a/n: This fiction's dedicated to yongjun, as a gift FF for her anniversary of being a FFn author. I can't talk much but hwaiting, Dear! And please enjoy the gift. This is rated M as you want :*

.

.

.


One Nite STAN


Pairing; KaiSoo/JongSoo
Genres; Western, Romance
Length; Twoshoot~
Rating; M (for the shitty sex-scenes)

warn(s); BoyxBoy | Mild language | Explicit-sex | Contains mature thingy | Humorless & OOC

disclaimer; standard disclaimer applied!


Di pertengahan bulan Juli; saat orang-orang di distrik padat penduduk seperti Itaewon rata-rata pulang bekerja dan masuk ke rumahnya untuk beristirahat, dia berbelok ke pub. Saat itu Kyungsoo masih penat, esok masih harus menghadapi bertumpuk-tumpuk map serta kelengkapan kerja, sehingga ia memutuskan untuk mampir sebentar.

Hitung-hitung cari hiburan.

Ketika ia masuk ke dalam, ia disambut ramah oleh petugas pub—seorang wanita cantik dengan kostum kelinci yang membimbingnya ke sofa dekat bar. Kyungsoo bilang ia hanya ingin berkunjung sebentar jadi wanita itu meninggalkannya di salah satu bangku. Di sudut yang agak remang dan tidak terlalu jelas karena cahaya dari lampunya sudah agak redup.

Kyungsoo mengedarkan pandangannya mengitari seluruh ruangan. Dan tatapan matanya berhenti saat Kyungsoo melihat ada laki-laki tampan, berdiri di lantai dansa.

Kyungsoo tahu dia meski baru sekali ini melihatnya langsung.

Namanya Jongin. Dan dia terkenal di distrik lampu merah sebagai salah satu yang digilai para wanita di pub.

Ya. Seperti sekarang saja, setiap orang yang berada di sana mendapati mata mereka terpaku pada satu sosok yang kini meliukkan tubuhnya dengan anggun dan penuh penghayatan. Sepertinya dia salah seorang penari handal, terlihat dari gerakannya yang terencana.

Jongin seperti dancing machine, membuat Kyungsoo tercekat menahan napas melihatnya. Kyungsoo begitu terpesona olehnya, jadi dia memandangi sosok itu tanpa kedip.

Beberapa penari—katakanlah sexy dancer, sudah mengosongkan lantai dansa dan sekarang hanya ada dirinya di sana. Orang-orang yang merupakan pengunjung pub berdiri melingkar ingin melihat aksinya yang tidak pernah mengecewakan. Semuanya bersorak untuk Jongin.

Kyungsoo tidak banyak berinteraksi dengan pengunjung lain. Ia cenderung pasif dan memilih untuk menghindar dari kerumunan, duduk diam di bangku bar sembari tetap mengamati objek pengamatannya; Jongin, karena dia terpesona olehnya.

Cara Jongin menari sangat sempurna dan mempunyai skill. Mungkin saja dia pernah dilatih secara profesional atau bisa jadi sebaliknya, itu hanya kemampuan alamiahnya saja. Tapi tetap saja, jika ia tidak punya kelebihan untuk memainkan perasaan penonton, ia tetap belum bisa dibilang penari handal. Kyungsoo bisa tahu hal itu hanya dengan sekali menyimpulkan.

Seolah-olah kebetulan, Jongin berbalik, membuat Kyungsoo yang sedang menatapnya lekat terkaget dan otomatis mata mereka bertemu. Kontak mata terjadi. Kyungsoo terkesiap, matanya yang sudah lebar makin melebar lagi ketika ia melihat sudut bibir Jongin terangkat, seperti menyeringai. Pasti orang-orang terpesona olehnya karena telah dimantrai oleh tatapan mautnya, setidaknya itulah yang Kyungsoo rasakan.

Harusnya tatapan tersebut berlangsung lebih lama lagi namun Jongin memutuskan kontak matanya dengan Kyungsoo. Berbalik dan melanjutkan pekerjaannya.

.

.

Kyungsoo menghembuskan napas, ia tak menyadari jika ia sudah menenggak bergelas-gelas skot malam ini. Kyungsoo menyandarkan tubuhnya ke sofa. Setelah beberapa lama, ia merasa agak tenang dan melihat sekeliling pub sedang disihir oleh pesona sang penari.

Pub itu besar, bagus dan luas. Tak terlalu mewah namun tidak bisa dibilang kelas rendahan. Tidak terlalu terkenal, tapi di sanalah Kyungsoo bisa mencari hiburan tanpa was-was ia akan dikenali rekan kerjanya.

Kyungsoo tersentak dan seperti ingat sesuatu, ia melirik jam tangannya. Hampir tengah malam pas. Gawat, besok dia akan dipindah ke tempat kerja baru dan masih banyak yang mesti disiapkan olehnya jadi dia harus pergi sekarang.

Kyungsoo melempar satu lirikan penuh kekaguman pada sosok Jongin sebelum ia kembali melanjutkan jalannya ke pintu keluar.

.

.

"Aku belum selesai."

Kyungsoo terlonjak. Ada seseorang menahan tangannya dan menjegal langkahnya. Laki-laki itu terlihat mengatur napas dan memegang dadanya yang naik-turun dengan cepat.

"Ma—Maaf?" gagap Kyungsoo. Ia kaget ketika ada orang tak dikenal menahan lengannya dan ia kaget, ternyata orang itu adalah Jongin, si penari pub. Yang Kyungsoo lebih tidak mengerti lagi, mengapa laki-laki itu bisa tahu dia ada di sini?

"Kau pergi sebelum kusuruh. Aku belum selesai," balasnya. Ia menatap Kyungsoo tajam ketika bicara, membuat Kyungsoo mengkeret. Dan jangan lupakan posisi mereka; Kyungsoo terhimpit di dinding dengan Jongin menyandarkan dua lengannya di sisi kepala Kyungsoo, membuatnya terjebak.

Tubuh Kyungsoo lebih mungil daripada Jongin, meski perbedaan tinggi mereka tidak terlalu mencolok. Kyungsoo juga lebih berisi sedikit daripada penari itu. Rambut Kyungsoo pendek dan hitam, pakaiannya juga cenderung rapih dan sederhana. Tidak ada yang istimewa dari Kyungsoo, tapi… bukankah secara tidak langsung Jongin telah tertarik padanya?

Fakta jika Jongin berbela-bela diri keluar pub hanya demi mengejar Kyungsoo cukup mencengangkan. Bayangkan, betapa banyak wanita cantik di dalam pub yang menatapnya nakal dan tertarik untuk sekedar menghabiskan satu malam panas dengannya; tapi kenapa dia justru memilih Kyungsoo?

"Um, maaf?" tegur Kyungsoo lagi saat Jongin diam saja. Hanya memandanginya dari atas rambut sampai ujung kaki seolah-olah ada yang salah dengan Kyungsoo. Kyungsoo terlihat kebingungan dan Jongin nampak menahan tawa yang ingin meledak. Kyungsoo polos sekali.

"Tidak apa-apa…" kekeh Jongin, "Apa kau kaget melihatku?"

Mata Kyungsoo melebar, hampir keluar dari rongganya. "Tidak!" pekiknya. Kyungsoo mengambil napas dalam-dalam, menenangkan dirinya. "Tidak. Bukan itu. Aku minta maaf jika aku pulang sebelum kau selesai menari tapi aku memang harus pergi. Ada hal yang harus kuselesaikan dan sekarang hampir terlambat dan—"

"Aku mengerti."

Jongin tersenyum. Ia melepaskan kungkungannya dan menatap sungguh-sungguh ke dalam manik Kyungsoo. Wajah Kyungsoo memerah bersamaan Jongin yang mengecup pipinya, "Biarkan aku mengantarmu pulang,"

"T—Tunggu, apa kau bilang?" tanya Kyungsoo tak percaya.

"Kubilang, aku akan mengantarmu pulang."

Mungkin bila mata Kyungsoo adalah biji salak, mereka sudah terpental keluar dari tempatnya, Kyungsoo membulatkan matanya lebih lebar dari yang sebelum-sebelumnya. "Kenapa?"

Jongin mengendikkan bahu, "Ingin saja. Aku menyukaimu."

"K—Kau… menyukaiku?" lirih Kyungsoo.

Jongin mengangguk membetulkan. Tiba-tiba mata Kyungsoo yang lebar meredup, "Apa maksudmu kau ingin memainkanku?"

Jongin menggeleng. "Tidak. Aku benar-benar menyukaimu."

Mereka baru satu kali bertemu dan belum berkenalan secara sah. Hanya Kyungsoo yang mengetahui namanya tapi Jongin tidak. Bagaimana bisa Jongin bilang dia menyukai Kyungsoo? Jongin saja baru pertama kali melihatnya, itupun ketika tatapan mata mereka bertubrukan secara tidak sengaja. Kyungsoo pikir Jongin adalah— "Orang aneh,"

Jongin kembali mengangkat bahunya, "Aku memang aneh."

"Kau bahkan tak mengenalku," cibir Kyungsoo.

Lagi-lagi Jongin mengangkat bahu. "Memangnya kenapa? Aku menginginkanmu…" ucapnya. Ia melangkah mendekat sampai rasanya tidak ada ruang untuk sekedar menarik napas di antara mereka. "Kau juga menginginkanku… Itulah yang terpenting."

Kyungsoo mendongak dan memandang wajah Jongin lekat. Jongin sangat tampan, terlebih saat pantulan sinar bulan menimpa surai hitamnya. Kyungsoo sampai bertanya-tanya sebenarnya ia sedang bermimpi atau apa, sih? Kalau ini di alam nyata kenapa Kyungsoo bisa bertemu sosok rupawan seperti Jongin yang berkata jika dia menyukai dirinya? Apa ini mimpi? Rasanya iya, tapi Jongin begitu nyata—

Dan Kyungsoo yang percaya pada hal-hal realistis tentu saja tidak memercayai itu.

Akhirnya ia mendorong dada Jongin menjauh, "Bagaimana kau bisa menyimpulkan kalau aku juga menginginkanmu?" tanyanya terengah-engah.

Jongin memiringkan kepalanya, "Bukankah kenyataannya begitu?"

Tak sampai satu menit untuk Kyungsoo mengiyakan hal tersebut dalam hati. Ia adalah orang jujur, tidak bisa berbohong. Tapi apakah ia harus jujur di depan Jongin? Orang ini kurangajar dan seperti tidak tahu malu. Ia gengsi jika harus mengakui bahwa dia menyukai Jongin pada pandangan pertama. "Lalu kalau aku menyukaimu apa yang harus kita lakukan?" tantang Kyungsoo.

Jongin menyeringai, "Seperti kubilang, aku akan mengantarmu pulang."

"Aku tidak sembarangan membawa orang asing ke rumah."

Jongin tidak mau kalah, "Baik. Kalau begitu kita ke tempatku saja," jawabnya singkat.

Setelah berkata begitu, Jongin melangkah menjauhi Kyungsoo. Ia menyusuri trotoar dengan langkah santai. Kyungsoo tertegun beberapa saat sebelum memutuskan untuk mengikuti langkahnya. Kyungsoo tidak tahu kenapa ia menurut saja.

Sepertinya separuh penghabisan malam ini akan Kyungsoo habiskan di tempat Jongin.

.

.

Ketika akhirnya mereka sampai di sebuah motel yang sistem bayarnya per jam, Jongin bahkan tidak berhenti untuk bertanya-tanya sesuatu dengan petugas yang duduk di resepsionis. Resepsionis itu seperti telah hapal akan dirinya, jadi ia melemparkan kunci yang langsung sigap ditangkap Jongin.

Jongin melanjutkan jalannya ke lantai atas, lagi-lagi meninggalkan Kyungsoo membuntuti dengan patuh di belakangnya.

"Kau pelanggan tetap?" tanya Kyungsoo sinis.

Jongin berhenti berjalan dan tersenyum samar, "Aku tinggal di sini."

Kyungsoo tersipu, malu karena salah tebak. "Oh…"

.

.

Mereka berhenti di depan sebuah pintu dekat lorong. Jongin mencolokkan kunci dan membukanya, mempersilahkan Kyungsoo masuk.

Di dalam terasa hangat. Sepertinya Jongin menyalakan pemanas ruangan. Ruangan tersebut berukuran sedang. Kyungsoo yakin tempat tidurnya pasti sempit. Dan hanya ada beberapa meja serta kursi kecil. Lengkap dengan lemari kecil yang terisi penuh perabotan dengan peralatan dapur seadanya. Hampir menyerupai apartemen namun motel ini jauh lebih kecil.

"Kalau kau tinggal di sini kenapa resepsionis yang menyimpan kunci?" tanya Kyungsoo curiga.

Jongin menoleh padanya, "Kalau keluar rumah, biasanya aku tidak membawa apa-apa kecuali ponsel, apalagi kau tahu kerjaanku di pub."

"Menari?"

Jongin mengangguk, "Kalau aku mengantungi kunci, kalau hilang bagaimana?" tanyanya. Ia membuka risleting jaketnya. "Dan sebelum kau bertanya aku akan jelaskan. Begini, ayahku punya beberapa hotel dan motel di kota ini jadi itulah kenapa aku bisa ada di sini. Aku ingin sedikit bebas." Ia melirik Kyungsoo yang manggut-manggut, "Yah… tempat ini mungkin kecil tapi di sini bebas uang sewa," cengir Jongin.

"Aku mengerti…" ucap Kyungsoo pelan.

Jongin bergerak mendekatinya, membuat Kyungsoo terhimpit ke dinding. "Siapa namamu?" Kyungsoo mengulum bibir bawahnya gugup, "B—Bukankah terbalik? Harusnya aku yang duluan tahu namamu,"

"Bukankah kau sudah mengetahuinya?"

Kyungsoo mengangkat bahu tidak peduli.

"Panggil saja aku Kai." katanya, lalu Jongin menunduk sampai bibirnya yang dingin menerpa permukaan kulit leher Kyungsoo, "Kau sendiri, siapa namamu?"

Mata Kyungsoo melebar lagi (entah berapa kali sudah ia membelalakkan matanya hari ini), membuat Jongin tertawa kecil melihat betapa lucunya wajah Kyungsoo. Matanya yang lebar membuat ia tampak seperti burung hantu. Mungkin saja Kyungsoo enggan memberitahu namanya pada Jongin.

"Baik," kata Jongin, "jangan beritahu aku."

Jongin mengeliminasi jarak di antara mereka. Sampai akhirnya wajahnya hanya berjarak lima senti dengan wajah Kyungsoo, ia tertegun. Mengamati betapa indahnya wajah Kyungsoo dari dekat. Kyungsoo diam saja seolah telah terhipnotis olehnya. Jongin masih memandanginya; mata Kyungsoo yang besar, hidungnya, alisnya yang hitam tebal serta bibirnya yang penuh. Dia berhenti di sana dan mengamatinya. Mengamati bibir Kyungsoo yang volumenya tebal. Dan Jongin menggigit bibirnya sendiri secara sensual. Pasti kalau kedua belah bibir itu disatukan rasanya sangat—wow!

Jongin menuntun telunjuknya menekan bibir Kyungsoo. Kyungsoo tidak mengerti maksud Jongin. Ia cemberut, menambah kesan imut di mata Jongin.

Beberapa detik kemudian, tanpa basa-basi Jongin langsung meraup bibir Kyungsoo kasar. Gerakannya cepat namun hati-hati. Ia menangkup wajah Kyungsoo dan semakin mempersempit celah di antara wajah mereka. Jongin mengulum bibir Kyungsoo, membuat yang lebih mungil terengah-engah menarik napas. Ia tidak tahu-menahu karena Jongin menciumnya tiba-tiba, tanpa pemberitahuan sama sekali. Tapi alih-alih menolak, Kyungsoo justru mengimbangi ciumannya.

Sesekali Jongin melumat, menghisap dan menggigiti bibir Kyungsoo. Membuat Kyungsoo melayang, tidak tahu lagi dengan kata apa menggambarkan semua sensasi itu. Ia benar-benar menikmatinya. Semua perlakuan Jongin padanya, Kyungsoo menyukainya. Dan ia sendiri tidak tahu kenapa ia bisa berakhir begini dan mau saja ketika diajak Jongin pulang. Ia juga tidak mengerti.

Bibir Jongin yang lembut membawa Kyungsoo mengikuti alur permainannya. Mereka berciuman dengan pelan dan dalam. Terkadang, gerakannya cepat dan terkadang mereka mengambil jeda dan hanya saling mengecup. Kyungsoo memejamkan matanya, meringkuk lebih dekat dalam pelukan Jongin dan tangannya mengalung ke leher Jongin.

Jongin lalu membopong tubuh Kyungsoo, mendudukkannya di pinggiran ranjang dan tersenyum manis padanya. Kyungsoo terengah-engah dengan wajah memerah, ia malu menatap Jongin jadi dia menunduk. "Kau malu?"

"Eh?" Kyungsoo mengangkat wajahnya cepat dan menggeleng, "T—Tidak."

"Lalu kenapa menunduk?" tanya Jongin. Tangannya bergerak membingkai wajah Kyungsoo dan membelai pipinya. "Jangan takut padaku," ucap Jongin seolah menenangkan Kyungsoo.

Kyungsoo menarik napas dan menghembuskannya, "Rasanya aneh saja mengetahui aku tidak marah saat ciuman pertamaku diambil orang," katanya lalu terkekeh. Jongin memandanginya, "Jadi, kau tidak keberatan?"

Kyungsoo mengangguk dan dengan itu Jongin menyeringai. Ia mendorong tubuh Kyungsoo berbaring di atas ranjangnya dan naik ke atas Kyungsoo, memerangkapnya. Tubuh Kyungsoo yang masih berbalut pakaian lengkap lama-lama telanjang. Jongin melucutinya dengan gerakan yang sopan.

Kyungsoo sudah tak berbalut apa-apa lagi namun Jongin masih mengenakan pakaian lengkap. "K—Kau curang," cicit Kyungsoo. Lalu tangannya bergerak sendiri, membuka risleting jins Jongin serta kaus yang dikenakan laki-laki itu dan melemparkannya ke sembarang arah. Jongin menghempaskan tubuhnya, Kyungsoo terjerembab di antara dirinya dan kasur yang empuk. Dada mereka saling bersentuhan, Kyungsoo bisa merasakan panas tubuh seseorang yang berada di atasnya. Agak lembab sedikit karena mungkin pengaruh Jongin habis menari.

Jongin mengecup bibirnya lagi dan mereka berbagi ciuman-ciuman kecil di sela desahan. Kyungsoo mendesahkan nama Kai, jemarinya yang bebas mengalung di leher pemuda yang lebih tinggi darinya itu.

Jongin membelai permukaan kulit paha Kyungsoo dengan jarinya. Bergerak perlahan dan menyusuri tiap kurva yang tercetak dengan jelas. Kyungsoo begitu indah, layaknya permata di tengah kegelapan, atau jika Jongin lebih suka diksi yang mudah—Kyungsoo sangat menawan.

Pikiran Kyungsoo mulai berkelebat ke berbagai macam hal, yaitu saat Jongin menari di atas lantai dansa. Bagaimana Jongin meliuk, berputar ke samping dengan cepat, menangkup selangkangannya dan juga saat ia berjinjit dengan seringai. Gerakannya yang cepat dan lincah, serta butir keringat yang melengkapi penampilannya. Kurang lebih Kyungsoo tertarik dengan Jongin.

Mereka masih berciuman hebat.

Jemari Kyungsoo segera mengelus tengkuk Jongin, mulai meremas rambut belakang laki-laki tampan itu begitu ia merasakan dirinya kalah dan jatuh dalam sentuhan lidah hangat Jongin di langit-langit mulutnya. Kyungsoo mendesah untuk pertama kalinya, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan, mencari setiap titik paling nyaman tanpa lupa mendesah nikmat atas ciuman Jongin yang merajainya. Bibir Jongin benar-benar lihai, bahkan Kyungsoo terbuai dan mulai tegang hanya dalam sebuah ciuman.

Menit terbunuh.

Satu erangan lembut keluar dari bibir Jongin yang merasa puas dengan ciuman terakhir yang ia persembahkan untuk Kyungsoo. Jongin melakukannya tanpa memaksa Kyungsoo, karena laki-laki itu juga mengikuti alur ciuman mereka.

Begitu ciuman hebat itu terlepas, Kyungsoo segera membenamkan wajahnya di leher Jongin. Jongin mencium leher putih pucat Kyungsoo sementara tangannya menuju selangkangan laki-laki mungil itu, meraih kemaluan Kyungsoo dan meremasnya perlahan. Sementara itu, Jongin bisa merasakan tangan Kyungsoo semakin mengalung kuat di pinggulnya, mulut itu memberikan ciuman basah di telinganya—menggigit daun telinganya dengan sangat mesra namun begitu menggoda.

Beberapa saat, Jongin menghentikan kegiatannya. Kyungsoo mengerjap, tidak mengerti kenapa Jongin tiba-tiba menginterupsi ciuman di lehernya. Satu desahan kekecewaan mampir dan itu membuat Jongin menyeringai, "Kenapa?" kekehnya. Kyungsoo diam, Jongin melucuti celana dalam yang masih menempel. Sampai akhirnya entah mengapa Jongin bisa jadi sama polosnya seperti Kyungsoo, ia berhenti dan agak menjauhkan diri.

"Kau yakin melakukan ini? Aku tidak akan berhenti di tengah-tengah, kalau kau ingin tahu," ucap Jongin. Ia memperingatkan Kyungsoo. Alih-alih Kyungsoo menghalau maniknya bertatapan dengan Jongin, ia mengangguk. "Aku milikmu malam ini."

Jongin tersenyum lebar dan segera menindih Kyungsoo lagi, "Senang mendengarnya."

Tangan Kyungsoo berpindah ke pinggang Jongin. Memeluk laki-laki itu erat dan membuat dua tubuh itu menempel satu sama lain tanpa spasi. Kakinya mengalung, membungkus tungkai kaki Jongin dan membuat kulit kemaluan mereka saling beradu.

Jongin menggeram, sensasi tersebut muncul dan berputar jadi satu di pikirannya. Ia sangat menginginkan Kyungsoo berada di bawahnya. Mendesah, melagukan namanya lewat erangan pasrah saat ia menusuk tubuh itu nanti. Tapi Jongin masih bersabar diri. Ia tahu ini akan jadi yang pertama kalinya buat Kyungsoo jadi dia membuat segalanya terasa menyenangkan bagi kedua pihak. Ia tidak ingin Kyungsoo trauma dan jadi takut. Meski Jongin sendiri tidak yakin apakah mereka akan bertemu lagi setelah malam ini? Percintaan mereka pasti hanya berlangsung satu malam saja dan setelah itu keduanya akan melupakannya. Maka dia akan membuat malam ini malam terindah yang pernah terjadi dalam hidupnya. Bercinta dengan seseorang yang baru dikenal untuk pertama kalinya.

Kyungsoo begitu indah, terpejam dengan kelopak matanya yang menawan menahan beberapa erangan seksi yang membuat birahi Jongin naik berkali-kali lipat. Kulit kemaluan yang saling menempel itu bergesekan seiring Jongin yang menggerakkan tubuhnya naik turun. Jongin menyeringai sambil melingkarkan tangannya di pinggul Kyungsoo—menyentuh tepat di belahan bokong padat yang tidak terbalut apa-apa itu.

Jarinya meliuk pelan sampai di belahan belakang Kyungsoo dan mencari lubang laki-laki itu. Tanpa ragu Jongin melesakkan jari tengahnya masuk ke dalam. "Uhhh, Kai…" lenguh Kyungsoo saat Jongin menusuk lubangnya yang ketat. Kyungsoo agak kaget dan membulatkan mata merasakan sensasi asing di dalam dirinya. Alih-alih menolak, dia justru mengetatkan pelukannya di pinggang Jongin. Membuat Jongin tersenyum dalam diam.

Jongin menghisap leher putihnya, sementara yang bisa Kyungsoo lakukan hanyalah menutup mata dan mengerang kenikmatan. Jari Jongin bergerak pelan dalam tubuh Kyungsoo.

.

.

"Ahh…" suara desahan Kyungsoo masih terdengar halus, permainan jari Jongin masih sangat lembut dan lambat, hanya mengeluarkan dan masuk kembali—menggelitiki indera perabanya hingga Kyungsoo melenguh nikmat. Jongin lalu mengangkat badan Kyungsoo, membuat tubuh Kyungsoo terhimpit di dinding kamar yang dingin.

Kyungsoo tersenyum saat tangan Jongin yang menganggur membelai wajahnya, matanya menutup rapat ketika bibir mereka kembali bertemu. Ciuman yang lembut yang diiringi debaran jantung dari masing-masingnya, Kyungsoo seolah merasakan sapuan lidah Jongin di bibirnya dan ia pun tak bisa menolak setelah mulutnya sudah dikuasai oleh lidah tersebut.

Jongin menekan tengkuk Kyungsoo, dan mengelus seluruh kulit dada laki-laki itu—menambah denyut-denyut nikmat di setiap aliran darah Kyungsoo.

Jongin akhirnya membuat jalan bawah di tubuh belakang Kyungsoo dan Kyungsoo mendapati ia kagum dengan Jongin. Jongin memiliki bakat lain selain bergerak di lantai dansa. Sebab pada saat Jongin memperlakukannya, ia merasa Jongin sangat menghargainya. Tidak terburu-buru.

"Siapa namamu?" tanya Jongin lagi.

Kyungsoo terdiam. Memangnya penting sekali ya bagi Jongin untuk mengetahui namanya? Dia mungkin telah keluar, melanggar janjinya karena telah tenggelam dalam nafsu tetapi Kyungsoo tetap tidak boleh membongkar identitasnya pada orang asing. Dia tidak tahu mengapa hal itu penting baginya—Kyungsoo sangat meragukan dirinya akan bertemu Jongin lagi—tapi Kyungsoo yang memulainya. Ia yang memulai semuanya. Coba saja ia menolak pasti Jongin sudah melepaskannya dan tidak bertanya-tanya lagi.

Tapi tidak apa-apa, Kyungsoo tidak menyesal. Toh, dia juga tertarik pada Jongin. Bercinta untuk semalam dengan Jongin sepertinya bukan ide yang buruk.

Kyungsoo menggeleng menantang, memilih untuk membungkus kakinya di sekitar pinggul Jongin dan menariknya lebih dekat.

Jongin menggeram dan menangkap bibir Kyungsoo dalam ciuman kasar, "Baik, aku tidak akan bertanya siapa namamu," katanya, lalu ia menambah dua jari masuk ke dalam lubang ketat Kyungsoo, membuat yang lebih mungil memekik sakit. Jongin terkekeh, menggoda Kyungsoo dan menggigit bibirnya saat ia berada di atas si mungil. Tubuh mereka sekarang benar-benar panas dan licin karena keringat.

Manik bundar Kyungsoo agak berair dan Jongin menjilat airmatanya, "Jangan menangis. Aku janji pelan-pelan,"

Kyungsoo mengangguk, ia memejamkan matanya. Jongin mengeluarkan tiga jarinya dan menuntun kemaluan yang telah tegak. Ia mendorongnya pelan-pelan, membuat Kyungsoo menggigiti bibir karena sakit. Kuku jari Kyungsoo menekan pinggul Jongin saat kemaluan Jongin telah masuk seluruhnya ke dalam lubangnya.

Setelah beberapa saat Kyungsoo mulai terbiasa dengan Jongin, laki-laki itu bergerak pelan-pelan. Maju mundur secara perlahan dan membuat Kyungsoo merasa nyaman. Perut Kyungsoo seperti terisi kupu-kupu dan kemaluannya memerah ingin mengeluarkan benih.

Jongin menambah tempo kecepatannya. Ia menyodok-nyodok lubang Kyungsoo dengan kuat sekarang, tidak lagi pelan-pelan. Tubuh mungil di bawahnya tersentak-sentak akibat gerakannya dan Kyungsoo melenguh, "K—Kai… ohhhhhh, d—di sana, ahh—ah,"

Jongin terdiam. Ia hanya mendesah sebisanya karena tidak tahu ingin memanggil seseorang yang tengah ia gagahi ini dengan sebutan apa. Laki-laki mungil itu menolak memberitahu namanya dan itu membuat Jongin agak dongkol. Jadi dia hanya bergerak dan terus bergerak. Mengisi tubuh dalam Kyungsoo dengan miliknya yang ereksi.

.

.

Bunyi kecipak dua paha yang beradu terdengar membelah angin malam dan kamar motel Jongin jadi berlipat-lipat lebih hangat. Mereka sudah tidak membutuhkan penghangat ruangan lagi karena keduanya saling menghangatkan. Laki-laki yang lebih mungil kadang merengek saat kulit kemaluan Jongin seperti melukai kulit dalamnya. Jongin kadang bergerak dengan kasar, tapi kadang ia menunggangi Kyungsoo sangat-sangat lembut.

Jongin menghukumnya dengan sangat indah. Kyungsoo merasa melayang dan dibawa ke kahyangan saat laki-laki itu membisikkan kata, "Kau sempurna," atau, "Kau indah," di lubang telinganya. Tubuh mereka masih menyatu dalam satu ritme, dan Kyungsoo benar-benar tidak keberatan jika Jongin menyuruhnya mengubah posisi baru.

Kyungsoo baru pertama kalinya melakukan seks dan ini adalah pengalaman terbaik sepanjang hidupnya. Ia belum pernah merasa sesemangat ini. Setiap ciuman, sentuhan, serta tusukan Jongin dalam tubuhnya membuatnya gila.

Jongin terengah-engah dalam tarikan napasnya dan mulai kelelahan. Butir keringat tercipta di sisi pelipisnya dan ia tersenyum. Tatapan mereka bertemu dan keadaan menjadi hening. Jongin masih bergerak mengisinya, namun matanya terpaku pada sosok Kyungsoo.

.

.

"KAI!"

Kyungsoo memekik. Ia baru saja sampai, membuat Jongin geleng-geleng kepala. Kyungsoo sudah orgasme dua kali dan dia belum sama sekali. Kurang lebih itu membuatnya tertantang, ia mengangkat pinggul Kyungsoo ke atas dan menyodoknya lebih dalam. Entah berapa kali ia hampir berhasil menyemburkan benihnya namun lubang ketat Kyungsoo melarangnya.

Mereka terus bercinta dengan dalam sampai punggung Kyungsoo melengkung tajam, kakinya membungkus erat tubuh Jongin dan Jongin menutup percintaan itu dengan menyemburkan cairannya di sana.

Terengah-engah, Jongin mengembangkan senyum. Kyungsoo terlihat kepayahan dan masih mengambil napas.

Setelah itu, tak satupun dari mereka yang bergerak atau mengucapkan sepatah kata untuk beberapa waktu. Jongin menjauhkan dirinya dari Kyungsoo dan berguling ke samping untuk memberi laki-laki mungil itu ruang untuk bernapas dan menenangkan diri.

.

.

Saat Jongin ingin memejamkan matanya, ia dibuat terkejut dan membelalak karena ternyata Kyungsoo telah mendudukkan diri.

Apa dia tidak kelelahan? pikir Jongin bertanya-tanya.

"A—Aku harus pergi," kata Kyungsoo menjelaskan raut kebingungan Jongin. Ia melompat dari ranjang dan memunguti pakaiannya yang berserakan.

"Harus?"

Kyungsoo mengangguk.

"Secepat itukah?" tanya Jongin lagi. Ia menaikkan alisnya sangsi. Kyungsoo terdiam beberapa detik namun tetap mengenakan pakaiannya, "Aku sudah bilang aku harus segera pulang. Ada pekerjaan besar telah menantiku besok,"

Jongin mendudukkan dirinya dan bersandar dengan lipatan tangannya. Tubuhnya masih telanjang dan dia tidak menutupinya dengan apapun.

"Tidak mau membersihkan diri dulu?" tanya Jongin. Matanya mesum, memandangi tubuh Kyungsoo dan berhenti di selangkangan laki-laki mungil itu. Beberapa benih hasil percintaan mereka barusan menempel di paha Kyungsoo.

Kyungsoo makin memerah saat ia menyadari tatapan Jongin terpaku padanya. Ia mengenakan celana jinsnya dan mengancingkannya cepat-cepat.

"Aku akan membersihkan diri di rumah," ucapnya membela diri.

Ketika Kyungsoo selesai berpakaian, ia bingung harus melakukan apa. Wilayah ini sangat asing baginya, Kyungsoo belum pernah ke sini. Ia bisa tidur dengan orang asing ini saja, masih tidak mengerti bagaimana bisa. Itu terjadi begitu saja. Dan Kyungsoo merasa seperti dia tidak tahu malu, menghabiskan satu malam dengan Kai, dan pergi tanpa basa-basi. Tapi bagaimanapun, mereka saling memuaskan, kan? Bagi Kyungsoo itu sudah impas.

"Umm. Berat mengatakan ini tapi… selamat tinggal," kata Kyungsoo hati-hati.

Jongin mengernyitkan alisnya, "Benarkah selamat tinggal?"

Kyungsoo mengantungi tangannya ke saku, "Hmm,"

"Oke. Sampai jumpa lagi!"

Kyungsoo berbalik meraih gagang pintu dan membukanya, tapi gerakan tangannya berhenti saat Jongin bicara;

"Masih bersikeras tidak ingin memberitahu namamu?"

Kyungsoo terkekeh saat ia mendengar pertanyaan Jongin yang tergolong konyol. Ia tersenyum dan tanpa membalik badan, ia melirik Jongin lewat bahunya.

"Selamat tinggal, Kai."

Blaaam.

Ketika pintu itu tertutup, Jongin merosot jatuh ke tempat tidurnya dan mendesah. "Kuharap bisa bertemu dengannya lagi," gumamnya.

Jongin mengangkat tangan kanannya dan menatap telapak tangannya. Dia masih bisa merasakan betapa halusnya kulit Kyungsoo yang membelai permukaan kulitnya beberapa waktu lalu.

Ia menghela napas lebih dalam, menjatuhkan tangannya dan tersenyum, "Paling tidak dia pernah jadi milikku…"


.

.


(Epilog)

Dua hari berlalu sejak Kyungsoo menghabiskan malamnya dengan orang asing. Itu betul-betul membuatnya berpikir lagi, ia tidak mengerti kenapa terus kepikiran dengan sosok yang begitu pandai meliukkan tubuhnya itu. Ia tidak bisa melupakan Kai.

Tapi alih-alih mengharapkan bertemu kembali, Kyungsoo mendesah. Ia menatap ke depan dengan percaya diri dan mengecek tampilannya. Sekarang, ia tengah berdiri di luar salah satu kelas tempatnya mengajar. Kyungsoo baru dipindah ke mari karena masa mengajar guru yang sebelumnya sudah habis dan Kyungsoo ditunjuk untuk menggantikannya. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum mendorong pintu kelas itu.

Ia bisa melakukannya!

Kyungsoo telah berlatih selama berhari-hari. Teks-teks pelajaran yang akan ia ajar, juga caranya bicara ketika ia menerangkan pelajaran nanti. Ia bahkan menghapal persis yang ia tulis dan yang tertulis di kartu pengajar. Dia juga sudah menyiapkan beberapa bahan untuk mencairkan suasana—lelucon. Yeah, ini tidak sulit.

Mereka hanya anak-anak labil berusia tujuhbelas dan delapanbelas yang tidak begitu sulit diatur. Lagipula Kyungsoo hanya berjarak tiga tahun lebih tua dari mereka. Mereka pasti akan langsung nyaman dengan cara mengajarnya. Ya.

Kyungsoo berpikir mungkin jika ada yang memanggilnya Hyung, akan ia tolerir. Tapi untuk murid perempuan—err, Oppa? Memang sih, usia Kyungsoo tidak beda jauh dengan mereka tapi apa sebutan itu pantas? Mengingat dia adalah guru di situ.

Kyungsoo menggelengkan kepala. Apa yang akan terjadi nanti, biarlah. Akhirnya dengan memberanikan diri ia melangkah masuk. "Pagi, anak-anak," sapanya saat beberapa murid langsung melihatnya dengan takjub.

Kyungsoo berjalan pelan ke meja guru dan menaruh buku-buku yang dibawanya. Ia belum berani menatap seisi kelas, namun hatinya berlomba-lomba saling mendahului. Antara ingin segera menyelesaikan ini atau tidak. Kyungsoo mengumpulkan keberaniannya, "Nama saya Do Kyungsoo. Mungkin kalian ada yang sudah tahu, Seperti kalian tahu, guru Matematika kalian, Nyonya Kim, sudah pensiun. Dan saya akan menggantikannya mengajar Matematika di kelas kalian mulai hari ini sampai kalian lulus. Saya harap kita bisa saling membantu. Yah, simbiosis mutualisme?" jelasnya. Ia menarik napas dalam-dalam terakhir kali sebelum akhirnya mendongak—

—dan tersentak!

Oh! Asdfghjkl asdfghjkl asdfghjkl! K—Kenapa bisa begini?

Kenapa dia bisa duduk di bangku itu?

DAN KENAPA KAI BISA ADA DI SANA?!

Kyungsoo mengumpat, menyumpah serapah dan segala makian bercampur satu dalam dirinya. I—Ini gila! Kai duduk di bangku murid! Tepatnya di bangku kedua deret keempat dekat meja guru. Yang itu artinya mejanya dengan meja guru sangat berdekatan!

Ting tong ting tong! Aduh!

Oh! Demi boneka Pororo-nya yang sudah mulai dekil. B—Bagaimana ini bisa terjadi?!

Rasanya Kyungsoo ingin menceburkan dirinya ke dalam Samudera Atlantik detik ini juga sebab sepasang bibir tebal milik Jongin menyeringai dengan sangat puas.

Wajah Kyungsoo berubah mimik menjadi syok, kaget, matanya melotot dengan mulut ternganga dan pipi membulat.

"Do. Kyungsoo. Seonsaengnim..." ucapnya. Ia sengaja menjeda setiap suku kata saat ia mengucapkannya. Senyum jahat terpatri di wajahnya saat kata-kata itu meluncur dari lidahnya. "Selamat datang."

Dunia serasa berputar-putar di depan mata Kyungsoo. Ia sudah tidak bisa fokus dan pandangannya mulai buram. Beberapa anak perempuan memekik saat tubuhnya oleng, dan hal terakhir yang Kyungsoo ucapkan sebelum ia pingsan adalah:

"SIAL!"


Kkeut!