Sampai hari ini, Itachi masih penasaran dengan gadis bersurai merah muda di hadapannya. Ia menatap dengan heran, hidup jauh dari orang tua -lebih tepatnya menolak tinggal bersama kedua orang tuanya- dan masih banyak hal lain yang menakjubkan dari gadis ini. Bahkan setelah hidup sekian lama bersamanya, Itachi masih tidak dapat memahami jalan pikirannya. Gadis ini penuh dengan misteri. Namun, perlahan-lahan separuh kartunya mulai terbuka. Awal kehadiran Itachi yang di tolaknya, mulai bisa di terima dan sejak saat itulah, cerita tentang perjalanan hidup gadis itu terkuak.

.

.

"Haruno-sama, ini ocha anda," pemuda beriris onyx menyodorkan sebuah gelas keramik berisikan cairan hangat.

"Hai', arigatou Itachi-nii," gadis bermarga Haruno -Haruno Sakura lebih tepatnya- itu menyambut uluran gelas ocha, sesaat ia menghirup aroma uap lalu mengecap rasanya perlahan. Itachi berdiri di samping tempat gadis itu duduk, bahasa tubuhnya siaga, jikalau gadis itu akan memerintahkannya akan sesuatu.

"Duduklah Itachi-nii," arah pandangan emerald Sakura menunjuk salah satu kursi kayu di depannya,"Kau pasangan minum tehku hari ini,"

"Hai' Haruno-sama,"

"Dan berhentilah memanggilku Haruno dengan embel-embel sama itu, berhenti bersikap formal Itachi-nii,"

"Hai' hai' Sakura-chan," Itachi tersenyum yang di balas senyuman kecil dari Sakura. Badannya bergerak ke arah kursi kayu yang kosong. Onyx kelamnya memandangi semburat oranye langit sore, sementara gadis itu asyik menyeruput ocha hangat.

"Apa kau tidak ingin kembali ke rumah?" Ujar Itachi memulai percakapan. Setelahnya terdengar hela napas singkat dari lawan bicaranya, entah karena habis menenggak ocha atau alasan lainnya.

"Tidak Itachi-nii. Apa ayah menyuruhmu untuk memaksaku pulang?"

Ia menggeleng,"Tidak, tidak. Haruno-sama tidak pernah sekalipun menyuruhmu pulang. Ini hanyalah sekedar pertanyaanku saja Sakura-chan,"

"Aku tidak mau. Aku sudah cukup bahagia dengan hidupku yang sekarang,"

Keduanya terdiam. Itachi mencerna kata-kata yang baru saja di lontarkan Sakura. Lagi-lagi, Sakura masih belum bisa melupakan masalah itu, masalah keluarganya yang rumit. Dan lagi-lagi, karena pria itu...

"Ne, Itachi-nii, aku sudah lelah dengan masalah perjodohan atau percintaan ini. Aku sudah lelah... Tolong katakan pada ayah untuk berhenti menjodohkanku dengan pria manapun," ucapnya sendu. Sakura memang sangat sering menerima bertumpuk-tumpuk foto dari berbagai model pria pilihan ayahnya, tidak lain dan tidak bukan agar Sakura melupakan masalah itu.

Dengan tatapan yang sulit di artikan, Itachi memandangi Sakura. Gadis itu sudah banyak berubah setelah meninggalkan rumah. Rambut yang dulunya pendek kini di biarkan panjang dan bergelombang, poni belah tengahnya juga di biarkan panjang, rambut merah mudanya sedikit di ikat di tengah kepala, sisanya di biarkan tergerai. Sikapnya juga mengalami banyak perubahan, kini ia lebih senang diam daripada membuang kata-kata tak berarti. Dulu ia ceria, sekarang ia menjadi lembut. Khas wanita dewasa. Sekiranya itu semua adalah penuturan dari tuan Haruno -ayah Sakura pernah sekali mengunjungi putrinya-, Itachi hanya bisa mengira-ngira dalam mengukur perubahannya, juga setelah membandingkan foto lama gadis itu dengan yang sekarang.

"Baiklah Sakura-chan. Ku rasa sekarang waktunya kau makan malam,"

Pemuda itu beranjak dari kursi tempatnya bersantai lalu mengulurkan tangan untuk menuntun nona mudanya masuk ke dalam.

"Terima kasih Itachi-nii. Dan ah, Ku rasa kau harus memotong rambut panjangmu itu," Sakura mengeluarkan sedikit candaan dengan nada lembut saat mereka mulai masuk ke dalam rumah,"Supaya kau terlihat seperti pria tulen,"

Itachi merespon dengan menaikkan sebelah alisnya,"Apa aku terlihat seperti wanita?"

Sakura mengangguk,"Itu karena kuncirmu itu Itachi-nii, dan lagi kau harus menghilangkan keriput di bawah kedua matamu itu," tangan mungilnya membentuk garis tepat di bawah mata, ia berusaha menirukan seperti apa yang tercetak di wajah Itachi,"Aku punya krim untuk menghilangkannya, kau harus pakai ya,"

Belum sempat menolak, Sakura terlebih dulu melesat masuk kedalam kamar untuk mengambil salah satu krim. Lalu kembali dengan menenteng sebuah kantong kecil, ia menyerahkannya pada Itachi.

"Aku pulang ya Sakura-chan, aku sudah menyalakan security alarm, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku, jangan buka pintu pada orang tak di kenal, kalau kau lapar tinggal hangatkan makanan yang ku buat tadi,"

"Hai' hai' Itachi-nii, kau ini pengawal yang cerewet," gurau Sakura, kemudian di balas dengan dengusan napas kecil. Itachi di tugaskan oleh ayahnya untuk menjadi pengawal pribadi 24 jam, tapi sayang Itachi tidak bisa memantau sesiaga itu. Sakura menolak untuk tinggal bersama Itachi, dengan alasan tidak ingin menjadi bahan gunjingan para tetangga. Alhasil Itachi mencarikannya apartemen teraman dengan peralatan keamanan tercanggih. Lagipula ia juga tinggal tidak seberapa jauh dari flat Sakura.

"Beristirahatlah, Jaa."

"Jaa Itachi-nii, jangan lupa memakai krimnya," senyum kecil terpampang jelas di wajah Sakura, sebelum menutup kembali pintu.

.

.

.

.

Di sisi lain, seorang pria berumur terlarut dalam pikirannya. Berada dalam sebuah ruangan besar, hanya seorang diri tentu dapat membuat dirinya merenung. Ia menerawang jauh dari balik jendela ruangan yang kelihatannya merupakan ruang kerjanya, terlihat dari banyaknya rak-rak buku, juga meja dan kursi beroda nan empuk standar untuk bekerja. Gurat lelah terpampang jelas di wajah pria itu, lembaran-lembaran kertas masih berserakan di meja pertanda ia belum menyelesaikan seluruh pekerjaannya. Saking terhanyutnya ia, bunyi pintu sekalipun tidak di hiraukan. Seorang wanita berparas anggun masuk sambil membawa sebuah nampan lengkap bersama isinya.

"Apa yang kau pikirkan sayang?" Wanita itu berujar pelan, ia mendekat ke arah meja, lalu meletakkan secangir minuman hangat, bisa di lihat dari kepulan uapnya.

Pria itu masih menerawang, meski begitu suara istrinya tentu sudah di dengarnya,"Sakura kecil kita Mebuki..."

Mebuki terdiam sejenak di seberang meja, tak seberapa lama ia mulai mendekat ke suaminya, merangkul pundak tegap itu, berusaha membagi perhatian. Ia tahu suaminya merasa bersalah, kenyataannya ia yang sangat tersiksa atas kepergian putri tercinta.

"Suatu saat dia pasti akan kembali ke rumah ini,"

.

.

.

.

.

.

To be continued.

Author's note :

Ini adalah ide mendadak muncul. Dan mendadak di ketik oleh author. Meskipun bertebaran kegajean dari fic ini. Tapi silahkan di nikmati.

Rencana fic ini akan cepat saja di tamatkan, kalau fic always be my baby author gatau ya sampe brp chap. Nnti kita tggu saja, hohohoo.

Pair akan author pikirkan, reader mgkn bisa ngasih saran?

Oh ya, kalau boleh tau ada yg penggemar chrono cross? Soalnya sy suka sekali game itu.

Sekian,

Review!