Sacrifice

By: Azumaya Miyuki

A Hunter x Hunter Fan Fiction.

Disclaimer: Hunter x Hunter © Togashi Yoshihiro.


Chapter 1: Rebirth

Para leluhur berduka malam ini. Jerit tangis terdengar, tubuh-tubuh bergelimpangan, darah serta air mata bercampur jadi satu, menyusupi tanah yang basah terkena gerimis.

Seorang belia tergeletak tanpa nyawa, berlumur aroma darah yang menusuk. Seluruh tubuhnya kotor, terutama rambutnya yang berwarna keemasan. Dua butir timah panas telah menembus dadanya, membuatnya sama sekali tak berkutik melawan ajal. Berulang kali ia hendak mengucap kata, tapi apa daya karena anggota tubuhnya sudak tak mau lagi bergerak.

Selamattinggal,dunia

Seolah itu yang hendak diucapkannya, dengan suara tanpa tenaga yang tak mampu didengar oleh siapapun.

Namun hati seorang Kuroro Lucifer mampu menafsirkannya. Pemuda itu lantas memeluk tubuh yang tak berkutik di hadapannya, tubuh dari orang yang sangat dikasihinya, sembari menangis.

"Maafkan aku… Kurapika…" hanya itu yang sanggup ia bisikkan ke telinga lelaki muda dalam pelukannya.


"KURAPIKA! JANGAN MATI!"

Tangisan penuh duka yang menyayat hati kembali terdengar saat jenazah Kurapika hendak dikremasi. Para sahabat langsung menghambur untuk mengucapkan kata-kata perpisahan. Gon, Killua, dan Leorio tak sanggup untuk menahan air mata yang hendak menitik ketika mereka harus melepaskan salah satu sahabat karib mereka. Mereka pandang lekat-lekat wajah indah itu untuk terakhir kalinya, karena mereka paham bahwa mereka takkan pernah bisa melihatnya lagi. Api membumbung tinggi. Tubuh itupun lantas menjadi abu. Abu yang kelak akan menyatu dengan aliran air, yang menghantarkan para jiwa menuju surgawi.

Kala menyaksikan semua itu, Kuroro tak mampu menangis lagi. Air matanya telah kering.


Bulan purnama mengguratkan cahayanya di kegelapan langit malam. Kuroro duduk bersandar di dinding, menatap sebuah bungkusan mungil di tangannya. Ia tertawa kecil.

"Di sini kusimpan sejumput kecil abu sisa kremasimu, Kurapika…" ucapnya. "Tak akan kubiarkan kau lari dariku. Tak akan kubiarkan kau pergi meninggalkanku!"

Air matanya perlahan membasahi pipi, lalu jatuh ke permukaan lantai. Lebih mirip tetesan darah dibanding air mata.

"Kenapa aku tidak bisa melindungimu waktu itu?" teriaknya. "Kenapa aku tidak bisa menjaga tubuhmu yang rikuh itu? Kenapa aku tidak bisa menarik tanganmu dan lantas memelukmu, sebelum mafia bangsat itu melepaskan tembakannya ke arahmu? Aku merasa tak berguna karena aku tidak bisa berbuat apa-apa, padahal aku berdiri di sana! Aku hanya bisa diam dan memandangimu meregang nyawa! Aku memang tidak berguna! Akan kulakukan apapun agar Kurapika hidup kembali!"

"Apapun?" sebuah suara menggema tanpa wujud. "Apa kau yakin?"

Kuroro lantas bangkit dari duduknya, memasang posisi siaga. Dicabutnya sebilah pisau dan digenggamnya kuat-kuat. Matanya yang tajam bergulir mengawasi gerak-gerik di sekitarnya.

"Siapa itu?" tanyanya.

"Kau tak perlu tahu siapa aku. Tapi yang pasti, aku dapat mengabulkan permohonanmu."

Kuroro yang telah habis akal tampak mulai tertarik. Ia menyimpan pisaunya.

"Kenapa kau bisa tahu kalau aku memiliki permohonan?" tanya Kuroro menyelidik. "Apa yang membawamu kemari?"

"Air mata darah yang kau cucurkan, membuatku terpanggil ke tempat ini," suara asing itu menjawab. "Hanya orang-orang yang memiliki permohonan luar biasa yang bisa mengucurkan air mata semacam itu."

"Darah?" Kuroro mengusap mata. Tercetak bercak darah segar di telapak tangannya. Ia awalnya tampak tak percaya, namun fakta telah terbentang di hadapannya. Kedua matanya telah meneteskan air mata darah, yang tentu saja tidak akan sejalan dengan akal sehat manusia.

"Kau ingin seseorang yang kau sayangi hidup kembali, itu 'kan permohonanmu?" tanya suara itu. "Siapa namanya? Kurapika, ya?"

Kuroro tersentak. Tatapannya meruncing.

"Darimana kau tahu itu?" ia mendadak berang. "Tunjukkan wujud aslimu sekarang!"

"Jangan bercanda. Kau hanyalah seorang manusia yang rikuh. Kau tak berhak memerintahku. Aku bisa memangsa darahmu kapan saja, kapanpun aku mau."

"Apa maksudmu?" kening Kuroro berkerut.

"Itu tak penting. Nanti kau juga akan tahu. Yang jelas, seperti yang sudah kubilang tadi, aku punya kuasa untuk membuat permohonanmu itu menjadi nyata."

"Apa?" cecar Kuroro. "Kau sungguh bisa melakukannya? Kau bisa membuat Kurapika hidup kembali?"

"Ya, tentu saja," pemiliki suara itu menjawab dengan tenang. "Tapi 'harga' yang harus kau bayar sangat mahal. Apa kau sanggup?"

"Apapun itu akan kulakukan!" sahut Kuroro tanpa berpikir dua kali. Kehilangan Kurapika selama beberapa jam saja sudah mampu membuat otaknya tak lagi dapat berpikir jernih, membuatnya langsung tergoda oleh bujuk rayu iblis di hadapannya. Padahal sesungguhnya konsekuensi yang harus dihadapinya amat besar di kemudian hari nanti.

"Kau yakin?"

Pertanyaan itu hanya dibalas oleh anggukan mantap dari Kuroro. Ia seolah sudah tak peduli pada apapun kecuali kehadiran Kurapika di sisinya.

"Kalau begitu, kuanggap kita sudah sepakat," ujar suara tanpa wujud itu dengan nada datar.

Disaat Kuroro menanti munculnya keajaiban, ia malah merasakan sakit yang amat sangat di sekujur tubuhnya, hingga kantung berisi sebagian kecil abu kremasi Kurapika terlepas dari genggaman tangannya dan tertumpah di lantai. Samar-samar, dia melihat seorang makhluk berkulit pucat dan bersayap hitam mendekati tubuhnya, kemudian menancapkan sebilah pisau di perutnya hingga darah segar menyembur keluar. Makhluk itu lantas menjilati darah Kuroro seperti orang kehausan.

"Tubuhmu akan menjadi milikku, manusia yang rapuh…" desis makhluk tersebut kepada Kuroro. Kuroro hanya diam, perlahan menutup matanya karena menahan sakit, seolah tengah berhadapan dengan maut.

Gelap. Pekat. Semuanya sirna.


Sinar mentari menembus celah-celah kelopak mata Kuroro, membuat si pemilik bola mata biru gelap itu langsung terbangun dan tersentak kaget, tatkala mendapati dirinya tengah berada di tempat tidurnya, dalam keadaan tidak kurang suatu apapun. Ia mengusap wajahnya, mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin malam. Ketika ia mencoba membuka ingatan, rasa perih luar biasa malah mendera tubuhnya, seolah ia tengah dilempar dalam tungku api yang menyala-nyala. Kuroro hanya merasa kalau ia harus mencari Kurapika sekarang, memastikan apakah orang yang dikasihinya itu masih hidup atau sudah tiada.

Sebelum Kuroro sempat meraih gagang pintu, pintu itu telah terbuka. Seseorang berambut keemasan berdiri di hadapan Kuroro, membuat Kuroro serasa ingin melompat kegirangan ketika melihat wajah orang tersebut.

"Ah, maaf aku tidak mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku terbangun pagi-pagi sekali dan ingin bertemu denganmu. Entah mengapa perasaanku tidak begitu nyaman. Yah… jadi aku langsung ke sini, hanya ingin memastikan bahwa kau tidak apa-apa..."

Ucapan lelaki berwajah menawan layaknya wanita itu langsung terputus tatkala Kuroro memeluknya erat. Pipi putihnya bersemu kemerahan.

"Kurapika…" bisik Kuroro. "Syukurlah. Kau takkan tahu betapa bahagianya aku saat ini."

Dan mereka terus berpelukan seperti itu, untuk beberapa menit lamanya.


Tubuhmu akan menjadi milikku, manusia yang rapuh…


~Note:

Minna-san! Konbanwa!

Ohisashiburi ne'~

Azumaya Miyuki (masih) di sini.

Lama sekali rasanya saya sudah nggak publish fanfic baru ya? (ditabok) Hehehe… gomen ne', minna-san, ide begitu seret dan banyaknya kegiatan yang 'menghadang' membuat saya kesulitan untuk menemukan inovasi baru dalam berkarya. Mohon maafkan saya… (bungkuk-bungkuk)

Oh ya, sudah pada nonton remake Hunter x Hunter? Keren lho… (menurut saya). Ceritanya juga lebih mendekati manga-nya bila dibandingkan dengan anime yang dulu.

Hmm… fanfic saya ini masih berkisar seputar Kuroro dan Kurapika, serta kisah 'cinta' mereka yang rumit dan semrawut. Mudah-mudahan fanfic yang ini bisa memenuhi selera minna-san.

Dan yang terakhir, review please? (mata berkaca-kaca)

Sankyuu ne'~

-Azumaya Miyuki-