kata Prajurit MacGregor, orang Skotlandia, keras kepala, bodoh, tetapi seorang prajurit tangguh

"Jika itu titik pertahanan Jerman, kau pikir apa yang mereka pertahankan, bodoh? Pasir Afrika yang dapat menyala di malam hari?"

"Aku akan mencatat koordinatnya, Kapten. Biarkan pesawat pengintai melakukan tugasnya, kita sebaiknya kembali ke markas sebelum peluru Jerman berterbangan ke arah kita", Sersan John Davis, prajurit serba bisa, salah satu yang terbaik yang dimiliki Kerajaan Inggris.

"Baik, kita kembali ke pangkalan! Semuanya naik ke Bren Carrier!", aku memerintahkan anak buahku saat itu.

Saat itu aku bertugas di Divisi Lapis Baja ketujuh Inggris, berhadapan dengan Afrikakorps dibawah pimpinan Rommel. Pangkatku sudah kapten dan aku tetap berkeliaran di tengah-tengah prajurit kelas bawah seperti mereka. Tapi itu lebih baik daripada mati kebosanan di balik meja di markas besar.

Libya, 01.07 AM, 28 Oktober 1942

"Jones, berhenti!"

"Ada apa, kapten?"

"Kau tidak melihat tank itu?", aku menunjuk ke arah tank Jerman yang diam dengan mesin mati

"Tank apa?", tanya prajurit Jones

"Ambil jalan memutar. Kau tidak ingin hanya namamu yang kembali ke pangkalan, kan?"

"Baik kapten", Jones memberi aba-aba kepada konvoi untuk mengambil jalan memutar

Saat kami berputar, ada letusan di sebelah kami, saat aku menengok ke arah tank Jerman tadi, kubahnya sudah mengarah ke arah kami. Tidak ada kerusakan berarti, tapi tembakan keduanya tidak mungkin meleset jika kami tidak segera bergerak.

"Jones! Cepat jalan! Kau dengar aku?"

"Segera, kapten!", kata prajurit Jones

"MacGregor, berikan aku Boys!"

"Kau seorang gay, kapten?", kata MacGregor

"Maksudku senapan anti-tank itu, bodoh!"

"Dimengerti, Pak tua!", ia memberikanku senapan anti-tank itu

Aku mengarahkan senapan itu kearah tank Jerman itu, aku terkejut saat aku menyadari tank itu mulai mengejar kami. Aku tidak mungkin menembus lapisan baja bagian depan tank itu dengan senapan murahan ini. Tapi apa boleh buat, aku harus menahannya...

"Mulailah menembak, kapten! Orang-orang sialan itu tepat di belakang kita!"

Tembakan pertamaku mengenai lubang penglihatan pengemudi. Cukup untuk menggangunya dalam mengejar kami. Tembakan keduaku mengenai rantai penggerak, tank mereka sudah mulai terganggu gerakannya. Tiba-tiba si bodoh ini datang dan menjadi pahlawan...

"Minggir, Pak tua! Orang tua selalu lambat!", teriak MacGregor

Ia melempar granat besar hasil rampasan dari Jerman. Ledakannya menghancurkan rantai penggerak tank itu. Roda tank itu tiba-tiba macet dalam kecepatan tinggi, terlempar, lalu mendarat dalam keadaan terbalik.

"Kenapa tidak daritadi, bocah botak? Aku bisa saja mati tertembak tadi"

"Kau yang menaruh granat itu dibawah kursiku, Pak tua. Jangan terlalu banyak protes, kau akan kehabisan nafas", kata MacGregor

Sedikit keterlaluan memang, tapi biarlah, seperti itulah hidupku ditengah-tengah prajurit kebangaan Inggris yang mati-matian mempertahankan Mesir selama berbulan-bulan demi membalas dendam kepada Rommel dan anak buahnya.

Kami melanjutkan perjalanan ke arah pangkalan yang berjarak 1 km lagi dari posisi kami sekarang. Kami melihat formasi pesawat tempur mengarah ke arah kami, tiba-tiba kami menerima transmisi radio...

"Price! Kau mendengarku?", suara keras terdengar dari radio

"Kolonel Bratt?", jawabku

"Ada sekelompok Stuka sedang mengejarmu! Kami menyadap radio mereka dan mereka melaporkan melihat pengintai darat Inggris telah menemukan posisi pangkalan mereka! Menghindarlah dari pembom itu! Markas, keluar!", teriak Kolonel Bratt

Satu hal yang kusadari sejak dulu, Jerman selalu menyebalkan, aku pikir setelah pengintaian itu akan menjadi saat-saat istirahatku yang terbaik hari ini. Lalu tiba-tiba tank menghadang, sekarang pesawat pembom, lalu apalagi nanti? Hitler akan datang dari langit?

"John! Gunakan senapan mesin di jip mu itu! Arahkan ke pesawat-pesawat pembom itu dan mulailah menembak!"

"MacGregor! Ambil Bren kembar itu dan hajar para fasis sialan itu!"

"Baik, pak!", kami mulai menghajar satu persatu Stuka Jerman yang akan menghancurkan kami

Kami berhasil menghajar satu pesawat Stuka, dan paling tidak membuat dua pasang stuka lainnya rusak dan akhirnya terpaksa kembali ke tempat mereka berasal.

"Price! Laporkan kondisimu!"

"Aku..."

"Sehat dan berkilau seperti bola golf di pagi hari, kolonel!", MacGregor menyela pembicaraanku di radio

"MacGregor? Itu kau? Bukankah aku menugaskanmu untuk membersihkan mobil dinasku?", teriak Kolonel Bratt

"Ehm, yah, mereka kekurangan orang, jadi aku ikut saja", MacGregor terlihat panik

"Jangan percaya pada domba Edinburgh ini, kolonel. Kami berhasil bertahan dari serangan pesawat pembom tadi. Satu pesawat jatuh dan menyisakan empat dalam keadaan rusak berat"

"Kerja bagus, Price! Dan kau MacGregor! Kali ini kau kubebaskan! Jika berani kabur lagi dari hukuman, kau akan membersihkan seluruh tank Crusader milik divisi ini!"

"Suaramu terdengar keras dan jelas, kolonel. Aku mengerti", kata MacGregor

"Markas, keluar!"

Itulah yang terjadi malam itu, akhirnya kami bisa keluar dari gurun neraka itu dan beristirahat dengan tenang. Kami melaporkan apa yang kami lihat saat patroli, dan kami dihadiahi tugas baru, kami harus mengendap-endap masuk ke dalam pangkalan Jerman itu dan menghancurkan seluruh suplai bahan bakar dan amunisi mereka saat pasukan tank mereka berada diluar pangkalan.


Okeeee~ itu dulu di chapter ini! Tunggu chapter selanjutnya ya!

Jangan lupa review! Review anda membangun bangsa! #diproteskantorpajak