Bleach © Tite Kubo

HitsuHina. K. Friendship—padahal sebenernya saya pengen romance, sih. Sigh.

OOC mungkin, typo juga mungkin. Gakuen!AU.

Setting: taman belakang sekolah.

.

.

.

"Apa lagi sekarang?"

Tanpa perlu mengangkat wajah dari lutut pun sang gadis tahu siapa yang baru menyapanya. Kalau ia tidak sedang menangis, ia pasti sudah merengut dan berkata, "Shirou-chan jahat," tidak peduli berapa kali sudah lelaki itu menyuruhnya memanggil dengan Hitsugaya—nama belakangnya.

Ya, masalahnya, gadis pemilik nama Hinamori Momo itu sedang menangis.

"Sousuke-kun ... memutuskanku..."

Sang pemuda berambut perak bahkan tidak repot-repot menghela napas. Tidak juga repot-repot membatin semacam, 'Sudah kuduga,' atau sebangsanya.

Toushirou memilih diam. Bungkam. Tak berkomentar. Membiarkan saja teman sejak kecilnya itu menangis.

Momo sendiri tidak peduli. Toh ia yang menangis duluan. Toh pemuda itu yang menyusulnya. Maka seharusnya pemuda itu yang memberi reaksi atas tindakannya, kan? Menghibur, membelai rambutnya, atau apalah.

Detik berikutnya, gadis bercepol itu bisa merasakan permukaan bangku sedikit naik, tanda beban yang di atasnya berkurang. Seolah penghuni bangku selain dirinya mendadak pergi. Diperkuat dengan bunyi gemerisik rerumputan yang perlahan menjauh sebelum benar-benar hilang dari indra pendengarannya.

Biar saja. Toh Momo sudah biasa menerima segala tingkah dingin Toushirou.

Namun, tak lama kemudian, Momo kembali mendengar gemerisik rerumputan yang kian dekat, disusul sesuatu membebani bangku, membuat permukaan bangku kembali turun. Seakan-akan sosok yang beberapa menit lalu pergi sudah kembali lagi.

Tang.

Bunyi logam beradu mau tak mau berhasil membuat Momo mengangkat kepala dan menoleh kali ini. Tampak pemuda teman kecilnya itu tengah meminum sebuah minuman kaleng dengan raut acuh tak acuh. Arah fokus Momo berubah ke sebuah titik tepat di sisinya—tepat di mana suara tang barusan berasal—dan menemukan sebuah minuman kaleng yang sama dengan milik sang pemuda.

Oh.

Jus semangka, rupanya.

"Minumlah," seperti biasa, nada perintah namun acuh tak acuh yang mendominasi, "menangis pasti membuatmu dehidrasi."

Momo tertegun sejenak. Perlahan diturunkannya kedua kaki dari bangku panjang yang tengah mereka duduki, mengusap sisa air mata, dan meraih jus kaleng yang Toushirou letakkan di sisinya beberapa saat lalu.

Sebuah senyum tersungging di wajah manisnya.

Rasanya seperti kembali ke masa lalu. Ketika mereka masih sering berbagi potongan semangka yang disediakan nenek Toushirou. Meski kali ini hanya dalam bentuk jus kalengan, bagi Momo tidak ada bedanya.

"Terima kasih, Shirou-chan."

Toushirou tidak memprotes.

Sepasang iris hijaunya berputar diam-diam pada sang gadis bercepol satu. Sebuah senyum terlengkung di sana—senyum kekanak-kanakannya yang masih sama seperti dulu.

Seberapa pun waktu berlalu, mereka seolah sama sekali tidak berubah.

.

.

.