SEE YOUR THIRD FINGER

Kim Taehyung x Jeon Jungkook (GS)

BTS and some characters belong to God, their parents, and their agency.

Rated T

Warn: GS! semi-non-baku, Typo(s), boring, etc

Enjoy yas!

"Adeeek! Bangun, dek!" Jungkook terlonjak dari kasurnya saat itu juga. Seorang wanita yang meneriakinya dari dasar tangga tidak pernah main-main. Itu mamanya, Mama Seokjin. Jungkook menuruni sifat mamanya yang sangat peka, dalam artian dijauhkan dari gangguan telinga-super-dungu. Suara pelan dapat mengusiknya. Seperti seseorang yang berjalan pelan, berjinjit, atau kucingnya yang menaiki tangga, ia mendengarnya dengan baik. Terlebih jika teriakan mamanya tadi, benar-benar mencabut kesadarannya dengan kasar.

Jungkook turun dari ranjangnya lalu menuju ke cermin besar di sudut kamar. Ia mengusap mukanya. Rambut sebahunya terlihat berantakan sekali. Tadi pukul setengah satu siang, ketika ia sedang membantu mamanya di halaman belakang dan matahari sudah di puncak ubun-ubunnya, Jungkook memutuskan untuk tidur. Karena satu, ia tidak betah panas. Dua, karena ia sedang puasa. Tiga, ia sangat sayang dengan kulit mulusnya. Maka, dengan satu kalimat, "Ma, panah nih, adek juga laper. Tidur aja, ya, Ma?"

Tanpa mendengar respon mamanya, Jungkook langsung balik kanan dan masuk rumah. Di ruang tengah ia melihat kakaknya sedang menonton TV sambil setengah sadar, mata sipitnya terkantuk-kantuk.

PLAK!

Tangan mulus Jungkook mendarat di kening kakaknya dengan kasar, "Tidur mulu! Bantuin mama sana!"

"Bangsat, dek! Sini kamu. Berani-beraninya durhaka sama kakak!" kakak Jungkook langsung terlonjak dari sofa. Dan menyumpah dengan bibir mungilnya.

"MAAA. KAK YOONG MISU-MISU DI DEPAN ADEK, MA!" Jungkook teriak mengadu.

"YOONGI! JAGA MULUTMU DI DEPAN ADEK!" Fix. Jungkook tertawa cekikikan hingga terduduk di tangga. Melihat kakaknya dengan mulut mengerucut adalah hiburan, karena sepanjang Jungkook hidup sebagai adik Yoongi, kakaknya itu sangaaat jarang menampilkan mimik muka yang emosional. Bisa diduga, hidup kakaknya adalah tentang bernapas dan sisanya datar-datar saja.

Jungkook menjulurkan lidah. Ia sungguh puas. Karena mengerjai Yoongi bukan semata-mata karena ia ingin jail, tapi juga karena kesal. Jungkook habis sahur tadi tidak tidur seperti biasanya. Ia langsung membereskan kamarnya dan membantu mamanya membersihkan dapur. Lalu bersama mamanya berkutat di halaman belakang membereskan taman, pot-pot, dan rumput yang semakin liar. Sementara Yoongi? Dengan mata yang selalu mengantuk ia langsung naik ke kamar. Jungkook sampai curiga kakaknya punya hubungan gelap dengan 'penghuni kamar'.

Yoongi sudah mau lulus kuliah di usianya yang ke-22. Ia hanya menghabiskan tujuh semester untuk pendidikannya dan tinggal menunggu antrian wisuda.

Satu-satunya kelebihan Yoongi adalah otaknya yang lebih encer dari pada adiknya. Meskipun Jungkook tidak bisa dibilang tidak pintar, tapi kakaknya lebih. Jika Jungkook harus konsentrasi penuh dan belajar sampai malam untuk menguasai materi, beda lagi kakaknya. Yoongi yang hanya bermodalkan buku, tangan untuk menyangga pipi, dan mata yang sayu dan enggan saja sudah bisa jadi master.

Bangun tidur siang, Jungkook langsung turun ke bawah, ke dapur, untuk melihat mamanya yang sudah mulai menyiapkan menu buka puasa.

"Katanya mau keluar sama Kak Taehyung?" tanya mama Seokjin sambil mengeluarkan sayuran dari kulkas.

Jungkook mengangguk sambil mengucek mata.

"Kemana memangnya?"

"Cari takjil katanya, Ma."

"Ya sudah cepet mandi. Ajak buka puasa di sini. Jimin juga mau buka puasa di sini."

Jungkook tidak menjawab, langsung naik lagi ke kamarnya lalu mandi.

Jungkook sudah wangi, ia mematut wajah polosnya di cermin. Hari ini ia memakai gamis warna pink pastel. Ia menyisir rambutnya cepat lalu mengikatnya jadi satu ke belakang. Untuk yang satu ini, Jungkook agak lama, yaitu menghias wajahnya. Mau ketemu Taehyung masa' mau biasa-biasa, iya, kan? Saat ia mau memakai lipsticknya, ia agak ragu. Pakai lipstick waktu puasa boleh, ya? Jungkook menimang sejenak.

"Boleh, deh. Kan mau ketemu Kak Taehyung." Kata Jungkook pada dirinya sendiri.

Setelahnya, ia menyahut sebuah krudung lebar berwarna senada lalu memasangnya di kepala sedemikian rupa.

TING TONG.

"Adek, bukain pintunya!" teriak Mama Seokjin dari bawah.

"Huh!" Jungkook mendengus kesal. Ia tidak suka ritual di depan cerminnya diganggu. Tapi kalau menolak perintah mama, Jungkook takut dikutuk.

Ia berjalan tergesa sambil mengentakkan kakinya kesal. Menuju ruang tamu lalu membuka pintu.

"Eh, Kak Jimen. Eh, maksud aku Kak Jimin, hehe," Jungkook menyambut seseorang dengan mata bulan sabit, "masuk, kak. Kak Yoongi masih molor."

"Gak apa-apa, kok. Jangan dibangunkan. Mama ke mana?"

"Mama di dapur," Jungkook menunjuk ke belakang, tapi tiba-tiba figure mamanya sudah di ruang tamu, "Eh, itu mama."

"Assalamualaikum, Tante," Jimin mencium tangan Seokjin.

"Ugh, giliran sama aku aja tidak pakai salam." Itu suara hati Jungkook.

"Ini semangka buat Tante. Sama ini ada ikan segar. Mama habis pulang dari Busan." Kata Jimin sambil melungsurkan bawaannya.

"Wah, repot saja, Jim. Kalau ke sini jangan bawa apa-apa. Kan tante jadi tidak enak."

"Tidak apa-apa, Tante. Hehe." Timpal Jimin dengan cengirannya.

"Adek, kamu tolong bangunin kakak. Bilang Jimin datang." Kata Seokjin.

"Eh, jangan! Jangan bangunin Gula!" cegah Jimin. Prioritasnya selama menjalin hubungan dengan Yoongi adalah jangan sampai mengganggu tidur kekasihnya.

"Gak apa-apa kali, kak. Emang udah waktunya bangun. Biar bisa bantu mama juga. Kakak jangan manjain singa tidur aja." Kata Jungkook sambil terkikik.

Jungkook menuju kamar Yoongi yang terletak di sebelah kamarnya. Ia langsung masuk begitu saja. Bukannya tidak tahu tata karma, tapi mengentuk pintu saat Yoongi tidur adalah perbuatan yang sangat sia-sia.

Sudah Jungkook kira, kakaknya masih tidak terusik. Dengan tidur menyamping dengan mengapit kedua tangannya di kedua paha, posisi favoritnya.

"Kak Yoong! Banguun! Suruh bantu mama!" Jungkook menggoyangkan bahu Yoongi, lalu menariknya hingga telentang.

"KAK YOONG! Ada Kak Jimen, loh!" teriak Jungkook, masih menggoyang-goyangkan badan kakaknya.

"Apa, sih. Bohong kamu!" Yoongi masih tak berkutik dan menyelami dunia mimpinya lebih dalam lagi.

Lalu Jungkook mencoba cara lain. Ia memencet hidung Yoongi yang mirip seperti papanya, mungil. Tidak seperti dirinya yang mancung aduhai.

Satu, dua, tiga.

Yoongi mulai membuka mata, namun hidungnya tidak. Ia membuka mulut.

"Lepas! Bangs…!" ia berbicara di antara sela napasnya. Kejailan Jungkook bertambah, satu tangan lainnya membekap mulut Yoongi.

Yoongi terkesiap. Matanya berusaha melotot, tapi tidak sampai, karena matanya sipit. Ia sama sekali tidak bisa bernapas. Yoongi merasa malaikat maut sudah di pintu kamarnya. Tangannya menggapai-gapai ke udara, lalu menemukan tangan adiknya dan menariknya. Lebih dari dua puluh menit Jungkook membekapnya.

"SIALAN!"

Jungkook tertawa lepas di karpet sebelah ranjang sampai bersujud.

"BANGSAT! BABI PEMBUNUH! KELUAR!" sumpah serapah Yoongi pada adiknya. Ia meraup udara sebanyak yang ia bisa. Ia tidak percaya, beberapa waktu lagi mungkin di rumah ini akan terjadi tragedi pembunuhan jika Jungkook tidak melepaskannya.

Pertengkaran mereka terdengar sampai bawah. Seokjin geleng-geleng. Sementara Jimin hanya tersenyum maklum di meja makan melihat Mama Seokjin menghirup napas dalam-dalam, dan,

"ADEEKK! JANGAN BERANTEM! BANGUNIN KAKAK!"

Jungkook masih terpingkal-pingkal. Yoongi wajahnya sudah normal. Tapi ia memperlihatkan tanda-tanda jika matanya akan tenggelam lagi. Kepalanya mulai jatuh ke bantal. Tangannya menggerayangi tempat tidur, mencari di mana gulingnya berada.

Jungkook menghentikan tawanya. Ia menghirup napas panjang.

Hanya satu yang bisa menghentikan si singa tidur.

Ia berjalan ke luar kamar, di depan kamar Yoongi ia berteriak memanggil Jimin, "KAK JIMIN!"

Jimin mendongak, agak mengeraskan suaranya, "IYA, KOOK?"

"SI GULA GAK MAU BANGUN, TUH! KAKAK KE SINI AJA LIHAT PETA DUNIA DI BANTALNYA!"

Lalu suara dari kamar Yoongi menginterupsi, "BANGSAT! IYA AKU BANGUN!"

Jungkook berlalu ke kamarnya. Krudung lebarnya agak berantakan gara-gara guling-guling kamar Yoongi. Ia kembali berkutat di depan cermin hingga suara Mama Seokjin menginterupsi lagi.

"Adek! Taehyung datang!" mati Jungkook. Ia membenahi krudung sekenanya, mengambil tas kecil di ujung ranjang lalu berlari turun ke bawah.

Sampai pertengahan jalan Jungkook berhenti. Ia merasakan kakinya terpaku di pualam tangga. Napasnya satu dua. Ia hampir memekik saat melihat Taehyung di dapur, yang sedikit membelakanginya, dengan baju kokoh biru laut dan peci putihnya membuat jantungnya berhenti berdetak dan berdesir bersamaan.

Malaikat Mikail sedang di rumahnya, kata hati Jungkook. Membawa nikmat berupa paras bening dari surga.

Jungkook mati-matian meredam suaranya. Ia membekap mulutnya kuat-kuat lalu berlari kembali ke kamarnya. Di balik pintu ia melompat-lompat kegirangan melihat Taehyung. Oh, Kook. Jangan lupakan sarung motifnya!

Taehyung sedang berada di dapur sambil menunggu kekasihnya. Ia kaget melihat temannya, Jimin, "Ngapain Jim di sini?"

"Diundang calon mertua buat buka puasa bersama," jawab Jimin sambil menaik turunkan alisnya. "Gua juga bawa ikan segar, loh, dari Busan. Lo bawa apa?"

Taehyung mendengus pelan, bola matanya berputar. Dari dulu Taehyung dan Jimin berlomba-lomba mendapatkan hati Seokjin dalam kategori 'calon menantu terbaik'.

"Tante, ini ada sedikit oleh-oleh. Kakak baru pulang dari Amerika."kata Taehyung.

Senyum Jimin lenyap.

"Waduh, tidak usah repot-repot, Taehyung. Yang penting pulang selamat. Oh iya, tante lupa. Nanti kamu habis cari takjil ke sini, ya. Buka di sini aja. Papa Jungkook lagi piket hari ini. Setidaknya kalau ada kalian, Yoongi dan Jungkook bisa makan dengan tenang. Biasanya mereka makan aja berantem."

Taehyung menyeringai ke Jimin, "Siap, tante!"

Di belakang punggung Seokjin, Taehyung mengolok-olok Jimin dengan menjulurkan lidahnya.

"Emang lo aja calon menantunya." Kata Taehyung pada Jimin tanpa suara.

Saat Taehyung dan Jimin perang diam-diam, tiba-tiba Jungkook sudah tiba di sebelah Taehyung.

"Assalamualaikum, kak!" sapa Jungkook sambil menatap Taehyung. Wajahnya berseri-seri. Seribu bunga mengembang di bibir tipisnya. Ia tersenyum lebar.

"Waalaikum salam. Eh, adek. Udah siap?" tanya Taehyung.

Jungkook mengangguk, "ayo berangkat!"

Taehyung hari ini juga terpesona dengan Jungkook. Buktinya ia masih tidak beranjak dan menatap lekat Jungkook. Hari ini kekasihnya semakin seperti bunga dengan setelan pastelnya. Bibirnya yang tak berhenti melengkung. Astaga!

Masya Allah, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

"Ngapain kalian masih pada di sini?" itu Yoongi menginterupsi. Lalu dengan sumpit di tangan kanannya, yang entah ia dapat dari mana, ia memukul pelipis Taehyung dan Jungkook. "Haram hukumnya pandang-pandangan yang dibarengi dengan nafsu waktu puasa! Sana berangkat! Nyampah aja bikin drama di dapur!"

"Apa sih, kebo!? Ganggu aja! Mandi sana! Bau banget seharian tidur mulu!" Jungkook langsung sebal karena adegan pandang memandangnya terputus gara-gara kakaknya. "Kak Jimin, jangan mau sama kebo, belum mandi seharian dia!"

"Mati kamu!" Yoongi siap mengangkat sumpit lagi, tapi Jungkook sudah menarik lengan Taehyung dan berlari dari kakaknya.

"Berangkat, Ma!" teriak Jungkook.

Taehyung mengikuti Jungkook yang menggenggam pergelangannya. Mereka sekarang sudah di halaman depan rumah dan sudah jauh dari Yoongi. Yang terdengar hanyalah omelan mama Seokjin pada Yoongi soal 'jaga mulut kamu waktu sama adek' dan 'ini puasa, ngapain kamu cursing mulu'.

"Dek." Panggil Taehyung. Ia melirik genggaman kekasihnya yang masih melingkar di lengannya yang besar.

Jungkook langsung melepaskannya, "Eh, maaf, kak." Jungkook tersenyum canggung.

"Udah yuk, berangkat." Taehyung menaiki motor tampannya. Warna merah, sesuai kesukaan kekasihnya. Ia melungsurkan helm ke Jungkook yang sudah berada di boncengan belakangnya.

"Udah siap?"

"Udah, kak."

"Awas rok kamu nyangkut di ban. Jangan lupa pegangan nanti jatuh."

Jungkook hanya tersenyum. Ia membenahi roknya sebentar, lalu kedua tangannya berpegangan pada Taehyung. Karena ini bulan Ramadhan, Jungkook hanya berpegangan pada baju kokoh Taehyung. Kalau biasanya, Jungkook langsung melingkarkan lengannya di pinggang Taehyung. Biar dosanya gak banyak-banyak, katanya.

Rumah Taehyung dan Jungkook sebenarnya masih satu jalan meskipun beda kompleks. Jadi meskipun tidak bisa dibilang sepelemparan batu, tapi jarak rumah mereka bisa dikatakan dekat.

Taehyung dan Jungkook kurang lebih sudah tiga tahun bersama. Mereka jadian waktu Jungkook kelas dua SMA, dan Taehyung kelas tiga. Sekarang Jungkook sudah mau kuliah semester tiga, dan Taehyung mau semester lima. Awal pertemuan mereka sederhana saja, pandangan pertama di tempat parkir.

Saat itu Jungkook masih anak baru dan masih suka mengepang rambutnya jadi satu ke belakang serta berponi. Jungkook bungsu yang manja, tapi keras kepala. Masih kelas satu ia memaksa papanya untuk membelikan sepeda motor baru buat pulang pergi sekolahnya. Ia menolak dibonceng Yoongi meskipun mereka satu sekolah.

"Males sama Kak Yoong. Kakak itu image-nya judes bangettt di sekolah, Pa. Adek gak mau kalau temen-temen takut temenan sama adek gara-gara Kak Yoong."

Berlebihan. Anak bungsu Namjoon akan beralasan berlebihan jika sudah punya kemauan yang kuat. Ia mengusap wajah lelah, "kamu belum cukup umur, dek. Dengerin nasihat papa sekali-kali."

"Tapi, Pa. Kak Yoong itu kura-kura banget. Dia suka telat. Kalau adek bareng kakak, adek bakal jadi murid yang tidak disiplin, Pa. Papa pasti malu dong kalau punya anak yang tidak disiplin. Sementara papa sendiri adalah polisi yang disiplin," Jungkook berargumen lagi, dengan Yoongi sebagai kambing hitamnya. Padahal kakaknya itu sedang duduk di seberangnya. Telinga Yoongi sebenarnya sudah memerah dari tadi. Ia sudah akan mencaci adiknya jika papa tidak di depannya kali ini.

"Iya kan, Ma?" Jungkook mencari dukungan mamanya setelah satu tarikan napas mengeluarkan pembelaannya.

Namjoon menoleh ke istrinya, "Bagaimana, Ma? Anakmu kumat. Apa dulu waktu kau hamil dia ada yang belum kupenuhi? Sekarang dia makin pintar beralasan, pintar membujuk, merajuk. Persis mamanya." Keluh Namjoon.

Seokjin yang duduk di sebelah kanan Jungkook menghela napas dalam. Bungsunya sudah menggenggam tangannya dengan muka memohon. Seokjin tidak kuat, bungsunya adalah emas baginya. Lalu Seokjin mengangguk, "turuti saja, Pa."

Final. Keputusan istrinya adalah perintah bagi Namjoon. Karena dulu ia sudah bersumpah mati akan menuturi semua keinginan Seokjin sebagai syarat wanita itu menerima lamarannya.

"Baiklah. Papa belikan minggu depan." Ucap Namjoon dengan berat hati.

"Yes. Oh my God. Yes! Gak bareng Kak Yoong!" Jungkook bersorak sambil mengepalkan tangannya ke udara.

"Siapa juga yang mau boncengin babi kaya kamu, dek. Yang ada ban kakak kempes tiap hari." Ucap Yoongi sarkas. Tapi Jungkook tidak terlalu mendengarkan. Ia terlalu berbahagia atas percapaiannya hari ini, merayu papanya.

"Asal kamu bisa hati-hati, jangan ngebut-ngebut. Bisa jaga diri. Jangan nakal. Kalau sampai ada apa-apa sama itu sepeda, langsung papa sita."

"Siap, Pa."

Dan Jungkook menghela napas kesal. Ia bisa jaga diri, hati-hati. Tapi satu yang tidak, yaitu memarkirkan dan mengambil motornya dari parkiran, karena parkiran penuh. Jungkook hari ini pulang satu jam lebih awal karena guru mata pelajaran terakhirnya sedang absen. Mau minta tolong Yoongi, kakaknya pasti masih pelajaran. Mau minta tolong pak satpam kan malu. Tapi masa' iya Jungkook harus menunggu sampai bel satu jam lagi? Jungkook kan rindu kasur.

"Duh, aku harus apa." Jungkook mengusap poninya yang basah. Parkiran sekarang sedang panas-panasnya karena matahari lagi di puncak.

"Kenapa, dek?" suara berat menyapa telinga Jungkook dari balik punggungnya. Ia berbalik.

"Eh, ini kak." Jungkook tahu orang itu seniornya. Lokasi kelasnya warna biru ke-abu-abuan, kelas dua.

"Ada yang bisa aku bantu?"

"Itu, kak. Aku gak bisa ngeluarin sepeda, hehe."

"Oh, gitu. Sini kuncinya. Aku bantuin." Jungkook memberikan kunci sepeda motornya. Lalu seniornya itu dengan mudah menyisihkan beberapa sepeda motor yang menghalangi dan mengeluarkan motor Jungkook.

"Nih, sudah."

"Wah, makasih, kak." Muka Jungkook berseri-seri. Tiba-tiba angin menelusup ke pohon akasia di pojok lapangan parkir lalu meniupi poninya.

"Santai, hehe. Kelas kamu sudah selesai?"

Jungkook mengangguk. "Kakak?"

"Aku dispen. Mau ada perlu. Yaudah duluan ya."

Jungkook menahan tangan besar itu, "Eh, kak. Bentar."

"Iya dek?"

Jungkook merogoh saku samping ranselnya. Mengambil sebungkus snickers dan sebungkus anggur, "Buat kakak?"

"Eh?"

"Maaf, kak. Makasih kakak udah bantu aku, tapi minumku sudah habis. Kakak haus, kan? Aku cuma ini sama apel." Ucap Jungkook dengan mata bulat polosnya.

Taehyung tertawa. Gadis di depannya ini lucu sekali, "aku gak minta imbalan, dek. Calm down."

"Tapi aku pengen ngasih, kak."

Taehyung tergelak, "Yaudah aku ambil, ya. Makasih. Kamu pulangnya hati-hati," lalu Taehyung merogoh saku celana seragamnya, "Nih saputangan. Lap keringat kamu, tuh. Aku duluan ya." Pamit Taehyung. Sebelum ia benar-benar pergi, ia mengusap puncak kepala Jungkook singkat lalu meninggalkan area parkir dengan sepedanya.

Jungkook tertegun.

Mata seniornya. Senyumnya. Deretam giginya. Tangan besarnya. Rambut mangkoknya.

Singkat dan polosnya, Jungkook jatuh cinta.

(…)

Hola. Maafkan otak receh saya, scroll di ig terus nemu meme aja udah jadi ff konyol ini;(

INI GS, loh, ya. Maaf typo, gak sempat ngedit;(

Ini Tae sama adek jadi gak sih beli takjilnya_-

Semoga suka,

ED.