.

.

.

.

.

Yang jelas, SnK bukan milik Yuko.

T

Drama, and Romance.

LeviMika, and ErenMika.

.

.

.

.

.

.

Angin berjalan dengan lambat dan menusuk tulang secara perlahan. Malam itu begitu dingin, tidak ada seorangpun yang keluar hanya untuk melihat malam. Semuanya meringkuk di kasur dengan terbalut selimut yang tebal pada malam bersalju itu. Semua, kecuali seorang gadis yang sekarang sedang duduk di atas dinding dengan syal merah yang membalut lehernya.

Mikasa Ackerman, orang terkuat pada angkatan squad 104, sekaligus orang yang dijuluki prajurit 100 orang. Dia sedang bertugas dengan menjaga dinding yang mungkin saja para titan membobolnya.

"Ackerman. " Suara berwibawa itu membuat sang Ackerman yang dipanggil menolehkan kepalanya keasal suara. Melihat sang corporal dengan matanya yang sewarna Onyx sedang berjalan dengan tangan yang dimasukan ke dalam saku. Tatapan mata itu dingin, sama dingin nya dengan angin yang menusuk tubuhnya malam ini.

"Corporal Rivaille. Selamat malam. " sang gadis bangkit, memberikan hormatnya pada pemuda yang lebih pendek darinya untuk sekedar menghormati. Sang corporal Rivaille berjalan melangkah kearah sang gadis yang bernama lengkap Mikasa Ackerman. Masih menyorotnya dengan dingin dan tangan yang masih dimasukan kedalam sakunya.

"Sedang apa kau malam-malam disini?" Rivaille bertanya dengan menatap Mikasa yang ada di depan nya. sedang duduk dengan memeluk lututnya sendiri agar dingin nya angin malam tidak terlalu menusuk. Syal merah pemberian saudara tirinya yang berwarna merah ia sedikit taikan hingga berada di mulutnya. Gadis itu masih duduk dengan tatapan datar yang mengarah kedepan, sesekali mengalihkan pandangan nya kesamping.

Mikasa Ackerman. Sang corporal melihatnya dengan sedikit senyuman yang tertahan. Salah satu prajurit Scout Legion yang kekuatan nya sama dengan seratus prajurit elit. Belum lagi otaknya yang diatas rata-rata membuatnya jenius. Mana mungkin ia tidak tau? Semua pasukan yang satu angkatan dengan nya sudah tau semua, bahkan mereka yakin, Mikasa akan membuat sejarah atau legenda mengenai kekuatan nya yang menakjubkan itu.

"Senior Irvin menyuruhku untuk berjaga-jaga disini. " Jawabnya dengan datar. Tidak memperhatikan bahwa sang corporal sedang memperhatikan nya dengan seksama. Memperhatikan saudara tiri dari Eren Jaeger. Saudara yang selalu menempel padanya, saudaranya yang berada dalam satu tim dengan nya sejak ada insiden sang Jaeger yang berubah menjadi Titan.

Makhluk raksasa ganas yang menyerang para titan untuk menyelamatkan para teman nya yang saat itu dlaam bahaya, namun ada pula sang titan Eren ganas yang menyerang Mikasa secara brutal karena tidak mengenalinya, karena tidak mengingatnya, dan karena tidak bisa mengontrol kekuatan dan dirinya sendiri di dalam tubuh sang titan.

"Hn. " sang corporal hanya bergumam lirih tidak berarti sebagai jawaban untuk sang Ackerman.

"Ini sudah malam. Apa yang sedang anda lakukan?" Mikasa memalingkan wajahnya menatap Rivaille yang sedang berdiri disampingnya, melihat pemuda yang lebih pendek darinya itu sedang berdiri dengan memandangi hamparan permadani gelap yang di gelar di langit.

"Hanya berjalan-jalan. Memastikan bahwa tidak ada titan yang muncul. "

"Tidak usah. Sudah ada saya yang menjaganya. " Mikasa berkata dengan nada dingin dan mengalihkan pandangan nya ke depan lagi. tangan nya saling menggosok agar menciptakan hawa panas, dan berguna agar dirinya tidak terlalu kedinginan.

"Terserah. " Dan setelah itu, Rivaille melangkah pergi dengan pandangan datar yang masih melekat di matanya.

.

.

.

Eren Jaeger berjalan dengan tenang dan sesekali kepalanya menoleh kearah kanan dan kiri dengan pandangan binggung. Kakinya melangkah mendekati sekumpulan orang yang sedang melahap makanan nya dengan sesekali bercanda.

Pemuda itu langsung mendudukan tubuhnya di sisi pemuda berambut pirang yang sedang memakan rotinya dengan lahap, sesekali meneguk air agar tidak menyumbat tenggorokan nya.

"Sasha. " Eren angkat bicara dan menatap orang yang sedang memakan kentang ukuran jumbo dengan err... intinya seperti orang kelaparan. Sasha Braus.

"Eh? Eren. Ada apa? " sepertinya gadis itu baru menyadari kehadiran Eren. Dia memang suka begitu. Saat menemui kentang, bagai dialah orang satu-satunya yang berada di dunia ini. Melupakan segalanya saat berhadapan dengan kentang.

"Apa kau melihat Mikasa? Dari pagi aku tidak melihatnya. " Eren langsung ke intinya dan menopangkan dagunya. Masih menatap lawan bicaranya. Ia cukup khawatir dengan keadaan saudara tirinya yang menghilang sejak pagi.

"Kau tidak tau?! Dia'kan ditugaskan oleh senior Irvin pergi untuk ekspedisi keluar dinding dengan corporal Rivaille." Sasha mengatakan itu dengan sedikit terpekik saat menyadari bahwa yang ditanyakan oleh Eren adalah keberadaan Mikasa. Biasanya'kan Eren yang paling tau mengenai Mikasa, termasuk dengan masing-masing dirinya, namun kenap untuk sekarang Eren tidak tau?

"Benarkah? Kenapa aku tidak tau? "

"Seharian ini kau di periksa oleh mayor Hanji, jadi tidak heran kalau kau tidak tau. " Pemuda pirang yang ada disebelah Eren angkat bicara setelah menyelesaikan acara makan nya. Armin Arlert tersenyum kepada sahabatnya itu. Wajar saja kalau Eren tidak tau, Mayor Hanji sangat sibuk untuk mengintrogasi Eren tadi.

"Ah, ya." Eren tersenyum kikuk setelahnya. Dia lalu melirik pada Armin yang tengah memakan rotinya dalam damai.

"Sasha. " Pandangan itu mengarah kembali pada Sasha Braus yang masih memakan kentangnya dengan beringas. Sekana takut kehilangan, Sasha bahkan hampir saja tersedak jika christa tidak menepuk bahunya dan menawarkan segelas air pada Sasha.

"Ya? " Jawab Sasha setelah meminum airnya. Senyuman terbit di wajahnya yang cantik, dan tidak lama setelah itu, pandangan Sasha teralih lagi kepada kentangnya dan membuat Eren meringis melihatnya.

"Kapan mereka pulang? " Tanya Eren, masih dengan senyuman ringisan nya, Eren bertanya.

"Minggu depan. " Jawab Sasha setelah meneguk habis minuman di gelasnya. Senyuman nya mengembang sebelum memasukan tiga sisa kentang kedalam saku bajunya. Gadis Braus itu mungkin sudah kenyang.

.

.

.

Saat ini Rivaille dan Mikasa sedang berjalan di hutan untuk ekspedisi yang diperintahkan oleh sang komandan, Irvin smith. Mata Mikasa yang berwarna Onyx menatap Rivaille yan ada disebelahnya dengan tajam. Sangat tajam. Jika tatapa mata bisa membunuh, sudah pasti, Rivaille dari tadi sudah mati terbunuh dengan luka sayatan dimana-mana.

"Oi, bocah. Bisakah kau menghentikan tatapan mata nyalangmu itu? " Rivaille bertanya dengan nada dingin dan datarnya tanpa memandang Mikasa. Tatapan nya masih ke depan, seakan memang terfokus hanya ke depan, hanya kedepan.

"Mikasa. Hanya Mikasa. Dan siapa yang menatapmu? Kau terlalu percaya diri, Corporal." Mikasa mendengus kasar, dan membuang muka. Pandangan nya mendingin. Ia masih kesal dengan orang di sebelahnya yang waktu di persidangan dengan seenaknya menendang wajah Eren. Padahal Rivaille sama sekali tidak tau apa yang terjadi. Dan jujur saja, ia benci hal itu.

"Benar'kah? " Rivaille bertanya dengan melirik kearah Mikasa yang tengah menaikan syal merahnya hingga menutupi mulutnya. Syal pemberian Eren selalu ia pakai, dalam keadaan apapun dan dimanapun, kecuali ketika ia mandi.

"Ya. " Jawabnya dengan nada dingin.

"Bagaimana rasanya? " Rivaille kali ini bertanya. Bertanya dengan satu sudut bibir yang sedikit naik ke atas. Matanya tetap menatap kearah depan, tanpa mengindahkan Mikasa yang sedang berjalan dengan menatapnya, walaupun begitu, ekspresi dingin masih saja hinggap diwajahnya yang oriental.

"Apa? " Tanyanya dingin pada sang corporal.

"Rasanya kau pergi menjalankan tugas tanpa bersama dengan bocah titan itu? " Rivaille makin menaikan satu bibirnya saat melihat rahang Mikasa mengeras mendengar nada bicaranya yang terkesan meremehkan. Ia sudah tau, sangat tau jika Mikasa menyimpan rasa pada sang bocah titan, atau yang biasa disebut Eren.

"Jaga bicaramu. Corporal. Lagipula siapa yang kau sebut bocah titan? " Mikasa mendengus dan menatap tajam Rivaille yang sedang berada disampingnya sebelum menaikan syal merahnya yang menggantung di lehernya dan menaikan nya hingga menutupi mulutnya.

"Eren." Rivaille menjawab dengan dingin. sejujurnya ia benci mengatakan nama itu. Karena Eren, orang yang ia kasihi meninggal. Karena Eren, orang yang ia sayangi meninggal, dan karena Eren juga, orang yang ia cintai meninggal. Hanya semata-mata untuk melindunginya yang sedang bertindak gegabah, hanya untuknya. Dan ia benci itu.

"Aku tidak mengerti maksudmu membicarakan ini. Aku dan Eren tidak ada hubungan apa-apa. Kami hanya saudara, lebih tepatnya saudara tiri. " Suara Mikasa memelan pada bagian akhir, jelas sekali ia sedang kecewa.

"Terserah apa katamu, tapi yang jelas hatimu berkata lain. "

"Jangan berbicara seolah kau benar-benar mengenalku, Corporal. " Mikasa menatap sinis orang yang ada disebelahnya. Sebenarnya bisa dilihat dari gestur wajahnya, bahwa orang yang bernama Rivaille ini menyebalkan, namun tidak menyangka, orang yang ada disebelahnya, sangat-sangat-sangat menyebalkan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Emm.. emm...

H-halo s-semua. Ini ffn pertama Yuko di fandom SnK ini. Jadi, mohon, kalo ada kekurangan, serta kesalahan harap dimaklumi.