Disclaimer. Masashi Kishimoto
Warning. . typo
First Year
.
.
.
31 Desember 2000
Malam itu, ratusan benda putih turun dari langit, membekukan sekaligus menyenangkan. Gadis mungil berambut gelap memandang benda putih tersebut penuh minat dari balik kaca mobilnya. Tangannya berulang kali menggapai jendela dan memohon pada ayahnya untuk membuka kaca barang sebentar. Ayahnya hanya menanggapi dengan senyuman tipis lalu memberi isyarat pada supir mereka untuk membukakan kaca, hadiah untuk putri kecilnya. Gadis kecil itu melonjak tak terkendali, mengabaikan rintihan pelan ibunya yang masih berusaha memegangi tubuhnya, tidak yakin dengan kemandirian dini yang ditunjukkan gadis kecil itu. Tangan mungil sang gadis menemukan benda itu.
Putih, dingin, cair...
Jadi, ini salju.
Suka.
Itu kata pertama yang diingatnya tentang salju.
Mobil tersebut melaju dengan kecepatan sedang, kemudian masuk ke dalam sebuah hotel mewah. Ketika sampai di pintu lobi, sang supir membukakan pintu untuk para penumpangnya. Dimulai dari yang pertama, seorang pria tegap dengan postur tinggi berambut coklat dan bermata bak bulan, Hyuuga Hiashi diikuti wanita berambut biru gelap yang disanggul rapi bermata ungu pucat, hampir sewarna dengan sang pria. Bersamaan dengan keluarnya si wanita, gadis kecil itu turun dari mobil kemudian setengah berlari menuju sang ayah yang berdiri berlawanan dengannya. Tangannya yang mungil menarik-narik tangan ayahnya, ingin digandeng. Sang ayah lagi-lagi menuruti dengan senyum tipis.
"Ayo cepat Okaa-chan, nanti kita terlambat," katanya pada wanita berambut sewarna dengannya.
"Iya Hinata, sayang." kata si Ibu sabar.
"Otou-chan, benarkah ini acara yang sangat penting? Okaa-chan bilang padaku," tanyanya pada sang Ayah, diikuti oleh anggukan setuju oleh pria itu.
Mereka bertiga memasuki hotel diikuti oleh empat pengawal berpakaian serba hitam. Dari pakaian mewah resmi serta ID khusus yang tersemat di saku jas Hiashi, semua orang tahu kemana mereka akan pergi.
The Ten Big Bosses Celebration
Adalah sebuah pesta yang diadakan setiap sepuluh tahun sekali bagi 10 pengusaha tersukses di Jepang. Kriteria sukses yang dipilih tentunya adalah berdasarkan jumlah pundi-pundi yang didapat. Setiap sepuluh tahun sekali, para dewan khusus dari Asosisasi Pengusaha Jepang akan memilih 10 orang pengusaha yang paling kaya dan sukses selama 10 tahun. Itu merupakan acara high class yang tidak biasa. Pesta itu akan disiarkan langsung oleh dua TV swasta dan akan menjadi headline berita pagi layaknya penghargaan grammy. Semua ingin tahu, siapakah pengusaha yang paling suksesdan kaya di Jepang.
Keluarga Hyuuga kini telah memasuki ruang ballroom yang mewah dan megah. Mereka bertemu dengan Hyuuga lainnya. Hizashi dan anak laki-lakinya, Neji yang berusia 7 tahun. Hizashi menyambut kakak kembarnya dengan sikap kaku ganjil. Pelik. Hubungan diantara mereka terikat oleh sesuatu yang mungkin disebut takdir atau konsekuensi. Hyuuga adalah keluarga konservatif yang meyakini anak pertama laki-laki adalah tonggak penting sebuah keluarga. Hal tersebut membuat ada perbedaan mencolok antara Hiashi dan Hizashi, terutama mengenai kekuasaan.
Kakek Hinata yang konservatif tentunya memberikan kekuasaan yang lebih besar pada anak pertamanya, dengan harapan bahwa anak pertamanya itu akan membuat Hyuuga terus berjaya sampai diturunkan ke generasi berikutnya, tentunya melalui garis paternal. Akan tetapi, wajah kakek Hinata serasa ditampar karena keadilan Tuhan yang menghadiahi Hizashi anak laki-laki sedangkan Hiashi dengan dua anak perempuan. Namun, kepongahan membuatnya terpaksa bertahan dengan aturan yang dibuatnya.
Tidak seperti ayahnya, Hiashi layaknya seorang yang berpikir maju dan positif sedangkan Hizashi kebalikannya lebih mirip dengan ayahnya ditambah dengan kehati-hatian yang berlebihan karena pengalaman masa lalu. Ia belajar untuk memiliki, haus kekuasaan walaupun tidak secara terang-terangan.
..Ͼ╒..
Hinata kecil berjalan mengikuti ayahnya, Hyuuga Hiashi. Tak ada tatapan takut atau malu yang terpancar dari mata indahnya. Senyumnya mengembang dan dadanya membusung layaknya para Hyuuga dewasa yang berdiri di dekatnya. Baginya dunia orang dewasa itu menarik dan menyenangkan. Dari dulu ia membayangkan bisa memakai gaun yang sama seperti ibunya, berjam-jam di salon kecantikan, merias kuku, dan mengobrol tentang perkembangan saham dan bisnis. Baginya dunia orang dewasa adalah pengalaman yang selalu dinanti-nantinya. Oleh karena itu, di usia yang baru genap lima tahun empat hari yang lalu membuatnya merasa bahwa ia sudah melangkah ke dunia orang dewasa.
Akan tetapi, walaupun senang berada di tengah-tengah orang dewasa, Hinata layaknya anak yang tidak bisa menolak impuls yang ada pada diri kanak-kanaknya. Matanya berkeliling mencari pemandangan baru untuk dilihat daripada harus terpaku pada mata-mata pucat milik keluarganya. Ia kemudian tertarik pada pria kecil berambut merah yang sedari tadi berjinjit untuk mengambil gelas di atas meja. Tangannya yang pendek menggapai-gapai permukaan meja sedang tangan yang satunya memeluk boneka beruang kurus erat. Hinata memperhatikan anak itu penuh minat. Tak sadar diayun-ayunkannya genggaman ayahnya dengan semangat.
"Ada apa?" tanya Hiashi khawatir.
"Tou-chan aku mau kesana, boleh ya, boleh yaa..." binar Hinata kecil.
Hiashi hanya tersenyum tipis menanggapi permintaan putrinya kemudian Ia lepaskan genggamannya dari jari-jari kecil itu.
Mengetahui kebebasannya yang mudah, Hinata berlari penuh senyum ke arah pria kecil berambut merah yang tangannya masih berusaha menggapai permukaan meja. Secepat kilat Hinata berlari kemudian sedikit berjinjit di depan meja tersebut lalu tangan mungilnya meraih salah satu gelas yang ada di meja. Dengan wajah bangga Hinata menyerahkan gelas tersebut pada pria kecil yang memandangnya heran.
"Ini, minumanmu adik kecil," katanya tersenyum senang.
"Siapa namamu?" tanya Hinata pada anak itu.
Pria kecil berambut merah itu mengerutkan dahinya lalu perlahan bergerak mundur, cukup terusik dengan perlakuan gadis kecil yang lebih tinggi darinya 5 cm, walaupun begitu tangan mungilnya meraih gelas yang ditawarkan Hinata.
"Sa-Sabaku Gaara," katanya takut-takut.
"Gaara-chan!" senyum Hinata lebar.
Pria kecil bernama Gaara itu tertegun melihat senyum manis Hinata. Baginya tidak banyak perempuan yang tersenyum manis kepadanya, malah lebih banyak yang sinis apabila melihat putra bungsu pewaris Sabaku Corp. ini.
"Na-namamu siapa?" tanya Gaara. Seolah memiliki keberanian karena senyum Hinata.
"Hyuuga Hinata. Gaara-chan boleh memanggilku Hinata nee-chan" kata Hinata lalu mencubit lembut pipi Gaara yang tembam. Hinata suka sekali wajah imut Gaara, mengingatkannya pada Hanabi adiknya yang baru berusia beberapa bulan. Sayangnya Okaa-chan selalu marah kalau Hinata mencubit pipi Hanabi.
"Onee-chan?" tanya Gaara, bingung dengan alur yang diciptakan Hinata.
"Hm..." Hinata tersenyum lagi.
"Ayo kita main-main, Gaara-chan!" ajak Hinata sambil menggandeng tangan Gaara erat.
Mereka berdua berlari-larian di sepanjang ballroom. Mencari objek yang menarik untuk disentuh, dan makanan untuk di makan. Gaara yang awalnya takut melihat gadis asing itu, perlahan mulai mengembangkan senyumnya. Gaara memang sedikit sulit menerima orang yang ramah padanya. Kemasyuran keluarga melatih dirinya untuk tidak langsung akrab dengan orang asing, bahkan anak-anak sekalipun. Ia tidak punya teman, kemanapun pergi ia selalu dikawal. Hanya boneka beruang kurus hadiah dari almarhum ibunya yang selalu menjadi temannya. Namun sekarang, boneka kurus itu melambai-lambai tak berdaya di tangan kirinya. Seolah merindukan tangan mungil Gaara untuk memeluknya lagi. Akan tetapi tangan Gaara yang satunya agaknya lebih tertarik pada ajakan si anak perempuan yang mengajaknya bermain. Mereka terus-terus berlari dan tertawa, tidak sadar ada pria kecil lain yang sejak tadi melihat dengan iri.
..Ͼ╒..
"Kenapa Sasuke?" tanya seseorang yang mirip dengan anak itu.
"Okaa-sama, boleh aku main?" kata anak yang dipanggil Sasuke. Mata hitamnya terus memperhatikan dua anak yang sedang berlari-lari senang.
Wanita yang ternyata adalah Ibu Sasuke itu mengetahui kemana mata anaknya tertuju. Dengan raut kecewa dipandangnya anaknya tersebut.
"Kalau kau tidak disini bersama Okaa-sama, Otou-sama akan marah padamu." kata wanita itu dan sukses membuat binar di mata anaknya meredup.
Anak bernama Sasuke itu hanya bisa patuh pada ucapan Ibunya. Padahal Ia sangat ingin bergabung dengan dua anak tadi. Ia bosan hanya berdiri dekat dengan ibunya, memberikan senyum paksa pada setiap orang yang menyapa keluarga mereka, atau bertahan dengan anak berambut merah muda yang beberapa kali tersenyum padanya . Sasuke pun kembali pada awal sebelum ia memperhatikan kedua anak tadi. Sekarang ia harus mengikuti ibunya yang dipanggil oleh ayah mereka, berkenalan dengan keluarga lain. Kakaknya Itachi telah lebih dulu bergabung dengan ayah mereka, Fugaku Uchiha.
"Kenalkan ini keluargaku," kata Fugaku pada sosok pria tenang berusia madya.
Pria itu tersenyum pada setiap orang yang dikenalkan Fugaku, istrinya Mikoto, anak sulungnya Itachi dan si bungsu Sasuke.
"Senang sekali bisa bertemu dengan anggota keluarga Anda, Uchiha-san. Acara ini bagus juga, membuat kita saling mengenal." Kata Hiashi yang disetujui oleh istrinya, Hikari Hyuuga.
"Benar. Ah, aku juga sudah bertemu dengan adik Anda, Hizashi. Awalnya kukira itu Anda. Kalian begitu mirip." Gelak Fugaku yang diikuti oleh tawa ringan Hiashi.
"Anda berdua saja, Hyuuga-san?" tanya Mikoto pada Hikari.
"Kami membawa anak sulung kami, Hinata. Ah, kemana dia?" tanya Hikari pada suaminya.
"Ahh.. benar, dimana dia?" Hiashi melihat sekeliling lalu menemukan sosok putri kecilnya tengah makan puding bersama anak berambut merah.
"Itu dia!" Kata Hiashi sambil menunjuk gadis kecil di samping anak berambut merah.
"Kurasa ia sudah berteman dengan pewaris Sabaku Corp." ucap Hiashi kemudian tersenyum melihat tingkah anak sulungnya itu.
Mata-mata Uchiha pun memperhatikan kedua anak yang tengah memakan donat. Sesekali si gadis kecil membersihkan krim yang menempel di dekat bibir anak laki-laki disebelahnya, kemudian mereka berdua tertawa.
Sasuke kecil yang juga memperhatikan tingkah kedua anak itu hanya bisa memandang iri. Dalam hatinya, ia ingin sekali bergabung dengan keduanya. Namun, ia tahu tidak mungkin diizinkan oleh ayahnya.
"Sasuke, kau tidak mau ikut bermain bersama mereka?" tanya Fugaku tiba-tiba pada anak bungsunya tersebut.
Sasuke terdiam. Tidak menyangka ayahnya akan mengatakan hal itu. Dilihatnya Ibunya seolah meminta izin.
"Pergilah, Sasuke," kata Mikoto sambil tersenyum.
Mata Sasuke berbinar seketika. Dilepasnya pegangan pada Ibunya kemudian berlari ke arah kedua anak tersebut.
..Ͼ╒..
"Hinata nee-chan, aku mau donat itu lagi," kata Gaara sambil menunjuk-nunjuk donat yang di atas meja.
Hinata tersenyum gemas melihat ekspresi Gaara yang imut ditambah pipinya yang gembul karena sisa makanan yang masih dikunyahnya. Bagi Hinata Gaara adalah adik yang paling manis, bahkan lebih manis dari Hanabi adik kandungnya.
Ketika Hinata mencoba mengambilkan donat lagi untuk Gaara, ia dikejutkan oleh sesosok anak laki-laki yang tiba-tiba sudah berada di dekatnya.
"H-hai," sapa Hinata gugup. Laki-laki yang kelihatan sebaya dengannya itu menatapnya penuh minat.
"Dia sudah banyak sekali menghabiskan donat," kata Sasuke dengan dagu yang menunjuk pada Gaara.
"Kau rakus sekali," kata Sasuke remeh.
Gaara menatap mata Sasuke takut lalu beralih pada mata Hinata dan menatapnya penuh harap.
Nee-chaaann..." rengeknya pada Hinata, menunjukkan ketakutannya pada Sasuke. Gaara mendekatkan tubuh mungilnya yang tak lebih mungil dari tubuh gadis yang dipanggilnya nee-chan. Memeluk tubuh mungil itu meninggalkan boneka beruang kurus di kakinya.
Hinata menerima dengan cepat tawaran dari Gaara kecil. Ia pun mengelus lembut surai merah berantakan milik Gaara lalu mengalihkan pandangannya pada Sasuke yang memandang curiga pada kedua makhluk kecil tersebut.
"Jangan ganggu Gaara-chan," kata Hinata tajam.
"Aku tidak mengganggunya, tapi dia memang banyak makan," kata Sasuke tidak senang. Matanya tak lepas memandang Gaara yang memeluk tubuh gadis mungil tersebut. Sasuke merasa asing dengan kedekatan kedua anaknya itu. Mereka tidak mirip, mengapa akrab seperti kakak beradik.
"Kalian tidak mirip." kata Sasuke pada keduanya, membuat Hinata melepas pelukannya ke Gaara.
"Kami memang bukan kakak beradik," kata Hinata pada Sasuke.
"Lalu mengapa dia memanggilmu Onee-chan?" kata Sasuke penasaran.
"Karena aku lebih tua dari Gaara-chan," kata Hinata menuntut.
"Berapa umurmu?" mata Sasuke memandang Hinata curiga, tidak yakin dengan jawaban gadis itu.
"Aku lima tahun!" kata Hinata bangga.
"Aku juga lima tahun!" kata Sasuke tidak mau kalah.
"Kau bukan Onee-chan," katanya lagi.
Hinata terdiam, wajahnya menekuk. Tidak bisa membalas Sasuke lagi.
"A-Aku juga 5 tahun, bulan depan aku 6 tahun." kata Gaara memandang Hinata bingung.
"Kalau umur kita sama, kenapa aku harus memanggil 'Hinata nee-chan'?"
Hinata kehilangan kata-kata beberapa saat. Ia tidak suka kalau orang lain menganggapnya belum besar. Apalagi kini Gaara tidak mau memanggilnya Onee-chan lagi.
"Ta-tapi aku punya adik, Hanabi! Dia akan memanggilku Hinata nee-chan. Aku Onee-chan!" katanya meyakinkan Gaara.
"Apa kalian juga punya adik?" tanyanya pada Sasuke dan Gaara.
Sasuke dan Gaara terdiam. Mereka berdua merupakan anak bungsu dari keluarga masing-masing. Sasuke memiliki kakak laki-laki bernama Itachi sedangkan Gaara juga memiliki kakak laki-laki bernama Kankuro dan kakak perempuan yang usianya jauh di atasnya bernama Temari.
Mereka berdua hanya menggeleng pelan. Hal itu membuat mata Hinata berbinar seketika.
"Benar, kan! Kau harus tetap memanggilku 'Hinata nee-chan' Gaara-chan! Begitu juga denganmu!" Hinata menimbang.
"Siapa namamu?" tanyanya pada Sasuke.
"Sasuke. Uchiha Sasuke," kata Sasuke.
"Baiklah, Sasu-chan!"
"Aku tidak suka dipanggil 'chan'!" teriak Sasuke.
"Aku dipanggil Gaara-chan," kata Gaara menimpali.
"Pokoknya jangan panggil aku Sasu-chan!" kata Sasuke marah.
Mereka melompati waktu dengan cepat. Sebentar marah, kemudian bermain lagi lalu bertengkar lagi. Waktu tercipta diantara Hinata dengan teman yang baru dikenalnya. Dalam sekejab, Sasuke telah menjadi bagian dari kelompok Hinata dan Gaara. Walaupun kurang menyukai Gaara yang menurutnya cengeng dan selalu mencari perhatian Hinata, Sasuke merasa senang bisa memiliki teman bermain. Sama sepeti Gaara, Sasuke tidak pernah bertemu anak seusianya selama ini.
Sedangkan bagi Hinata sendiri, ia senang memiliki teman baru yang bisa mengenalnya sebagai seorang kakak. Setelah kelahiran Hanabi 9 bulan lalu, Hinata belajar menjadi seorang kakak dan tak banyak kesempatan serta orang yang dapat melihat hal itu. Tapi sekarang, ada Gaara dan Sasuke yang bersedia memanggilnya Onee-chan.
Mereka terus bermain hingga tak sadar bahwa mereka telah keluar dari ballroom megah itu.
..Ͼ╒..
Sementara itu.
Dua orang pria berbeda usia sedang berbincang-bincang di dekat lift yang berada satu lantai di atas ballroom. Keduanya memakai setelan resmi berwarna hitam dan terlihat kurang nyaman dengan keadaan saat ini. Keduanya berbicara pelan seolah tidak ingin orang lain ikut mendengar.
"Jadi kapan waktunya?" tanya pria yang lebih tua.
"Kita bisa lakukan eksekusi paling tidak dua tahun lagi, bersabarlah tuan!" kata yang lebih muda menimpali. Ia dapat melihat ketidaksabaran dari mata khas pria tersebut.
Pria yang lebih tua menggeram, merapatkan kedua gignya. Anak muda itu tidak paham akan situasi, pikirnya. Tidak tahukah ia bahwa hal yang mereka rencanakan tersebut telah ditunggu-tunggunya sangat lama.
"Kau mungkin tidak mengerti, aku sudah menunggu ini selama sepuluh tahun, dan 'dia' tahu itu." desis pria itu.
Yang lebih muda menatap mata milik pria di hadapannya. Mata itu memancarkan hasrat yang menggebu, bahkan ia bisa melihat dendam di balik mata itu.
"Aku mengerti, tapi kita benar-benar harus hati-hati. Ini tidak mudah, perusahaan itu sangat disorot, jadi kita tidak boleh gegabah," Ia berhenti sejenak.
"Ketidaksabaran bisa menghancurkan."
Pria yang lebih tua tidak membuka suara lagi. Pikirannya dipenuhi rencana yang sudah lama ingin direalisasikannya. Namun, dalam hati ia membenarkan ucapan pria di depannya itu, mereka memang harus matang dan tidak boleh ada perhitungan yang meleset. Oleh karena itu ia butuh pria ini, mereka. Ia perlu backing untuk emosinya.
"Sepertinya acara utama akan dimulai," kata yang muda mengalihkan pembicaraan.
Kedua pria itu pun menaiki lift menuju lantai tempat acara dilaksanakan. Ketika pintu lift terbuka, mereka berpapasan dengan dua anak laki-laki dan satu anak perempuan berumur kurang lebih lima tahun menerobos masuk ke dalam lift. Tangan-tangan mungil mereka menggapai tombol lift dengan semangat, mengabaikan pandangan terkejut dari pria yang lebih tua. Namun seketika, pandangan terkejut pria yang lebih tua itu berubah menjadi seringai mengejek,
"Dia benar-benar tidak menjaga anaknya dengan baik,"
Agar tidak menarik perhatian, kedua orang tersebut berpisah tepat ketika mereka memasuki ballroom hotel. Mereka datang tepat di saat MC menunjuk ke layar berukuran besar.
"Ya, inilah dia The Ten Big Bosses!"
1. Sabaku Corp.
2. Akatsuki Group
3. Hyuuga Foundation
4. Uchiha Corp.
5. Senju Company
6. Nara Foundation
7. Aburame Clan
8. Namikaze Company
9. Haruno Inc.
10. Orch Group
Daftar nama yang tertera di layar disambut meriah oleh semua orang dewasa yang hadir saat itu bersamaan dengan musik dengan irama cepat penuh semangat. Dalam hitungan detik suara riuh rendah membahana di ruangan tersebut. Beberapa orang terlihat saling bersalaman dan beberapa lainnya bersulang untuk kemenangan yang lain.
"Selamat kepada Sabaku Corp. yang menjadi urutan pertama setelah sepuluh tahun yang lalu berada di urutan kedua dan mengalahkan Akatsuki Group! Disusul oleh Hyuuga Foundation yang dalam waktu sepuluh tahun ini sangat luar biasa peningkatannya, naik dari posisi delapan ke posisi tiga. Sungguh luar biasa!" seru sang MC sambil memandang takjub ke arah Hyuuga Hiashi.
"Tahun ini kita juga kedatangan pendatang baru di peringkat sepuluh yaitu Orch Group yang dipimpin oleh Orochimaru-san! Selamat datang Orochimaru-san!" kata MC lagi diikuti oleh anggukan singkat dari Orochimaru ke arah MC dan para pengusaha lainnya.
"Ada yang masuk, tentu ada yang keluar. Tahun ini kita kehilangan Inuzuka Corp. yang diketahui mengalami krisis keuangan parah sehingga mereka harus menjual saham ke perusahaan lain."
"Agar acara ini lebih meriah lagi, tidak perlu berbasa-basi lagi, saya undang Sabaku Kazekage untuk bergabung bersama saya memberikan kata-kata kemenangannya. Silahkan, Sabaku-san!"
..Ͼ╒..
"Kenapa tidak bergerak?" tanya Hinata sambil menekan-nekan tombol lift. Kakinya berjinjit untuk menekan tombol lainnya.
"Nee-chan..." Gaara memasang wajah takut. Perlahan didekatinya Hinata dan menarik-narik lengan baju Hinata.
"Tenanglah! Kau mengganggu!" kata Sasuke pada Gaara yang otomatis membuat anak bersurai merah itu menyudut.
Sasuke memandang Hinata cemas. Walaupun ia memarahi Gaara, namun ia tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatir dari wajahnya. Ia takut kalau-kalau mereka tidak bisa keluar dari lift yang tiba-tiba macet itu.
Sebenarnya mereka sudah cukup lama bermain-main di lift. Menekan angka-angka yang ada di dalam lift, bergerak dari satu lantai ke lantai lainnya. Namun, ketika mereka akan menekan salah satu tombol untuk yang kesekian kalinya, lift tiba-tiba berguncang, kemudian berhenti.
Hinata menekan berbagai tombol yang bisa dijangkaunya, wajahnya yang awalnya tenang perlahan berubah menjadi cemas, belum lagi udara pengap di dalam lift membuatnya berkeringat. Dalam keadaan yang seperti itu, Gaara berhambur memeluk Hinata.
"Hinata-nee..."
"Aku takuttt..." rengek Gaara.
"Tenanglah Gaara-chan..." kata Hinata menenangkan Gaara.
"Ini karena Sasu-chan yang mengajak kita naik lift!" kata Gaara melirik Sasuke sekilas.
Sasuke hanya melotot ke arah Gaara. Memang benar ia yang mengajak Hinata dan Gaara naik lift, tapi ia tidak menyangka mereka akan terjebak di dalam karena lift yang tiba-tiba berhenti itu. Jadi ia mengakui kesalahannya dengan tidak membalas ucapan Gaara. Kini Sasuke berharap Hinata punya keajaiban untuk membuat mereka keluar dari tempat itu.
Karena kelelahan dan udara yang terasa menipis membuat ketiga anak itu menyerah, nyatanya Hinata memang tidak memiliki keajaiban yang diharapkan Sasuke. Mereka akhirnya berteriak minta tolong, mencoba memukul pintu lift dengan tangan-tangan mereka, akan tetapi pintu besi itu sama sekali tidak bergeming. Hinata akhirnya duduk di sudut lift dengan Gaara yang masih setia memeluknya, sedangkan Sasuke duduk di sudut satunya seraya menekuk lutut.
"Apa kita benar-benar tidak bisa keluar dari sini?" tanya Sasuke setelah beberapa lama terdiam.
"Kalau Otou-sama tahu, aku pasti dihukum," katanya lagi kemudian semakin menekuk lututnya.
Hinata dapat melihat ekspresi takut yang disembunyikan Sasuke. Tidak dapat dipungkiri, Hinata juga takut kalau-kalau mereka tidak bisa keluar dari lift tersebut. Namun melihat Sasuke dan Gaara yang seolah bergantung padanya membuat Hinata tidak boleh menyerah. Pasti ada cara membuat mereka keluar dari lift.
BRUKK...
Lift berguncang.
"Nee-chan!" Gaara mempererat pelukannya pada Hinata.
Sasuke yang awalnya berada di depan Hinata kini telah bergabung bersama Gaara, memandang Hinata dengan perasaaan cemas yang tak tersembunyi. Walaupun awalnya Sasuke menolak menganggap Hinata sebagai anak yang lebih tua darinya, namun sikapnya saat ini lebih menunjukkan bahwa ia sangat berharap anak perempuan itu bisa mengeluarkan mereka bagaimanapun caranya.
"Ba-bagaimana ini?" tanya Sasuke panik.
Hinata melihat kegelisahan dari kedua anak laki-laki di sampingnya. Ia merasa bahwa dirinya harus berbuat sesuatu, paling tidak menenangkan kedua anak laki-laki itu. Ia seorang kakak, kan...
"Tenang, kita akan baik-baik saja," kata Hinata akhirnya.
"Aku akan melindungi kalian,"
Sasuke mengerutkan dahinya, tidak yakin dengan ucapan Hinata, sedangkan Gaara sudah mulai terisak.
"Bukankah sudah menjadi tugas seorang kakak menjaga adiknya?" tanya Hinata pada Sasuke.
Sasuke menaikkan alisnya, masih tidak percaya pada ucapan Hinata.
"Tapi, bukankah laki-laki yang melindungi perempuan," katanya.
Hinata tersenyum lembut menanggapi pernyataan Sasuke.
"Kalau sudah dewasa, laki-lakilah yang melindungi perempuan."
Bola mata Sasuke yang bulat melebar, walaupun tidak begitu mengerti arti dari perkataan Hinata, namun tanpa disadari Sasuke ada perasaan kecil baru yang tumbuh di relung hatinya.
..Ͼ╒..
Sabaku Kazekage meninggalkan panggung ketika ia telah selesai memberikan pidato mengenai keberhasilannya menjadi pengusaha paling sukses dalam sepuluh tahun terakhir. Senyumnya masih mengembang sebelum sekretaris pribadinya, Sasori membisikkan sesuatu padanya.
"Gaara-sama menghilang!"
"Seorang penjaga menemukan ini terjatuh di dekat pintu keluar ballroom," kata Sasori sambil menunjukkan boneka beruang kurus milik Sabaku bungsu.
Pemilik Sabaku Corp. Itu menggeram diantara perasaan cemas dan marah.
"Putri Hyuuga juga putra bungsu Uchiha juga menghilang. Orang-orang mereka tengah berusaha mencari, Sabaku-san. Kemungkinan mereka bermain bersama." Kata Sasori menjelaskan.
"Kerahkan semua tenaga untuk mencari mereka!" perintahnya pada Sasori.
Pria Akasuna itu mengangguk, lalu berjalan menjauhi Kazekage Sabaku. Sedangkan pemilik Sabaku Corp. itu mulai menunjukkan wajah yang jarang diperlihatkan pada orang lain.
"Anak itu benar-benar merepotkan..." desisnya.
Puluhan penjaga nampak menyisir ballroom dan beberapa lantai hotel, namun mereka tidak juga menemukan ketiga anak kecil yang dicari. Hampir satu jam berlalu ketika salah satu penjaga mengabarkan ada lift yang terhenti di lantai 23. Lift yang mati otomatis menonaktifkan CCTV yang terpasang di lift tersebut, sehingga keberadaan ketiga anak itu tidak terdeteksi. Ketika kabar bahwa anak mereka telah ditemukan, ketiga keluarga telah menunggu tepat di depan pintu lift yang harus dibuka paksa. Raut wajah mereka berbeda-beda. Hiashi tengah menenangkan istrinya yang panik luar biasa dengan mata yang berkaca-kaca. Mikoto Uchiha yang sedari tadi terisak disamping suaminya, Fugaku yang nampak datar. Tidak ada usahanya untuk menenangkan sang istri, ia lebih tertarik melihat para teknisi membuka paksa lift tersebut. Lalu, di samping kedua keluarga tersebut, berdiri sosok Akasuna Sasori sebagai wakil dari keluarga Sabaku.
Ketiga anak ditemukan tidak sadarkan diri karena tipisnya oksigen. Walaupun begitu, wajah mereka yang polos seolah menunjukkan bahwa mereka tengah tertidur, saling berdempet seolah menghangatkan diri pada tubuh kecil anak perempuan.
Masing-masing keluarga membawa anaknya masing-masing, kemudian saling melempar senyum dan maaf pada keluarga lainnya. Mereka nampaknya tidak melanjutkan pesta di ballroom, lebih memilih menuju kediaman masing-masing.
Bagi keluarga mereka, kejadian lift dan pesta yang diadakan sepuluh tahun sekali itu adalah kejadian yang memang harus terjadi, tidak ada yang spesial. Namun bagi Sasuke dan Gaara, keejadian itu dan pertemuan mereka adalah peristiwa yang tidak akan pernah mereka lupakan. Tanpa disadari, keduanya mulai menebak probabilitas pertemuan dengan Hinata lagi. Namun bagi anak seusia mereka menunggu adalah waktu yang paling masuk akal.
'Sepuluh tahun lagi, Onee-chan,'
'Aku ingin bertemu denganmu!'
.
.
.
.
-TBC-
Hai minna...
Apa kabar? Ini ff saya lagi.
Untuk SQUARE, pada banyak yang minta sekuel ya? Jujur, saya gak ada niat buat sekuel karena kalaupun saya paksakan buat, pasti ceritanya lovey-dovey nya sasuhina, dan itu membuat saya iri. Haha...
Jadi, saya nggak janji ya... :P
Okeh, untuk yang ini gimana ya? Review?
