Holla….. Ini cerita baru Tsuki. Tsuki harap cerita ini cukup memuaskan. Hehehehe. Sudah berapa waktu yang lalu, Tsuki ingin banget buat cerita sad ending. Tetapi… nggak bisa kepikiran terus. Setiap mau bikin sad ending trus liyat Naruto. Tsuki jadi ga tega. Jadinya Tsuki batalin untuk buat. Tapi… Tsuki harap sekarang Tsuki akan sedikit tega ya. Jangan marah ya…. Hehehehe.
Happy reading!
DON'T LIKE, DON'T READ!
Naruto punya Masashi Kishimoto. Bukan punyaku. Tapi kalo dikasih boleh juga. hahahahaha.*di amaterasu Itachi*
Pairing : SasuFemnaru
Warning : TYPO dan OOC tingkat akut, pokoknya kesalahan ada dipenulis.
WAKTU
Perkenalkan namaku Namikaze Naruto, atau sering dipanggil Naru-chan, Naruto bahkan Dobe. Tapi… Dobe adalah panggilan sayang dari pacarku. Jadi, tidak boleh ada yang boleh memanggilku begitu kecuali dirinya.
Aku tipikal orang yang tidak suka dengan keramaian dan tidak peduli dengan apa yang terjadi disekitarku. Pokoknya mau- mau aku. Aku mempunyai banyak rahasia. Salah satunya tentang penyakitku. Ya di dalam diriku yang penuh misteri. Aku punya penyakit mematikan yang bersarang ditubuhku. Kanker otak. Orang tuaku tentu tau penyakitku. Mereka selalu mengkhawatirkanku. Tapi aku terlalu benci dengan sesuatu hal yang berlebihan. Aku mempunyai Nii-chan yang sangat menyayangiku dan aku tidak mempunyai adik. Tunggu! Ciri- ciriku memiliki rambut pirang panjang, mata berwarna biru, berkulit tan dan aku memiliki wajah yang lucu dan cantik. Itu menurutku. Tapi itu yang sering dikatakan oleh pacarku.
Pacarku bernama Uchiha Sasuke. Dia cowok berbadan ideal. Menurutku. Dan berwajah cakep tentunya. Bukankah setiap pacar akan mengatakan itu kepada teman- temannya. Tapi ini sungguhan. Dia benar- benar tampan, cool, perhatian dan baik hati. Nah… dialah orang yang tidak mengetahui tentang penyakitku. Yang dia tahu aku punya penyakit bawaan yang mengharuskanku setiap bulan cek up ke rumah sakit. Dan dia akan senang hati mengantarku kesana. Bukannya ingin menutupinya. Tapi aku takut dia akan berubah menjadi seperti orang tuaku. Khususnya Kaa-san. Apakah ada keinginan untuk hidup? tidak ada satu orangpun yang tidak ingin sembuh dari penyakitnya. Tapi… aku lebih memilih pasrah saja.
"Naru…."
Suara Kaa-san bagaikan jam beker untukku. Bedanya jam beker ini tidak bisa dibanting ke tembok dan tidak bisa diganti dengan yang baru.
"Naru…."
"Ya, Kaa-san…" kataku menyambut ucapannya. Karena jika tidak begitu dia akan terus memanggil namaku. Ku duduk ditepian ranjang untuk mengumpulkan seluruh nyawaku. Setelah yakin semua telah berkumpul. Aku segera menuju kamar mandi.
Setelah bersiap dengan semuanya. Dengan langkah yang pasti aku turun menuju lantah bawah.
"Hay… Tou-san, Kaa-san, Nii-chan." kataku dengan semangat.
"Hn."
Seperti biasa Nii-chan hanya menjawabku dengan kata- kata yang minim. Aku langsung duduk dikursiku. Dan Kaa-san dengan segera mengambilkanku nasi goreng.
"Roti aja ya?"kataku memohon. Aku sedang tidak ingin memakan nasi pagi ini.
"Tidak. Kata dokter kamu harus makan banyak." Kaa-san menatap tajam diriku.
"Yayaya." dengan tidak bernafsu ku makan nasi goreng yang di berikan Kaa-san kepadaku.
PLUK!
Tiba- tiba sebuah tangan berada dikepalaku dan mengacak- ngacak rambutku. Siapa lagi jika bukan aniki tersayangku.
"Jangan cemberut donk!" Nii-chan tersenyum kearah dan kubalas dengan senyum juga tentunya.
"Iya…" kataku meyakinkan dirinya. Nii-chan adalah seorang pemuda dengan umur 22 tahun. Hanya berbeda 3 tahun denganku. Dia memiliki ciri- ciri berambut orange, bermata merah, berkulit putih pucat dan memiliki wajah yang tampan. Dia memang sering menjawab dengan kata- kata yang minim. Tetapi… dia itu sangat perhatian kepadaku dan Nii-chan tersayangku. Nii-chan terbaikku. Namanya adalah Namikaze Kyuubi. Kaa-sanku bernama Namikaze Kushina dan Tou-sanku bernama Namikaze Minato.
Setelah selesai makan. Kaa-san segera memberiku beberapa pil. Memang Kaa-san sangat memperhatikanku. Karena dia tidak ingin kehilangan diriku.
"Cepat minum obatnya dan pergi ke kampus!" kata Kaa-san sambil memasukan bento kedalam tasku.
Aku mengangguk. Setelah meminum obat aku segera pamit untuk pergi ke kampus. Rumah Sasuke memang tidak jauh dariku. Atau bisa kubilang sangat dekat. Bagaimana tidak. Rumahnya tepat didepan rumahku. Ku menatap kedepan dan melihat dirinya baru keluar dari rumah. Setelah melihat diriku. Dia tersenyum dan segera berlari kearahku.
"Apa sudah menunggu lama?" katanya kepadaku.
"Tidak." kataku sambil tersenyum kepadanya. Kemudian dia menggandeng tanganku menuju garasi mobilnya dan membukakan pintu mobil untukku.
"Jangan memanjakanku." ku menatap sebal dirinya.
"Iya,iya. Tapi.. sekali- kali gpp kan?" dia tersenyum lagi kepadaku.
"Hm." hanya itu yang bisa keluar dari bibirku.
Aku tau dia sangat menyayangiku. Mungkin karena dulu kita adalah sahabat. Setelah duduk ku tersenyum kearahnya yang baru saja masuk kedalam mobil.
"Ada apa?" tanyanya.
"Gpp." kataku sambil menyalakan musik. Bahkan musik yang kami sukai sama.
"Pulang aku jemput?" Sasuke tiba- tiba berkata kepadaku.
"Emang kenapa? Kayak ga biasa aja." kataku menatapnya.
"Aku hanya ada sedikit urusan dengan dosen. Tapi kalo kau minta aku jemput. Aku akan jemput kok." dia melirikku sekilas.
"Ga usah deh." ku tersenyum kepadanya. Aku tahu, itu pasti urusan yang sangat penting baginya.
"Sudahlah, aku bisa meminta ijin sebentar untuk mengantarmu pulang." terdengar suara Sasuke yang sedikit tidak enak. Mungkin dia terlalu takut membiarkanku pulang sendiri. Padahal menggunakan taxipun aku tidak keberatan.
"Emang dari dosen jam berapa?" ku mengecilkan suara musiknya.
"Mungkin jam 4." katanya sambil mengeraskan kembali musiknya.
"Ya sudah, aku tunggu kamu di perpustakaan aja ya. Sekalian aku mau ngerjain tugas. Aku tidak ingin kau membuang waktu hanya untuk mengantarku pulang. Ok?" ku kembali melirik kearahnya.
"Ok. terima kasih, Dobe…" Sasuke mengacak rambutku.
Tidak berapa lama kami sampai. Kami masuk kedalam kampusku. Kami memang pacaran tetapi aku tidak terlalu over padanya. Tapi dia tidak. Dia selalu over padaku.
"Kok akhir- akhir ini wajah kamu pucat terus sih?" tanyanya sambil menggenggam erat tanganku.
"Emang iyaya?" aku merasa bahwa aku biasa- biasa saja.
Dia mengangguk. Aku memang belum cek up bulan ini. Karena aku malas. Dan aku merasa aku baik- baik saja. Ku mempererat genggaman tanganku, seperti sadar dia langsung menghentikan langkahnya dan menatap kearahku.
"Besok. Ku antar cek up ya?" Sasuke mengacak rambutku lagi.
Aku tersenyum kepadanya dan mengangguk. Dia memang selalu tau tentang diriku. Kecuali penyakit ini. Maafkan aku Sasuke.
"Sekarang sudah sana masuk kelas!" katanya menyuruhku untuk segera memasuki kelasku.
"Iya,iya."
TAK!
Aku menjitak kepalanya dan segera masuk kedalam kelas. Karena aku tidak ingin dia menjitak balik kepalaku.
"BELAJAR YANG BAIK YA, TEME…." ku berteriak kearahnya dan melambaikan tanganku kepadanya.
Naruto POV end
Sasuke yang melihat Naruto sudah kembali bersemangat ikut tersenyum dan segera menuju bangunan kampus sebelah. Tempat dimana dia mencari ilmu. Mereka memang berbeda jurusan.
~(^0^~) ~(^0^)~ (~^0^)~
Naruto berjalan menuju pohon besar, tempat dimana dirinya sering bersama dengan Sasuke. dia akan makan siang bersama Sasuke. itu memang sudah dilakukannya sejak mereka masuk ke Universitas ini. mereka selalu bersama untuk makan siang.
Naruto mempercepat langkahnya, Sasuke mungkin sudah menunggunya. Mata kuliah Sasuke sudah berakhir 1 jam yang lalu, sedangkan dirinya baru saja keluar dari kelasnya. Tanpa butuh waktu lama akhirnya Naruto dapat melihat Sasuke. Sasuke yang sedang membaca buku, yang Naruto yakin bahwa buku itu adalah makalah yang akan didiskusikannya dengan Dosen setelah pulang. Sehingga dia bisa menguasainya mungkin.
"Aku datang." Naruto duduk didepan Sasuke.
"Selalu saja terlambat." Sasuke menaruh sebuah pembatas dalam makalah yang dibacanya lalu dia segera menutup makalah itu.
"Kaukan tahu bahwa jika hari senin selalu seperti ini. kau tidak bisa menghapalnya?" Naruto sedikit menggembungkan pipinya karena kesal.
"Hn." Sasuke membuka bentonya.
"Iya, maaf." Naruto menundukan wajahnya.
"Akukan sudah bilang iya. aku tidak marah kok." Sasuke menatap Naruto lembut. Naruto tersenyum dan segera mengambil dan membuka bentonya juga.
"Ayo bertukar makanan." Naruto berkata dengan mata berbinar- binar.
"Pasti kau ingin tempuraku kan?" Sasuke menyipitkan matanya.
"Ayolah…" Naruto menangkupkan kedua tangannya memohon kepada Sasuke.
"Tapi… telur gulungmu, untukku. Bagaimana?" Sasuke mengajak barter kepada Naruto.
"Hmmm, baiklah." Naruto menyetujui usul Sasuke. walaupun Naruto sangat menyukai telur gulung buatan Kaa-sannya, tapi untuk tempura. Naruto akan memberikan apapun untuk menukarnya, tempura salah satu makanan kesukaannya selain ramen tentunya.
"Apa itu makalah yang akan didiskusikan pada saat pulang?" tanya Naruto sambil memasukan nasi dalam mulutnya.
"Hn." Sasuke menjawabnya dengan singkat.
"Jangan lupa. Aku berada di perpustakaan. Aku takut kau melupakanku." Naruto mengambil tempuranya dan memakannya.
"Hn." Sasuke lagi- lagi menjawab dengan singkat.
"Aku bicara denganmu, Sasuke."
"Hn."
"Sasuke?" Naruto menatap Sasuke.
"Hn."
"SASUKE…. berhenti menggunakan kedua huruf itu… aku bisa gila mendengarnya." Naruto menatap sebal Sasuke.
"Hn." Sasuke menggoda Naruto.
"Dasar Gila!" Naruto memakan bentonya dan sangat menikmatinya. 'Aku akan selalu dikelilingi orang seperti dirinya. tidak dirinya, tidak Nii-chan. Dasar cowok cool yang menyebalkan.' batin Naruto dalam hati.
~(^0^~) ~(^0^)~ (~^0^)~
"Naru?" panggil seseorang dari belakang dan menepuk pundak Naruto.
"Hey, Hinata." Naruto tersenyum kearah Hinata.
"Ka-ka-kau mau kemana?" tanya Hinata yang penasaran, karena Naruto belum juga pulang.
"Aku mau keperpus." Naruto menjawab dengan entengnya.
"Memang Sasuke ga jemput?" tanyanya lagi.
"Jemput ko jam 4." Naruto tersenyum lagi kearah Hinata.
"Lama banget." Hinata berkata dengan sangat biasa kepada Naruto, tetapi Naruto tahu ada sedikit nada keterkejutan dalam suaranya.
"Ga kok! Aku memang yang menyuruhnya seperti itu." Naruto menjelaskan.
"Ya sudah aku duluan ya?" kata Hinata kepada Naruto, karena dia melihat kekasihnya yang sudah menungunya, Kiba memang beruntung mendapatkan Hinata. Sahabat Naruto yang sangat baik hati. Naruto tersenyum menatap kepergian mereka berdua.
"Ok, aku harus cepat ke perpustakaan!" Naruto berkata dengan semangat dan segera menuju perpustakaan. Dia tidak mau membuang- buang waktu. Setelah sampai Naruto segera mengambil hal- hal yang akan berguna untuk tugasnya.
Dia mencari buku- buku yang berhubungan dengan tugas yang diberikan salah satu dosen untuknya. Untung saja semua yang diperlukannya langsung ditemukannya. Dia akan menyerahkan tugas itu tepat waktu, dia tidak ingin tugasnya terselesaikan dengan tidak tepat waktu. Padahal dia baru saja diberi tugas itu hari sabtu dan tugas itu boleh dikumpulkan sampai hari sabtu. Jika dia mau, dia bisa saja mencotek kepada Hinata. Tapi dia bukan tipikal orang seperti itu.
Setelah mendapatkan semuanya, Naruto membawa semua buku yang sudah didapatkannya ke sebuah meja yang mengarah kejendela den segera membacanya. Naruto membuka- buka bukunya dan mengambil kata- kata yang berguna bagi tugasnya. Bila perlu dia mencatat nama buku dan penulisnya jika ternyata buku itu sangat penting untuknya. Dia bisa meminta Tou-sannya untuk membelikannya. Berhubung perusahaan tempat ayahnya bekerja itu dekat sekali dengan toko buku. Dan Tou-sannya tidak akan berkeberatan untuk membelinya. Tiba- tiba kepala Naruto pening. Pandangannya sedikit kabur. Naruto memegang kepalanya.
Tes!
Darah menetes dari hidungnya, Naruto dapat melihat darah menodai oret- oretannya. Naruto menutup matanya sebentar untuk mengurangi rasa pening dari kepalanya.
"Dobe! Kau sudah menunggu lama?" tiba- tiba terdengar suara Sasuke.
Dengan segera Naruto menutup hidungnya dengan sapu tangan yang memang sejak awal berada di atas meja dan meremas kertas oret- oretannya.
"Hay.." kata Naruto menghadap Sasuke.
"Kenapa?" tanya Sasuke yang merasa aneh dengan Naruto.
"Gpp Cuman pilek." bohong Naruto kepada Sasuke. 'Aku tahu Sasuke tidak akan langsung percaya.' Naruto menatap Sasuke. Kemudian Sasuke melihat oret- oretan yang tadi Naruto remas.
"Apaan nih?" kata Sasuke sambil mengambil kertas itu. Tapi dengan segera Naruto mengambilnya kembali.
"Ini hanya oret- oretan yang tidak penting. Sasuke, kamu bawa barang- barang aku ke mobil ya. Aku mau ke toilet nih." Naruto menatap Sasuke.
"Ok, ok." Sasuke membereskan tas dan peralatan Naruto.
Naruto segera keluar dari perpustakaan dengan langkah yang biasa. Tetapi setelah yakin Sasuke tidak akan melihatnya. Naruto langsung berlari kearah toilet. Darah masih keluar dari hidungnya. Untung baginya karena darah itu tidak menodai bajunya. 'Mengapa begini?' batin Naruto. Naruto mengangkat kepalanya menghadap langit- langit. Setelah aliran darah itu berhenti. Naruto segera mencuci mukanya dan untuk tidak mendapat hal- hal yang tidak diinginkan Naruto mengmake up sedikit wajahnya. Walaupun hasilnya tetap saja seperi orang sakit berwajah pucat.
Dengan segera Naruto mengambil pil yang ada di tas. Tanpa air minumpun dia bisa meminumnya. Mungkin sudah kebiasaan baginya untuk meminum obat tanpa air. Awalnya dia merasakan pahit, tapi seiring berjalannya waktu, obat itu tidak lebih dari makanan sehari-harinya. Dengan segera Naruto keluar dan menuju parkiran mobil. Disana dia melihat Sasuke yang sudah menunggu di dalam mobilnya. Naruto berlari kearah Sasuke dan masuk kedalam mobil.
"Maaf ya lama." Naruto tersenyum kepada Sasuke.
"Gpp ko." kata Sasuke sambil segera menjalankan mobilnya.
Merekapun pulang dalam diam. Tidak biasanya mereka begini. Sebenarnya Naruto memiliki rasa ingin memberitahu apa yang terjadi kepada Sasuke. Tetapi dia terlalu takut untuk kehilangan dirinya. Sasuke memang bukan tipikal orang yang seperti itu. Tetapi dia takut perlakuan Sasuke kepadanya berubah. Seperti apa yang dilakukan oleh Kaa-san nya. Dia tidak mau diperlakukan seperti itu.
"Aku jemput jam 9." Sasuke memberitahu Naruto sebelum Naruto melangkah keluar dari mobilnya. Naruto tersenyum bertanda bahwa dia setuju, setelah itu dia segera berlari menuju rumahnya.
"Habis kemana?"
Naruto melihat Kaa-san nya sudah melipat tangan didekat tangga.
"Ga kemana- mana ko, Cuma habis ngerjain tugas." jawab Naruto dengan nada yang biasa. Dia sedang tidak ingin diceramahi hanya karena terlamabat pulang ke rumah.
"Mukamu pucat sekali. Kaa-san sudah bilang jangan terlalu capek." Kushina menatap lembut Naruto.
"Iya, Kaa-san. Besok juga aku mau cek up sama Sasuke." Naruto segera ingin ke kamarnya sebelum Kaa-san nya menghentikan langkahnya. Kushina berlari ke ruang makan dan segera kembali dengan sekotak tisu ditangannya.
"Ada apa?" tanya Naruto tidak mengerti.
Kushina mengambil banyak tisu dan menempelkannya dihidung Naruto.
"Kaa-san bilang apakan?" Kushina masih menempelkan tisu ke hidung Naruto.
"Kaa-san, tadi juga dikampus, Naru mimisan." Naruto melapor tentang kejadian mimisan di kampusnya tadi.
"Naru… jangan memaksakan diri." Kushina menatap tajam naruto.
"Kaa-san, Kaa-san harus siap dengan apapun yang akan terjadi dengan Naru. Kaa-san harus belajar-"
"Tidak! Kamu tidak apa-apa!" Kushina agak sedikit membentak Naruto. Naruto mengetahui betapa sakit hati Kaa-san nya itu.
"Tidak akan Kaa-san biarkan penyakit itu menggerogoti tubuhmu." Kushina menatap sedih Naruto.
"Kaa-san… akhir-akhir ini Naru sudah ti-"
"TIDAK! SUDAH SANA MASUK KAMAR!" lagi- lagi Kushina memotong perkataan Naruto dan membentaknya.
Kaa-san sekarang benar- benar membentak Naruto. dia tahu Kaa-sannya sangat menyayanginya. Dia juga sangat menyayangi Kaa-sannya. Naruto segera menuju kamarnya dia dapat menerka bahwa Kaa-sannya sekarang sedang di kolam renang. Dan… menangis. Sejak dulu itu yang dilakukannya, jika dia merasa sedih. Naruto menghentikan langkahnya untuk membuka pintu kamarnya. Dia mencoba mengintip Kaa-sannya di kolam renang. Benar saja. Kaa-sannya sedang melihat kolam renang. Pandangannya kosong mengarah ke jernihnya air disana. Bulir- bulir air mata mengalir deras dari matanya. Naruto tidak mau melihat Kaa-sannya seperti itu. Dia tidak mau. Dia tidak mau karena dia semuanya bersedih. Karena Dia semua begini. Karena dia semuanya menangis dan karena dia semuanya harus menderita. Naruto ingin mereka semua tersenyum dan bahagia. Walaupun dengan kenyataan bahwa ada penyakit mematikan yang bersarang didalam tubuhnya. Walaupun dengan kenyataan bahwa dia bisa saja pergi kapan saja. Karena Naruto tahu sebenarnya semuanya menyadari bahwa dia memang hanya tinggal menunggu waktu.
"Tadaima…"
Terdengar suara dari depan. Naruto tau itu pasti Nii-channya. Dia langsung berlari kedepan dan memeluk Nii-channya. Nii-channya yang tiba- tiba dipeluk hanya diam saja. Mungkin dia sudah mengerti apa yang Naruto butuhkan sekarang.
"Ada apa?" tanya Kyuubi kepada Naruto, setelah Naruto mulai melonggarkan pelukannya.
"Aku mimisan 2 kali hari ini." Naruto berkata dalam pelukan Kyuubi.
"Kamu tidak apa-apa?" terdengar nada kekhawatiran dari suara Kyuubi.
"Aku hanya bilang ke Kaa-san untuk belajar menerima bahwa waktuku-"
"Jangan bilang begitu!" Kyuubi menatap marah Naruto dan dia agak sedikit meninggikan suaranya.
"Nii-chan tidak akan membiarkanmu begini terus!" Kyuubi meyakinkan Naruto.
"Nii-chan. Stadiumku sudah stadium 3 dan tidak ada yang menjamin bahwa stadium itu akan tetap bertahan. Bukankah dokter sudah memberi tahu bahwa stadiumku mungkin akan naik lagi tahun ini. apalagi, kemoterapi yang ku jalankan kemarin kurang mendapat respon yang baik dari tubuh Naru." Naruto tersenyum dengan senyum yang dipaksakan.
"Naru sudah minum obat?" Kyuubi berusaha untuk menghibur dan mengalihkan perhatian Naruto dan Naruto tahu itu.
"Aku tidak ingin kalian terus berada dalam kesedihan setelah . aku-" Naruto mengeratkan pelukannya kepada Kyuubi begitu pula dengan Kyuubi. Naruto menangis dalam pelukan Kyuubi. Kyuubi melepaskan pelukan Naruto dan menatap Naruto lembut. Setelah itu dia menghapus air mata Naruto dengan ibu jarinya.
"Semuanya akan baik- baik saja, bukan? Semuanya sudah terkendali. Bukankah kami semua menyayangimu. Kau masih ingat bahwa kekuatan terbesar adalah kasih sayang." Kyuubi mencoba memberi pengertian kepada Imotounya itu. Naruto mengangguk dan berusaha untuk menatap Kyuubi.
"Itu baru Imotou dari Kyuubi." Kyuubi menunjuk dirinya dengan ibu jarinya membuat Naruto sedikit terkikik karena tingkat kenarsisan Kyuubi tinggi.
"Baiklah. Sepertinya aku kalah lagi hari ini." Naruto menggandeng tangan Kyuubi.
"Kau tak akan pernah bisa mengalahkanku." Kyuubi tersenyum kepada Naruto dan membawa Naruto menuju kamarnya.
"Aku akan menang darimu, setelah aku menang. Aku benar- benar akan pergi meninggalkanmu. Kemenangan adalah akhir dari semuanya." Naruto berkata dengan suara yang sangat pelan. Dia tidak ingin Nii-channya mengetahui apa yang dikatakannya.
To be continued
Hehehehe, bagaimanakah? Mungkin dichapter awal Tsuki belum tampilin sadnya, tapi dichap selanjutnya dan selanjutnya. Tsuki akan buat semuanya terasa, Tsuki harap nanti dapet feelnya. Tsuki harap. Hehehehehehe. Makannya sekarang lagi nyari inspirasi yang bener- bener bisa kebawa kecerita. Tsuki pengen banget buat cerita yang bisa bikin pembacanya nangis. Tsuki mau coba tahap demi tahap. Hehehehe. Doakan Tsuki ya… satu lagi.. Tsuki tunggu reviewnya… ~(^0^~) ~(^0^)~ (~^0^)~
