Seorang istri yang telah dizihar oleh suaminya. Apabila tidak dilanjutkannya kepada telak, maka ia wajib membayar kifarat dan haram bercampur dengan istrinya sebelum membayar kifarat itu.

.

.

Disclaimer : Masashi K.

berkaitan dengan fikih. Semoga bermanfaat.

Zihar


Seorang wanita tampak sibuk mematut dirinya di depan cermin. Lensanya yang keperakan seakan memantulkan keindahan dan keanggunan. Ditambah pencahayaan remang di ruangan itu membuat refleksi dirinya seolah memancarkan aura mempesona yang kental. Bibirnya tak kunjung memudarkan senyum menawan miliknya.

Wanita itu bangkit, menimbulkan kursi yang semula didudukinya berderit. Sejenak ia melompatkan indra penglihatannya ke bagian tubuhnya, di mana terbalut sebuah kebaya indah yang merupakan pemberian ibu mertuanya. Sementara rambutnya ia sanggul dengan menyisakan sejumlah anak rambut di sisi wajahnya.

"Hinata, kau sedang ap- "

Muncul sesosok pria tampan berambut kuning jabrik dengan mulut menganga. Kedua matanya melebar menyaksikan sang istri dengan pakaian yang err... menggoda menurutnya. Karena kebaya cenderung membuat bentuk tubuh terlihat jelas di setiap lekuknya. Penampilan yang terkesan sederhana tapi tetap menawan.

"Naruto-kun, apa ibu dan ayah sudah datang?" tanya Hinata.

Sang suami menimpali, "belum. Apa kau sudah selesai?"

Hinata tak langsung menyahut. Ia justru melangkah mendekati suaminya yang tak bergeming di ambang pintu.

"Sudah." jawabnya seraya mengulurkan tangannya lantas meraba dada sang suami yang tertutupi jas hitam juga dasi yang mengait kerahnya.

Naruto bergidik. Menelan ludahnya dengan gugup, ia hanya bisa menahan napas saat tangan lentik istrinya itu justru merambah ke wajahnya. Jantungnya berpacu cepat.

"Hi-nata.."

"Hn?" Hinata menggumam dengan suara lembut. Namun seolah terdengar seksi di telinga Naruto. Lagi-lagi membuat ia harus menahan napas demi menahan diri.

Tingtong

Hinata serentak menghentikan aksinya menjelajahi lekuk wajah tampan suaminya bersamaan helaan napas lega Naruto karena terbebas dari penyiksaan seksualnya.

"Mungkin mereka sudah datang." gumam wanita itu.

"Iya. Ayo keluar my lady." Naruto menawarkan tangannya untuk Hinata raih.

"I-ya." Hinata membalas gugup lantas menumpukan tangannya di atas telapak tangan suaminya.

.

"Ibu, Ayah..." seru Naruto saat mendapati kedua orang tuanya itu sudah duduk dengan santainya di sofa. Padahal ia baru saja ingin membukakan pintu.

Hinata menghampiri mertuanya tersebut kemudian mencium punggung tangan keduanya bergantian.

"Ibu dan ayah mau langsung berangkat atau bersantai dulu?" tanya putra tunggal Minato dan Kushina itu.

Kushina melirik jam besar yang bertengger di dinding rumah putranya ini. "Tunggu lima belas menit lagi. Ibu masih ingin tinggal di rumah anak dan menantuku ini." katanya dengan senyum mengembang.

"Baiklah. Terserah ibu saja." balas Naruto ringan.

Kushina memelototi anaknya itu. Sementara yang dipelototi hanya memutar bola matanya.

"Eh, ngomong-ngomong kau cantik sekali malam ini Hinata." Seorang pria versi dewasa Naruto memuji sang menantu.

Yang dipuji tersipu. Sedangkan Naruto terkekeh melihat istrinya dirundung rasa malu. Kushina tersenyum kemudian mencubit perut suaminya. "Kau itu. Memangnya aku sudah tidak cantik lagi hm?"

"Heeeeeeeee? tidak kok. Tentu saja kau selalu cantik di mataku sayang,." Minato mencium pipi Kushina sekilas. Membuat wanita berhelaian merah panjang itu merona. Ia meninju lengan suaminya itu.

"dasar ayah." batin Naruto.

"Hinata, bukankah ini kebaya yang ibu berikan padamu tempo dulu?"

Hinata mengalihkan pandangnya pada tubuhnya sendiri. "Iya bu."

Kushina tertawa renyah, "haha... benar kan, dia cantik sekali dengan kebaya ini."

"Benar Bu, Hinata memang cantik sekali. Apalagi memakai kebaya ini, dia jadi tampak seperti ibu." Naruto menanggapi dengan cengiran.

Mendengar penuturan putranya tentu saja membuat Minato maupun Kushina terbelalak. Pasalnya putranya itu tanpa sengaja telah menyamakan istrinya dengan ibunya sendiri.

"Astaghfirullahal'adzim.. Naruto... istighfar!"

Mengernyit, Naruto memandang kedua orang tuanya dengan raut tak mengerti. "Memang aku salah apa ayah?"

Kushina memicing pada Hinata yang tampak menunduk. Ia mendesah. "Kau telah berzihar Naruto."

"Apa? aku... zihar? Hinata..." dan mulut Naruto sukses menganga dengan mata membesar.

"Naruto-kun..." lirih Hinata.

"Kau harus kifarat secepatnya!" kali ini sang ayah yang bersuara.

Naruto menunduk. "astaghfirullahal'adzim,, aku khilaf ya Allah. Hinata.. maafkan aku?" ia telihat menyesal di hadapan istrinya. Hinata tampak berkaca-kaca.

"Hinata..." Naruto berucap sendu. Sungguh ia sama sekali tak sadar telah mendzalimi istrinya sendiri.

"... Baiklah... besok aku akan memberi makan 60 fakir miskin." tekad Naruto dengan pengucapan mantap. "... aku tidak mau menjadikan Hinata haram bagiku." lanjutnya.

"Tapi, kenapa kau tak memerdekakan hamba sahaya atau puasa saja?" tanya Kushina.

"Iya sih, tapi sekarang kan bukan zaman di mana masih banyak perbudakan Bu. Langka sekali. Kalau harus puasa 2 bulan, rasanya berat sekali.. hehe. Aku suka tidak tahan sih kalau lihat Hinata." balas Naruto dengan kekehan di akhir ucapannya.

Kushina mendengus. "Dasar kau ini."

"hehehe.."

Baik Minato ataupun Kushina akhirnya mengembuskan napas lega.

"Baguslah. Sekarang kau sudah menjadi pria yang bertanggung jawab Naruto." ucap Minato seraya menepuk bahu putranya itu.

"Ayo berangkat sekarang?" ajak Kushina.

Naruto merangkul Hinata. "Ayo sayang. Pasti tamunya sudah banyak. Haha.. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rupa Neji yang seperti tembok itu."

Minato berdehem. "Kau tidak ingat bagaimana ekspresimu sendiri ketika menikah dulu?"

"Hehe.. Namanya juga orang gugup Yah."

Kushina menggelengkan kepala. "Kalian itu.."

Sementara Hinata hanya tersenyum. Sebenarnya ia cukup resah akan apa yang baru saja terjadi. Namun ia lekas menyingkirkan kegelisahannya itu. Neji, sepupunya tengah melangsungkan resepsi pernikahan sekarang. Setidaknya ia harus tampil bahagia. Iya, lagipula ia juga cukup bahagia karena Naruto langsung ingin menebus kesalahannya.


Zihar : seorang laki-laki yang menyerupakan istrinya dengan ibunya.

Kifarat : Kewajiban yang harus dilakukan untuk menebus sesuatu yang telah dilanggar.