Warning: OOC, USNesia, CanNesia, JapNesia, AU, a bit of Mary Sue/Gary Stu, human name used, maybe plot hole, and other warnings.

xXx_Doppelgänger_xXx

Hetalia Axis Powers © Hidekazu Himaruya

Dopplegänger © thisangtjoo

xXx_Doppelgänger_xXx


Namanya Matthew Williams. Dijuluki "The One That Nobody Notices" karena sifat pendiamnya yang membuat keberadaannya sering dilupakan orang.

Tampan, lajang, berumur duapuluh tahun, mapan, bekerja sebagai editor salah satu majalah fashion terkemuka di New York, harusnya membuat Matthew digilai para wanita.

Ternyata tidak. Mereka malah tidak menyadari keberadaan Matthew.

Ya sudahlah. Toh, Matthew juga telah memiliki gadis impiannya yang tidak melupakan keberadaannya.

"Matthew!"

Ah, yang dibicarakan sudah muncul. Matthew tersenyum manis pada gadis Asia yang kini sedang berjalan menghampirinya.

Namanya Kirana Kusnapaharani. Berdarah asli Indonesia, berumur duapuluhdua tahun, berambut hitam lurus sebahu dengan ujung sedikit ikal, matanya hitam bulat dan kulitnya kuning langsat, warna kulit yang jarang ditemui di New York. Tubuhnya pendek, jika dibandingkan dengan gadis Amerika.

Matthew terus menyunggingkan senyumnya ketika gadis itu tiba di hadapannya dan tahu-tahu memukul lengannya dengan kekuatan penuh.

"Aduh!" senyum Matthew hilang digantikan ringisan sakit. "Ada apa sih? Kenapa tiba-tiba memukulku?" tanya Matthew sambil mengelus lengannya.

"Ada apa katamu? Aku menyuruhmu untuk mengedit artikel yang diserahkan Lukas padamu dan kau malah duduk-duduk santai disini?" tanya Kirana galak.

Matthew berdiri, senyum kembali tersungging di wajah tampannya. Kirana menaikkan alisnya heran.

"Aku sudah selesai mengeditnya, Kirana." Ia mengambil map coklat berisi artikel yang sudah ia edit dan menyerahkannya pada gadis berambut hitam itu.

Kirana membuka map itu dan memeriksa artikelnya. Alisnya berkerut samar namun ia tidak mengatakan apa-apa.

"Baguslah." Ucap Kirana sebelum memasukkan artikelnya kembali ke map dan berjalan pergi. Rok limabelas senti diatas lutut warna cokelat tua yang dipakainya bergerak melambai mengikuti entakan kakinya yang dihiasi stiletto krem polos. Dipadu dengan blus krem longgar berlengan panjang yang berkerut di bagian dada, Kirana tampil modis namun tetap formal.

Matthew menghela napas menatap punggung Kirana yang menjauh dan berhenti di meja salah satu rekannya, Ivan Braginski. Ia bercakap-cakap serius dengan pria Russia berumur akhir duapuluhan itu.

Gadis itu adalah atasannya di tempat kerja. Ia juga merangkap sebagai fotografer karena keahliannya yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Ia adalah putri pemilik majalah itu. Walaupun begitu, ia lebih suka dipanggil Kirana saja, tanpa embel-embel "Nona" atau "Miss".

Kirana sangat cantik, namun sayangnya ia tipikal gadis tsundere sehingga para lelaki yang ingin mendekatinya menjadi gentar. Di tempat kerja ia selalu serius, jarang sekali bercanda. Ia selalu menyunggingkan senyum bisnis pada rekan-rekannya, Matthew belum pernah melihatnya menyunggingkan senyum tulus.

"Melamunkan Kirana, Matthew?" tanya Tiino Vainamoinen, pemuda Finlandia yang tahu-tahu sudah duduk di sebelahnya.

Matthew hanya tergelak. Memberi jawaban ambigu. Namun ia tahu pemuda berusia duapuluhlima tahun itu mengerti.

"Banyak lelaki yang terpesona pada Kirana, termasuk kita berdua. Tapi karena dia tsundere, banyak yang takut untuk mendekatinya, termasuk aku. Kalau kau? Apa kau takut mendekatinya?" tanya Tiino.

Matthew menyunggingkan senyum mantap, "Tidak. Di mataku, dia lucu kalau marah."

"Wow." Tiino menaikkan alisnya. "Kalau begitu, selamat berjuang." Tambahnya.


Kirana mengatur ketinggian tripod agar sesuai dengan tinggi tubuhnya. Modelnya sedang dirias oleh Wang Yao, make up artist yang sudah berpengalaman.

"Baiklah. Kalau aba-aba sudah tiga, mulailah berpose." Ujar Kirana saat model itu selesai dirias.

Model cantik itu mengangguk dan memosisikan diri di depan kamera.

"Satu, dua, tiga!"

JPRET! JPRET! JPRET! JPRET!

Kirana dengan cekatan menangkap momen-momen saat model itu sedang dalam pose terbaiknya. Lampu blitz dimatikan agar tidak menyilaukan pandangan model.

Ia juga mencoba berbagai macam sudut pengambilan gambar agar menimbulkan kesan yang berbeda pada setiap foto. Para lelaki yang bekerja sama dengannya berdecak kagum melihat aksinya.

"Bagus." Kirana mengacungkan jempolnya setelah melihat hasil-hasilnya. "Kita istirahat duapuluh menit!" katanya setelah beberapa lama sesi pemotretan berlangsung.

Kirana mematikan kameranya dan mengistirahatkan tubuhnya ke kursi sofa merah yang tersedia. Ia mengusap keringat yang mengalir di lehernya.

Lalu sebotol minuman isotonik dingin teracung ke depan wajahnya. Kirana menaikkan alisnya.

"Matthew? Sedang apa kau disini? Ini bukan divisimu." Kata Kirana dengan nada mengusir.

"Aku ingin melihat Kirana bekerja." Jawab Matthew jujur, dengan senyum lebar di wajahnya. "Ternyata benar, Kirana memang sangat sangat berbakat." Pujinya kemudian, dengan harapan Kirana akan tersenyum malu-malu.

"Jadi kau meragukan kemampuan fotografiku, hah?" bukannya tersipu-sipu, Kirana malah membentak Matthew dengan nada tinggi.

Matthew, masih dengan tangan kanan mengacungkan botol minuman isotonik, menaikkan kacamatanya dan menggeleng, "Tidak. Bakat fotografi Kirana memang sudah diketahui semua orang. Aku hanya memuji, kok. Ini minuman untuk Kirana."

"Kau tidak perlu merepotkan dirimu mengambilkan minuman untukku. Aku tidak haus. Sana, kembalilah ke tempat kerjamu! Cepat!" usir Kirana galak sambil mendorong botol itu ke arah Matthew, menolak menerimanya.

Matthew menyunggingkan senyum kecut sebelum berbalik dan berjalan keluar. Sesampainya di ambang pintu, ia memberanikan diri menoleh ke belakang. Ia langsung ciut dan cepat-cepat keluar dari ruang itu saat melihat Kirana balik menatapnya dengan tatapan garang.

"Dasar tidak berguna. Bukannya mengurus kerjaannya sendiri, malah berjalan kesini memberikan minuman." Gerutu Kirana pada dirinya sendiri saat Matthew sudah tidak terlihat. Senyum yang nyaris tidak kelihatan tersungging di bibir tipisnya.

"Kirana, ada yang ingin bertemu denganmu di lobby." Ujar Selie Chelsie, seorang gadis asal Seychelles yang berambut cokelat diikat dua.

"Baiklah. Chelsie, gantikan aku sebentar." Kirana berdiri dan berjalan menuju lift. Ia menekan tombol lantai dasar.

Begitu lift berdenting membuka, Kirana melangkah menuju lobby yang didesain minimalis. Di sofa, seorang lelaki berambut hitam duduk membelakanginya.

"Kiku?" mata Kirana melebar. "Darimana kau tahu ini tempat kerjaku?" tanyanya kemudian.

Pemuda yang dipanggil Kiku itu berdiri dan tersenyum, "Aku mencari tahu. Kau tidak perlu tahu darimana."

Kiku berjalan mendekati Kirana yang diam di tempat. Kedua tangannya meraih bahu Kirana dan menariknya ke dalam pelukannya.

"Aku rindu padamu." Bisik Kiku di telinga Kirana. Kirana merinding merasakan napas Kiku mengenai telinga dan lehernya.

"L..lepaskan aku, Kiku." Perintah Kirana agak tergagap.

Kiku tidak mengindahkan permintaan Kirana. Ia malah menyandarkan dagunya ke puncak kepala Kirana dan mengeratkan pelukannya.

Wajah Kirana memerah namun ia berusaha keras mempertahankan wajah tegasnya.

"Kenapa kau minta putus dariku?" tanya Kiku sedih. "Padahal aku masih sangat mencintaimu." Lanjutnya.

"Karena aku ingin putus denganmu." Balas Kirana pendek dan ketus.

"Kenapa?

"Karena aku ingin." Ulang Kirana.

"Kenapa kau ingin begitu?"

"Karena aku memang ingin!"

"Keras kepala." Kiku menghirup aroma tubuh Kirana yang sangat disukainya. "Kesempatan kedua?" tanyanya.

"Tidak ada! Sudah, lepaskan aku dan pergilah dari sini! Aku sedang ada kerjaan!" Kirana mendorong Kiku. Kali ini Kiku melepaskan pelukannya.

"Aku juga sedang ada kerjaan disini, kok." Kiku tertawa melihat Kirana yang melotot ke arahnya. "Aku ada pemotretan disini. Kau fotografer, kan? Aku ingin kau yang memotretku." Ia menatap Kirana intens.

Kirana memalingkan wajahnya, "Tidak mau."

"Harus mau. Antar aku ke tempat pemotretan." Kiku menarik tangan Kirana dan membawanya ke tempat pemotretan. Kirana dengan terpaksa membimbing Kiku ke lokasi tersebut.

Kiku Honda adalah model terkenal dari Jepang. Postur tubuhnya tinggi, tegap, dan atletis. Ia termasuk model yang sangat diminati industri fashion. Di umurnya yang menginjak usia duapuluhlima tahun, ia menghabiskan waktunya berjalan di atas catwalk di seluruh dunia. Mantan kekasih Kirana.

Bagaimana Kiku bisa bertemu dengan Kirana dan jatuh cinta padanya? Ternyata Kirana pernah tidak sengaja memecahkan kaca mobil mewah Kiku dengan bola.

Bola? Ya, kau tidak salah baca. Saat itu Kirana sedang bermain sepak bola sendirian di lapangan sebelah apartemennya. Saat ia menendang, ia menggunakan kekuatan lebih sehingga alih-alih masuk gawang, bola itu malah melenceng keluar lapangan dan menghantam kaca mobil Kiku yang kebetulan sedang terparkir di depan sebuah restoran Jepang hingga pecah berkeping-keping.

Kiku yang baru saja keluar dari restoran itu terkejut bukan kepalang. Kirana buru-buru menghampirinya dan meminta maaf berkali-kali sampai ia membungkuk-bungkuk. Kiku memandangi wajah Kirana yang sangat cantik dan sebuah ide jahil terlintas di benaknya. Karena Kirana tidak mampu mengganti biaya kaca yang pecah itu, Kiku memaksanya untuk menjadi "pacar"nya selama tiga bulan. Dan Kiku ternyata benar-benar jatuh cinta pada Kirana sehingga ia meminta Kirana untuk menjadi kekasihnya. Kirana ternyata juga menyukai Kiku. Dan mereka pun berpacaran selama dua tahun lamanya sebelum tiba-tiba Kirana minta putus darinya tanpa alasan yang jelas sebulan yang lalu.

"Sudah sampai." Ucap Kirana pelan. "Sekarang, lepaskan tanganku." Katanya dengan nada tajam.

Kiku malah memeluk lengan Kirana dan menyeringai. Ia berjalan masuk dan menarik Kirana turut serta di sebelahnya.

Semua mata langsung menatap mereka berdua. Alis-alis terangkat tinggi melihat Kiku memeluk mesra lengan Kirana, gadis paling ditakuti dan paling sulit didekati lelaki di perusahaan majalah itu.

"Ini model utamanya." Kata Kirana tegas sambil menarik tangannya agar Kiku melepasnya. Namun pemuda itu tidak mengizinkan.

"Chelsie, kau tangani dia." Kirana mengedikkan kepala ke arah Kiku.

"Aku mau kau yang memotretku." Rayu Kiku manja.

Kirana men-death glare Kiku. Aura sadis menguar dari tubuhnya. Kiku cepat-cepat melepaskan pelukannya dan menggigil ketakutan.

"Yao, rias dia. Chelsie, siapkan kamera." Perintah Kirana.

Yao segera merias Kiku. Yang lainnya segera mempersiapkan peralatan.

Kirana mendekati jendela kaca dan menikmati pemandangan kota New York. Orang-orang memadati kawasan pejalan kaki dan kendaraan-kendaraan bermotor memenuhi jalan raya.

Lalu sepasang tangan meraih pinggangnya dan menariknya menjauh dari meja. "Kalau kau tidak mau memotretku, maka kau harus jadi model bersamaku."

Kiku mengangkat Kirana dan mendudukkannya di depan meja rias. "Yao-san, tolong rias dia juga." Katanya sopan.

Yao nampak ragu, apalagi setelah melihat Kirana yang menatapnya garang.

"Tak apa, Yao-san. Aku yang akan mengatasinya."

Yao akhirnya memberanikan diri untuk merias Kirana. Kirana diam namun bibirnya mengerucut manyun.

"Aku tidak mau pose yang aneh-aneh, Kiku." Kata Kirana memperingati saat mereka berdua sudah siap di hadapan kamera. Kiku hanya tersenyum.

Ternyata Kirana mampu bersikap profesional. Ia menyunggingkan senyum cerahnya yang teramat langka dan berpose dengan Kiku di sebelahnya.

Kru-kru yang jarang melihat senyum Kirana langsung mengabadikan momen itu dengan kamera ponselnya. Bahkan karyawan dari divisi lain ikut mengabadikan wajah Kirana dalam ponselnya.

Di tengah-tengah pemotretan, Kiku mengecup pipi Kirana. Kirana langsung kehilangan kendali atas ekspresi wajahnya. Ia melotot kaget dan pipinya langsung merona tanpa bisa dicegah. Ia menyentuh pipinya dan menatap Kiku dengan bingung.

Belum hilang keterkejutan Kirana, Kiku mengangkat punggung dan belakang lututnya. Lalu terdengar bunyi 'jepret' disana-sini.

"Kikuuuuuu!" jerit Kirana marah. Ia mengayunkan kakinya keras-keras agar Kiku menurunkannya.

"Kau ini kurus sekali, Kirana. Kau harus makan lebih banyak lagi." Celetuk Kiku sambil tertawa.

"Turunkan aku!" Kirana menggeliat heboh. Ia merasa malu sekali ditatap puluhan pasang mata dalam posisi begini.

Kiku tertawa-tawa sementara Kirana kesal luar biasa. Kirana merasa wibawanya hancur berkeping-keping di depan rekan-rekannya.

"Ng... Kiku, kurasa kau harus lihat Kirana." Kata Yao.

Kiku menoleh ke arah Kirana dan matanya membelalak kaget melihat Kirana terisak pelan dengan wajah merah padam.

Kiku akhirnya menurunkan Kirana dan gadis itu langsung menamparnya keras sekali lalu berlari keluar tempat pemotretan.

Kiku menyentuh pipinya yang terasa panas dan menyunggingkan senyum tipis.

"Itu baru Kirana-ku."


Matthew baru saja kembali dari toilet pria saat matanya menangkap sosok Kirana yang berjongkok sesenggukan di lorong yang sepi. Rambut hitamnya acak-acakan.

"Kirana? Hei.." Matthew ikut berjongkok dan menyentuh pundak Kirana dengan lembut. Kirana tidak merespon.

Ini adalah pertama kalinya Matthew melihat Kirana menangis. Dan ia menyadari kalau Kirana terlihat sangat menggemaskan saat menangis.

"Sik asik, sik asik, kenal dirimu~ sik asik, sik asik─" tiba-tiba ringtone Ayu Tingting berbunyi nyaring. Kirana segera merogoh saku roknya. Ada pesanbaru.

From: Hero Alfred

Hai! Maaf aku baru mengirimimu pesan sekarang. Akhir-akhir ini aku sangat sibuk sekali sampai-sampai tak punya waktu untuk memikirkan hal lain. Termasuk dirimu. Haha.

Karena hari ini aku tidak sibuk, bagaimana kalau kita bertemu muka? Kita sudah lama kenal tapi belum pernah bertemu. Bagaimana?

Kirana menyunggingkan senyum nyaris tak kasat matanya. Sedetik kemudian ia asyik mengetikkan pesan balasan untuk orang bernama Hero Alfred itu. Matthew langsung terabaikan.

To: Hero Alfred

Menyebalkan! Baiklah kalau kau ingin bertemu. Dimana?

From: Hero Alfred

Bagaimana kalau di Central Park? Aku tunggu di Bethesda Fountain Central Park sore ini jam 3.

Kirana melirik arlojinya yang menunjukkan pukul satu siang. Ia segera berdiri.

To: Hero Alfred

Baiklah.

From: Hero Alfred

:D

Kirana bergegas menuju meja kerjanya. Sebagai putri pemilik majalah, ia bebas pulang kapan saja setelah lewat pukul duabelas siang.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Matthew di belakangnya.

"Pulang." Jawab Kirana pendek sambil memikirkan pakaian apa yang akan dikenakannya nanti.

"Mau kuantar?" tawar Matthew sehalus mungkin agar Kirana tidak marah. Demi tuhan, gadis itu mudah sekali tersinggung.

"Aku bisa pulang sendiri." Ujar Kirana sambil menatap Matthew aneh.

Matthew berhenti dan menghela napas. Kenapa gadis itu susah sekali didekati, sih? Ia harus menahan diri untuk tidak "menculik" Kirana dan menjadikan gadis itu miliknya kalau tidak mau kehilangan pekerjaannya.


Kirana memandangi patung wanita bersayap yang berada di puncak. Sore ini air mancur tidak dinyalakan sehingga kolamnya kosong. Anak-anak kecil bermain gembira di dasar kolam yang dangkal.

Kirana melirik arlojinya dengan resah. Sepuluh menit sudah lewat dari waktu perjanjian dan si Hero Alfred itu belum datang.

Sore itu ia memilih mengenakan terusan selutut warna putih berhias manik di bagian dada yang ditutupi cardigan putih dan stoking hitam serta wedge shoes putih. Rambut sebahunya dibiarkan tergerai seperti biasa.

"Kirana Kusnapaharani?"

Kirana mendongak dan manik onyx bulatnya bertemu dengan iris sapphire cerah. Ia terlonjak berdiri seketika. Telunjuknya menuding pemuda di hadapannya.

"M-Matthew?"

xX_TSUDZUKU_Xx


Bilangnya mau hiatus tapi malah publish fic baru -_-a Yaah maafkan saya yang tidak konsisten ini. Ide ini begitu kuat muncul di otak saya ._.

Japan OOC! saya tahu kok! Tapi maaf saya nggak bisa membuat Japan IC di fic ini. Kenapa? Karena saya suka sekali Japan yang genit seperti itu :3 #pelukJapan

Anyway, review please? :3