A/N: Hanya sebuah fict ringan diantara updatean fict yang ngestuck di tengah jalan. Silahkan dinikmati ne^^

Second Stage

Disclaimer:

Mizu bukan owner personality of DB5K namun fict ini milik Mizu ne

Cast:

YunJaeYooSuMin

Genre:

Drama n Family

Warning:

Sho-ai, MxM, AU, Rush

Part 1 of 3(?)

.

.

.

Semilir angin berhembus pelan memasuki celah jendela kamar yang tak tertutup rapat. Sejuknya angin membelai lembut wajah cantik yang tengah tertidur lelap. Lelah tampak di wajahnya namun tak akan menyembunyikan kecantikan alami yang dimilikinya. Seorang namja yang bahkan memiliki paras sesempurna bidadari.

Dengkuran halus terdengar dari bibir cherrynya, sedikit menggumam lemah dan kembali terlelap. Rambut pirangnya yang sebahu menutupi setengah dari paras berkulit putih tanpa noda itu. Manik doenya perlahan terbuka saat merasakan udara panas semakin naik. Sepertinya ia lupa menghidupkan ac di kamarnya saat sejuknya angin ternyata tak bisa menyaingi hangatnya musim panas.

Menyingkirkan selimut yang sedari tadi menutupi tubuhnya, tubuh semampai itu perlahan menginjakkan kakinya ke lantai dengan susah payah. Ada yang berbeda, ada sesuatu yang tersenyembunyi dibalik bajunya yang membuatnya menahan berat badannya dan menyangga pinggangnya. Tubuh itu tampak seperti seorang yeoja yang tengah hamil muda.

Kim Jaejoong namja cantik pemilik cafe cassiopeia yang berada di lantai dasar kamarnya itu mengelus pelan perutnya, merasakan sebuah pergerakan kecil dari sosok yang mungkin akan terlahir ke dunia dalam hitungan beberapa bulan lagi.

"Apa aku bisa menjadi orang tua yang baik untukmu nanti, sayang?"

Manik itu meneduh dan tersenyum kecil saat sang calon aegya menendang dari dalam, seakan mengatakan kalau sang umma pasti akan baik-baik saja.

Jaejoong tersenyum semakin dalam, ia tahu sudah seharusnya ia bersyukur walau ia sedikit berbeda.

"Gomawo sayang, ayo kita berjuang bersama-sama ne, fighting," ujar Jaejoong seakan sang aegya bisa mengerti namun saat sebuah tendangan keras kembali dirasakannya sepertinya sang calon aegya setuju, membuat Jaejoong tertawa kecil.

"Baik-baik saja di sana dulu ya, umma menyayangimu."

Mengelus pelan perut yang terlihat mulai membesar itu, Jaejoong membuka jendela kamarnya menatap langit sore yang indah sembari menikmati langsung angin yang sedari tadi mencuri masuk kamarnya.

"Sepertinya musim panas akan segera berakhir, apa kau akan lahir di musim dingin yang sama dengan appamu?" bathin Jaejoong saat menghitung usia kehamilannya. Bila prediksinya tak salah semua itu akan benar adanya.

Dari apartemennya Jaejoong dapat melihat dengan jelas Tokyo Tower. Sebuah benda tinggi menjulang kebanggaan masyarakat di negeri Jepang ini. Walau sedari tadi Jaejoong berbicara dalam bahasa Korea namun namja cantik itu tidak sedang berada di negeri gingseng—tanah kelahirannya—namun di sebuah negera pemilik bunga terindah—sakura—Jepang.

"Aigoo sepertinya cafe sedang ramai ne?" tanya Jaejoong lagi saat melihat kebawah dimana cafenya berada yang tengah dipenuhi pengunjung bahkan sampai ke beranda cafe. Terlihat pasangan-pasangan yang sepertinya tengah asyik menikmati keindahan langit sore sepertinya.

Musim panas yang seringkali identik dengan perayaan apa lagi di kawasan Tokyo Tower membuat cafe Jaejoong yang memiliki rute yang sama sering kali disinggahi pengunjung yang ingin berkunjung membuat cafenya semakin ramai.

"Jaejoong-nee!"

Jaejoong mendongakkan kepalanya saat seorang namja imut berteriak memanggil namanya. Namun senyumnya memudar saat menyadari kalau namja tersebut memanggilnya dengan sufiks –nee yang tentu saja membuat namja cantik itu memanyunkan bibirnya.

"Ya, Jun-chan ... siapa yang kau maksud?" delik Jaejoong marah pada seseorang bernama Jun-chan itu yang malah dibalas juluran lidah.

"Sebaiknya kau turun, kalau tak mau terlambat melihat kembang api, ne sleepping princess ... eu kyang kyang."

"Ya, dasar dolphin awas kau nanti."

Namun Junsu—Kim Junsu- saudara Jaejoong itu hanya tertawa semakin keras melihat wajah sang hyung yang memerah saat beberapa pengunjung malah tertawa kecil melihat mereka.

Jaejoong segera menutup jendela kamarnya berganti pakaian dan segera turun ke bawah. Ia sudah tak sabar untuk membuat bebek panggang ala Jun-chan. Dan pastinya akan terasa enak bila ia yang membuat langsung.

"Kim Junsu!" teriak Jaejoong saat ia sudah berada di lantai dasar. Namun ia tak menemukan dimana pun namja imut itu malah beberapa pekerjanya yang memberi salam membuat Jaejoong tersenyum kikuk sembari mengatakan maaf karena sudah mengagetkan mereka.

Langkahnya semakin jauh hingga ke luar, Jaejoong menyeringai senang saat melihat target yang sudah membuatnya malu dua kali hari ini sedang berdiri di sudut meja ke tiga—sepertinya sedang melayani pelanggan.

Plak

"Dasar dongsaeng kurang ajar," ujar Jaejoong menggeplak kepala Junsu tiba-tiba dan mengacuhkan wajah imut itu yang tiba-tiba merengek.

"Sakit, kau kejam nee-chan."

Jaejoong mendelik mendengar panggilan Junsu.

"Jangan melihatku seperti itu Jae hyung, siapa suruh kau berpakaian seperti itu," bisik Junsu pelan di telinga Jaejoong.

Jaejoong menundukkan kepalanya melihat penampilannya hari ini. Sebuah sweater tipis berwarna hijau muda dengan beberapa aksen lambang-lambang abstrak dan sebuah legging gelap yang membalut kaki panjangnya. Serta boot berwarna coklat tua. Tak lupa sebuah wig pirang panjang yang digunakannya.

"Apa kau mau aku memanggil nii-chan saat penampilanmu begini?"

Jaejoong memanyunkan bibirnya kesal. Salahkan aegyanya yang sepertinya senang sekali membuat sang umma terlihat cantik membuat Jaejoong selalu mengenakan pakaian yeoja. Padahal usia kehamilannya baru tiga bulan lebih namun aegya dikandungannya sudah menampakkan kediktatorannya.

"Ugh, salahkan calon keponakanmu ini."

"Hihihi, jangan salahkan calon keponakanku. Salahkan wajahmu yang juga mendukung ulah jahilnya itu, umma."

"Jangan mentertawakanku, duck butt."

"Yaa jangan bawa-bawa buttku, Jae Nee-chan."

Suara kikikan semakin keras di antar bersaudara Kim itu, keduanya masih saja bersiteru walau di kelilingi pengunjung yang menggeleng melihat pertunjukkan mereka.

Kim Jaejoong dan Kim Junsu memang sudah dikenal akrab oleh pengunjung mereka. Itulah mengapa keduanya tak pernah segan berkumpul bersama bahkan menyapa langsung. Kehangatan keluarga adalah hal lain yang diberikan cafe ini, di samping makanannya yang sangat enak. Namun satu hal yang tak diketahui mereka kalau Jaejoong adalah seorang namja—salahkan wajahnya itu yang terlalu cantik bak yeoja.

"Jun-chan, Jae-chan kalau kalian bertengkar terus kupastikan hukuman akan menanti ne."

Suara yeoja cantik berambut panjang yang sedang mengenakan apron putih dengan spatula ditangannya membuat Jaejoong dan Junsu bergidik ngeri. Ayumi memang terlihat cantik dan lembut namun kalau yeoja cantik itu marah adalah hal terakhir yang diinginkan kedua Kim bersaudara itu.

"Hai, gomen ne Ayumi-chan."

"Jun-chan kembali ke dalam pesanan masih banyak, dan kau Jae-chan sudah kubilangkan untuk istirahat."

"Ne, wakatta," ujar Jaejoong tak ingin membantah Ayumi yang sudah mengancungkan spatula ditangannya saat ia ingin membantah.

Jaejoong mengangguk tersenyum kecil saat Junsu diseret Ayumi kebelakang. Sejak kehamilannya menanjak trimester kedua, orang-orang disekitarnya memang terlalu protektif termasuk sahabat dekatnya—Ayumi—yang sekarang menggantikannya menjadi kepala koki, hanya gadis itu yang tahu kondisinya selain Junsu.

"Aku keluar sebentar ne," pamit Jaejoong pada Junsu dan Ayumi yang mengangguk dari jauh.

"Jangan pulang terlalu malam," sahut Ayumi dan Junsu bersamaan. Keduanya mengerti kalau Jaejoong bosan hanya berada di kamar namun keduanya tak bisa menemani melihat pengunjung yang semakin ramai bersamaan dengan semakin dekatnya waktu festival kembang api.

Namja cantik itu berjalan keluar menikmati pemandangan diluar sana. Tak menyadari beberapa pasang mata yang melihatnya menatapnya kagum. Keindahan yang tengah berjalan ditengan hangatnya musim panas.

"Seandainya mereka tahu umma seorang namja apa mereka akan melihat umma dengan mata kekaguman begitu, sayang?" bisik Jaejoong pelan karena ternyata ia tahu kalau banyak yang memperhatikanya.

Jaejoong berhenti di depan antrian kerumunan orang yang ingin menaiki Tokyo Tower, ingin rasanya ia ikut naik namun Jaejoong segera menggeleng pelan. Jaejoong tentu saja tak akan mau sebuah resiko menghampirinya terhimpit kerumunan orang-orang dan membahayakan aegya di kandunganya.

Beralih dari keramaian itu, namja berparas cantik itu memilik rute berbeda yang cukup sepi. Sebuah bukit kecil yang tenang dengan sebuah sungai kecil di sampingnya.

"Indah," bisik Jaejoong pelan saat tempatnya duduk dapat melihat langit berbintang. Menatap sebuah rasi bintang yang muncul di utara—ima rasi bintang yang begitu indah—rasi bintang yang sangat disukainya, rasi bintang yang sama dengan nama cafenya—cassiopeia.

"Kau bisa kedinginan kalau terlalu terpesona, Jaejoong-san."

Jaejoong melirik kaget pada sebuah jaket yang tersampir ditubuhnya. Tersenyum pelan saat menyadari siapa yang berada disampingnya—ikut duduk.

"Ne, mengapa kau berada bisa berada di sini, Yunho-san?"

Jung Yunho seseorang yang akhir-akhir ini berada di sekitar Jaejoong. Namja yang mungkin telihat ingin mendekati sang namja cantik walau Jaejooong sendiri tak keberatan dengan semua itu, toh Yunho mungkin hanya ingin sekedar berteman.

Namja tampan pemilik mata musang itu mengacak pelan helaian pirang Jaejoong, "aku tadi ke cafe, tapi tak menemukanmu di sana. Junsu bilang kau berjalan-jalan keluar."

"Dan?" tanya manik doe itu penasaran.

"Aku mengikutimu sejak menemukanmu di dekat Tokyo Tower."

"Souka." Jaejoong mengalihkan perhatiannya dari Yunho, membuat Yunho mengernyit heran.

"Gomen, kalau aku lancang mengikutimu. Aku hanya khawatir dengan keadaanmu."

Jaejoong menggeleng, "tidak apa-apa, itu bukan masalah besar. Lagi pula ini lebih baik dari pada harus seorang diri di sini," ujar Jaejoong kembali menatap ke langit.

Dhuarrr ...

Ribuan kembang api tampak menghiasi langit malam. Membuat Jaejoong tersenyum, ia bersyukur bisa menemukan tempat ini yang membuatnya bisa menyaksikan pemandangan indah ini tanpa harus berdesakan dengan orang-oranga. Sungguh sebuah festival yang indah.

Namun sepertinya tidak dengan namja tampan yang duduk di sisi Jaejoong. Indahnya pemandangan di atas sana tidaklah membuatnya bisa berpaling dari wajah Jaejoong. Ini lebih indah dibandingkan dengan pemandangan di atas sana.

Kim Jaejoong adalah seseorang yang dikenalnya beberapa hari yang lalu. Sosok cantik yang membuat mata dan dunianya teralihkan dengan sempurna. Jauh di dalam hati ia berharap bisa dekat dengan sosok ini, namun keadaan membuatnya tak bisa melangkah ke depan.

"Hei, Yunho-ah ... apa kau percaya dengan keajaiban?"

"Ne, apa maksudmu?" tanya Yunho heran saat Jaejoong berbalik menatapnya. Manik doe itu terlihat terluka dan menanggung sebuah beban di dalamnya.

"Menurutmu apa aku seorang gadis?"

Yunho mengernyit heran mendapati pertanyaan tiba-tiba Jaejoong. Bukankah sudah jelas kalau Jaejoong adalah seorang yeoja yang sangat cantik bahkan ia juga tahu kalau Jaejoong tengah hamil saat ini—itu juga alasannya ia sedikit segan.

"Tentu saja, bukan?"

Jaejoong tertawa, satu lagi yang tertipu dengan keadaannya.

Yunho menarik Jaejoong kepelukannya, mengacuhkan pemberontakan kecil yang dilayangkan Jaejoong, "jangan tertawa dengan wajah menyakitkan begitu, Jaejoong-san. Kau menyakiti hatiku."

Yunho tak perduli kalau ia dianggap kurang ajar karena sudah memeluk sembarangan istri orang. Hanya saja ia tak bisa melihat manik itu menahan air mata lebih jauh. Sakit hatinya merasakan Jaejoong yang terluka.

"Maaf," ujar Yunho saat ia melepaskan pelukannya.

"Mau kuberitahu sebuah rahasia kecil?" bisik Jaejoong di telinga Yunho. Tertawa dalam hati Jaejoong tahu kalau tubuh Yunho sedikit bergetar karena sentuhannya, "aku seorang namja Jung Yunho-san."

Perkataan telak Jaejoong membuat Yunho membatu, ia bahkan tak menyadari kalau Jaejoong sudah beranjak pergi dari hadapannya. Sepertinya festival kembang api yang masih berlangsung sudah tak menarik lagi bagi namja cantik tadi bahkan ia juga tak tertarik pada namja tampan yang mungkin sedang shock berat dengan kejujurannya.

"Mian ne, Yunho-ah. Lebih baik kau menjauhiku," bisik Jaejoong diantara suara kembang api yang masih mengudara.

"Jaejoong seorang pria? Lelucon apa ini?" bathin Yunho yang baru sadar namun ia tak lagi bisa bertanya saat kini ia hanya sendiri, Jaejoong sudah berlalu pergi.

.

.

.

Go to next chapter