-Arai Furukawa-

(Asa)

Lohaa~ ini fanfic pertamaku lho, yeay~ /apaan sih.

Asa : Salam kenal ya, hehe. Oh ya, buat yang mau tau aja, akun Arai Furukawa yang ngurus ada dua lho! Asa sama Raito ^^ Asa Raito kalo digabung jadi Arai :3

Yuki : ga ada yang nanya -_-

Asa : dan omong-omong chapter genap akan diurus oleh Raito, sementara chapter ganjil aku yang ngurus, hehe. Jadi kelanjutan cerita tergantung dari masing-masing author :D

Yuki : (akudikacangi =.=) Jadi nasibku bukan tergantung kau saja? Tapi juga tergantung Raito?

Asa : Yap .. ah, dan sedikit kuingatkan. Raito itu sedikit psikopat dan sadis. Jadi .. ehm, hati-hati di chapter depan /pasang senyum innocent/

.

.

~oOo~

.

Disclaimer

Vampire Knight sepenuhnya milik Hino Matsuri-senpai

Warning

AR, Yuki-Zero, dua author /AsaRaito/, cerita ini ambil bagian setelah Vampire Knight S2 (anime) selesai.

Author

Arai Furukawa (Asa)

Summary

Sekali lagi, bloody rose itu terangkat, mengarah ke jantung Yuki. Tapi, sekuat apapun ia mencoba, Zero tetap tak bisa menarik pelatuknya. "Kau bersumpah akan membunuhku kan jika kita bertemu lagi? Aku kemari supaya bisa mati ditanganmu." "!" / Warning Inside

.

.

~oOo~

.

::-Home-::

.

.

Yuki lagi-lagi hanya berdiri dari kejauhan, menyaksikan seorang lelaki berambut perak yang tengah duduk di kursi dekat air mancur sambil menatap pistol kesayangannya. Yuki sudah berdiri di sana sejak beberapa menit yang lalu, saat ia tak sengaja melintas dan melihat laki-laki yang sudah lama tak ia temui.

Yuki menggenggam kantung plastik hitam itu dengan erat, plastik yang berisikan barang belanja untuk makan malam nanti bersama Kaname. Tapi walaupun waktu telah menunjukkan pukul 5 sore, Yuki belum ada keinginan untuk bergeming dari tempat itu. Bahkan dari tadi ia hanya melakukan gerakan kecil, atau hanya rambut coklatnya saja yang bergerak terkena angin. Dia benar-benar lupa tujuan awalnya untuk segera pulang dan membuatkan makan malam untuknya dan Kaname.

Pistol itu .. ya, namanya adalah bloody rose. Pistol yang menjalin ikatan erat dengan sang pemiliknya. Yuki masih ingat betul saat bloody rose itu menyelamatkan nyawanya dari Kuran Rido setahun yang lalu. Atau saat lelaki itu mengacungkannya ke arah Kaname setelah berhasil menyelamatkan Yuki.

"Yuki ..." sebuah suara membuat gadis itu tersentak dan dengan refleksnya ia menoleh ke belakang, mendapati kakaknya sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan.

"Sedang apa di sini?" tanya Kaname ingin tahu dengan suara yang lumayan lembut.

"Ah, tidak ada. Se-sebaiknya kita kembali," jawab Yuki kikuk, cepat-cepat mendorong Kaname menjauhi tempat itu. Kaname hanya menurut, karena tujuannya datang ke sini tak lain adalah untuk membawa Yuki pulang. Tampaknya Yuki pun sudah ingat bahwa ia harusnya sudah pulang sekarang.

Kaname diam-diam melirik ke belakang. Tatapannya berkilat tajam ketika melihat sebuah figur yang sangat ia kenali. Entah apa yang sedang ada dalam pikirannya, tapi yang jelas figur itu juga sedang menatap balik ke arah Kaname dengan pandangan benci. Keduanya bertatapan cukup lama sampai akhirnya Yuki dan Kaname menghilang setelah berbelok ke kiri saat ada persimpangan.

Kaname mengalihkan pandangannya ke arah Yuki yang sedang memeluk belanjaannya. Sebuah senyum terus menghiasi bibir Yuki, walaupun sebenarnya gadis itu sedang tidak bahagia. Ya, Kaname tahu kalau senyuman adiknya bukan senyum kebahagiaan. Adiknya itu memang selalu berusaha untuk tampil ceria di depan banyak orang walaupun sebenarnya hatinya berkata lain.

"Yuki ..." gumamnya pelan. Untungnya Yuki tak mendengarnya. Ia sangat ingin gadis itu bahagia. Tapi apapun yang dilakukannya pasti selalu berefek sebaliknya. Memang, kebahagian Yuki bukanlah bersamanya. Tapi ada bersama ...

"Kaname-nii, besok kita berkunjung ke rumah Otou-san ya?" pinta Yuki dengan nada ceria seperti biasanya.

Kaname hanya tersenyum tipis pada Yuki, mengiyakan permintaan gadis tersayangnya tanpa mengucapkan kata-kata. Melihat Yuki seceria ini membuatnya senang, walau Kaname tak bisa memperlihatkan rasa senangnya itu secara langsung. Keputusannya untuk kembali setelah pergi selama 1 tahun ternyata membuahkan hasil. Buktinya, wajah murung Yuki saat gadis itu sendiri sudah jarang terlihat lagi.

~oOo~

Yuki mengambil napas panjang setelah kakinya berhenti melangkah tepat di depan sebuah pintu besar bersisi dua. Rasanya sudah lama ia tak melihatnya. Nostalgia menjalari seluruh syaraf Yuki ketika gadis itu mengetuk pintu tersebut dengan menahan tangis haru. Berlebihan memang, tapi itulah yang Yuki rasakan. Senang, bahagia, akhirnya ia bisa bertemu dengan orang yang membesarkannya sedari kecil.

"Kepala sekolah? Ini aku, Yu-"

Brak! Tiba-tiba saja pintu itu terbuka, membuat Yuki terjungkal ke belakang saking kagetnya. Dari ruangan itu keluar sebuah sosok yang langsung menerjang Yuki. Untungnya mereka berdua tak sampai jatuh karena Yuki masih bisa berdiri.

"Yukii! Otou-san sangat merindukanmuu..!" dengan cepat, lelaki berambut pirang panjang di depan Yuki langsung memeluknya sambil menangis haru seperti anak kecil yang baru menemukan mainan kesayangannya.

"Kepala sekolah!"

"Panggil aku Otou-san, Yuki!" tangisan itu semakin kencang, membuat Yuki serba salah. Tapi memang inilah yang biasanya terjadi antara Yuki dan ayahnya, Kross Kaien.

Senyuman Yuki mengembang. Tersirat sebuah kehangatan di mata Yuki yang sudah lama tak muncul. "Otou-san ... tadaima," bisik Yuki. Yuki pun akhirnya membalas pelukan ayahnya. Ia senang sekali bisa bertemu dengan ayahnya setelah satu tahun tak berjumpa. Dan saat itu juga, ia ingin memeluk ayahnya seperti tahun lalu ketika ia akan pergi.

Kaien melepaskan pelukannya. "Yuki, kenapa kamu tidak memberitahu Otou-san kalau mau pulang?" tanya Kaien dengan nada kekanak-kanakan.

"Eh? Kaname-nii tidak memberitahu Tou-san?" Yuki malah bertambah bingung. Ia menatap seseorang di belakangnya yang sedari tadi hanya terdiam. Kaien baru menyadari kalau Yuki tak sendirian datang ke sini. Ia bersama seorang lelaki yang pernah berjanji tak akan membuat Yuki menangis lagi.

"Kaname-nii?" melihat Kaname tak merespon apa-apa, Yuki segera memanggil kakaknya. Sepertinya Kaname sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting sampai-sampai ia tak memperhatikan.

Kaname akhirnya tersenyum. Ia memejamkan matanya cukup lama, kemudian menatap Yuki dan Kaien secara bergantian. "Maaf, aku sepertinya lupa."

"Kaname-nii, lain kali jangan lupa untuk memberitahu Tou-san ya! Kan, jadinya tak ada persiapan untuk makan malam. Uu, terpaksa deh harus buat makan malam untuk hari ini," omel Yuki.

Kaien dan Kaname hanya bisa tersenyum mendengar omelan itu. Keduanya bisa merasakan ada aura positif yang mulai ditunjukkan Yuki. Entah itu karena bertemu dengan Kaien, Kaname tak peduli. Yang terpenting baginya adalah Yuki yang dulu harus bisa 'hidup' kembali.

"Yossh! Kalau begitu, Otou-san juga akan membantumu, Yuki," sang ayah pun tak mau kalah. Mereka berdua segera berjalan beriringan menuju dapur. Kaname hanya mengikuti Kaien dan Yuki yang terus berbincang-bincang tentang apa yang akan mereka masak.

Pikiran Kaname tenggelam, tiba-tiba saja ia mengingat kejadian setahun yang lalu setelah ia dan Yuki meninggalkan Cross Gakuen bersama Aidou, Kain, dan Ruka. Sejak saat itu, ada sesuatu yang berubah dari Yuki. Aidou, Kain, dan Ruka tentu tak menyadarinya. Tapi Kaname jelas bisa tahu karena dari dulu ia selalu memperhatikan Yuki. Sikap Yuki memang tampak seperti biasanya. Tapi makin hari, Yuki semakin sering mengurung diri di kamarnya.

Maka dari itu, Kaname memutuskan untuk membawa Yuki kembali ke Cross Gakuen, walau ia tahu bahaya apa yang akan dihadapi oleh Yuki jika ia mengambil keputusan ini. Tapi keinginannya untuk membuat Yuki bahagia mengalahkan segalanya. Ia dan Yuki kembali ke Cross Gakuen tanpa memberitahu Aidou, Kain, ataupun Ruka.

Senyum tipis muncul di bibirnya. Mungkin saat ini, ketiga vampire bangsawan itu sudah mencurigai kemana ia dan Yuki pergi. Tak lama lagi, mereka akan menyadari kalau ia dan Yuuki sudah kembali ke Cross Gakuen.

Tak terasa mereka bertiga sudah sampai di dapur. Yuki dan Kaien segera menyiapkan bahan-bahan yang akan dimasak. Keduanya sempat ribut menentukan berapa banyak tomat yang akan mereka pakai.

"Lima! Tomat itu kan bergizi, Otou-san juga tahu kan?"

"Tiga saja sudah cukup Yuki. Nanti tomatnya cepat habis~~" rengek Kaien. Memang, sifatnya itulah yang membuat suasana di dapur itu menjadi segar. Buktinya, hanya dengan kehadirannya saja Yuki sudah sebahagia itu.

"Bagaimana kalau empat?" tiba-tiba Kaname ikut berdebat. Yuki dan Kaien awalnya terkejut sampai-sampai keduanya terdiam sambil memandangi Kaname dengan pandangan bingung.

"Ah, iya juga. Empat saja bagaimana, Tou-san?" tawar Yuki.

"Yap, itu takaran yang pas untuk tomatnya. Selanjutnya ..."

Keduanya kembali berdiskusi. Sebenarnya, Yuki lebih mendominasi karena ia ngotot ingin masak sendiri tanpa bantuan ayahnya. Akhirnya Kaien pun hanya bisa membantu sedikit.

Sungguh, Kaname hanya bisa melihat keduanya, walaupun mereka lebih menghabiskan tenaga hanya untuk berdebat daripada memasak. Tapi hanya dengan melihat keduanya seperti itu menjadi kesenangan sendiri bagi Kaname.

Setengah jam kemudian, Yuki dan Kaien sudah selesai dengan masakannya. "Yatta! Akhirnya sudah jadi. Kaname-nii, ayo kita makan!" ajak Yuki sambil menaruh sebuah piring berisi ... ehm, sebuah makanan di depan Kaname yang sebelumnya sudah menunggu.

Di depannya kini sudah ada sepiring nasi dengan sup jamur sebagai pelengkapnya. Kaname mengambil sendok untuk mencicipinya. Saat sup itu menyentuh lidahnya, Kaname terdiam sebentar. Kemudian, tiba-tiba saja ia tertawa pelan.

"Eeh? Kaname-nii kenapa tertawa? Masakanku aneh ya..?" tanya Yuki cemas.

Kaname tak menjawab karena ia masih tertawa. Kaien pun segera merasakan sup yang dibuat Yuki. Hasilnya, ayah Yuki itu juga ikut tertawa tanpa sebab yang jelas. "Masakanmu enak kok, Yuki," respon Kaien, tentunya dengan nada mencurigakan.

"Kalian kenapa sih?" mulai kesal, Yuki langsung mengambil sendok dan mencicipi hasil makanannya sendiri. Begitu ia merasakannya, sedetik kemudian ia hanya diam membeku. Sebuah senyum miris tercipta di bibirnya. "Ini rasa terburuk yang pernah kurasakan."

Melihat Yuki hampir menangis, Kaname tak tinggal diam. Tangan kanannya bergerak ke atas, membelai rambut adiknya dengan kasih sayang. "Kau sudah berjuang, Yuki."

"Benar kata Kaname-kun. Otou-san akan tetap memakannya kok!" tambah Kaien dengan semangat. Setelah itu, ia langsung menghabiskan porsi makanannya dalam beberapa detik. Tentunya gelagat ayahnya membuat Yuki tertawa.

Kaname pun juga segera menghabiskan makanannya. Sudah susah payah Yuki membuat makanan itu. Setidaknya, ia bisa membuat Yuki senang dengan memakan sup buatan Yuki.

Yuki menatap Kaname dan Kaien bergantian. "Arigatou, Kaname-nii, Otou-san."

~oOo~

Setelah menyantap makan malam yang abcdefg itu, Kaien sekali lagi membawa Yuki dan Kaname ke ruang kepala sekolah. Sepertinya, ia ingin berbicara sesuatu yang penting pada dua vampire pureblood yang saat ini mengunjunginya.

"Otou-san, ada apa? Kenapa membawa kami ke sini?" tanya Yuki ingin tahu. Rasa keingintahuannya yang besar memang tak bisa ia sembunyikan lagi begitu melihat ekspresi serius dari sang kepala sekolah.

"Yuki, Kaname-kun, sepertinya aku membutuhkan kalian lagi di Cross Gakuen." Satu kalimat itu berhasil membuat Yuki kaget. Kaname juga kelihatannya tidak menduga kalau Kaien akan berkata seperti itu di saat seperti ini.

"Tapi ..." Kaname hendak protes. Tapi ia langsung berhenti saat menyadari kesungguhan dari Kaien. Sepertinya ada yang direncanakan oleh kepala sekolah itu.

"Apa yang terjadi?" tanya Kaname. Ia tahu segala bentuk protes tak akan membuat Kaien berhenti memintanya untuk kembali. Karena Kaname sudah sadar kalau ada suatu alasan kuat yang membuat Kaien membutuhkan bantuan Kaname dan Yuki.

Agak lama sang kepala sekolah tak menjawab pertanyaan Kaname. Untuk membulatkan tekatnya, Kaien mengambil napas panjang sekali. "Night Class kali ini terancam bubar."

"Hanya itu?" Kaname merasa Kaien belum menceritakan semuanya.

"Mungkin kalian akan kaget mendengarnya. Tapi, Asato Ichijo ternyata masih hidup. Ia kembali lagi ke Asosiasi Vampire Hunter. Dan mungkin saja target pertama mereka adalah..."

"Night Class ..." gumam Yuki menyadari. Tak dipungkiri lagi, dengan tidak adanya Kaname dan Takuma di Night Class, tentu saja kelas itu akan menjadi sasaran empuk bagi musuh-musuh lama.

"Tapi kenapa?" tanya Yuki.

"Entahlah. Sepertinya Asato Ichijo merencanakan sesuatu," jawab Kaien tak yakin. Sepertinya Kaien pun masih belum menemukan maksud di balik tindakan Asato kembali ke asosiasi.

"Jadi Kaname, mau kah kembali ke Night Class dan melindungi mereka?"

Kaname tak menjawab. Ia melirik ke arah Yuki di sampingnya yang terlihat sedih. Mendengar cerita Kaien tentunya membuat Yuki khawatir dengan Night Class. Adiknya memang selalu khawatir jika ada masalah, walaupun sebenarnya gadis itu tak ada hubungannya dengan semua itu.

"Baiklah," akhirnya Kaname menyetujui. Di sampingnya, Yuki tersenyum lega mendengar jawaban Kaname. "Lalu tugasku apa dong?"

"Yuki, kau jadi Guardian seperti biasanya ya. Tapi kali ini, tugasmu adalah melindungi siswa Day Class di malam hari, bukan patroli di kawasan Night Class," jawab Kaien yang tiba-tiba menjadi ramah lagi, tak seserius tadi saat berbicara tentang Night Class.

"Eh?" kelihatannya, Yuki masih bingung. "Memangnya ada apa dengan Day Class? Bukannya ini masalah Night Class ya?"

Saat Kaien ingin menjelaskan, ia sudah disela oleh Kaname. "Yuki, ketika Night Class terancam, tentunya para murid Day Class akan terancam juga. Bisa-bisa Asato mengirim vampire-vampire level E untuk menyerang siswa Day Class."

Yuki mengangguk mengerti. "Tapi artemis-ku ..."

Kaien mengerjap bingung. "Ada apa dengan artemis? Yuki sudah bisa memegang senjata itu lagi kan?"

Gadis pureblood itu hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Tidak, bukan itu. Artemis-ku ketinggalan di koper yang dibawa Aidou, hehe."

"Tapi tidak apa-apa! Aku akan berusaha untuk melindungi Day Class. Kekuatanku sebagai vampire sudah pulih kok, tenang saja!" ucap Yuki menggebu-gebu.

Kaien tersenyum melihat puteri kesayangannya memiliki tekat yang besar. "Tapi Yuki, kau juga harus menjaga dirimu ya."

"Iya, Tou-san!" balas Yuki senang.

.

.

~TBC~

.

.

Chapter 1 udah selesai. maaf ya, kalau ceritanya kurang bagus. Soalnya ini pertama kalinya aku buat fanfic, hehe.

oke, mungkin dari para pembaca ada yang bingung kenapa kemunculan Zero sangat sedikit, padahal ini fanfic Yuki-Zero. tapi kalau dipaksakan banyak, nanti takut alurnya kecepetan. Jadi untuk kemunculan Zero selanjutnya, aku serahin ke Raito di chapter depan (semoga saja dia memunculkannya).

terakhir, mohon kritik dan sarannya ya.. kalau mau request boleh juga kok :D

Review kalian akan sangat membantu bagi kami untuk melanjutkan ini, karena tanggapan kalian membuat kami akan terus semangat membuat chapter berikutnya, hehe ^^

.

.

~salam, Asa Furukawa~