Bayar Aku Dengan Ciuman! (Voidy)
.
.
.
Disclaimer : Bleach © Tite Kubo
.
.
.
.
Summary : Kuchiki Rukia, murid pindahan di SMU Karakura mengalami penindasan. Tak disangka seorang senpai berambut orange menawarkan diri untuk melindunginya, tapi dengan bayaran… hah? Cium?!
Rated : T
Genre : Romance & Humour
For Oda Kurosaki (setan gentayangan yang hobinya neror dan ngerayu gombal)
.
.
.
Langit biru cerah menjadi pemandangan indah di pagi hari bagi seorang gadis berambut hitam kelam yang tengah lembaran baru hidupnya. Gerbang SMU Karakura berdiri menjulang di hadapannya, membuatnya sedikit gugup. Namun dengan tekad sekeras baja, gadis itu menghampiri ruang guru untuk kemudian diantar ke ruang kelas barunya. Saat ini pelajaran jam pertama tengah berlangsung. Kedatangannya memang sedikit terlambat karena sebelum berangkat tadi ia sempat terlibat perdebatan dengan Kakak laki-lakinya tentang apakah dirinya diantarkan—dengan mobil—atau tidak. Senyum kemenangan di bibirnya menunjukkan bahwa dirinya berhasil membujuk saudaranya itu untuk membiarkannya pergi sendirian.
"Ne, Kuchiki-san… kalau boleh Sensei bertanya kenapa kau tiba-tiba pindah sekolah di tengah-tengah semester?" tanya Yoruichi-sensei yang berbodi yahud, membuat murid yang dipanggil Kuchiki itu ragu kalau wanita di hadapannya ini betul-betul seorang guru.
"Eh… soalnya Nii-sama dipindahtugaskan ke kota ini. Jadi, yah… saya ikut pindah sekolah, Sensei," jelas Kuchiki Rukia, murid pindahan tersebut.
"Oh, beg—AWAS!"
Dan sekejap warna orange yang tertangkap oleh indra penglihatan Rukia tergantikan oleh hitam.
"Sial, sial, sial!" rutuk seorang remaja berambut jingga berlari sekencang-kencangnya melintasi koridor sekolahnya.
Akibat salam hangat berupa tendangan selamat pagi dari Ayah berjenggot kambingnya, Kurosaki Ichigo jadi terpaksa bergulat terlebih dahulu dengan orang tua bodoh itu sampai akhirnya dia malah terlambat masuk kelas. Bel sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Saat ini, dia hanya bisa berdoa Ise-sensei bersedia memakluminya—untuk yang kesekian kalinya—jika tidak, daftas kehadirannya akan terancam.
"Dasar pak tua menyebalkan!" maki Ichigo lagi.
Dua belokan lagi dia akan sampai di lorong kelas dua. Namun saat hendak melakukan manuver drift layaknya mobil-mobil balap ke arah kanan, ternyata ada orang yang lewat dan kalau Ichigo tidak segera memperlambat laju larinya maka dia akan menabrak dengan…
"—AWAS!"
Bruak!
…sukses.
Dobel sial! Sepertinya remnya tadi sempat blong.
Sepasang manusia itu terjerembab ke tanah tanpa bisa dicegah. Sedang seorang wanita berkulit coklat dengan gesitnya sempat menghindar sebelum terkena efek domino jatuh dengan tidak elitnya.
"Ma-maaf! Kau tidak apa-apa?" tanya Ichigo panik pada makhluk pendek yang barusan dihantam oleh tubuh kekarnya. Namun kemudian dia terpaku melihat seraut wajah manis tepat di bawahnya dengan posisi yang—oh, my!—sungguh menggoda. Tubuh mungil tersebut ditindihnya dengan pas, dan jika bukan karena kejadian memalukan barusan mungkin pemuda tampan itu bersedia banget terus dan terruuusss begini dengan sang gadis. Sayangnya…
"Terlambat lagi, Kurosaki-kun~?"
…dunia tidak seindah harapannya.
Glek!
Menelan ludah dengan susah payah, Ichigo menengokkan kepalanya pada wajah menyeringai Guru Bahasa Jepang-nya yang terkenal luar biasa seksi dan jahil.
"Ehehe… Yoruichi-sensei…" sapa Ichigo dengan tawa hambar yang dipaksakan.
"Jangan meng'ehehe, Yoruichi-sensei' aku, Kurosaki. Karena kecerobohanmu, lihat apa sudah kau lakukan pada murid pindahan itu," hardik wanita aduhai tersebut menghapus serengitnya dalam sekejap.
Ichigo terpekur. Kelihatannya Yoruichi betul-betul marah. Dan murid pindahan…
Pemilik iris amber itu kembali menilik korban tabrak lari—lari dalam arti menggunakan kaki, bukan kabur—di ehm, bawahnya dan mendapati pemilik surai raven itu sedang nyenyak-nyenyaknya tidur. Eh, tidur? Bukan! Dia ini…
"AHHH! Yoruichi-sensei, dia pingsan! Bagaimana inniii?!"
GEPLAK!
"Jangan berisik, Kurosaki!" omel sang guru bertubuh aduhai itu karena pekik gaje murid bekepala jeruk yang tengah benjol ini. Mengabaikan rintihan Ichigo yang masih anteng merangkak dengan siswi baru itu dibawah kurungannya, Yoruichi menahan otot pipinya yang ingin tersenyum jahil melihat kelakuan anak teman lamanya tersebut. Tapi demi menjaga kharisma seorang panutan, Yoruichi melanjutkan, "Sepertinya kepalanya terbentur waktu jatuh tadi. Karena ini tanggung jawabmu, Kurosaki, kau bawa anak itu ke ruang kesehatan."
"Siap, Sensei!" salut Ichigo layaknya pasukan pengibar bendera yang sigap kemudian pelan-pelan dia berdiri sambil menggendong gadis mungil itu seperti seorang tuan putri di lengannya. Duh… sampai lupa daratan bocah stoberi satu ini. Senyum-senyum gitu sambil terus mandangin sang pujaan hati—yang baru ditemuinya kurang dari lima menit—bahkan sensei bertubuh sintal kaya Yoruichi dikacangin. Pokoknya bagi pemuda Kurosaki ini, cewek yang lain mah… lewat!
Wanita berkulit gelap tersebut memamerkan lengkung misteriusnya yang konon bisa membuat hantu pun lari pontang-panting. Dengan langkah ringan, guru eksotis itu berbalik seraya menghela nafas panjang, "Hah… sudah musim semi~"
Entah akibat ucapannya atau memang kehendak alam, daun-daun langsung rontok dari rantingnya yang sepi karena diterpa angin musim gugur.
"Hah~"
Tak henti-hentinya pemuda berambut jabrik tersebut menghela nafas panjang karena kagum menatap keelokan wajah gadis yang sedang tak sadarkan diri di depannya. Dua tangan menopang dagu dan muka tak lebih dari 15 senti jaraknya, Ichigo setia memandangi murid pindahan yang telah mencuri hatinya sejak pandangan pertama itu.
Kalau diibaratkan, gadis itu layaknya Dewi bulan yang turun ke bumi, peri hutan yang mungil dan manis, bidadari yang jatuh dari langit… begitu banyak pengungkapan yang melintas di benak Ichigo namun tak satu pun cukup untuk memuji keindahan yang berada di hadapannya.
Kalau sudah jatuh cinta, apa sih yang jelek dari sang pujaan hati?
"Hahh~" sekali lagi murid SMU Karakura ini mendesah. Betul-betul sudah kesambet anak itu.
Semakin dilihat semakin cantik nampaknya siswi yang memiliki rambut sehitam malam tersebut. Ichigo sungguh dibuatnya terpesona. Padahal tahu namanya saja belum.
Sungguh sempurna. Mulai dari surainya yang lurus seperti air terjun, pipinya yang halus, hidungnya yang melancip, bibirnya yang…
Deg! Deg! Deg!
Ya, ampun. Baru memikirkan soal dua belah pucuk manis itu saja sudah membuat organ berdebar milik Ichigo akrobatik tidak karuan. Apalagi kalau benar-benar… euh, merasakannya.
Dag! Dig! Dug! Duer!
Bukan. Itu bukan suara jantung Ichigo yang meledak. Kalau meledak, mati dong. Ah, tapi memang dadanya sudah amat teramat sangat sesak sekali banget—sengaja melebihkan—karena jantungnya bertalu-talu tanpa bisa dikontrol. Nyatanya bukan cuma benda berdetak di rongga dadanya saja yang tidak dapat diajak kompromi. Sadar tak sadar, tubuh kekar pemilik iris amber tajam tersebut sudah bergerak maju tak gentar, eh… pokoknya begitulah!
Sehingga hanya 1 cm jarak bibir si pria dengan gadis yang masih terbuai dalam alam mimpinya itu.
Dan…
"Lho, Kurosaki-kun?"
…penonton kecewaaa~. Ciuman Ichiruki batal, deh!
Persis maling ketangkap basah lagi buang air di got terus nyemplung ke selokan—nah, kan basah tuh!—Ichigo kocar-kacir ga jelas sambil komat-kamit, "*&^%$# !" Mukanya memerah layaknya tomat busuk, sungguh perpaduan yang tak biasa dengan rambut jeruknya.
Kabur demi menjaga harga dirinya yang tinggal seujung kuku, Ichigo lari-larian bak dikejar anjing rabies. Meninggalkan Unohana-sensei, guru yang seharusnya berjaga di ruang kesehatan namun tadi ada urusan dengan tanda tanya besar di atas kepalanya.
Hari-hari berlalu bagi Kuchiki Rukia, murid pindahan kelas 1-II yang nampaknya tidak diterima oleh teman-teman sekelasnya –terutama wanita. Entah apa salah gadis mungil itu, tapi seluruh murid perempuan angkatannya bersikap memusuhinya semenjak hari pertama. Kabar burung yang beredar adalah siswi baru tersebut merayu seorang senpai yang digandrungi nyaris seluruh kaum hawa seantero sekolah –meski hal ini tidak diketahui oleh Rukia sendiri. Ada yang menyatakan pernah melihatnya didekap oleh yang bersangkutan tapi apa daya, Rukia mana ingat apa pun. Tahu menahu pun tidak. Saat sadar, dirinya sudah berbaring di ruang kesehatan karena 'kecelakaan' dan oleh-oleh kejadian itu hanya benjolan di dahinya yang sudah lenyap dalam jangka waktu dua hari saja.
Pokoknya sikap mereka pada Rukia sungguh tidak bersahabat. Misalnya saja saat ini. Dirinya dikunci di dalam gudang perlengkapan olahraga setelah mengembalikan bola yang tadi dipakai saat pelajaran olahraga di kelasnya tanpa tahu kapan dan bagaimana bisa keluar. Lelah meronta dan berteriak meminta tolong, gadis dengan tinggi hanya 144 cm itu pasrah duduk di atas matras yang empuknya seperti batu karang.
"Kenapa nasibku jadi begini?" keluh siswi SMU tersebut.
Rukia tahu bagaimana melindungi dirinya sendiri. Didikan keras dan ketegaran hatinya sudah mendarah daging menjadi jati dirinya yang tak mudah dirubuhkan hanya dengan keisengan-keisengan seperti ini. Namun bukan berarti gadis manis itu seperti H*lk yang sanggup meluluhlantakkan dinding atau S*p*rm*n yang punya mata infrared—padahal sekarang jamannya bluetooth, loh—untuk melubangi pintu.
Lama Kuchiki bungsu itu terjebak di dalam ruangan minim penerangan tersebut, membuatnya agak lemas karena tidak makan siang.
Kemudian…
Grek!
"Lho, kok pintunya terkunci?"
Suara itu bagai nyanyian para malaikat dari surga. Rukia bisa tertolong! Buru-buru gadis itu bangkit dari posisinya untuk menceritakan perihal dirinya yang masih berada di dalam gudang saat tiba-tiba lempengan kayu itu bergeser terbuka dan sinar dari luar menyerang iris violet korban penindasan tersebut dengan ganas. Remaja berambut kelam itu sampai harus menyipitkan matanya untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke indra penglihatannya demi melihat sosok siluet penyelamatnya.
"Ah… syukurlah... Maaf, tadi aku terkunci di dalam dan tidak bisa keluar." ujar Rukia lega pada sang penolong yang kepalanya… berwarna orange?
"Kau…?" bisik suara maskulin itu terkejut.
"Iya, tadi aku terkunci. Terima kasih karena telah mengeluarkan aku," ulang gadis mungil tersebut polos, mengira kekagetan pria di depannya itu disebabkan karena tidak mengira akan ada kejadian seperti ini.
"A-ah… iya, sama-sama."
Perasaan Rukia saja atau nada bicara pria bersurai jingga ini jadi terdengar gugup begitu?
Saat matanya sudah terbiasa menerima terpaan sinar yang terang, Rukia kini dapat melihat dengan jelas sosok penyelamatnya tersebut. Seorang pria—kelihatannya murid kelas atas—dengan rambut sewarna jeruk, tinggi badan semampai, wajah yang lumayan tampan meski alisnya berkedut seperti sedang emosi atau menahan mulas. Dia memakai seragam klub sepak bola, mungkin dirinya tadi bermaksud mengambil peralatan olahraga untuk latihan.
Ah, yang penting siswi pindahan itu bisa keluar!
Tersenyum sumringah pada pemuda di hadapannya—kenapa pipi anggota klub sepak bola itu jadi merah?—Rukia mendekati si penolong dan menunduk hormat. "Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih. Berkat kau, aku bisa keluar dari sini."
"E-e-ehh… Iya, ti-tidak apa-apa. Ehem! Yang penting kau baik-baik saja."
"Yah, kali ini untung ada kau… ah, tidak enak menyebut 'kau-kau' terus. Apa aku boleh tahu namamu? Namaku Kuchiki Rukia, kelas 1-II. Salam kenal," tawar Rukia seraya kembali menunduk hormat.
"A-ah! Namaku Kurosaki Ichigo, kelas 2-I. Salam kenal, Ku-Kuchiki-san," bata kakak kelas bermarga Kurosaki tersebut.
"Oh… Kurosaki-senpai. Kalau begitu, saya permisi dulu," pamit gadis itu dengan salam menunduk kepalanya.
"Eh, i-iya… silakan."
Saat ini Rukia mungkin belum tahu, tapi pertemuan mereka yang kedua ini akan membawa perubahan besar dalam kehidupannya selama ini.
"Ugh…" gerutu Rukia kala memandangi langit yang semakin lindap. Gadis kelas 1 itu memang bermusuhan dengan hujan. Untungnya saat berangkat tadi kakak laki-lakinya memaksanya membawa payung. Untuk urusan cuaca memang lebih baik percaya pada ramalan Kuchiki Byakuya yang terkenal top markotop.
Namun seperti peribahasa untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, loker miliknya sudah diacak-acak oleh gerombolan usil yang kerjaannya cuma bisa menggangu ketentraman hidup Rukia. Selain sepatu yang dicorat-coret dengan tak berperikemanusiaannya, payungnya pun raib! Kalau begini caranya, mana bisa dia pulang?
Maka kembali korban penindasan ini menggerutu. Meski harus menelan harga dirinya yang selangit, Rukia memutuskan untuk menghubungi saudaranya yang suka overprotektif itu.
Ring Ring Ring
Tidak diangkat. Sibuk mungkin? Kalau begini ceritanya, bisa jadi siswi berparas manis tersebut harus menunggu sampai hari gelap.
"Sial! Kenapa semua kesialan ini menimpaku?!" keluh murid SMU Karakura tersebut pada hujan yang tengah turun dari atas sana.
Iris violetnya kemudian menyelidik sekeliling. Sekarang ini ia tengah berdiri di muka pintu gedung sekolahnya yang sudah sepi.
Hah…
Daripada jamuran di sini lebih baik berlari menerobos hujan. Pikir gadis berambut raven itu putus asa. Meski memakai sepatu yang tidak sepantasnya. Tambahnya dalam hati.
Tapi rupanya peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula tidak berlaku bagi siswi kelas 1 tersebut. Soalnya ketika kakinya sudah nyaris menapak tanah berlumpur di depan sana, telinganya menangkap bunyi langkah kaki seseorang. Ketika ditenggok…
Ternyata yang muncul adalah pemuda yang pernah menolongnya di gudang perlengkapan olahraga waktu itu.
"Kau…" ucap si pria berambut orange tersebut.
"Ah, senpai. Hehehe…" cengir Rukia tak jelas. agak malu juga dengan kondisinya yang setengah mengenaskan.
Anggota klub sepak bola itu berkedip. Lalu berdeham untuk menghilangkan gumpalan yang tiba-tiba saja mendesak di kerongkongannya. Pandangannya teralihkan sejenak untuk menjinakkan jantungnya yang berdebar super kencang dan pipinya yang memanas. Begini, nih kalau bertemu sang dambaan hati. Bawaannya deg-deg~an terus.
Tapi namanya juga makhluk cowok. Ketemu cewek yang ditaksir tetep harus jaga gengsi, dong!
Maka dengan niat memperbaiki imagenya setelah pertemuan kedua mereka, Ichigo dengan lagak sok cool-cool bertanya, "Kenapa kau belum pulang? Tidak bawa payung?"
"Sebenarnya… saya bawa payung. Tapi disembunyikan oleh cewek-cewek yang sering menjai–ups!" potong Rukia begitu menyadari perkataannya yang kelewat jujur.
Kurosaki muda itu menekuk alisnya semakin dalam setelah mendengar penuturan sang gadis.
"Kau dijaili?" tembak senpai jeruk tersebut tepat sasaran.
Rukia melakukan kesalahan dengan membisu sesaat karena ragu kemudian bertingkah janggal dengan mati-matian menyangkalnya. Padahal Ichigo sudah membongkar kedoknya. Dan kenyataan siswi yang ditaksirnya tersebut mendapat perlakuan tidak adil di sekolah membuat darahnya mendidih.
"Sudahlah," tukas anggota klub sepak bola itu tajam. Menyetop celoteh panjang lebar sang gadis dan membuatnya memelotot lebar pada si pemuda.
Meredam amarah—dan rasa gugup—Ichigo mengambil sepatu dan payungnya di loker. "Biar kuantar kau pulang. Dan jangan menolak!" perintahnya saat Rukia baru membuka mulut, bermaksud menolak.
"Ta-ta-tapi, kan…" remaja berambut kelam itu tak tahu harus berkata apa. Di satu sisi, dia tidak mungkin menunggu sampai jemputannya datang. Namun harga diri dan rasa malunya menyatakan bahwa ia tak perlu menerima bantuan dari orang lain seperti ini.
HUP!
Nah, loh. Rupa-rupanya pria yang sering dijuluki jeruk bodoh itu tidak sebodoh pemikiran orang-orang. Kalau tidak bagaimana dia bisa sadar kalo gadis pujaan hatinya itu juga tidak mengenakan sepatu. Berbekal nekad dan muka tembok, Ichigo sudah menggendong siswi bertubuh pendek tersebut di punggungnya.
"Pegang ini!" serunya seraya menyodorkan payung bermotif kotak-kotak itu ke tangan si gadis di belakangnya, karena jika harus berjalan sembari membawa beban begitu, kedua tangannya akan sibuk.
"He-Hei! Jangan sembarangan, yah! Turunkan aku!" jerit Rukia dengan muka memerah. Dipanggul seperti anak TK begini mana mungkin tidak membuatnya malu?
"Tidak mau pegang? Ya, sudah," ujar siswa kelas 2 itu melangkah meninggalkan tempat berteduhnya dengan payung bertengger di bahunya.
Dasar pemaksa! Omel Rukia dalam hati. Sekarang mereka tak lagi terlindung atap, mau tidak mau gadis itu mengibarkan bendera putih jika tidak mau kebasahan. Dengar kasar, murid SMU Karakura tersebut merebut patung lalu memegangginya dengan benar agar kedua insan manusia yang berbagi payung tersebut terhindar dari butiran hujan.
Lama keduanya tidak saling bicara. Hingga akhirnya pria bersurai jabrik itu memulai percapakan.
"Kenapa kau dijaili?"
Rukia mengendikkan bahu. "Entahlah."
"Jadi… selama ini, apa saja yang sudah mereka lakukan padamu?
"Selain mengambil atau merusak barang-barangku, tidak banyak. Kadang-kadang saja mereka agak keterlaluan seperti mengunciku di gudang waktu itu."
Senyap.
Rukia pikir kali ini dialah yang harus buka suara saat tiba-tiba ada yang menginterupsinya.
"Kalau begitu… aku akan melindungimu!"
"Hah? Senpai? Apa maksud senpai?"
"Aku akan melindungi dari orang-orang yang menindasmu!" tegas Ichigo mengulang.
"Ti-tidak usah, senpai! Aku bisa melindungi diriku sendiri, kok!"
"Melingdungi diri sendiri hingga terkunci di gudang?" tantang kapten klub sepak bola itu membuat Rukia bungkam seribu bahasa.
"Pokoknya. Aku akan melindungimu. Aku tidak akan menerima kata 'tidak'."
Betul-betul pemaksa! Gadis beriris violet ini dongkol setengah mati menghadapi senpainya yang keras kepala, suka seenaknya sendiri pula!
"Hah… Ya, sudahlah," jawab Rukia setelah menghela nafas panjang.
"Hum… tapi. Ada bayarannya…."
Owh… apa ini? Kenapa wajah seorang Kurosaki Ichigo henshin jadi mirip stroberi busuk?
"Bayaran?" ulang Rukia curiga. Apa jangan-jangan senpainya ini bermaksud memeras isi dompetnya yang sudah tipis itu? "Bayaran apa?"
"pst… pst…"
"Hah? Apa?" tanya Rukia karena suara senpainya terlalu kecil hingga tak terdengar.
"Bayarannya…" Ichigo menolehkan kepalanya agar menghadap gadis kecil di gendongannya, membuat Rukia berkedip melihat rona merah jambu menyapu seluruh wajah tampan sang kakak kelas, kemudian dengan lantang berkata, "… Aku minta ciuman darimu!"
"HAH?!"
.
.
.
tbc
Voidy's note: At least… kelar~ baru chapter pertama sih. Cuma two-shot kok. Janjinya sama Oda ya gitu. Kalo bikin lebih panjang, ga kelar yang lainnya kali. Empot aku. Jee~ wait for me! Lagi dalam proses, sabar yah! Untuk yang lain, ditunggu reviewnya~!
Oda, jangan teror aku lagi, yah! Paling chapter 2 kelar bulan depan. ;p
.
.
.
#oda: pasrah deh ya sama cuap" voidy-san d atas, sya angkat tangan deh XDDD #plak
