Hey dirimu yang jauh di sana, bagaimana kabarmu?

Aku baik-baik saja disini

Masih merindukanmu

Aku tak tau apa yang harus ku lakukan.

Pada akhirnya kisah kita tak bisa menjadi nyata.

Sasuke, bisakah aku melupakanmu?

.

.

.

Pierce by : One Ok Rock

Naruto : by Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC, TYPO(S), EYD, ETC

Pairing : HinaSasu

Prequel/Sekuel dari Never Be Alone

Genre : Hurt&Comfort

Don't Like Don't Read

Happy Reading

.

.

.

Jatuh cinta adalah perasaan yang paling indah yang pasti di rasakan semua umat manusia di muka bumi ini. Namun, bagaimana jika kau jatuh cinta kepada orang yang salah? Apakah rasa cinta itu tetap menjadi sebuah perasaan yang terasa indah? Tentu saja iya. Karena aku merasakannya. Meskipun aku jatuh cinta kepada orang yang salah, tetapi aku bahagia. aku bahagia mencintainya. Meski hanya sesaat dan pada akhirnya kita tetap tak bisa bersatu. Tapi aku bahagia.

Benarkan aku bahagia?

.

.

.

Pertemuan ku dengan Sasuke adalah sebuah takdir yang telah di rencanakan oleh Kami-Sama. Kami pertama kali bertemu adalah pada saat aku masih berusia sekitar 9 tahun. Saat itu ibuku mengajakku untuk berkunjung ke sebuah taman bermain di tengah kota Konoha pada sore hari. Namun, karena ada keperluan mendadak ibuku meninggalkanku sendiri di taman itu. Ibuku bilang ia hanya akan pergi sebentar. Mengambil sesuatu yang tertinggal di dalam mobil yang terparkir agak jauh dari taman dan berjanji untuk segera datang menjemputku. Aku menyutujuinya karena ku pikir di dalam taman tersebut banyak sekali anak-anak yang tengah asyik bermain. Dan itu terlihat sangat menyenangkan. Kemudian, setelah ibuku menghilang dari taman itu, aku melihat sekelompok anak perempuan yang sedang bermain lompat tali, aku menghampiri mereka dan mengajukan diri untuk ikut bermain. Namun sayang sekali, tak seperti harapanku sebelumnya,mereka malah mengusirku. Mereka tak mengizinkan aku untuk ikut bermain bersama mereka. Mereka bilang aku adalah gadis yang aneh karena memiliki bola mata yang cerah berwarna kelabu, serta poni rata yang cukup tebal menutupi seluruh dahiku. Mereka bilang aku adalah anak aneh yang culun. Sungguh, kata-kata mereka terdegar sangat kejam di telingaku. Sebagai seorang anak kecil tentu saja aku menangis saat itu dan pergi menjauh dari mereka. Berdiri mengintip di balik sebuah pohon yang lumayan besar sambil menangis diam-diam.

Dan saat itulah Sasuke datang.

Pertemuan kami saat itu tidak memiliki kesan yang begitu berarti. Ia datang menghampiriku dengan tampang datarnya sambil menepuk pelan bahuku. Mengajakku untuk duduk di sebuah kursi taman yang sedang kosong. Kemudian menanyakan apa yang sebenarya terjadi kepadaku. aku menceritakan semuanya kepada Sasuke kecil sambil menangis tersedu. Kemudian Sasuke mencoba menenangkanku dengan mengelus pelan rambut indigoku yang saat itu masih pendek hanya sebatas bahu sembari mengucapkan beberapa kata seperti 'jangan menangis' 'sudah, diam jangan menangis' dan kata-kata semacam itulah yang intinya menyuruhku untuk berhenti menangis. Lalu ia menanyakan namaku tanpa sempat aku bertanya balik, ibuku keburu datang menjemputku lalu kami pergi terburu-buru meninggalkan Sasuke sendirian di taman itu setelah mengucapkan terimakasih.

Itulah pertemuan pertama kami.

.

.

.

.

Setelah melewati jarak waktu yang cukup lama. Akhirnya takdir kembali mempertemukan kami. Aku kembali bertemu dengan Sasuke di sebuah rumah makan di kota Konoha. Saat itu ayah dan ibuku mengajak untuk makan siang bersama di luar. Ayah bilang mereka ingin bertemu dengan kawan lama -sahabat mereka semasa SMU. Aku hanya menurut dan ikut dengan apapun yang ayah dan ibu lakukan. Setelah kami sampai di Rumah makan yang cukup ramai tersebut kami langsung di sambut dengan sangat baik oleh kedua sahabat ayah dan ibu, ternyata mereka juga pasangan suami istri dan aku melihat ada anak lelaki yang mirip sekali dengan pasangan suami istri sahabat ayah dan ibuku itu di tengah-tengah mereka. Dan anak laki-laki itu adalah Sasuke.

Ibuku mengenalkan aku kepada kedua sahabatnya. Kepada bibi yang sangat cantik dan paman yang juga tampan. Meskipun mereka sudah berkeluarga tetapi mereka masih terlihat sangat muda. Sama seperti ayah dan juga ibuku. Lalu, ibuku juga mengenalkan aku kepada anak lelaki yang sedari tadi hanya diam itu. Tetapi, dengan cueknya anak laki-laki itu bilang bahwa ia sudah mengenalku sebelumnya. Sontak mereka semua memasang ekspresi terkejut. Bahkan diriku sendiri, entahlah aku benar-benar tak ingat bahwa pernah bertemu Sasuke sebelumnya. Tetapi aku sama sekali tak memikirkan hal itu lebih jauh. Lalu atas usul dari bibi Mikoto( ibu Sasuke) kami berdua di biarkan bermain di taman kecil yang berada di belakang rumah makan itu. dan di sanalah akhirnya kami berkenalan secara resmi sambil berjabat tangan. Aku mengenalkan diriku sebagai Hyuuga Hinata dan ia mengenalkan dirinya sebagai Uchiha Sasuke.

Itu adalah pertemuan ke dua kami.

.

.

.

Pertamuan kami selanjutnya dan seterusnya di mulai saat hari kematian ibunda Sasuke. Mikoto Obaa-san pada hari itu meninggal dunia. Kabar yang sangat mengejutkan itu datang begitu mendadak sampai ke telinga ayah dan ibuku. Mereka benar-benar tak menyangka bahwa sahabat mereka telah pergi meninggalkan dunia ini begitu cepat. Lalu, entah mengapa aku langsung teringat akan anak lelaki itu. Sasuke. Sasuke pasti sangat sedih karena hal ini pikirku.

Dengan pakaian serba hitam sebagai bukti rasa berbela sungkawa, kami bergegas pergi ke mansion Uchiha. Begitu sampai, Kami langsung menuju ke sebuah ruangan yang cukup besar yang sudah di hadiri oleh banyak orang. banyak pula karangan bunga yang di pajang dari pintu masuk sampai tengah-tengah ruangan tersebut. Karangan bunga bertuliskan bela sungkawa dari sahabat serta kerabat atau mitra kerja keluarga Uchiha. Namun, aku tak menemukan keberadaan Sasuke pada awalnya. Tetapi setelah aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan besar itu, akhirnya aku menemukan Sasuke yang tengah berdiri di dekat peti mati ibundanya. Memandang dengan ekspresi datar tubuh ibunya yang terbujur kaku di dalam peti mati itu.

Aku menghampirinya, lalu bertanya padanya mengapa ia sama sekali tak mengangis saat itu, padahal ibunya telah meninggal dunia yang artinya meninggalkan ia untuk selama-lamanya. Namun, dengan suara yang lirih dan sarat akan kesedihan Sasuke kecil menjawab sambil berpura-pura tegar ia berkata; "Ibuku bilang ia tak suka melihatku menangis, lagipula aku ini anak lelaki. Anak lelaki itu tak boleh menangis." Seperti itu kira-kira kata-kata sok tegar yang keluar dari mulut Sasuke kecil saat itu. segera saja aku langsung memeluknya, mencoba menenangkannya sambil mengusap-usap pelan punggungnya yang kecil. Walaupun Sasuke bilang ia tak akan menangis karena dia anak lelaki dan ibunyapun tak menyukai hal itu, aku tau bahwa Sasuke sngat ingin sekali menangis. Ia pasti sangat sedih melihat wajah ibunya yang sangat cantik itu kini hanya diam berbaring tak bernafas di depannya. Lalu aku bilang kepada Sasuke bahwa anak lelaki bukannya tak boleh menangis, siapapun boleh saja menangis jika ia sedang sedih, siapapun tak boleh menahan perasaan sedih seorang diri. Kita harus membagi kesedihan kita kepada oranglain untuk mengurangi beban yang kita alami, maka dengan perlahan perasaan sedih itu akan hilang dengan sendirinya. Lalu bagaikan terhipnotis dengan kata-kataku, Sasuke kecil membalas memelukku bahkan lebih erat. Menenggelamkan wajahnya di bahuku yang kecil dan menangis disana. Aku terus mengusap-usap punggungnya seraya menenangkan Sasuke dengan kata-kata yang cukup menenangkan, sampai tanpa sadar aku merasa air mata ikut jatuh dari pelupuk matakau. Ternyata diriku sendiri juga ikut menangis. Dan akhirnya kami pun menangis bersama. Dua anak kecil yang tengah menangis bersama.

.

.

.

Setelah kejadian itu aku dan Sasuke tak pernah lagi bertemu. Pertemuan kami selanjutnya memakan waktu yang cukup lama, kira-kira sekitar 1 tahun setelahnya aku baru kembali bertemu dengan Sasuke. Kami bertemu kembali dalam suasana duka. Hari itu adalah hari kematian ayahku. Pada hari itu ayahku menghembuskan nafas terakhirnya di kediaman Hyuuga. Meninggalkan aku dan ibuku pergi kembali pada Kami-sama untuk selama-lamanya. Ibuku menangis histeris, berteriak memanggil-manggi nama ayahku sambil terisak. Tak terima bahwa ayah tega meninggalkan kami berdua di rumah yang cukup besar ini. Akupun sama, aku sangat sedih melihat tubuh ayahku yang terbaring kaku tak bernafas di depan mataku sendiri. kemudian aku menangis sambil memeluk ibuku. Kami berdua menangis di depan jasad ayahku yang sudah tak bernyawa.

Rumah kami mendadak ramai. Orang-orang berdatangan dengan ekspresi sedih yang kentara di wajah mereka. Bahkan saudara-saudara jauh keluarga Hyuuga tak henti-hentinya datang dan menangisi kepergian ayahku. Jangan tanyakan bagaimana keadaan ibuku, ia sudah berkali-kali pingsan pada saat itu. sedangkan aku, aku hanya bisa menghindar untuk melihat wajah ayahku yang putih pucat itu. aku menyembunyikan diriku di balik tembok tiang yang cukup besar di dalam ruangan itu. melihat dari jauh orang-orang yang menangis dan memanjatkan doa untuk kepergian ayahku. Dan saat itulah kami kembali bertemu. Sasuke datang untuk menolong serta menghiburku untuk yang kedua kalinya.

Sasuke menepuk bahuku pelan dari belakang dengan tampang datar –persis seperti di taman. Membuatku sedikit berjengit dan terpekik kaget merasakan tepukan pelan itu. aku membalikkan tubuhku dan mendapati Sasuke dengan setelan serba hitam melekat di tubuh dan kulitnya yang putih. Reflek, aku langsung memeluknya dan menangis sekencang-kencangnya di dalam pelukan Sasuke. Aku tak tau apakah Sasuke terkejut atau tidak saat itu, karena aku tak sempat melihat wajahnya dan juga aku benar-benar tak peduli jika orang-orang akan memperhatikan kami atau tidak. Yang jelas saat itu, aku ingin sekali menangis. Dan Sasuke menenangkanku sambil mengusap lembut kepalaku lalu mengajakku pergi keluar dari ruangan itu. setelah itu, Sasuke memutuskan untuk menemaniku sepanjang hari.

.

.

.

Pasca kematian ayahku, ibuku berubah. Ia mengalami depresi berat sampai harus di larikan ke rumah sakit. Di rumah aku merasa sangat kesepian, hanya para pelayan yang setia menemaniku. Sepeninggal ayahku, aku sungguh merasa kesepian di mansion yang besar itu. Meski nyatanya aku tak benar-benar sendirian karena ada beberapa pelayan yang selalu setia menemaniku, tetapi tetap saja hatiku merasakan kesepian. Aku tak bisa lagi dapat melihat ayah yang selalu menyambut ku dengan senyum hangatnya di pagi hari, tak ada lagi ayahku yang selalu memujiku di saat aku mendapat nilai yang bagus di sekolah, tak ada lagi ayah yang selalu menghiburku di kala aku sedang sedih, tak ada lagi ayah yang selalu memberiku nasihat, tak akan pernah ada lagi sosok ayah yang sangat aku cintai dan aku banggakan, tak lagi mendengar suara yang keluar dari mulut ayah. Tak akan pernah. Diam-diam aku selalu menangis di dalam kamarku yang sepi.

.

.

.

Saat ibu benar-benar telah di katakan pulih dari depresi yang di deritanya barulah Ia kembali pulang ke mansion hyuuga . Banyak kerabat dan saudara jauh keluarga Hyuuga yang datang secara bergantian untuk sekedar melihat keadaan ibu. Bahkan tak jarang pula ayah Sasuke datang ke mansion Hyuuga untuk mejenguk ibu dengan atau tanpa Sasuke.

Sasuke pernah mengatakan kepadaku bahwa aku telah berubah menjadi sosok yang pemurung. Tak pernah lagi menampakan senyum manis di wajahku. Sasuke bilang, ia tak suka melihatku yang selalu menampilkan gurat kesedihan. Sasuke bilang dia akan menjagaku, dan berjanji tidak akan meninggalkan aku sendrian, bahkan ia bilang aku boleh menganggapnya sebagai keuargaku sendiri, aku boleh menganggap dia sebagai kakak ku.

.

.

.

.

Setelah beberapa kejadian yang kami alami, kami menjadi sering sekali bertemu. Kami selalu bersama, membagi suka dan duka, saling menceritakan berbagai macam hal yang kami lalui di sekolah kami masing-masing. Kini, senyum yang sempat menghilang telah kembali dan menetap di wajahku. Aku kembali menjadi Hyuuga Hinata gadis cilik yang periang. Begitu pula dengan Sasuke ia selalu tersenyum saat berada dekat denganku dan perlahan meninggalkan tampang datar yang biasanya selalu melekat di wajahnya yang tampan, dia juga jauh lebih terbuka dan Sasuke pun sangatlah baik kepadaku. kami sering bermain bersama. Terkadang aku yang datang ke mansion Uchiha atau Sasuke yang berkunjung ke mansion Hyuuga. Dan ke dua orang tua kami sangat tak keberatan akan hal itu, justru yang kulihat dari mereka berdua hanyalah raut senang yang terpancar di wajah mereka. Bahkan satu tahun kemudian ibuku dan ayah Sasuke memutuskan untuk menikah. Dan ucapan Sasuke saat itu benar-benar menjadi kenyataan. Kami akhirnya menjadi keluarga sungguhan dan pada akhirnya pun aku dan Sasuke berakhir menjadi sepasang adik-kakak.

.

.

.

Aku pada akhirnya kembali memiliki keluarga yang utuh,bahkan di tambah aku memiliki seorang kakak. Marga Hyuuga yang telah lama di sandang oleh aku dan ibu kini telah resmi berganti menjadi marga Uchiha. Aku dan ibuku pun memutuskan untuk berpindah tempat tinggal ke mansion Uchiha. Di mansion yang sangat besar itu, aku mendapatkan kamar sendiri di lantai dua, tepat di sebelah kamar Sasuke. Sedangkan kamar ayah dan ibuku berada di lantai satu. Kini, aku dan Sasuke dapat bertemu setiap hari kapanpun aku mau. kami lebih sering menghabiskan watu bersama-sama di dalam rumah. Dan karena kini Sasuke telah resmi menjadi kakak ku sungguhan aku memutuskan untuk memanggil Sasuke dengan sebutan 'kakak' setelah aku menyebutkan namanya. Mulai saat itu aku memanggilnya dengan 'Sasuke Nii-san' bukan lagi 'Sasuke-kun'.

.

.

.

.

.

Aku dan Sasuke tumbuh begitu cepat . Sasuke telah berubah menjadi pemuda yang sangat tampan dan di gilai banyak wanita di sekolahnya. Begitu pula sifatnya, ia telah berubah menjadi pemuda bertampang datar , dingin, dan irit bicara namun terlihat tetap keren secara bersamaan, Tubuhnya yang dulu tak begitu jauh berbeda denganku, kini telah menjulang jauh lebih tinggi, sehingga tinggi badanku hanya bisa mencapai dagu nya saja, kini jika ingin berbicara dengan Sasuke aku harus sedikit mendongak untuk dapat melihat wajahnya yang tampan. Jika Sasuke berubah, begitu pula denganku. rambutku yang dulunya hanya sebatas bahu kini telah memanjang sampai punggung. Kini aku dan Sasuke berada di sekolah yang sama dengan seragam yang sama.

.

.

.

.

Semakin hari, semakin banyak waktu yang kami habiskan. Bahkan tanpa sadar aku telah sangat-sangat terbiasa akan hadirnya Sasuke. Meskipun kami sering bertemu di rumah, kmai juga selalu menyempatkan diri untuk bertemu di sekolah. Sasuke adalah siswa populer di sekolah kami dengan jabatannya yang menjadi Ketua OSIS saat itu. Banyak sekali siswi-siswi cantik dan tak kalah populer seperti Sasuke mencoba untuk mendekatinya. Memberikan berbagai macam bentuk surat dengan berbagai warna setiap harinya di dalam loker milik kakaku itu. Bahkan tak jarang siswi yang notabene se angkatan bahkan sekelas denganku pun tak merasa malu untuk menitipkan surat atau hadiah yang mereka buat untuk Sasuke. Bagaimana dengan tanggapanku kepada mereka? Tentu saja dengan senang hati aku mengambil semua barang pemberian penggemar Sasuke dan memberikan kepadanya. Walaupun selalu berakhir dengan helaan nafas kasar yang keluar dari hidung dan mulut Sasuke. tetapi, ia tetap menghargai pemberian fansnya itu dan membawanya ke dalam kamarnya. meskipun aku tak tau apa yang dilakukan Sasuke selanjutnya kepada barang-barang tersebut. Tetapi, setidaknya barang pemberian para penggemar Sasuke selalu sampai kepada tangan sang idola. Jadi, mereka bisa bersenang hati karena hal itu. Sasuke, meskipun ia sangat dingin dan cuek di sekolah. Tetapi, ia tak berlaku seperti itu kepadaku. jelas saja tidak. Karena aku adalah seorang adik yang ia sayangi.

Benar begitu kan Sasuke?

.

.

.

.

Hari-hariku selalu ku habiskan bersama Sasuke. di mulai saat pertama kali aku membuka kedua mata sampai menutupnya kembali. Selalu ada wajah Sasuke terlihat di kedua netraku. Tak terasa kami telah 7 tahun menjadi keluarga. Dan aku sangat menyayangi Sasuke sampai tanpa sadar nama Sasuke selalu berada di dalam buku Diary yang selalu ku tulis setiap hari, buku yang ku jadikn media untuk mencurahkan segala isi hatiku yang tak bisa untuk ku ceritakan kepada orang lain.

Di dalam buku itu, setiap momen yang kulalui tak akan pernah absen ku tulis. Buku itu banyak menyimpan kenangan-kenangan indah yang mulai ku tulis sekitar 5 tahun yang lalu. Buku yang merupakan hadiah dari Sasuke sendiri. Dan juga, merupakan objek pertama yang tau mengenai rahasia terbesar dalam hidupku. Rahasia yang sungguh aku tak menginginkan satu orang pun mengetahui akan suatu kebenaran yang salah.

Yaitu, sebuah rahasia bahwa seseungguhnya aku telah jatuh cinta kepada Kakakku sendiri.

Uchiha Sasuke.

.

.

.

.

Perasaan itu, entahlah kapan perasaan itu hadir di dalam hidupku. Aku tak ingat detailnya, tetapi yang jelas aku menyadarinya dan berusaha untuk mengelak. Namun, apa daya? Aku tak bisa menghilangkan perasaan yang terlanjur tumbuh itu begitu saja, perlu waktu yang pastinya cukup lama bagiku untuk benar-benar menghilangkan perasaan itu. Sasuke, meskipun ia adalah seorang laki-laki, ia selalu bangun lebih awal dariku yang notabene adalah seorang perempuan. Ia selalu datang ke dalam kamarku untuk membangunkan aku yang sedang teertidur lelap. Dan kembali datang untuk menyuruhku segera tidur pada malam harinya. Sasuke yang selalu memintaku membuatkan bekal untuk di bawa kesekolah dan memintaku pula untuk menemaninya untuk makan bekal itu. Sasuke yang selalu memintaku untuk menunggu ketika ia tengah menyelesaikan berbagai urusannya sebagai ketua OSIS. Sasuke tak pernah mengizinkan aku untuk pulang duluan tanpa dirinya meskipun aku dalam keadaan lelah setelah menjalani hari yang panjang di sekolah. Sasuke sangat egois dan pemaksa, tetapi aku senang, aku senang mengetahui bahwa dia selalu bersikap seenaknya kepadaku untuk selalu bersamanya, selalu menjadikan aku orang pertama yang di temuinya ketika ia membutuhkan bantuan, dan sasuke selalu menjadikan kehadiranku di dekatnya sebagai prioritas utamanya setiap hari, aku sangat senang.

Namun, semakin aku merasa senang, semakin pula aku merasa bahwa itu adalah perasaan senang yang salah. Jauh di dalam hatiku aku merasa bahwa rasa senang yang hadir itu bukanlah suatu kebenaran. Itu adalah sebuah kesalahan, kesalahan kecil yang jika terus ku biarkan akan tumbuh berkembang, kemudian tentunya akan berubah menjadi sebuah kesalahan besar. Sebuah kesalahan yang mungkin saja dapat menghancurkan keluarga kami, keluarga yang telah 7 tahun lamanya kami bangun bersama. Sebuah kesalahan yang nantinya akan membuatku dan Sasuke berpisah. Aku tak menginginkan hal itu terjadi. Maka, dengan niat yang kukumpulkan sedikit demi sedikit pada akhirnya aku memilih untuk menghilangkan rasa senang itu. Dan mencoba untuk menjauh sejauh yang aku bisa dari seorang Uchiha Sasuke.

.

.

.

Mengawali hari dengan bangun sedikit lebih pagi dari biasanya adalah suatu hal baru bagiku. Bahkan aku sengaja untuk tidur lebih cepat pada malam harinya. Sehingga aku tak mendapati wajah Sasuke yang pasti akan datang ke kamarku untuk menyuruhku segera tidur. Kemudian, hal yang sama akan terjadi juga pada pagi harinya. Kami akan bertemu di meja makan bersama ayah dan ibu untuk menghabiskan sarapan. Lalu, Sasuke akan bertanya mengapa aku bangun dan tidur lebih awal dari biasanya. Kemudian akan ku jawab dengan alasan yang sama setiap hari.

Hal baru yang aku lakukan selanjtunya adalah menolak permintaan Sasuke untuk menemaninya makan bekal makan siang yang telah aku buatkan di rumah. Memberikan alasan bahwa aku memiliki banyak sekali tugas kemudian Sasuke pun memkluminya. Tapi, hanya pada awalnya hari berikutnya dan seterusnya Sasuke selalu marah-marah dan memaksaku untuk menemaninya makan siang, tetapi tetap ku tolak dengan berbagai macam alasan yang berbeda-beda.

"Kali ini alasan apa yang akan kau katakan, Hinata?" Sasuke datang ketika aku bersiap untuk keluar kelas, tanpa menyapaku terlebih dulu, ia langsung menanyakan hal itu kepadaku.

"Gomen, Nii-san. Hari ini aku di berikan tugas untuk mencatat berbagai buku yang di perlukan untuk uji praktek kelas esok di perpusatakaan. Kalau tidak percaya kau boleh lihat ini." Kataku, sembari menyodorkan selembar kertas berwarna putih yang di hasi tulisan rapih guruku. Sasuke tak berniat mengambil bahkan melihat kertas itu di tanganku, tetapi ia terus saja melihat kearah wajahku. Kedalam mataku.

"Ck!" berdecak kesal Sasuke pun meninggalkanku dalam keadaan kesal.

Begitupun saat jam pelajaran kami berakhir, secepat yang aku bisa aku selalu mencoba menghindari Sasuke dengan kut pulang bersama teman-teman sekelasku yang keberadaan kediamannya satu arah denganku, dan akan mendapati berbagai pertanyaan dari Sasuke begitu ia sampai di rumah. Hal itu terus berlanjut sampai sekita 1 bulan lamanya. Dan semua tindakan yang kulakukan dalam tujuan menjauhi Sasuke, selalu ku tulis di dalam buku yang tersimpan rapih di atas meja belajarku.

"Kenapa tak menungguku Hinata?"

"Gomen, Nii-san. Ino-chan mengajaku pulangbersama hari ini. Gomen."

"Kenapa tak memberi kabar? Kau tau aku mencarimu kemana-mana tadi!"

"Maaf, jika besok kau tak menemukan aku sepulang sekolah, sebaiknya kau pulang duluan saja, Nii-san."

Dan Sasuke memasuki kamarnya sambil membanting pintu keras.

TBC

A/N:

Masih berhubungan sama Never Be Alone sequel/prequel terserah pendapat reader. Sebenarnya ini adalah chapter yg aku buat sebelum pubish NBA tapi gak jadi ku publish karena sesuatu hal hehe. Tetapi akhirnya ku publish juga karena kebawa suasana galau pas pertama kali dengerin lagu berjudul Pierce yang dibawakan oleh OOR tersebut. Lagunya galau banget! Dan aku merasa lirik di lagu itu agak cocok buat kisah SasuHina disini hehe jadi... dengan alakadarnya aku mencoba buat.

Yang sempat meminta sequel, ini sudah aku buatkan ya. Tapi maaf genre dan endingnya tetap sama hehe. Semoga suka/tertarik :D

Kritik dan saran sangat di terima.

Sekian.

Sampai jumpa di chapter berikutnya~

Thanks For Reading.

MIND TO REVIEW?

-Siskap906