Disclaimer :
Detektif Conan milik Gosho Aoyama.
Catatan Penulis :
Cerita ini adalah salah satu cerita paling sulit sepanjang karirku di FFn jadi mungkin hasilnya tidak begitu bagus.
Tapi kuharap para pembaca tetap menyukainya.
Dan maaf, sekuel Lemari Sapu tidak akan kutulis dalam waktu dekat karena sepertinya sekuelnya bakalan panjang. He he he.
Selamat membaca dan berkomentar!
Semalam Bersamamu
By Enji86
Pesta di Hotel
Malam itu, mereka semua berpesta. Mereka berpesta di hotel, yang terletak di Hokkaido, yang mereka sewa dalam rangka memerangi Organisasi Hitam. Hampir semua orang larut dalam kegembiraan. Jodie, James, Camel dan anggota FBI yang lain tersenyum lebar. Bahkan Shuichi pun juga tersenyum walaupun tidak selebar rekan-rekannya. Shinichi juga bergabung bersama mereka dan dia juga tersenyum lebar. Akhirnya dia bisa kembali menjadi detektif hebat dari timur karena tubuhnya sudah kembali seperti semula dan Organisasi Hitam sudah musnah. Dia juga sudah tidak sabar untuk bertemu lagi dengan Ran dalam wujud Shinichi.
Shinichi kemudian menyadari bahwa Shiho tidak ada di dekatnya sehingga dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan melihat Shiho duduk di bar. Dia beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah menghampiri Shiho dan duduk di sebelahnya.
"Kenapa kau minum sendirian di sini?" tanya Shinichi.
"Aku tidak begitu suka berpesta," jawab Shiho kemudian dia menyesap minumannya dengan elegan.
"Tapi kita baru saja mengalahkan Organisasi Hitam. Setidaknya kau harus ikut berpesta karena tanpamu, kita tidak akan berhasil mengalahkan mereka," ucap Shinichi.
Shiho hanya diam saja kemudian meneguk minumannya lagi, tidak menanggapi ucapan Shinichi barusan sehingga Shinichi hanya bisa menghela nafas dan tidak menekan lebih jauh.
"Hei Shiho, apa aku boleh tahu rencanamu setelah ini?" tanya Shinichi.
"Kenapa memangnya?" Shiho balik bertanya.
Tiba-tiba Shinichi menjadi gugup. Dia merasa seperti orang yang takut akan ditolak ketika menyatakan cinta padahal dia tidak akan menyatakan cinta pada Shiho. Namun akhirnya dia menguatkan hatinya untuk bicara dan menyiapkan hatinya untuk penolakan.
"Aku ingin kau tetap tinggal di rumah profesor Agasa," jawab Shinichi.
"Kenapa kau ingin aku tinggal di sana?" tanya Shiho lagi.
"Kau adalah teman baikku sekaligus partnerku dan kita sudah mengalami banyak hal bersama jadi aku ingin kau selalu ada di dekatku. Apalagi aku sudah berjanji padamu untuk selalu melindungimu. Kalau kau tidak ada di dekatku bagaimana bisa aku melindungimu. Apa itu cukup sebagai alasan?" jawab Shinichi.
Shiho tersenyum mendengarnya.
"Baiklah, aku akan mempertimbangkannya. Lagipula mengerjaimu adalah hobiku. Kalau aku jauh darimu, aku akan kehilangan hobiku yang sangat menyenangkan itu," ucap Shiho.
"Oi, oi!" seru Shinichi kesal.
Tiba-tiba Jodie muncul di belakang mereka berdua.
"Maaf mengganggu kalian berdua tapi aku ingin berdansa dengan Cool Guy. Boleh kan?" ucap Jodie.
"Tentu. Bawa saja dia," ucap Shiho dengan nada tidak peduli.
"Apa kau tidak apa-apa sendirian di sini?" tanya Shinichi dengan ragu.
Shiho menoleh untuk menatap wajah Shinichi dan memberinya senyum menenangkan.
"Pergilah. Aku akan baik-baik saja," jawab Shiho.
"Baiklah kalau kau bilang begitu," ucap Shinichi lalu dia beranjak dari bar bersama Jodie ke lantai dansa.
Shiho tersenyum kecil karena dia bisa menikmati kesendiriannya kembali bersama gelas minumannya. Namun momen itu tidak berlangsung lama karena beberapa saat kemudian seseorang duduk di sebelahnya dan dari aura orang tersebut, dia sudah tahu siapa orang itu walaupun dia tidak menoleh untuk melihat wajahnya.
XXX
Heiji duduk di salah satu kursi di sudut ruangan pesta tersebut dengan muram sambil memandangi orang-orang yang berdansa di lantai dansa. Dia merasa out of place karena dia tidak tahu apa yang harus dirayakan. Dia tidak punya hubungan apapun dengan Organisasi Hitam dan dia hanya mengikuti Shinichi yang akan menggerebek markas besar Organisasi Hitam bersama FBI. Dia juga tidak memberikan kontribusi yang banyak dalam penggerebekan. Bahkan dia hampir saja ditembak oleh salah seorang anggota Organisasi Hitam kalau saja seorang wanita berambut pendek berwarna pirang kemerahan tidak menembak anggota Organisasi Hitam itu terlebih dahulu tepat di kepala sehingga membuat anggota Organisasi Hitam itu tewas seketika. Dia hanya bisa memandangi wanita itu dengan mata terbelalak sebelum ditarik oleh Shinichi untuk berlindung.
Heiji lalu mengalihkan pandangannya ke bar dimana wanita berambut pirang kemerahan tersebut duduk dan sedang bicara dengan Shinichi. Beberapa saat kemudian, dia melihat Jodie menghampiri mereka kemudian menarik Shinichi ke lantai dansa dan meninggalkan wanita itu sendirian di bar. Namun, tak lama kemudian seorang laki-laki sudah menempati tempat duduk di sebelah wanita itu yang tadinya ditempati Shinichi. Heiji langsung ingat bagaimana wanita dan laki-laki itu menembak dan saling melindungi dengan kompak seperti di film-film action buatan Hollywood saat penggerebekan terjadi. Itu membuatnya sangat penasaran dengan wanita itu dan dia ingin berkenalan dengannya.
Tak lama kemudian, laki-laki itu juga pergi dan wanita itu kembali duduk sendirian. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Heiji bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri wanita itu kemudian duduk di tempat yang tadi ditempati Shinichi dan laki-laki itu di sebelah wanita itu. Wanita itu menoleh kepadanya sejenak dengan tatapan mata bosan sebelum berpaling kembali ke gelas minumannya. Namun dengan begitu saja, Heiji merasa wajahnya memanas.
"Hai!" sapa Heiji karena dia tidak tahu harus bicara apa.
Shiho tidak menanggapinya dan terus memandangi gelas minuman di depannya sehingga Heiji jadi salah tingkah. Namun dia adalah detektif jadi dia tidak akan menyerah semudah itu.
"Aku ingin berterima kasih karena tadi kau menyelamatkan nyawaku," ucap Heiji.
"Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya tidak mau Organisasi melukai orang yang tidak bersalah lagi," ucap Shiho datar.
"Tapi tetap saja aku harus berterima kasih," ucap Heiji.
"Jadi kau juga mau memintaku untuk tinggal di dekatmu sebagai tanda terima kasih?" tanya Shiho sambil menatap wajah Heiji.
"Apa?" Heiji balik bertanya dengan ekspresi wajah bingung.
"Dua orang laki-laki yang duduk di situ sebelum kau memintaku tinggal dekat dengan mereka. Yang satu karena dia sudah berjanji untuk melindungiku, yang satu lagi karena kakakku memintanya untuk melindungiku. Jadi apa kau mau jadi laki-laki yang ketiga?" ucap Shiho.
Heiji hanya bisa menatap Shiho dengan bingung. Otaknya serasa berhenti bekerja. Dia tidak tahu harus menjawab apa.
Shiho menatap wajah Heiji yang kebingungan sambil tersenyum kemudian dia kembali mengalihkan pandangannya ke gelas minumannya.
"Kenapa kau begitu serius? Aku kan hanya bercanda," ucap Shiho kemudian dia meneguk minumannya.
"Begitu ya. Ha ha ha," ucap Heiji sambil tertawa garing.
"Walaupun bercanda, dia tidak kelihatan sedang bercanda," pikir Heiji.
"Apa kau mau minum sesuatu?" tanya Shiho tiba-tiba.
"Err... memangnya kau minum apa?" Heiji balik bertanya.
"Sherry," jawab Shiho.
"Kalau begitu aku juga," ucap Heiji.
Shiho segera memanggil bartender untuk memesan minuman.
XXX
"Ayahku menganggap bahwa aku hanya bermain-main padahal aku benar-benar serius untuk menjadi seorang detektif," ucap Heiji setelah dia dan Shiho menghabiskan gelas Sherry kelima mereka.
"Mungkin kau memang terlihat hanya bermain-main di depannya," komentar Shiho sambil mengangkat bahu.
"Kalau aku hanya bermain-main, aku tidak akan mendapatkan gelar Meitantei dari barat, kau tahu!" seru Heiji kesal.
"Oke, oke. Dasar! Kenapa kau jadi marah-marah padaku?" ucap Shiho ikut-ikutan kesal.
"Oh, maaf. Kadang-kadang sikap ayahku bisa membuatku sangat depresi," ucap Heiji suram.
Shiho menghela nafas kemudian memegang bahu Heiji.
"Tidak apa. Suatu hari nanti dia pasti akan mengakui kemampuanmu," ucap Shiho.
"Terima kasih," ucap Heiji sambil tersenyum pada Shiho.
"Lebih baik kita minum lagi untuk mengusir kesusahan kita masing-masing. Bagaimana menurutmu?" ucap Shiho.
"Ide bagus," ucap Heiji kemudian dia kembali memanggil bartender.
Setelah menghabiskan gelas Sherry-nya yang kedelapan, Heiji menoleh dan melihat Shiho sedang menghabiskan minumannya. Dia mengamati rambut Shiho yang warnanya tidak biasa namun terlihat sangat indah di matanya, wajah Shiho yang cantik dan ketika Shiho menoleh ke arahnya, dia bertemu pandang dengan mata Shiho yang memancarkan kelembutan hatinya. Tanpa sadar, dia meraih pipi Shiho kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Shiho. Beberapa saat kemudian, Shiho pun membalas ciumannya. Faktanya, ini adalah ciuman pertamanya sehingga dia otomatis membuat catatan di otaknya bahwa berciuman ternyata sangat menyenangkan.
Ketika Heiji mengakhiri ciumannya, dia langsung merasa menyesal dan berharap dia masih berciuman dengan Shiho namun perasaan itu segera menghilang karena Shiho menamparnya dengan keras hingga dia hampir jatuh dari kursinya.
"Kenapa kau lakukan itu? Bukankah kau menyukainya juga? Buktinya, kau membalas ciumanku," seru Heiji sambil memegangi pipinya yang terasa perih.
"Dasar bodoh! Kau tidak boleh mencium seseorang tanpa ijin. Itu namanya tidak sopan," ucap Shiho sambil tertawa kecil.
Mereka berdua memang sudah mabuk berat sehingga mereka bertingkah laku tidak seperti biasanya.
"Begitu ya? Maaf kalau begitu," gumam Heiji sambil mengelus pipinya.
"Jadi... bolehkah aku menciummu, Hattori-kun?" tanya Shiho tiba-tiba sehingga membuat Heiji menatap Shiho dengan pandangan tidak percaya.
"Yah, aku tidak yakin. Apa kau akan menamparku lagi setelah itu?" ucap Heiji.
Shiho diam sejenak untuk berpikir sebelum membuka mulutnya.
"Mungkin," ucap Shiho sambil mengangkat bahu.
Heiji juga diam sejenak untuk berpikir dan akhirnya memutuskan bahwa tamparan bukan masalah besar jika dia bisa berciuman dengan Shiho lagi.
"Baiklah, kau boleh menciumku," ucap Heiji.
Heiji menarik Shiho untuk duduk di pangkuannya dan mereka berdua kembali berciuman.
XXX
Keesokan paginya, Heiji terbangun dengan sakit kepala yang hebat. Dia membuka matanya perlahan tapi kemudian menutupnya lagi karena kepalanya bertambah sakit ketika dia membuka mata. Dia mengerang sambil berusaha mengusir rasa sakit di kepalanya dan mempererat dekapannya pada bantal gulingnya yang hangat.
Heiji merasa heran karena bantal gulingnya tidak berbentuk seperti biasanya dan dia menjadi semakin heran ketika dia merasakan bantal gulingnya bergerak dalam dekapannya dan mengeluarkan suara. Bergerak dan mengeluarkan suara. Dia langsung membuka matanya lebar-lebar tanpa mempedulikan rasa sakit di kepalanya dan langsung disambut oleh rambut berwarna pirang kemerahan. Kemudian pemilik rambut pirang kemerahan itu mendongak dan menatap wajah Heiji dengan ekspresi bingung. Lalu kemudian...
"AAAAAAAAAAAAAHHHHHHHH!" teriak mereka berdua serempak.
XXX
Heiji duduk di tepi tempat tidur Shiho di hotel sambil mengelus pipinya yang perih dan berwarna merah karena Shiho menamparnya sebelum pergi ke kamar mandi. Dia tidak mengenakan pakaian apapun karena pakaiannya sudah tidak berbentuk lagi dan tergeletak begitu saja di lantai. Namun dia tidak peduli karena pikirannya sedang dipenuhi berbagai macam hal.
Heiji mencoba mengingat kembali kejadian tadi malam. Dia menghampiri Shiho... mereka mengobrol sambil minum Sherry... mereka menjadi mabuk... mereka berciuman... Semua itu terjadi di ballroom hotel. Lalu apa?
Heiji mencoba mengingat lagi walaupun kepalanya terasa sakit. Tak lama kemudian, memori-memori kejadian tadi malam bermunculan di pikirannya. Shiho ingin kembali ke kamarnya dan dia mengikutinya... Shiho mendorongnya pergi di depan pintu kamarnya tapi dia memaksa masuk... Dia mendorong Shiho ke tempat tidur... Dia mencium Shiho... Shiho membalas ciumannya... Lalu...
Wajah Heiji menjadi merah ketika dia mengingat apa yang sudah dilakukannya dengan Shiho di tempat tidur. Dia masih bisa mengingat sensasi yang menakjubkan yang dirasakannya saat itu sehingga membuatnya ingin melakukannya lagi dengan Shiho. Namun Heiji dengan cepat mengendalikan dirinya lagi dan mengutuk dirinya sendiri karena pikirannya itu. Sekarang bukan saatnya memikirkan hal itu. Dia harus memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.
"Orang tuaku akan membunuhku karena ini," pikir Heiji sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Wah, wah, tubuhmu benar-benar bagus ya," ucap Shiho.
"Huh?" gumam Heiji sambil melepaskan tangannya dari wajahnya.
Heiji melihat Shiho yang sudah mandi dan berpakaian lengkap berdiri tak jauh di depannya dan sedang memandanginya. Kemudian Heiji sadar bahwa dia tidak mengenakan sehelai benang pun sehingga wajahnya memerah dan dia segera menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuhnya. Tiba-tiba ada sesuatu yang menutupi kepalanya dan Heiji segera meraih benda itu dan menemukan bahwa itu adalah jubah mandi.
"Kau bisa memakai kamar mandiku dan aku akan menelepon pelayan hotel untuk mengambilkan pakaianmu dari kamarmu," ucap Shiho.
Heiji hanya mengangguk kemudian dia segera melesat ke kamar mandi. Dia benar-benar merasa seperti orang bodoh dan dia merasa sangat malu. Dia juga membutuhkan mandi air dingin dengan segera untuk meredam sakit kepalanya dan menenangkan diri karena ketika melihat Shiho tadi, dia jadi ingat kejadian tadi malam di tempat tidur dan itu sangat berbahaya karena dia menginginkannya lagi.
XXX
Ketika Heiji keluar dari kamar mandi, dia melihat Shiho sedang membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam kopernya.
"Pakaianmu ada di atas tempat tidur," ucap Shiho sambil tetap sibuk memasukkan barang-barangnya ke koper.
Heiji melangkah menghampiri tempat tidur dan mengambil pakaiannya yang ada di sana lalu kembali ke kamar mandi. Setelah berpakaian, dia keluar dari kamar mandi dan mencium aroma kopi. Dia melihat Shiho duduk di sofa sambil menikmati kopinya. Dengan ragu-ragu, Heiji menghampiri Shiho lalu duduk di sebelahnya.
"Kau mau?" tanya Shiho.
"Ya," jawab Heiji singkat.
Shiho menuangkan kopi untuk Heiji kemudian dia kembali menikmati kopinya.
Setelah meminum kopinya beberapa teguk, akhirnya Heiji tidak tahan lagi melihat Shiho yang begitu tenang setelah apa yang terjadi. Dia meletakkan cangkir kopinya dan berlutut di depan Shiho sehingga Shiho mengerutkan keningnya.
"Miyano-san, maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf," ucap Heiji dengan kepala tertunduk.
"Untuk apa?" tanya Shiho.
"Untuk kejadian tadi malam," jawab Heiji.
"Ooh itu. Tidak apa. Aku masih bisa mengingatnya walaupun tidak semua. Aku tahu kau baru pertama kali melakukannya tapi kau tidak seburuk itu kok. Lagipula aku sudah menamparmu," ucap Shiho.
Heiji langsung mengangkat kepalanya dan menatap wajah Shiho dengan bingung namun Shiho tidak memperhatikannya dan kembali menikmati kopinya.
"Apa yang kaulakukan di situ? Bukankah aku sudah bilang tidak apa?" tanya Shiho ketika dia menyadari Heiji masih berlutut di depannya sambil menatapnya.
Akhirnya Heiji berdiri dan kembali duduk di samping Shiho. Dia benar-benar bingung sekarang. Dia tidak mengerti maksud perkataan Shiho tadi. Dia juga tidak mengerti kenapa Shiho tidak marah padanya dan bersikap biasa-biasa saja. Bukankah kalau di sinetron-sinetron, para wanita biasanya langsung mengatai si laki-laki dan berteriak-teriak meminta pertanggungjawaban?
"Lebih baik kita ke bawah sekarang. Mereka pasti sudah menunggu kita untuk check-out," ucap Shiho sambil berdiri dari sofa.
Beberapa saat kemudian mereka berdua sudah berada di lift yang menuju ke lobi. Mereka berdua melihat kerumunan anggota FBI di lobi hotel dan bergegas menghampiri mereka. Shinichi yang menyadari kehadiran mereka berdua segera menyambut mereka.
"Kalian berdua telat sekali sih turunnya?" tanya Shinichi.
"Yah, kami bangun kesiangan," jawab Shiho.
"Kami?" tanya Shinichi bingung.
"Iya, kami," jawab Shiho.
Shinichi ingin berkata bahwa dia tidak mengerti tapi ketika dia melihat sesuatu yang aneh di leher Shiho, kata-katanya langsung berubah.
"Ada apa dengan lehermu?" tanya Shinichi.
Shiho meraba lehernya lalu menatap Heiji dengan tajam. Shinichi juga ikut menatap Heiji kemudian dia melihat keanehan yang sama di leher Heiji. Kemudian sebuah pemahaman muncul di benaknya. Wajahnya menjadi merah dan matanya berkilat marah menatap Heiji. Kemudian terdengar suara kokangan pistol dari Shuichi dan itu terdengar seperti tanda bahwa Heiji harus lari. Heiji segera berlari keluar dari hotel untuk menyelamatkan dirinya dari Shinichi dan Shuichi yang mengejarnya. Sementara itu, beberapa anggota FBI ikut berlari di belakang Shuichi tanpa tahu alasannya.
Bersambung...
