(C)LOSER

ANGST PROJECT HUNHAN GS

by sehooney with HunHan

Twoshoot

It's mine! Nggausah ngalay nge-post ulang hal-hal yang sama dari cerita ini terus ngaku-ngaku kalo apa yang kalian post itu karya kalian sendiri. Cih! Masa bodo kalian bilang aku kasar. Tapi kali ini aku bakal ambil tindakan tegas bagi kalian yang ngelakoni hal-hal diatas.



1. Bisakah Kau Melihatku?

Halo‚ es di kutub‚

sedingin apakah dirimu?

Jika kusentuh kau‚ apa aku akan membeku?



Pukul sebelas siang. Aku tersenyum setelah melirik jam tangan. Mengeluarkan sekotak susu dari dalam tas‚ aku berjalan mengendap-endap diantara rak buku. Perpustakaan saat ini sedang sepi. Hanya ada aku‚ beberapa orang yang jauh di sana‚ dan lelaki itu.

Ya. Lelaki yang sedang membaca buku sendiri di bangku itu. Lelaki yang kini sedang merenggangkan otot tangan dan memutar pinggang untuk melepaskan lelah. Dan lelaki yang tanpa sadar sudah kuperhatikan sedari tadi. Oh Sehun…

Ah‚ aku lancang sekali‚ ya?

Ha-ha! Tidak juga.

Aku berjalan mendekat‚ memasang senyum semanis mungkin saat Sehun menyadari keberadaanku. Kusembunyikan kotak susu tadi di belakang tubuh‚ lalu menghampirinya dengan langkah ceria.

"Hai." sapaku‚ berusaha membuat suara sepelan mungkin.

Sehun tidak tersenyum‚ tidak juga balas menyapaku. Sehun hanya membiarkan aku duduk di seberangnya‚ dan setelah itu ia kembali mencatat beberapa hal penting di bukunya.

Aku masih tersenyum―berusaha mempertahankan sebenarnya. Kemudian aku meletakkan kotak susu tadi di meja‚ menggesernya tepat di depan bukunya. Kali ini Sehun beralih padaku‚ menaikkan alis seolah berkata‚ "Apa maksudnya ini?" dengan tatapan matanya. Aku tersenyum lebar. "Aku tadi beli dua. Aku sudah menghabiskan satu dan aku sudah kenyang. Jadi aku berikan saja itu padamu."

Mendengar kalimat yang sebenarnya hanya sebuah kebohongan kecil itu‚ Sehun mendenguskan senyum. Ada tawa kecil yang keluar kemudian. Tawanya terdengar seperti hembusan angin di pagi hari‚ menyejukkan dan menggetarkan hati. Meski itu singkat‚ namun cukup membuatku berdebar tidak menentu.

Aduh‚ jantungku. Jangan memompa darah terlalu cepat! Kau akan membuatku memerah nantinya!

"Terima kasih." ujarnya seraya menerima kotak susu itu. Sehun menusuk sedotan pada bulatan perak kecil di sudutnya‚ dan mulai meminum susu pemberianku.

Aku tersenyum memperhatikan. Senyumku rasanya tidak pernah luntur karena lelaki ini. Dilihat di sudut pandang mana pun‚ Sehun masih terlihat tampan walau berwajah datar. Senyum saja jarang ia perlihatkan‚ apalagi ekspresi macam sedih atau senang. Ya Tuhan‚ aku belum pernah bertemu dengan orang semacam Sehun selama aku hidup. Sehun ini seperti es di kutub‚ benar-benar dingin. Baru kali ini aku bertemu dengan orang semacam dia. Dan Sehun sudah menjatuhkanku ke lubang yang dalam‚ yang sialnya terasa hangat meski dia selalu bersikap dingin padaku.

"Tidak ada kelas?"

Aku menegakkan tubuh. Baru saja dia bertanya padaku‚ dan aku dengan semangat menjawab‚ "Aku kosong hari ini."

Sebelah alisnya terangkat samar. Ia menatapku‚ lalu terlihat senyum tipis menggelikan darinya. "Kau tidak ada kelas tapi kesini?"

Kalimat panjang! Aku senang bukan main karena mendengar kalimat panjang itu keluar dari bibirnya. Aku berhasil membuatnya berbicara panjang. Selama aku mengenalnya tiga bulan yang lalu lewat teman bermata bulatku itu‚ aku baru mendengar kalimat seperti ini. Meski tidak terlalu panjang‚ sih. Tapi lumayan lah―lumayan membuatku senang.

Aku terkekeh kecil‚ berusaha menyembunyikan rasa senang yang membeludak kemana-mana. "Kyungsoo memintaku untuk menemuinya. Jadi sekalian saja mampir." ujarku seadanya.

Sehun mengangguk-angguk kecil. Kemudian terdengar suara berisik tanda susu kotaknya telah habis. Sehun melempar kotak kosong itu ke tempat sampah di sudut ruangan. Dalam sekali lemparan‚ kotak itu langsung masuk ke dalam tempat sampah. Aku memandangnya‚ tidak meragukan keahliannya. Dia mantan kapten basket waktu sekolah menengah atas dulu.

Nah‚ baru mengenalnya saja aku sudah tahu banyak hal tentangnya. Aku hebat‚ bukan?

"Mau ikut?"

Tawarannya tiba-tiba membuatku mendongak‚ menatapnya yang kini sedang membereskan beberapa buku di meja. Aku menatapnya bingung. "Kemana?" tanyaku balik.

"Bertemu Kyungsoo." jawabnya. Irit sekali.

Lantas senyumku mengembang. "Ya. Aku ikut." jawabku cepat dengan nada riang. Aku ikut berdiri dan berjalan di sampingnya kemudian.

Kanan‚ kiri‚ kanan‚ kiri. Langkah kami beriringan dan seirama. Menyenangkan rasanya bisa berjalan bersama dengan Oh Sehun. Lelaki itu membiarkanku berjalan di sebelahnya‚ dengan langkah riang‚ juga senyum di wajah. Seperti biasa. Sementara Sehun sendiri‚ mungkin dia berusaha untuk terlihat cuek dengan beberapa pasang mata yang tidak sengaja melihat dan akhirnya memperhatikan kami.

Kalian tahu‚ kami berdua terlihat aneh. Aku dengan senyum di wajah‚ sementara Sehun dengan wajah datarnya. Aku dengan binar di mata‚ sementara Sehun menatap lurus ke depan. Aku dengan langkah riang‚ dan Sehun dengan langkah santainya. Kami seperti dua musim yang saling berlawanan. Aku musim semi yang hangat‚ dan dia musim salju yang dingin.

Tapi apa peduliku? Aku menyukainya. Jadi apa masalahnya?



Kyungsoo sibuk menata beberapa lembar kertas yang baru ia terima dari Sehun setelah lelaki itu pergi. Aku tidak berniat untuk membantunya karena perhatianku tertuju hanya pada Sehun. Lelaki itu berjalan menjauh ditengah-tengah taman yang tertutup salju. Di pandanganku‚ hanya ada Sehun‚ dengan salju yang turun‚ juga jejak kakinya di sana. Tidak ada yang lain‚ hanya ada Sehun yang berjalan sendiri di sana.

Aku tersenyum. Kemudian membayangkan diriku berlari menyusulnya‚ dan menggandengnya dengan senyum di wajah. Lalu kulihat ia juga tersenyum‚ membuat bentuk bulan sabit di matanya.

Ah‚ membayangkan bagaimana Sehun tersenyum dengan eyesmile di wajahnya saja membuatku meleleh tanpa sadar. Pasti Sehun tampan sekali.

"Heh‚ heh!" suara Kyungsoo membuatku terkesiap. Dia membuyarkan lamunan indahku tentang Sehun. "Melamun saja terus‚ ya. Kau tidak ingin membantuku?"

Aku mencibir. "Itu sudah rapi. Jadi aku tidak perlu membantu." ujarku sembari menunjuk kertas-kertas dipelukan Kyungsoo dengan dagu.

Aku kembali memperhatikan Sehun‚ kembali membayangkan diriku dan Sehun berjalan bersama-sama. Namun kemudian bayangan itu buyar dengan cepat karena Kyungsoo memukul kepalaku keras-keras. Aku melompat kecil dengan aduhan kencang‚ mengusap kepalaku‚ dan menatap Kyungsoo jengkel. Sementara yang ditatap sama sekali tidak merasa bersalah. Justru perempuan bermata bulat itu kembali sibuk dengan kertas-kertasnya dan meninggalkanku sendirian.

"Ya!" seruku menyusul Kyungsoo. Aku berlari kepadanya seraya protes‚ "Kau pikir kepalaku ini bantal‚ apa? Kau ingin aku amnesia‚ huh?"

"Kau saja yang ingin amnesia." sahut Kyungsoo dengan sungutan kesal. Ia menatapku dengan mata bulatnya yang terlihat menggemaskan. "Kau lupa dengan teman sendiri saat kau jatuh cinta dengan temanku. Hah‚ dasar." dan perempuan itu menghentakkan kaki kesal kembali meninggalkanku.

Aku mempercepat langkah‚ mengiringinya. "'Kan kau yang mengenalkannya padaku dan membuatku jatuh cinta padanya." belaku. Aku merengut dan Kyungsoo mencibir pelan. "Jadi siapa yang salah? Aku‚ atau kau?"

"Ish‚ kau ini." aku bisa mendengar gumaman jengkelnya padaku. "Terserah kau sajalah." dan Kyungsoo mengambil langkah dengan cepat. Aku juga ikut mempercepat langkah untuk menyusulnya.

Kami berhenti di halte‚ menunggu bus bersama calon penumpang lain. Kyungsoo masih ngambek karena tadi aku tidak membantunya. Ia membiarkanku berdiri di sampingnya sementara dia dengan santainya duduk dan memainkan ponsel. Aku menusuk-nusuk pundaknya‚ mencoba untuk membuatnya beralih padaku. Namun tatapan mata bulatnya yang mengerikan itu membuatku langsung diam. Baiklah‚ aku tidak akan mengganggunya lagi.

Tidak berapa lama‚ bus datang. Kyungsoo masuk ke dalam dan aku mengekorinya. Kalau sudah ngambek begini‚ Kyungsoo hanya diam dan tidak membiarkan aku menyentuhnya. Padahal aku tidak salah apapun padanya. Menyebalkan sekali‚ bukan. Jadi saat aku duduk di sebelahnya‚ aku memberikan sela diantara kami supaya ia tidak mengamuk kalau aku dekat-dekat dengannya.

"Kenapa dudukmu begitu?" tanya Kyungsoo‚ tanpa melihat kepadaku.

"Apa maksudmu?" tanyaku balik tidak mengerti.

"Kau akan jatuh kalau duduk seperti itu." ujarnya. Kyungsoo menarik lenganku hingga aku duduk dengan benar di kursi penumpang. "Aku bakal repot kalau kau jatuh."

Aku meringis. "Kau benar-benar perhatian padaku‚" godaku. Aku menoel-noel pipinya seraya berkata‚ "Ternyata yang dikatakan Jongin benar kalau kau menyayangiku. Ah‚ aku menyayangimu juga‚ Kyungsoo."

"Sinting." gumam Kyungsoo kesal. Ia menangkup pipinya supaya aku berhenti menggodanya. Aku terkekeh kecil‚ Kyungsoo mendengus.

Beberapa saat kemudian hening. Kupikir Kyungsoo sungguhan kesal padaku karena dia diam saja sedari tadi. Ah‚ apakah aku harus minta maaf?

"Kyung―"

"Kenapa kau menyukai Sehun?"

Pertanyaan itu membuatku mengangkat alis‚ mencerna sejenak. Begitu paham‚ aku tersenyum lebar. "Karena aku menyukainya." Kyungsoo mengerutkan kening tidak mengerti setelah itu. "Entahlah‚ aku tidak begitu tahu kenapa aku bisa menyukainya. Tapi yang pasti‚ setiap aku melihat sosoknya‚ aku senang sekali. Mungkin situasinya sama seperti kau yang melihat Jongin tersenyum karenamu."

Kyungsoo mengangguk kecil. Sepertinya ia mengerti.

"Kenapa kau bertanya tentang hal itu?" tanyaku kemudian.

"Aku hanya heran." jawab Kyungsoo. Ia menatapku dengan mata memicing lalu mendorong keningku pelan dengan ujung jarinya. "Kau tahu sendiri kalau Sehun sudah punya pacar tapi kau menyukainya sama seperti kau menyukai pacarmu sendiri. Dasar."

Aku merengut. "Aku tahu‚ aku tahu." aku berdecak pelan dengan pandangan menerawang. "Aku hanya mencoba untuk mengabaikan fakta itu. Biarkan aku egois selama aku masih bisa dekat dengannya."

"Kau tahu siapa pacarnya?" tanya Kyungsoo lagi.

Aku menunduk. "Irene. Anak desain interior." jawabku pelan. Aku menutup wajahku dan merengek‚ "Dia memang bukan tandinganku‚ huwaaaa…"

Yah‚ Irene Bae itu memang cantik. Cantik sekali. Rambutnya cokelat sepunggung‚ berwajah manis‚ juga bertubuh mungil. Nama anak kampus sebelah itu tersebar kemana-mana karena kecantikannya. Irene memang tidak banyak tersenyum. Namun perempuan itu memilik binar mata yang mampu menawan hati seseorang. Sehun beruntung memiliki sosok Irene. Mereka terlihat cocok saat bersama. Dan parahnya aku mengakui kalau Sehun terlihat lebih bahagia ketika bersama Irene.

Lelaki itu hanya akan tersenyum dan menatap pada Irene. Aku jadi iri karena Irene lebih dulu mengenal dan mendapatkan Sehun sebelum aku.

"Sudah tahu begitu tapi tetap saja mendekati Sehun."

Aku berdecak pelan‚ masih dengan rengutan. "Sudah kubilang biar saja‚"

"Kalaupun kau disebut perebut pacar orang‚ kau masih bilang 'biar saja'?"

Ah‚ sudahlah. Aku menyerah berdebat dengan Kyungsoo. Jadi aku hanya menggembungkan pipi tanpa ingin membalas kalimat Kyungsoo.



Pagi-pagi sekali‚ Kyungsoo membangunkanku dengan cara tidak manusiawi. Perempuan itu mendobrak kamarku‚ mengguncang tubuhku sampai jatuh ke tempat tidur‚ lalu berseru‚ "Hari Minggu kali ini jangan kau buat untuk malas-malasan lagi. Bantu aku membereskan tempat ini‚ sekarang!" macam ibuku saja.

Setelah membangunkanku‚ Kyungsoo dengan tidak berdosanya meninggalkanku untuk memulai ritual bersih-bersihnya. Kyungsoo sangat cekatan membereskan barang-barang ketika aku masih mengantuk memandanginya. Aku menggaruk kepala yang tidak gatal‚ kembali masuk ke dalam kamar. Namun rambutku tiba-tiba ditarik oleh Kyungsoo. Dia cocok sekali menjadi seorang ibu.

"Jangan tidur lagi‚ Luhan cantik. Cuci mukamu sekarang dan pergi ke minimarket untuk membeli beberapa bahan makanan. Aku akan membiarkanmu kelaparan kalau kulkas kosong melompong hari ini." ancamnya sadis.

Aku merengek. Tega benar perempuan ini pada temannya sendiri. Sadis pula ancamannya. Astaga‚ mentang-mentang tahu kalau aku ini suka kerja santai‚ tidak begitu memperhatikan kerapian‚ dan tidak bisa memasak‚ perempuan ini mengancamku seperti tadi. Hah! Andai saja aku terlahir lebih tua sebulan darimu‚ maka aku akan mencekikmu!

Dan berakhirlah aku disini. Di perjalanan pulang dari minimarket dekat tempat tinggal kami berdua. Setiap langkah yang tercipta‚ aku menendang-nendang salju dengan sebal. Kyungsoo membuatku ingin mencekiknya kalau tidak ingat Jongin akan balas mencekikku. Aku bergidik ngeri‚ membayangkan betapa mengerikannya Jongin kalau Kyungsoo kenapa-kenapa karena ulahku.

"Ah‚ sudahlah. Lupakan saja." monologku pada akhirnya. Baiklah‚ aku akan mengalah untuk kali ini.

Tendangan terakhir yang kubuat tiba-tiba mengagetkanku. Entah benda apa yang kutendang‚ itu membuat sebuah ember besi di depan sana jatuh dari atas pagar. Woah! Hebatnya tendanganku! Haruskah aku mendaftar tim sepak bola wanita nasional?

Hah‚ sinting!

Aku berlari mendekat‚ merasa penasaran karena tidak mungkin aku menendang batu. Disini salju semua. Kalau aku menendang batu‚ kakiku pasti sakit. Tapi aku tidak merasakan sakit pada kakiku. Jadi aku memeriksa‚ mencari-cari benda yang menjadi korban tendanganku barusan.

Lalu aku menemukan sebuah dompet kulit berwarna hitam. Dompetnya seorang lelaki‚ mungkin?

Aku memungut dompet itu‚ lalu melihat sekeliling. Hanya ada aku dan beberapa orang yang lewat begitu saja di tempat ini. Dengan ragu‚ aku melihat isinya‚ berniat untuk mencari kartu tanda pengenal atau petunjuk apapun tentang pemilik dompet ini. Tentu saja aku tidak akan mengambil uangnya. Aku masih punya banyak uang‚ tahu! Aku akan mengembalikan dompet ini ke pemiliknya sama seperti apa yang diajarkan ibuku saat aku masih kecil dulu.

Ah‚ aku terlalu banyak bicara.

Jadi setelah menemukan kartu tanda pengenalnya‚ aku membaca‚ dan terkejut setengah mati. Rasanya senang‚ terharu‚ kaget‚ ah entahlah. Baru saja aku menemukan dompet milik Oh Sehun!

Dasar lelaki ceroboh. Bisa-bisanya ia menjatuhkan dompet di sekitar sini.

Mengabaikan rasa senangku‚ aku melihat di mana tempat tinggalnya. Oh‚ tidak jauh dari sini‚ hanya berjarak dua blok dari tempat tinggalku dan Kyungsoo. Apakah itu berarti aku dan Sehun masih bertetangga?

Ah‚ ya Tuhan… Kebetulan macam apa ini?

Aku tersenyum memandangi penemuan dompet Sehun yang kini ada di tanganku. Dengan segera aku memasukkan kartu tadi ke tempatnya dan pergi menuju rumah Sehun. Baru saja beberapa langkah tercipta‚ aku melihat sosok Sehun sedang mencari-cari sesuatu di sana‚ sekitar berjarak enam meter dariku‚ mungkin.

Ah‚ apakah ini jodoh karena aku sudah menemukan dompetnya dan sekarang Sehun sedang mencari-cari dompetnya yang hilang? Ya ampun‚ aku mulai ngelantur tidak jelas lagi.

"Hei‚ Sehun!" aku memanggilnya kemudian. Begitu ia mendongak melihatku‚ aku tersenyum dan menghampirinya. "Kau sedang mencari sesuatu?" tanyaku berbasa-basi.

Sehun hanya mengangguk‚ tidak mengeluarkan suara. Seperti biasa.

"Apakah itu dompet?" tanyaku lagi.

Sehun hanya menatapku dengan alis terangkat. Alih-alih tidak ingin bertanya‚ "Apa maksudnya?" padaku melainkan hanya berbicara lewat gestur tubuhnya.

Wah‚ manusia ini. Sehun ini benar-benar tercipta dari es di kutub‚ ya?

Aku tersenyum. Mengulurkan dompet yang kutemukan tadi‚ seraya berkata‚ "Aku menemukannya di sana." dan menunjuk ke belakang dengan ujung ibu jari.

Sehun mengangguk-angguk mengerti. "Terima kasih." ujarnya setelah mengambil dompetnya dari tanganku. Aku memperlebar senyum sambil mengangguk. Senang rasanya bisa mendengar suaranya meski Sehun irit bicara.

"Awalnya aku ingin mengembalikan dompetmu ke rumahmu. Tapi ternyata kau sedang mencari‚ ya sudah." aku bergidik sekilas sebelum berdeham canggung saat Sehun hanya menanggapi dengan senyum tipis yang sialnya‚ itu membuatku meleleh! "Baiklah‚ aku pulang dulu. Dah."

Yah‚ baiklah. Demi jantungku yang bekerja ekstra‚ aku harus menghindari Sehun saat ini. Demi pipiku juga. Ya‚ demi diriku.

Tapi kemudian aku berhenti melangkah. Sehun bersuara‚ tepat di belakangku.

"Kau tinggal dekat sini?"

Dan aku langsung berbalik menatap Sehun sedikit tidak percaya. Lelaki itu juga baru berbalik untuk menghadapku dengan kedua tangan yang tersimpan di saku mantel. Dia terlihat keren sekali! Aku tersenyum canggung. "Ya. Kami tinggal dekat sini. Kau tidak tahu?" balasku tergagap.

Sehun terlihat mengerutkan kening saat itu. Bingung? Mungkin iya. Begitu sadar bahwa aku mengatakan 'kami' yang mungkin membingungkannya‚ aku menjelaskan. "Ah‚ kau tidak tahu kalau aku dan Kyungsoo tinggal bersama?"

"Ah‚ ya‚ benar. Kalian tinggal bersama." Sehun mengangguk-angguk pelan. Aku tersenyum.

"Kalau begitu aku duluan‚" dan dengan berat hati aku pergi meninggalkannya.

Tapi―tapi―TAPI! Dia menangkap pergelangan tanganku!

Aduh‚ aku sudah berkeringat dingin saat menoleh ke arahnya. Sehun tidak mengatakan apapun kecuali tersenyum tipis saat aku melihatnya.

DIA TERSENYUM‚ ADUH JANTUNGKU! JANGAN MEMBUATKU MATI!

"Kenapa ka―"

Sehun mengambil alih kedua kantung belanjaan yang kubawa tadi. Ia tidak mengatakan apa-apa bahkan setelah melewatiku. Lelaki ini tidak banyak bicara dan aneh. Aku jadi sulit memahaminya karena Sehun lebih banyak bicara lewat gestur tubuh dibanding dengan mengucapkan beberapa kata‚ sudah kubilang seperti itu.

"Sehun‚" aku memanggilnya dengan bingung. Kemudian aku berjalan menyusulnya dengan tergesa-gesa sampai aku jatuh terpeleset karena jalanan yang licin.

Mungkin karena mendengar suara tubuhku yang jatuh seperti karung beras―aku harus menurunkan berat badan setelah ini― serta teriakanku‚ Sehun berbalik. Lelaki itu berlari kecil menghampiriku. Raut wajahnya tidak bisa kutebak‚ tapi ada kerutan kening juga binar mata khawatir di sana.

Ah‚ Sehun mengkhawatirkanku? Senangnya…

"Kau baik-baik saja?" tanyanya.

Aku mengerjap‚ tersadar kemudian. Sedetik setelah itu‚ aku merasakan sakit di pinggul‚ serta beberapa bagian tubuhku yang lain. Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Sehun barusan. Kemudian aku mencoba untuk berdiri. Pergelangan kakiku terasa ngilu namun masih bisa digunakan untuk berjalan. Aku mengaduh pelan‚ sebenarnya untuk menutupi rasa malu karena kebodohanku barusan.

"Aku bisa berjalan." kataku saat ia menatapku penuh arti. Setelah itu Sehun terlihat lega‚ ia menghela napas pelan dengan anggukan kecil.

Ah‚ ya Tuhan… Sekali melihat Sehun khawatir‚ aku jadi tidak ingin melihatnya khawatir untuk yang kedua kali.

Sehun tidak berkata apapun lagi. Ia menarik tanganku‚ lalu mengajakku untuk berjalan di tumpukan salju. Kupikir maksud Sehun supaya aku tidak lagi terpeleset. Aku mengikutinya di belakang pelan-pelan setelah ia melepaskan tanganku. Kakiku masih terlalu sakit‚ jadi aku harus lebih berhati-hati.

Tapi tunggu dulu. Apakah barusan Sehun berlaku perhatian padaku?

Aku mengerjap‚ berhenti melangkah. Sehun yang berada di depanku tidak menyadari bahwa aku berhenti mengekorinya. Punggung lelaki itu terlihat nyaman sekali untuk dipeluk. Mungkin jika dipeluk atau digunakan untuk bersandar‚ rasanya akan hangat dan nyaman. Ah‚ aku ingin merasakannya.

Lalu aku beralih pada langkahnya‚ dan berakhir pada jejak kakinya. Setiap langkah yang ia buat menciptakan jejak kaki di depanku. Iseng‚ aku meletakkan kakiku pada salah satu jejak kakinya‚ lalu tersenyum karena perbedaan ukuran kaki kami yang jauh sekali. Pada jejaknya yang lain juga begitu. Aku melangkahkan kakiku pada setiap jejaknya‚ tersenyum lebar‚ merasa senang akan aktivitasku menginjak-injak jejaknya.

Beberapa jejak terlewati. Lalu aku melihat jejak yang ini memiliki jarak yang jauh dari jejak yang lain. Aku mengerutkan kening bingung. Ketika aku mendongak‚ aku melihat Sehun melebarkan langkah kakinya di depan sana. Ah‚ jadi dia sengaja memperlebar langkahnya karena tahu kalau aku mengikuti jejaknya‚ begitu? Astaga‚ aku tidak bisa menahan tawa geli karenanya.

Sehun masih tidak menyadari kalau aku sudah tahu perbuatannya. Namun aku tetap melakukan aktivitas menyenangkan ini di belakangnya. Menginjak bekas jejaknya‚ mengikuti setiap langkahnya.



"Kenapa senyum-senyum seperti itu?"

Aku menoleh pada Kyungsoo setelah meletakkan kantung belanjaan di meja. "Ingin tahu saja." jawabku masih dengan senyuman yang sama.

"Kau membuatku takut." ujar Kyungsoo seraya bergidik ngeri. Aku tertawa karenanya. "Kau bertemu dengan orang gila dan ketularan gilanya‚ ya?"

Aku tergelak. "Itu tebakan yang aneh‚ Kyungsoo‚" sahutku disela tawa.

"Cara jalanmu juga aneh. Kau baru saja terjatuh‚ ya?" tanya Kyungsoo lagi. Dia pasti tidak sengaja melihat cara jalanku yang sedikit pincang saat memasuki dapur tadi.

Aku mengiyakan. "Terpeleset." jawabku seadanya. Kemudian aku duduk dan mengambil air minum guna menuntaskan dahaga. Tertawa membuat kerongkonganku kering.

"Kau baik-baik saja?" nada suara Kyungsoo terdengar khawatir‚ dan aku mengangguk kecil sambil minum.

"Aku masih bisa berjalan. Beruntung Sehun menolongku."

"Sehun?"

"Hu'um." aku mengangguk lagi. "Aku tidak sengaja bertemu dengannya di jalan."

Kyungsoo mengangguk-angguk kecil. "Oiya‚ rumahnya dekat dari sini." ujarnya pelan. Kemudian Kyungsoo mengambil alih kantung belanjaan di meja dan memasukkan isinya ke dalam kulkas.

"Kau tidak pernah memberitahuku kalau rumahnya dekat dari sini." protesku. Kyungsoo hanya tertawa kecil menanggapi. "Kau juga tidak pernah bilang kalau ulang tahunnya ada di bulan yang sama denganku."

"Kalau kuberitahu‚ mungkin kau tidak bisa berhenti untuk menyerah." jawab Kyungsoo‚ terdengar acuh tak acuh tapi cukup menyinggungku. "Kau gigih sekali untuk mendapat perhatian Sehun. Aku takut kegigihanmu bisa membuatmu terjungkal."

Aku berdecak‚ mencoba untuk terlihat biasa saja. "Kau teman yang jahat‚ Kyungsoo."

"Aku teman yang baik." koreksinya. Ia melotot padaku‚ dan aku tidak jadi membalas koreksiannya. "Segigih apapun dirimu memanjat gunung yang terjal‚ kau juga bisa terpeleset‚ jatuh‚ dan mati. Aku hanya memberitahumu jalan yang mudah untuk menaiki gunung. Supaya kau bisa selamat sampai tujuan."

Aku terdiam‚ tersinggung sebenarnya. Kyungsoo berbicara tentang kebenarannya tapi itu justru membuatku down. Aku tidak mengerti tentang diriku sendiri setelah itu. Kenapa aku bersikap sok manis di hadapan Sehun padahal aku sendiri merasa biasa saja di hadapan teman-teman yang lain. Aku merasa ingin dilihat Sehun tapi Sehun selalu melihat ke arah perempuan lain. Aku ingin seperti itu. Tapi mungkin karena sikap sok manis yang berlebihanku pada Sehun‚ lelaki itu jadi tidak ingin melihat ke arahku.

Ah‚ ternyata aku menyedihkan.

Aku menghela napas pelan. "Ya sudah‚" ujarku pelan untuk mengakhiri perbincangan yang membuat mood ku turun ini. Aku berbalik dan berjalan lemas menuju kamar. Tiba-tiba aku rindu tempat tidurku yang empuk.



Semenjak musim dingin‚ lapangan tenis tempat biasa aku bermain bersama Kyungsoo jadi sepi. Sesekali aku lewat dan masuk ke dalam sana setelah jam kuliahku usai. Seperti hari ini‚ misalnya.

Aku berjalan masuk ke lapangan tenis outdoor ini dengan pelan. Melihat-lihat sekitar‚ tersenyum kecil. Aku ingat. Tempat ini adalah tempat dimana aku melihat Sehun untuk yang pertama kali. Saat itu Kyungsoo yang bermain bersamaku tiba-tiba memanggil nama Sehun dengan keras. Aku berhenti memukul bola setelah Kyungsoo berlari kecil ke pinggir lapangan‚ membiarkan bola hijau itu membentur pembatas dan memantul-mantul di lantai. Kyungsoo mendekati jaring kawat sebagai pembatas lapangan tenis dengan kawasan kampus kemudian.

Saat itu Sehun terlihat tampan dengan sweater kelabu. Rambut cokelatnya tertiup angin dengan halus. Aku sampai tidak bisa berkedip karena melihatnya. Apalagi saat Sehun tersenyum pada Kyungsoo dan tanpa sengaja melihat ke arahku. Aku tersenyum kaku‚ entah membalas senyumannya atau menutupi kegugupanku. Kyungsoo memintaku untuk mendekat dan memperkenalkanku pada Sehun.

Yah… Seperti itulah. Mungkin itu kali pertama aku melihat senyum Sehun dan jatuh cinta pada pandangan pertama.

Aku menghela napas. Sore ini angin berhembus begitu dingin. Kepulan uap keluar dari mulutku. Aku berjalan ke sekitar guna menciptakan kehangatan sendiri. Lapangan tenis ini tertutupi salju. Setiap aku melangkah‚ pasti ada jejak di belakang. Aku berbalik‚ berjalan mundur‚ senang melihat jejakku sendiri. Kemudian aku berlari kecil‚ mencoba menciptakan banyak jejak kaki di sana.

Hitung-hitung sebagai hiburan untuk diri sendiri. Aku merasa sedih akhir-akhir ini.

Ya‚ karena aku mulai sadar betapa bodohnya aku. Memasang senyum lebar di depan Sehun‚ memperlihatkan binar terang di mata untuk Sehun‚ serta bersikap kekanakan supaya Sehun bisa memperhatikanku. Ah‚ aku ini jatuh cinta atau mencari perhatian‚ sih?

Kupikir yang kedua itu lebih tepat.

Aku berhenti berlari-lari kecil di lapangan tenis. Kulihat sekitar ada banyak jejakku di sana. Entah mengapa aku melihat jejakku sendiri dengan sendu. Aku tidak pernah berpikir menghibur diri sendiri justru membuatku sedih. Salju dibawah sepatuku pun akhirnya kutendang dengan sebal.

"Sehun!"

Aku menoleh dengan cepat karena mendengar nama lelaki yang kusukai disebutkan oleh seorang perempuan. Aku tidak melihat seorang perempuan yang memanggil nama Sehun tadi. Malah aku menemukan si pemilik nama yang berdiri tidak jauh dari tempatku berada. Lelaki itu sedang melihat ke arahku‚ dengan tatapan yang tidak kutahu artinya apa‚ juga ekspresi temboknya seperti biasa. Aku bingung. Sehun memperhatikan aku sedari tadi atau baru saja melihatku di sini?

Aku tersenyum meski masih bingung‚ hanya untuk menyapa Sehun lebih tepatnya. Aku melambaikan sebelah tanganku di depan dada untuknya. Sehun hanya tersenyum tipis menanggapi. Sedetik setelah itu‚ tubuh Sehun dipeluk seorang perempuan yang pasti tadi memanggil namanya. Aku menurunkan tangan‚ mengulum bibir‚ serta melirik ke arah lain. Berpura-pura tidak melihat momen Sehun dengan seorang perempuan yang kukenal dengan nama Irene Bae.

"Kau sudah menunggu lama?" Irene bertanya dengan suara samar-samar kudengar.

Aku berdeham pelan. Lalu kuputuskan untuk berbalik dan berjalan menjauh. Kupikir meninggalkan Sehun berdua dengan kekasihnya adalah pilihan yang terbaik supaya aku tidak akan sakit hati. Namun ketika aku masih mendengar samar-samar jawaban Sehun‚ aku menghentikan langkah.

"Cukup lama. Tapi aku baru saja melihat pertunjukan kecil. Jadi aku sedikit terhibur. Tidak apa-apa."

Bukan karena aku mendengar kalimat panjang Sehun. Tapi tadi itu Sehun menyebutkan 'pertunjukan kecil' yang rasanya mengganjal. Apakah tadi Sehun melihatku yang sedang berlari-lari kecil di lapangan tenis?

"Pertunjukan kecil? Maksudnya?"

Aku berbalik untuk melihat Sehun‚ memastikan apakah aku terlalu percaya diri atau firasatku benar adanya. Kulihat Sehun tersenyum pada Irene‚ manis sekali. Ia mengeluarkan salah satu tangannya dari saku‚ lalu menunjukkan ponselnya pada Irene.

"Ada kau di sini." Sehun menjawab masih dengan senyumnya yang manis.

Aku menahan napas sembari kembali berbalik memunggungi Sehun. Jawaban Sehun meruntuhkan kepercayaan diriku. Aku tidak lagi mendengar suara mereka kemudian. Mungkin sepasang kekasih itu sudah pergi dan meninggalkan aku sendiri di sini. Aku menghembuskan napas‚ mengepulkan uap dari mulutku. Mataku berair tiba-tiba. Dadaku sakit sekali‚ berdentum nyeri‚ bertalu perih. Aku mengepalkan kedua tangan berusaha untuk menguatkan diri. Namun yang ada‚ justru aku yang jatuh terduduk di salju yang dingin.

Rasa dingin itu merambat naik‚ membekukanku.

Begini rasanya mendengar secara langsung kalau Sehun menyayangi Irene. Melihat-lihat foto Irene selagi menunggu perempuan itu menurut Sehun adalah pertunjukan kecil. Aku membayangkan diriku sendiri berada pada posisi Irene setelah Sehun mengatakan hal demikian. Aku akan merasa senang. Seolah hanya aku yang ada dipikirannya.

Tapi rasanya sakit. Sakit sekali ketika kembali ke kenyataan bahwa aku bukanlah Irene. Aku sampai tidak bisa menahan air mataku karena rasa sakit itu.

Aku menangis sendiri‚ dalam diam. Merasa patah hati karena sadar bahwa dunia Sehun hanya milik Irene. Aku tiak bisa menyusup masuk diantara mereka.

Aku menyedihkan sekali.


To be continue…


Special update with Apriltaste lolipopsehun‚ and Pinkypengu . Please be kind to check their story too… :)

Jadi kita berdua; sehooney‚ dan Apriltaste‚ ceritanya berperan sebagai pembuka project April kita hehe. Jadi tunggu project yang sama dari author lain yhaa :) bakal ada banyak kok‚ dan pastinya bikin kalian nyeseq selama sebulan ini wkwkwk.

Ngga banyak muluk-muluk kok aku. Ini cerita pasaran‚ pada tahu pasti endingnya gimana hahaha.

Nggausah peduliin typo nya. Peduliin aja akunya yang udah bikin cerita ini untuk kalian :)

So‚ don't forget to review! See you really soon! :)