WISH AND DREAM

Chapter 1

Declaimer : Masashi Kishimoto

Pairing : Tenten, Shikamaru N, Gaara S.

Rate : Sementara masih K mungkin di chap berikutnya bakalan naik jadi Rate T, HEHE

Summary : katanya mimpi adalah awal dari harapan. Katanya harapan adalah awal dari mimpi. Katanya mimpi dan harapan adalah awal dari impian. Aku tak mengerti itu semua. Karena sejak kejadian itu, aku adalah gadis tanpa harapan, tanpa mimpi. Tapi dia yang keras kepala, telah merubah semuanya. Bahwa siapapun berhak bermimpi, berhak berharap, dan berhak bahagia. (bad summary)*plakk -(*_*)-

Halloooooooo minnaaaaaaaaaaa…!*berapi-api..!

Saya adalah pendatang baru di dunia ini? Ini Fanfic pertama saya, jadiiiiiii… maaf jika banyak typo disana sini. Diksi yang kurang pas, atau ceritanya yang gaje, yang ancur lebur kayak pecahan telur*lupakan !, maaf maaf maaf…#bungkuk-bungkuk.

Bagi senpai-senpai dan para reader sekalian*kalau ada ! (-_-")? Saya butuh banget kritik dan saran yang membangun. Seperti kata pepatah 'kritik dan saran adalah bahan bangunan gratis' dan saya suka yang gratis-gratis*plakk !. sekian dulu bacotan gak jelas saya. Selamat menikmati*gak yakin ada bisa menikmati (',')9

"apa yang terjadi…kaasan ?"

Pertanyaan itu meluncur lancar dari mulut seorang gadis kecil berusia 9 tahun, berpipi chubby bermata coklat secoklat rambut bercepol duanya. Matanya menyiratkan kebingungan mendalam, bagaimana tidak ? ayahnya Maito Gai, beberapa saat yang lalu di bawa paksa oleh beberapa orang yang dia tahu persis dari pakaiannya orang-orang tersebut adalah aparat kepolisian, si gadis kecil itu mengetahuinya dari jendela kamarnya yang terbuka. Saat itu, matanya menangkap sosok sang ayah di bawa masuk ke dalam mobil dengan borgol yang mengikat kedua tangannya. Tanpa pikir panjang gadis itu berlari menuruni tangga dan menemukan sang ibu terduduk di sofa dengan mata yang berkaca-kaca.

Tak ada jawaban dari tanya gadis kecil yang masih berdiri di hadapan ibunya. matanya masih betah menatap mata yang sama coklatnya dengan matanya. "kaasan,,,?"

"tidurlah Tenten…! Besok kau ujian kan ?" kata sang ibu setelah cukup lama terdiam. Terlihat jelas bagaimana mata coklat itu masih berkaca-kaca, menahan genangan bening yang makin mengambang. Seulas senyum tersungging di bibirnya, berusaha menenangkan sang anak yang masih menatap bingung sang ibu. "kaasan…? Apa yang terjadi pada tousan ?" gadis kecil yang bernama Tenten itu seolah tak mendengar perkataan sang ibu sebelumnya.

"tousan sedang ada pekerjaan di luar kota untuk beberapa bulan,,, tidak usah khawatir, cepatlah tidur sayang.. malam sudah terlalu larut untuk malaikat kecil kaasan yang besok akan dapat nilai sempurnaa..!" kini senyum sang ibu kembali merekah, tulus tanpa paksa seperti sebelumnya, hanya saja tatapan sendu itu masih tergambar jelas di pelupuk matanya. Hal itupun tak lepas dari penglihatan gadis kecil itu. Tenten tau betul, ayahnya tidak sedang dalam tugas ke luar kota. Jelas-jelas tadi dia melihat ayahnya di borgol dan dipaksa masuk ke mobil polisi. Tenten tau sesuatu telah terjadi. Namun dia memilih menganggukkan kepalanya, menuruti permintaan sang ibu. Tenten tak mungkin menanyakannya sekarang, kalaupun dia bertanya, takkan mungkin dia akan menerima jawabannya, terlebih melihat sang ibu yang kembali terdiam, dengan tatapan kosong dan raut wajah yang kacau. Tapi, apakah dia akan diam saja ? tentu tidak ! Tenten adalah gadis kecil dengan keingintahuan yang besar… dia pasti akan mencari tahu apa yang terjadi, PASTI…

Dengan langkah cepat gadis itu kembali menaiki tangga menuju kamarnya, namun di pertengahan jalannya ia kembali menoleh ke bawah, ke arah sofa dimana ibunya terduduk dengan tatapan yang sama, posisi yang sama, raut yang sama… mata hazel sang gadis merubah sendu. Namun dengan cepat ia berusha mengeluarkan senyum terbaiknya, memperlihatkan baris giginya yang tertata rapi… "kaasan, tidurlah bersamaku…!" katanya setengah berteriak, membuyarkan lamunan sang ibu yang entah sudah sampai kemana… dengan cepat wanita bernama Maito Miko itu menoleh, ia menghela nafas berat, mencoba mengeluarkan beban yang entah apa namanya, sebelum kemudian tersenyum simpul di iringi anggukan..

.

.

.

Matahari bersinar dengan cerahnya, angin yang mengalun merdu, langit yang membiru, dan awan putih yang berlalu jarang, yah, cuaca cukup cerah hari ini. Dan Jika kau berdiri di bawah pohon manga yang tumbuh di halaman Konoha Elementary School, dan sedikit mendongakkan kepalamu keatas, kearah jendela lantai dua, pasti akan terlihat oleh matamu sosok seorang gadis bercepol dua dengan wajah yang menunduk, duduk di bangku belakang dekat jendela. Sekilas ia tampak bergumul dengan buku yang di pegangnya. Sorot matanya menatap lurus ke arah buku itu, namun mata itu tak benar-benar melihat baris-bris kalimat yang tertera jelas disana. Pikirannya masih berayun pada beberapa hari yang lalu, dimana dia akhirnya mengetahui kenyataan di balik kepergian sang ayah, lebih tepatnya penangkapan sang ayah. Dari bisik-bisik tetangga, dari penelusurannya di internet, dari teman-teman ayahnya di kepolisian yang sengaja dia telfon diam-diam tanpa sepengetahuan ibunya, Tenten akhirnya mengetahui bahwa sang ayah, Maito Gai di tangkap, bahkan sudah di vonis hukuman 11 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap seorang penduduk sipil di luar tugasnya. Yah, ayah Tenten adalah seorang Polisi. Dan sekarang polisi itu, mantan polisi itu telah mendekam di penjara.

"tousan.." lirihnya di sela-sela lamunan yang entah kapan akhirnya.

Hatinya bergemuruh hebat, jantungnya bak tersengat listrik bertegangan tinggi hingga berdenyut tak terkendali.

Tenten pov

Tidak mungkin tousan melakukan hal itu, tousan bukanlah seorang pembunuh, tousan memang kadang keras, tapi tak mungkin tousan membunuh. Tak mungkin..! tousan yang selalu tersenyum penuh semangat, tousan yang kadang juga konyol dan ceroboh, tousan yang hebat, mana mungkin tousan membunuh ? tapi, informasi yangi kuperoleh menunjukkan bahwa tousan telah melakukannya. Melakukan sesuatu yang jelas-jelas tousan tanamkan dalam diriku untuk tak pernah melakukannya.

FLASH BACK

"moshi-moshi.."

"emm hallo paman genma..! ini aku Tenten .." kataku. Kaasan sedang belanja, jadi ini adalah kesempatanku mencari info.

"oh hai Tenten-san , ada apa anak manis?" kata suara di seberang sana. Paman genma adalah bawahan ayah di kepolisian. Dia cukup dekat dengan keluarga kami, bahkan sesekali dia berkunjung kerumah, meski untuk sekedar memberikan coklat padaku. Biasanya dia akan langsung menggendongku dan mencubiti pipiku.

"paman, kaasan menyuruhku bertanya, bagaimana kabar tousan, _" aku menjeda kalimatku sejenak, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Aku tau paman genma tak akan memberitahu apapun padaku jika dia tahu aku belum mengetahui apapun.

"dan bagaimana perkembangannya paman ?" lanjutku meniru kalimat dalam sinetron yang pernah ku tonton. Tak ada jawaban. Kudengar helaan nafas berat dari seberang sana. Aku masih menunggu jawaban apa yang akan paman genma lontarkan. Dalam hati aku tak sabar menunggu jawabannya, hatiku merasa tidak enak, sebenarnya perasaan tak enak ini sudah menggangguku sejak seminggu sebelum kepergian tousan.

"jadi kau sudah tau ya, ten-chan?" dia kembali menghela nafas, aku buru-buru menjawab dengan nada semeyakinkan yang aku bisa "iya, paman. Jadi…ba..bagaimana ?" lagi-lagi paman genma menghela nafas. Aku tau paman genma sangat dekat dengan tousan. Melihat apa yang terjadi pada tousan, pasti punya pukulan tersendiri untuknya. Bahkan tousan sudah seperti kakaknya saja. Katanya, mereka sudah bersama-sama sejak tousan masih sekolah SMP sedangkan paman genma sendiri masih SD. Dan satu lagi, dia sama cerobohnya dengan tousan.

"ten-chan yang manis, gai-nii baik-baik saja. Aku akan memastikan itu. Katakan pada miko-nee-san semua akan baik-baik saja. Dia bilang kau harus jadi juara di setiap pertandingan. Dan kau juga harus menjaga tsuri-chan. Aku akan lebih sering berkunjung. Paman janji Dan_" lagi, dan entah sudah yang keberapa kali, paman genma menghela nafas sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya. Suaranya tanpak parau dan bergetar "mengenai perkembangan kasusnya, katakan pada kaasan-mu ka..kalau sudah ter.. terbukti. Semua sudah terbukti. Bukti-bukti memberatkan gai-nii, ta..tapi paman tetap tak percaya gai_nii pelakunya. Gai_nii tak mungkin membunuh. Ja..jadi ten-chan_" tut tut tutttt

Aku tak menunggu kelanjutan kalimat paman genma. Kata-kata 'membunuh' tadi sudah cukup bagiku sebagai jawabannya. Air mataku mengalir begitu saja. Tak ada isakan, tak ada sesenggukan gadis kecil pada umumnya. Yang ada hanya sorot mata dengan beribu makna tak terbaca. Rasanya seperti tertusuk ribuan duri. Rasanya seperti di hantam ribuan batu, rasanya seperti terbakar, rasanya….. SAKIT. Yah, aku sendiri bahkan tak tau ekspresi apa yang harus ku tunjukkan sekarang, apa lagi jika sampai kaasaan…

"waaaahhhh buah naga, tsuri suka buah naga kaasaan…!"

…Tau !. aku tersentak hebat mendengar suara yang tak kalah cemprengnya dengan suaraku, buru-buru aku letakkan kembali telefon yang ternyata masih betah di telingaku. Dengan langkah cepat aku langsung naik tangga, masuk kamar, dan tidur, mungkin lebih tepatnya pura-pura tidur. Aku tak mau kaasaan makin sedih. Aku mengerti sekarang mengapa kaasan bersikukuh tak mau memberitahu perihal tousan. Dia tak ingin kami bersedih. Dia ingin kami tetap ceria dan menganggap bahwa semuanya baik-baik saja. Kami ? yah ! aku dan adikku matsuri. Mengingat nama adikku itu, hatiku semakin teriris. Dia masih belum mengerti apa-apa, dia juga tak boleh tahu apa-apa. Dia masih beumur 5 tahun sekarang. Dan aku….aku akan menjaganya, seperti pesan tousan, aku juga akan menjadi juara di setiap kompetisi, dan membuat kaasan bangga. Dan tousan… aku masih tak habis pikir, apa benar tousan telah membunuh seseorang ? dan di penjara selama 11 tahun ? dan….. sudah terbukti ?!. air mataku kembali merembes deras. Segera kututupi tubuhku dengan selimut. Takut kaasan akan tiba-tiba masuk kamar dan memergokiku tengah menangis. Yah, sejujurnya…. Seingatku aku belum pernah menangis. Ini yang pertama ! dan kalau kaasan tau, dia pasti akan mengguyuriku dengan berbagai tanya yang tak ingin ku jawab.

Cklek'…!

Benar saja. Kaasan memasuki kamarku. Aku menggigit bibir bawahku berusaha menahan laju air mataku. Tentunya, setelah tadi aku hapus dengan selimutku. Mataku terpejam di balik selimut. Tepatnya…. Pura-pura terpejam… bisa kudengar dengan jelas suara langkah kaki mendekat. Langkah kaki itu berhenti tepat di samping ranjangku. Hening menyelimuti ruangan yang tak luas juga tak sempit ini. Sebelum akhirnya sosok itu mengusap lembut kepalaku yang masih dalam selimut. "kaasan menyangimu Tenten, , !" katanya yang tetap mengusap lembut kepalaku, aku bisa merasakan kaasan sudah duduk di tepi ranjangku, belaiaannya belum berhenti, namun sepertinya kaasan tak berniat untuk menyibakkan selimut yang membungkus seluruh tubuhku.

Aku bisa mendengar kaasan menghela nafas "haah,, entahlah Tenten, kaasan merasa, kau tau pa yang sebenarnya terjadi, tapi bukankah itu tidak mungkin ?" aku terkejut dalam diam, "kau itu berbeda dari anak kebanyakan, aku tau kau pasti tak akan tinggal diam, dan kaasan tau kau cukup mengerti situasi yang terjadi di sekelilingmu hanya dengan melihat sorot matanya, tapi kaasan minta maaf tak bisa memberitahu hal yang sebenarnya, terlalu menyakitkan. Lagi pula kau tak akan mengerti. Oh lihat ? baru saja kaasan bilang kalau kau pasti mmengerti, dan tadi….. ah sudahlah. Beberapa hari ini pikiran kaasan jadi kacau. Maafkan kaasan ya..!" aku tetap termangu di bawah selimut. Mendengarkan setiap kata yang keluar bergetar. "sepertinya kaasan sudah banyak bicara, maaf kaasan hanya bisa bicara banyak saat kau dan matsuri tidur. Setidaknya kaasan bisa bercerita banyak hal tanpa ketahuan" kurasakan kecupan singkat di ubun-ubunku, kemudian ku dengar suara menggelitik tepat di sebelah telingaku "mimpi indah anakku…". Dan langkah kaki itu menjauh, diiringi suara pintup tertutup pelan.

END FLASH BACK

END OF TENTEN POV

.

.

Gadis itu masih tak bergeming dari posisinya, duduk di pojok belakang dekat jendela, buku yang masih dalam genggamannya, dan kepala yang masih tertunduk dalam. Bahkan meski bel istirahat telah lama berdering, gadis itu tetap bertahan di posisinya. Entah akan sampai kapan. "aku membencimu tousan..! sangat membencimu,, kau membuat kaasaan menangis, membuat matsuri kekurangan kasih tousan, membuatku kecewa. Aku benci tousan. Kami tak butuh tousan lagi…!" lirihnya berbisik, dengan Kristal bening yang menetes membasahi bukunya. Seperti biasa, tak ada isakan, tak ada sesenggukan, tak ada suara. Hanya air mata yang mengalir hening.

Tak terasa kini usianya sudah 12 tahun. Tiga tahun sudah berlalu. matsuri sudah kelas 4 SD, dan Tenten sebentar lagi akan lulus. Tenten menghabiskan jam istirahatnya di dalam kelas, seperti biasa, ditempat yang sama, sesekali matanya menatap keluar jendela, sesekali pula manik hazelnya menerawang langit-langit kelasnya, juga terkadang membenamkan wajahnya pada meja. Inilah kebiasaannya selama Tiga tahun terakhir, baginya ruang kelas yang sepi membuatnya lebih tenang, membuatnya lebih bebas dalam melamun, merenung, atau menjelajah mimpi indah yang takkan dia dapat ketika sudah terjaga. Di ruang kelas itu, pada jam istirahat, seperti biasa, hanya ada dirinya, buku dalam genggaman yang tak benar-benar ia baca, dan terkadang juga ada teman kelasnya yang tertidur dari mulai jam pelajaran hingga pelajaran berikutnya, shikamaru… yah, hanya yang ia tahu. Tenten hanya tau nama dari teman-teman sekelasnya saja, hanya sekedar tau, tapi tak mengenal, tak mencoba pula untuk mengenal. Apa yang terjadi pada ayahnya telah merubahnya, si gadis ceria dengan semangat muda itu sudah tak seceria dulu, pipi chubby yang merona merah itu sudah luntur, dan senyumannya yang cerah sudah tak secerah dulu lagi. Dia merasa sendirian, dia memang merasa lebih nyaman sendirian.

"heii lihat siapa ini ? bukankah dia adalah anak pembunuh itu ?" matanya membulat mendengar kata-kata itu. Meski suara itu cukup jauh, ia bisa mendengar dengan jelas, suara anak kecil menangis, dan suara lain yang menyulut emosinya. Entah kenapa, meski suara itu tak tertuju padanya yang masih di dalam kelas, gadis itu merasa kata-kata itu telah menghujam batinnya. Segera ia berlari menyusuri koridor sekolah, menuruni tangga berbelok kekiri kearah belakang gudang, kearah dimana suara itu berasal.

Kembali Matanya membelalak sempurna, dengan tangan terkepal kuat, ia berjalan dengan langkah cepat menuju kerumunan empat, ah tidak enam orang anak laki-laki yang mengelilingi seorang gadis kecil. emosinya semakin tak terkendali ketika ia mengetahui bahwa gadis kecil itu adalah matsuri adiknya. Matsuri yang menangis sesenggukan…

"aku mendengarnya sendiri dari ayahku. Katanya keluarga maito itu pembunuh…! Sebaiknya kita apakan dia…" kata salah satu dari mereka. "pembunuh harus dapat hukuman bukan ?" sahut yang lain. Salah satu dari mereka yang bertubuh paling gendut kemudian merogoh sesuatu dari dalam tasnya. CAT SEMPROT .. "bagaimana kalau dengan ini" katanya. "ide bagus, langsung saja !" sahut yang lain. Tangannya sudah terarah pada matsuri yang masih bertahan dengan tangisnya. Bersiap menekan tombol semprot itu…

"satu…." Mereka mulai menghitung

"dua…"

"tig_" Praaaaaaaannnnk !

"ga." Keenam anak laki-laki itu tersentak. Kaleng cat semprot itu sudah melayang dan jatuh dengan mulus tak jauh dari tempat mereka berdiri. Dan sekarang, semua mata tertuju pada gadis bercepol dua yang menarik matsuri dari tengah kumpulan itu.

"waahhh .. keluarga pembunuh sudah lengkap rupanya" salah satu dari mereka menatap remeh pada Tenten. Disusul kekehan mengejek dari yang lain. Tenten menghentikan langkahnya, tangan kanannya masih menggenggam eram erat tangan matsuri, sedangkan tangan kirinya mengepal kuat. Emosinya telah tersulut. "diamlah ! atau.." "atau apa ha ? mau membunuh kami seperti yang di lakukan oleh ayahmu ?" tawa mengejek kian keras terdengar,

Tenten menunduk, tangan yang menggenggam pergelangan matsuri sudah terlepas. "pergilah, matsuri…"katanya pelan, meski tampak jelas emosi berkobar dalam diri Tenten, giginya bergemeretak, Rahangnya menegang. Kepalan tangannya makin kuat. "ta..tapi nee_chan ?" "pergilah…!" melihat tatapan tajam Tenten membuat matsuri bergidik ngeri. Ia tahu betul sang kakak telah di penuhi amarah. Dan menentang perintahnya pada saat ini adalah hal yang sia-sia. Dengan langkah cepat matsuri berlari menjauh meninggalkan Tenten dan kumpulan laki-laki yang masih mempertahankan tawa mengejeknya. "nee_chan,,," lirihnya dengan tangis yang masih juga belum hilang.

Setelah memastikan matsuri telah jauh meninggalkannya. Tenten berbalik. Menatap tajam pada bandit-bandit kecil di hadapannya. Yah, sebenarnya Tenten agak takut mengingat dirinya yang tak pandai berkelahi, dia tak pernah berkelahi. Dan sekarang, dia tidak tahu apa yang harus di lakukannya, apalagi enam lawan satu ?, namun kebencian yang mergumul di hatinya, emosi yang berkobar di dadanya, membuatnya berdiri angkuh menatap tajam pada setiap wajah di hadapannya itu.

"wah.. wah.. berani juga kau !" laki-laki yan agak kurus itu berkata sambil berjongkok meraih kaleng cat yang tadi di lempar Tenten jauh-jauh. Namun sepertinya tak terlalu jauh. Sementara teman-temannya yang lain sudah mengelilingi Tenten. "heh, dasar bandit-bandit kecil. apa kalian tengah belajar menjadi penjahat hah ? mengatakan aku penjahat, sedangkan kalian ? tak taukah kalian apa yang kalian lakukan sekarang ? pengecut !" tandas Tenten tanpa menurunkan ukuran ketajaman tatapannya.

Srrrrrrroooooooottttttttttt!

Tanpa aba-aba pria kurus tadi menyemprotkan cat kaleng tadi arah Tenten. Untunglah Tenten bisa menghindar, lebih tepatnya sedikit menghindar sehingga cat itu hanya mengenai sedikit baju seragamnya. "benar-benar pengecut …." Tandas Tenten dengan nada sedingin es.

"yah kami mengecut,,, tapi…" anak-laki itu menggantung kalimatnya dengan menyeringai. Tiba-tiba

Grepp !

Dua orang sudah memegangi kedua tangannya kuat. Sontak Tenten memberontak, tapi sia sia. Kini mereka tertawa penuh kemenangan. Salah satu dari mereka yang terlihat lebih menonjol dari yang lain mendekati Tenten. Kemudian Tangannya menjambak rambut Tenten hingga cepolannya terlepas berantakan. Reflek Tenten hanya memekik kesakitan. Namun ia tetap mempertahankan mode angkuhnya "heh ! dasar bodoh" ucap Tenten cepat, secepat tendangan kakinya pada laki-laki yang telah berani menjambak rambutnya itu. Laki-laki itu tersungkur kebelakang. Kini giliran Tenten menyeringai. Meski kedua tangannya tetap di cengkram kuat. "Mistuki !"teriak yang lain, sambil membantu anak laki-laki yang ternyata bernama Mitsuki itu berdiri. "kauuu…." ucapnya geram seraya kembali mendekati Tenten dengan lebih hati-hati. Tangannya langsung menyambar cat semprot dari tangan anak kurus tadi, Tenten hanya bisa memejamkan matanya. Dan menunduk, takut cat itu akan mengenai matanya…..dan…

Srooootttttttttt !

Cat itu kembali tersemproot. Hening. Itulah yang di rasakan Tenten setelah dia mendengar bunyi cat kaleng itu. Tapi Eh tunggu ! Tenten langsung membuka matanya dan mendongak. Matanya membulat… cat itu sama sekali tak mengenainya. Bahkan sekarang dia bisa melihat punggung seorang laki-laki yang memegangi tangan mitsuki dan mengarahkannya keatas miring ke kiri. Yah, cat itu, tersemprot ke udara. Hanya cipratan kecil yang menodai wajahnya yang tepat berada di belakang anak laki-laki itu. Ia perhatikan pahlawannya ? itu. rambut hitam diikat nanas ?

"shi.. shikamaru ?"

To be continued

Nah, itu dia ceritanya, bagaimana readers, membosankankah ? ancurkah ? berbeli-belitkah? atau bagaimana?

Maaf jika para readers sekalian harus membaca fanfic angus saya ini, (-_-"). Yah, untuk chapter awal, Tenten-nya masih saya jadiin anak SD dulu, di chap berikutnya… liat aja deh, apakah reader mau fanfic ini di lanjut atau tidak. Pliizzzz review ya…sekian, dan arigatooooo…..!