Dia hendak berbaring di kasur kecil nan nyaman. Hendak melepas penat seharian yang ditanggung. Namun, baru saja ia ingin memejamkan mata, suara gaduh membuat keningnya mengernyit menahan kesal.

Damn, apa lagi ini?

Ia segera bangkit dan membuka pintu kamar itu. Melihat keluar. Tak ada apapun, ia hendak kembali masuk dan menutup pintu, namun sebelum semua itu dilakukannya, suara gaduh itu kembali terdengar.

Suara itu berasal dari kamar sebelah, kamar wanita itu. Segera ia mengambil kursi dan meletakkannya di depan pintu yanng tertutup. Ia menaiki kursi itu dan meihat melalui ventilasi yang berada di atas pintu.

Ia tersentak, namun hanya sebentar saja. Ia segera paham dengan apa yangn terjadi.

Ia melihat dua tubuh tanpa busana sedang bergulat di atas ranjang dengan penuh perasaan yang membara.

Segera ia turun, tak mau melihat lebih. Ia bosan, muak sekaligus mual.

Masuk kekamar, diambilnya jaket dan kunci rumah, dan bergegas ia menuju pintu untuk meninggalkan rumah sementara waktu. Menenangkan diri.

Apakah tidak ada tempat lain? Kalian membuatku muak.

Ia berjalan cepat, menghindari berpapasan dengan siapa saja. Ia ingin sendiri...

Langkah kaki membawanya menuju satu tempat, tempat yang membuatnya nyaman, melupakan semua yang membuatnya kesal.

Tak lama kemudian ia sampai di tempat itu, ia terus melangkahkan kakinya. Suara air yang menderu mulai terdengar, ia teus berjalan hingga kakinya menyentuh air yang bergulung saling mengejar.

Kemudian ia mulai mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Merenung, ia suka melakukan itu, membuatnya merasa seperti seorang manusia. Ia membayangkan apa yang baru saja dilihatnya, hal itu membuatnya bergidik menahan malu.

Sebagai seorang wanita hatinya terluka. Entah mengapa.

Ia memutuskan untuk lebih lama lagi berada dipantai.

Ia suka pantai

Ia mulai mengambil kerikil dan memutar-mutarnya di telapak tangan. Lalu seperti biasa ia akan melemparnya ke tengah pantai, sejauh yang ia bisa.

Lemparan pertama, tidak mencapai tengah air. Bahkan menyentuh air pun tidak. Ia mulai mencoba lagi.

Lagi, dan lagi.

Namun, ketika ia melempar kerikil untuk yang keempat kalinya, ia mendengar suara mengaduh.

Bulu kuduknya segara berdiri, waspada, ia siap mengambil ancang-ancang, melawan atau kabur.

"AWWW" suara pria! "Tidakkah, kau punya pekerjaan lain? Haruskan melempar batu kearahku?"

"aku tidak melempar batu kearahmu, aku hanya ingin melemparnya ke air" sergahnya cepat "Aku tidak tahu ada orang lain disini" ia bangkit dan hendak melangkah pergi.

"Aku tidak mendengar kata 'Maaf' " ucap pria itu.

Ia hanya mendelik ke arah si pria, namun tak mengacuhkan sindirannya. Ia tetap berniat pergi.

"Tunggu, kenapa kau yang harus pergi?" suara barintone itu menahannya. Pria itu berjalan mendekatinya.

Semakin dekat

Semakin dekatkini jarak mereka hanya semeter saja.

"Duduklah, aku tidak mengusirmu" suara barintone itu kembali membujuknya.

Ia kembali duduk, entah mengapa.

"Apa yang seorang wanita lakukan di tempat sunyi dan gelap seperti ini?"

"Apa yang seorang pria lakukan dimalam seperti ini?" tanya si wanita balik.

"HAHAHA"

Tawa yang renyah

"Aku hanya seang ingin duduk dan melepas lelah, aku baru saja bertempur melawan dua wanita yanng sangat perkasa" jawab si lelaki.

Bertempur? Melawan wanita? Apakah yang di madsudnya itu di...

"Ranjang, ya di ranjang" tukas si pria dengan senyum tersungging di sudut bibirnya, seakan dapat membaca pikiran sang wanita.

"Apa urusanya denganku, kenapa pula kau harus mengatakannya kepada kku?"

Si pria hanya diam. Lalu tak lama ia mulai merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kartu nama.

"Jika kau butuh hiburan" serunya sambil tersenyum, dengan jari jempol dan telunjuk mengapit selembar kertas kecil, yanng hendak diberikannya kepada si wanita.

Si wanita hanya menatapnya...

"Kau gigolo?" tanyanya.

Si pria hany tersenyum

Lalu si wanita mulai memancarkan tatapan jijik, namun segera dihilangkannya, sebelum si pria sadar.

"Aku tidak membutuhkannya, aku membenci gigolo" ujar si wanita

"Benarkah? Apakah kau tidak pernah menginginkan sentuhan dari seorang pria?"

"tidak, jikapun ia, bukan dari pria seperti mu."

"haahh,, itu semua terserah kau saja" ujar si pria sambil memengang pergelangan tangan si wanita, dan meletakkan kartu nama itu ditelapak tanganya.

"Jika kau kesepian hubingi saja"

Si wanita segera menepiskan pegangan itu dan mulai berdiri. Ia menatap si pria sebentar dengan pandangan jijik. Lalu ia berlari meninggalkan si pria yang menyunggingkan senyum.

Kenapa ini? Jantungku berdebar? Ooohh tidak...

Ia terus berlari, dan tanpa sadar ia telah berada di depan pintu rumah sewaannya bersama temannya.

Ia membuka pintu dan menguncinya lagi. Ia berjalan terus melewati kamar temannya, ia tidak perduli, apakah temannya sudah selesai atau belum. Ia tidak peduli, yang ada di pikirannya hanyalah kejadian yang baru saja dialaminya.