A/N : Hai, Diloxy kembali dengan Fic Dramione. Kali ini bergenre romance dan tidak seOOC fict 'When Boys Meets Girls' jadi fict kali ini lebih serius, tapi tenang saja karena fict ini tak terlalu serius karena tidak bergenre Angst. Mungkin sedikit bagian akan sedikit hurt comfort. Namun sedikit. All over menceritakan kehidupan Dramione dengan beberapa tokoh yang sebenarnya hanya sebagai figuran. Hope you like it. Enjoy! ^_^
Harry Potter © JK Rowling
Dramione
Rate : T
Genre : Romance
Time line : Tahun 7. Anggap saja Voldemort hanya mitos.
Warning : miss Typo(s), beberapa tokoh yang tak kalian kenal milik Author etc
Twins Baby © Diloxy
"Anak ini sepertinya kembar, coba kau lihat mereka, Granger!" ucap Draco begitu saja.
Chapter 1.
Sabtu pagi dengan angin yang mengalun kencang. Pertengahan musim gugur ini sungguh membuat siapapun yang keluar dari rumah mereka harus menggunakan jaket tebal-tebal atau mantel bulu. Dingin. Sungguh dingin udara hari ini. Dengan alunan angin yang juga menghantarkan debu-debu dan dedaunan kering. Meninggalkan pepohonan yang meranggas dan kehilangan daun. Sungguh, ini bukan saat yang baik untuk berjalan-jalan.
Mungkin begitulah tepatnya seperti seorang gadis muda yang kini tengah berjalan-jalan di Diagon Alley bersama mantel coklat tebalnya. Sedari tadi telapak tangannya ia msukkan ke dalam saku. Pasti dingin pun telah menjalarinya. Tugas akhir tahun tujuh lah yang membuatnya harus keluar dari hangatnya perapian rumah. Dan akhirnya mendamparkannya ke tempat ini. Membuatnya harus berurusan dengan dingin yang membekukan walau pun jejak salju belum terbentuk. Membuatnya berurusan dengan angin nakal yang mempermainkan rambut coklat berombak miliknya.
Diagon Alley. Jantung perekonomian dunia sihir. Dimana apapun dapat kalian temui disini. Segala sesuatu yang berhubungan dengan benda sihir. Dengan toko-toko yang berjejer di pinggir jalannya. Namun hari ini nampak sedikit sepi. Sepertinya karena cuaca yang tak bersahabat ini. Dan lagi memang sudah sore. Beberapa toko bahkan telah tutup.
Gadis itu masih berjalan di sepanjang Diagon Alley. Seolah berusaha menyingkirkan rasa dingin yang menyergapnya. Tujuan utamanya ke tempat ini sore-sore adalah untuk menyelesaikan tugas untuk mengusir makhluk-makhluk sihir yang merepotkan seperti pixie misalnya. Dan perintah menyebutkan sebuah toko di Diagon Alley. Well, mengusir pixie sepertinya terdengar mudah. Mungkin dengan mantra penenang pun akan bisa dikendalikan. Namun gadis itu tak mau meremehkan hal apapun.
Hermione kini terhenti dari langkahnya. Tepat di depan sebuah toko. Membuka-buka sebentar catatan miliknya apakah ini toko yang ia tuju. Ternyata benar. Diagon Alley nomor 14. Ia menghela nafas pelan. Menyiapkan tongkatnya digenggamannya. Lalu membuka pintu toko tersebut.
Terdengar bunyi kelontang dari bel pintu masuk. Hermione menyapu seluruh ruangan dengan hazelnya. Sepi. Dan beberapa benda tampak berantakan. Sepertinya memang agak serius mengingat mahkluk sihir yang satu itu memang sangat nakal. Hermione pun melangkah lebih dalam di ruangan itu.
"Permisi, selamat sore!" ucapnya pertama kali.
Dari ruangan lain terdengar bunyi-bunyi, sepertinya seseorang sedang berjalan ke arahnya. Dan benar saja, sebuah pendaran dari ujung tongkat muncul dari sebuah ruangan. Menampakkan sebuah wajah yang tak asing bagi Hermione. Wajah runcing dengan kulit pucat dan rambut pirang berjalan mendekatinya. Dialah Draco Malfoy. Rekannya dalam tugas ini.
"Kau lama sekali, Granger!" ucap Draco pelan. Sementara Hermione terdiam. Kemudian hazel itu mengawasi sesuatu di belakang Draco. Memunculkan gambaran seorang wanita tua. Ya, wanita berambut coklat yang sewarna dengan rambutnya itu kini berjalan mendekati Hermione.
"Terima kasih kau mau datang. Aku sudah sangat pusing menghadapi makhluk-makhluk ini," ucap wanita tua itu seraya menarik tangan Hermione untuk mengikutinya.
Hermione mengerutkan dahi tampak keheranan melihat wanita itu menarik tangannya dan membawanya ke sebuah ruangan gelap. Gadis itu menoleh pada Draco yang berjalan di belakangnya. Matanya menyiratkan pandangan ada-apa-sebenarnya?
Hermione mau tak mau menurut saja setelah Draco mengisyaratkan gadis itu untuk tenang. Draco memang tiba lebih dulu di toko itu sebelum Hermione. Bagian ruangan itu sungguh gelap. Hanya diterangi beberapa lilin yang diletakkan di sudut dan cahaya dari ujung tongkat milik Draco.
Wanita itu kini menyuruh Hermione untuk duduk. Dan Draco pun duduk disebelah Hermione tanpa perintah. Sementara sang wanita tua tetap berdiri seraya menyalakan sebuah lilin di atas meja di depan Hermione. Ia pun kemudian duduk.
"Sekali lagi terima kasih untuk kedatangan kalian. Kalian sepertinya masih anak-anak. Apa kalian masih murid Hogwarts?" tanya wanita itu mengawali.
"Benar. Kami masih murid Hogwarts tahun tujuh saat ini. Ini adalah tugas akhir. Boleh aku tahu namamu, nyonya?" tanya Hermione.
"Gricell. Panggil aku Gricell. Aku sungguh senang walau awalnya agak bingung, karena aku melapor kepada auror. Aku kira auror yang akan kemari," ucap nyonya Gricell tampak gugup. Sedari tadi Draco terus mengamati tingkah wanita itu.
"Masalah seperti apa yang kau hadapi Nyonya Gricell? Apa hanya pixie? Sepertinya kalau hanya pixie seharusnya bisa menggunakan mantra penenang. Kau tentu tahu itu sebagai penyihir," ucap Draco agak sinis. Sementara Hermione hanya melirik sekilas pada pemuda di sampingnya itu. Seolah mengiyakan, ia pun mengangguk pelan.
"Ehm, memang pixie-pixie itu sangat menggangguku akhir-akhir ini. Aku, ehm, sedikit jengah, jadi ehm, meminta tolong auror untuk kemari. Apa kalian benar-benar bisa menggantikan tugas auror itu?" tanya nyonya Gricell lebih gugup. Matanya terus saja liar menatap kesegala arah ruangan. Dan jemarinya tak bisa diam. Kegugupan jelas tersirat pada dirinya.
"Kalau hanya pixie, kau tak perlu khawatir nyonya Gricell. Kita bisa menggunakan mantra penenang seberapapun banyaknya," ucap Hermione.
"Kalau hanya pixie tentunya," lanjut Draco tajam. Entah mengapa pemuda itu seperti menyimpan kecurigaan yang besar.
"Kita bisa mulai sekerang?" tanya Hermione.
"Oh, tentu. Ehm silakan lewat sini," ucap nyonya Gricell bangkit dari kursinya. Ia pun segera berjalan ke arah lorong di seberang ruangan.
Hermione dan Draco pun bangkit dan berjalan mengikuti wanita tua itu. Tanpa sadar, jemari Draco memegang jemari Hermione untuk mengisyaratkan agar gadis itu tak jauh-jauh darinya. Dan untuk mengisyaratkan kecurigaannya. Draco tampak sangat waspada. Bahkan kali ini tongkatnya teracung tepat.
Dan kemudian mereka bertiga berjalan melewati lorong hingga sampai pada sebuah ruangan yang pintunya masih tertutup. Nyonya Gricell pun terhenti di depan sana. Tubuhnya terlihat gemetar. Sungguh. Hermione saat itu sanksi bahwa ruangan itu cukup dingin saat itu. Tak ada jendela atau ventilasi. Jadi tak mungkin udara dingin di luar dapat menyusup masuk.
Wanita itu pun menoleh ke arah keduanya. Draco dan Hermione yang sama-sama berdiri terpatung. Nyonya Gricell gugup. Ia terlihat sangat gugup. Tangannya tampak lebih gemetaran saat menyentuh gagang pintu ruangan tersebut. Matanya kini menatap Hermione dan Draco bergantian.
"Ada apa nyonya Gricell?" tanya Hermione memecah ketegangan diantara mereka. Pikirannya sudah tak sabar ingin tahu alasan dari ketegangan ini.
"Ehm, sebenarnya ada yang ingin aku ceritakan, tapi, ehm, aku harap kalian memang benar-benar bisa menyelesaikan masalah ini?" tanya wanita itu. Draco makin memperlihatkan kecurigaannya.
"Ada apa sebenarnya? Kau tampak sangat ketakutan sehingga sangat amat membutuhkan auror disini. Kau tahu mengapa bukan auror yang kesini? Karena masalah yang kau katakan hanya pixie. Jadi mereka bisa melimpahkan tugas ini untuk murid Hogwarts sebagai tugas akhir. Atau jangan-jangan kau menyembunyikan sesuatu?" tanya draco menyelidik. Nyonya Gricell hanya menelan ludah.
"Baiklah, akan aku ceritakan. Ehm, sebenarnya ini bukan tentang pixie. Ini tentang sesuatu yang mengundang pixie-pixie itu datang kemari ehm, sesuatu di balik ruangan ini. Aku sungguh tak tahu harus bagaimana lagi," ucap nyinya Gricell sedikit terisak.
"Sesuatu apa iti nyonya? Bisakah kau membukanya?" tanya Hermione segera.
"Kalian harus menyiapkan patronus," ucap nyonya Gricell pelan.
Sontak saja Draco dan Hermione tersentak mendengar ucapan wanita tua tadi. Patronus? Menyiapkan patronus? Baik Draco dan Hermione terbelalak. Itu berarti,
"Kau menyembunyikan dementor?" desis Draco tajam seraya menunjuk ke arah pintu yang masih tertutup itu.
"Kalian harus mendengarkan penjelasanku. Dua hari yang lalu dementor itu kemari entah mencari apa, aku juga bingung mengapa bisa ada dementor di Diagon Alley. Di dalam tokoku. Aku berusaha mengeluarkan patronus, namun ia malah semakin dalam hingga akhirnya kesini. Aku tak tahu harus bagaimana lagi, akhirnya aku mengunci pintu ini. Malam tadi aku seperti mendengar sesuatu. Entahlah. Aku mohon. Aku juga bingung," ucap nyonya Gricell disela tangisannya.
Hermione dan Draco kini mengacungkan tongkat mereka. Berusaha melawan udara beku yang tiba-tiba saja sukses menjalari sekujur tubuh. Berusaha melawan ketakutan dan, menyiapkan memori cukup untuk membuat patronus. Mereka murid kelas tujuh dan seharusnya mahir menggunakan mantra tersebut. Mau bagaimana lagi, ini tugasnya.
"Menyingkirlah nyonya Gricell, kami akan menggunakan mantra penghancur saja," ucap Draco. Wanita itu pun segera berjalan ke belakang Hermione.
Hermione dan Draco pun mengambil ancang-ancang dengan memberi isyarat bahwa Draco yang melontarkan mantra penghancur, dan Hermione yang bersiap dengan patronus. Draco melirik sejenak ke arah gadis disampingnya.
"Bombarda maxima!" ucap Draco melontarkan mantra penghancur. Dan segera saja pintu ruangan tersebut hancur.
Gelap.
Kosong.
Sepi.
Beku.
Hermione mengeratkan pegangan tongkatnya. Berusaha menyusuri ruangan gelap tersebut. Ia melangkah maju.
WSHUPPPP
"Expecto Patronum!" ucap Hermione. Namun yang nampak hanyalah guratan-guratan perak. Dementor itu kini keluar tepat dari ruangan tersebut. Membekukan seluruh ruangan. Draco dan nyonya Gricell mundur.
"Expecto Patronum!" Hermione mengulang. Tak ada. Gadis itu panik. Kebekuan menjalari seluruh tubuhnya. Ia mundur beberapa langkah. Namun dementor itu rupanya melesat terbang ke arah nyonya Gricell yang tampak sangat ketakutan.
Bunyi bel depan berkelontang terdengar jelas. Baik Draco dan Hermione terbelalak begitu mendengarnya. Draco segera berlari ke ruang depan untuk memastikan siapakah sekiranya yang baru saja memasuki toko tersebut. Namun sialnya dementor itu malah menghisap kebahagiaan nyonya Gricell.
"Expecto Patronum," ucap Hermione. Namun tidak ada. Pikirannya kini terlalu takut. Sementara nyonya Gricell semakin lama semakin lemah. Hermione berusaha. Lagi.
"Expecto Patronum!"
Dan seekor berang-berang perak pun keluar menghempaskan dementor tersebut yang kini melesat ke arah depan. Hermione cepat-cepat menghambur ke nyonya Gricell. Berusaha menyadarkan wanita tua itu. Ia menepuk-nepuk pipinya dengan keras.
"Nyonya Gricell, bangunlah," ucap Hermione segera.
ARRGGHHH
Hermione buru-buru melepas wanita tua itu demi mengetahui asal jeritan tadi. Arah depan. Ya, Hermione segera berlari. Bukan, itu bukan suara Draco. Seperti suara wanita. Entahlah, Hermione hanya bisa merutuki dirinya yang bahkan tak bisa mengeluarkan patronus sempurna.
Astaga, betapa terbelalaknya Hermione melihat seorang wanita pingsang di sudut ruangan. Sementara seekor unicorn perak tengah menggiring dementor tersebut. Hermione mencari. Draco, itu patronus Draco.
"Pergi dari sana! Akan aku kunci kembali dementor ini di ruangan tadi," ucap draco keras. Pemuda itu pun segera menggiring dementor tersebut dan menjauh dari Hermione. Sementara gadis itu segera mendekati wanita malang yang pingsan di sudut ruangan.
0o0o0
"Anda baik-baik saja?" tanya Hermione begitu wanita itu sadar.
Ya, seorang wanita yang masih terlihat muda yang baru saja tersadar dari pingsannya. Ia memegangi kepalanya. wajahnya terlihat kesakitan. Dan kemudian, Draco pun datang dan segera berjongkok di dekat Hermione.
"Aku, kau siapa?" tanya Wanita itu tiba-tiba.
"Kau baru diserang dementor, nyonya!" ucap Draco.
"Aku tak ingat itu," gumam wanita itu. Sontak Draco mengerutkan dahi.
"Anda tadi masuk ke toko ini bersama anak anda , dan kemudian dementor menyerang anda. Anda tak ingat?" ulang Draco. Namun wanita itu hanya menggeleng dan keheranan.
"Ku bercanda? Bahkan aku belum memiliki anak," ucap wanita itu polos. Draco terbelalak, sementara Hermione sepertinya mulai faham keadaannya.
"Itu kereta bayi anakmu nyonya!" ucap Draco dengan nada tinggi.
Namun wanita itu malah seakan marah pada Draco. Ia bangkit dan segera berjalan ke arah perapian di belakang Hermione. Matanya kebingungan menatap wanita itu dengan kereta bayinya bergantian.
"Apa yang kau lakukan? Ini anakmu. Kau membawanya tadi," ucap draco agak panik begitu melihat wanita itu masuk ke perapian. Sepertinya akan menggunakan jaringan floo.
"Kau gila? Dari tadi terus bicara tentang anak. Aku tak tahu itu anak siapa. Dan lagi jangan berkelit tentang dementor. Di pemukiman penduduk mana mungkin ada dementor."
Wanita itu pun mengambil sejumput bubuk Floo. Draco dan Hermione terbelalak panik. Mereka berusaha menghentikan penyihir tersebut. Namun belum sempat siapapun memegangnya, ia sudah menghilang.
Angin beku terasa menyusup dari celah-celah jendela depan. Dingin. Hermione dan Draco saling berpandangan. Walaupun Hermione tak tahu persis kejadian penyerangan terhadap wanita itu, namun ia sadar duduk persoalannya. Wanita hilang ingatan. Dan ia meninggalkan anaknya.
Hermione menghela nafas panjang. Sementara Draco terduduk. Ia mengelap keringat dingin yang mengucur di dahinya. Dan akhirnya, mereka pun memutuskan untuk melihat isi kereta bayi yang ada di dekat pintu masuk toko. Draco yang pertama kali tahu kalau ternyata itu adalah bayi,
"Kembar?" tanya Draco lebih kepada dirinya sendiri.
"Astaga, wanita tadi melupakan kedua bayi ini?" gumam Hermione tampak iba melihat kedua bayi itu.
"Argghh, tugas ini semakin rumit saja. Belum beres soal dementor di ruang belakang. Sekarang bayi ini," gerutu Draco.
"Memang kau apakan tadi wanita itu?" tanya Hermione.
"Aku memang melemparkan jampi memori. Tapi, tak tahu kalau ia akan sampai melupakan anaknya," ucap Draco pelan.
"Kita tak bisa meninggalkannya disini Draco," ucap Hermione kemudian.
Angin mendesir kencang. Hazel itu meminta persetujuan. Sementara mata Draco berkilat. Kelabu itu mengisyaratkan kekesalan. Ya, sungguh tugas yang kompleks. Namun ia lebih kepada tak setuju dengan argumen gadis itu tadi.
"Kita bisa serahkan mereka pada auror, Granger" ucap Draco.
"Tidak, auror tak membuka penitipan anak setahuku. Mereka bisa berakhir di panti asuhan," Hermione menggeleng.
"Ya sudah, kau saja yang urus anak ini kalau begitu," gumam Draco.
"Heh, boleh aku ingatkan, kau yang membuat masalah dengan anak-anak ini. Jadi kalau pun iya, kau yang seharusnya lebih bertanggung jawab," gerutu Hermione kesal.
"Aku tak mungkin membawa mereka ke manor. Apa kata orang tuaku nanti?"
"Aku juga. Memang kau saja?"
"Arrgghhh."
"Kita urus mereka berdua, lalu temukan ibunya. Obati ibunya. Dan beres."
Hermione menyelesaikan kalimatnya tepat saat nyonya Gricell yang sepertinya terlupakan kini muncul dari ruang belakang. Membuat Draco yang sukses menganga lebar setelah mendengar kesimpulan dari rekannya untuk tugas ini. Dalam hati, pemuda itu terus menyumpah-nyumpah harinya yang entah mengapa terasa begitu buruk.
"Nyoya, anda harus ke santo mungo. Biar kami kirim patronus pada auror untuk memberitahukan tentang dementor itu," ucap Hermione segera.
Baik Draco dan Hermione hanya mengeluh pelan. Patronus. Betapa terasa memalukan mengingat mereka berdua begitu sulit membuat patronus cemerlang tadi. Nyonya Gricell pun akhirnya pergi bersama Draco, Hermione, dan bayi kembar itu ke santo mungo setelah Draco mengirimkam Patronus kepada auror kenalan keluarganya.
0o0o0
00
Draco menatap kosong ke arah dinding pucat di hadapannya. Ia melirik sejenak pada gadis di sampingnya yang kini terlihat sibuk bermain bersama kedua bayi kembar itu. Draco hanya mengeluh pelan. Pikirannya kini begitu kacau. Dan sepanjang yang dapat ia lihat kini hanyalah dinding santo mungo. Hermione tiba-tiba menoleh ke arahnya.
"Ehm, Draco! Aku punya sedikit masalah yang aku pikirkan sejak tadi sebenarnya," ucap Hermione mengawali.
"Apa itu?" tanya Draco pelan.
"Dimana anak ini akan di urus?" tanya Hermione kemudian. Draco mendengus kecil. Tepat seperti dugaannya. Memang masalah akan terus saja berdatangan pikirnya.
"Aku tak tahu," gumam Draco.
"Aku tak tahu?" tanya Hermione mengulang perkataan Draco.
Hermione mengeluh pelan. Sementara Draco tampak berpikir keras. Memang masalah yang rumit. Astaga, Draco mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia sungguh bingung. Membawanya ke manor hanya akan menimbulkan tanya besar bagi orang tuanya. Salah-salah ia bisa dikira telah memiliki anak di luar nikah pula. Namun tiba-tiba, pemuda itu seperti mendapat pencerahan.
"Aku memiliki apartemen kosong di pinggiran London. Kawasan muggle. Kita bisa mengurusi anak-anak ini disana. Bagaimana, eh Granger?" tanya Draco segera.
"Kita? Tidak, tidak. Aku dan kau dan kedua anak ini di satu apartemen? Oh tentu tidak Draco," ucap Hermione segera.
"Ya sudah kalau begitu kau saja dengan anak-anak ini di apartemen itu. Aku tak bisa mengurus bayi. Lagi pula wanita lebih ahli," gumam Draco.
"Hey, kau lupa siapa yang membuat ibu anak-anak ini amnesia, eh?" gerutu Hermione.
Draco pun segera terdiam. Memang dalam hal ini dia lah yang lebih bertanggung jawab atas kedua anak itu, karena telah menghilangkah ingatan ibu mereka. Dan jadilah Draco kebingungan. Entah mengapa kini pemuda itu begitu berharap dan merasa sangat memerlukan gadis di sampingnya.
"Aku mohon. Aku tak pernah memohon biasanya. Kau tak kasihan pada anak ini? Setidaknya, dia memerlukan sosok wanita sebagai, ehm, ibu," ucap Draco yang kata-kata terakhirnya begitu melemah.
Hermione terenyuh. Ia kemudian memandang kedua bayi di hadapannya yang kini tengah terlelap. Wajah lucunya sungguh membuat iba jika mengingat mereka yang sendiri. Lagi pula, ia adalah rekan Draco. Dan rekan yang baik akan selalu membantu rekannya.
Perlahan angin malam terasa menderu kencang. Diliriknya sekilas arlojinya. Pukul 8 malam. Lelah rasanya. Dan ia bingung harus bagaimana. Namun, begitu melihat kedua bayi lucu itu, Hermione sungguh terenyuh. Dan akhirnya, gadis itu memutuskan untuk membantu Draco bersama mengurusi anak-anak ini.
"Baiklah Draco. Lagi pula, aku tak tega jika kedua anak ini kau yang mengurus," ucap Hermione dengan seulas senyuman. Tulus kali ini.
Dan entah perasaan apa yang menyeruak di hati pemuda itu, Draco merasa sangat lega. Ya, ia senang. Berharap semua akan membaik sebagaimana yang dikatakan Hermione saat di Diagon Alley tadi. Temukan ibunya lalu kembalikan ingatannya. Beres. Draco menarik nafas dalam.
Tanpa ia sadari, matanya sedari tadi mengamati wajah mungil kedua bayi itu yang tertidur lelap. Tertidur dalam buaian mimpi yang tenang. Tanpa tahu kejadian naas apa yang telah menyambangi mereka. Yang mereka tahu adalah mereka insan kecil yang masih membutuhkan kasih sayang. Dan dunia memang terlalu baik bagi keduanya. Tanpa sadar, seulas senyuman tulus tergurat di wajah bekunya. Ya, Draco tersenyum.
"Anak ini sepertinya kembar, coba kau lihat mereka, Granger!" ucap Draco begitu saja.
..
..
..
TBC
Bagaimana readers? Ada yang penasaran dengan lanjutan ceritanya? Atau biasa saja yah? Hmm, Diloxy agak minder sebenarnya kalau publish fict di pairing Dramione.
Ini baru chap pemuka, memang lebih misteri sepertinya, tapi di chaps selanjutnya akan lebih ringan, dan romancenya lebih terasa. Hope you like it.
Trims yang sudah meluangkan waktu untuk membaca. Dan review kalian sangat ditunggu oleh Diloxy. Kalau ada saran, kritik, atau ide2 yang ingin ditambahkan di chap selanjutnya.
