Disclaimer : Naruto and all the characters mentioned in the story they're all belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial benefits from this.
Peach
Ini semua bermula pada minggu pagi, ketika Sasuke menyadari hari ini adalah gilirannya dan Naruto pergi ke supermarket untuk membeli beberapa barang keperluan mereka yang sudah mulai menipis.
Setengah hati pria si Uchiha meninggalkan secangkir kopi miliknya di atas meja. Dia menuju kamar untuk membangunkan si pirang yang masih terlelap di atas kasur. Tahu membangunkan Naruto tidak mudah, sekuat tenaga Sasuke menarik paksa tubuh si pirang meninggalkan kasur, meski dia tahu pada akhirnya si pirang akan kembali tidur dalam mobil.
Naruto memang terbiasa membutuhkan waktu tidur lebih banyak untuk mengganti seluruh energinya yang terpakai di kantor kemarin.
.
"Dobe buka matamu!" protes Sasuke yang terdengar seperti sebuah perintah. Dia merasa tidak aman saat Naruto secara tidak sengaja mendorong troli dengan mata terpejam. Bisa saja pria itu akan menabrak seseorang. Mungkin anak kecil yang sedang berlari? Menabrak tumpukan tisu? Yang lebih parah lagi bagaimana jika menabrak tumpukan minuman kaleng?
Bisa saja bukan?
"Maaf," sahut Naruto mengerjap. Dia kembali menguap, sedikit menyesal melihat raut kesal di wajah si Uchiha.
"Ini bagianmu." Sasuke menyerahkan selembar catatan kecil pada Naruto. di dalamnya tertulis beberapa benda dengan tinta warna hitam.
Tanpa menyahut, Naruto mengecup pipi Sasuke sebelum berbalik. Takut diprotes, dia berlari cepat dengan troli miliknya.
Ini sudah menjadi kebiasaan yang biasa mereka lakukan selama bertahun-tahun. Sasuke akan menulis apa saja yang harus mereka beli ke dalam dua lembar kertas. Satu lembar untuknya, dan lembar yang lain untuk Sasuke—seperti membagi tugas.
"Pasta gigi." Naruto memincingkan mata. Menatap detil, juga hati-hati. Namun tidak satu pun dia melihat pasta gigi yang biasa tersimpan di dalam lemari kamar mandi, sebaliknya dia justru melihat pasta gigi perisa jeruk.
Tanpa berpikir dua kali, dia mengambil 10 boks sambil tersenyum lebar.
.
"Sasuke!" Naruto melambaikan tangan. Sedikit berlari, dia mendorong troli dengan sekantung penuh buah bulat berwarna merah di tangan.
Tomat.
"Kau sudah selesai?" tanya Naruto. Dia memamerkan bangga isi trolinya yang hampir penuh dengan beberapa barang, makanan, dan beberapa buah-buahan.
Sasuke mengangguk. "Kau tidak mengambil jeruk?" ucapnya heran, karena tidak melihat buah yang biasa mendominasi seluruh permukaan troli.
"Ah ..., aku mengantinya," sahut Naruto.
Troli didorong ke arah kasir, mereka berdua berjalan beriringan.
Sasuke berusaha melangkah lebih cepat mendahului si pirang. Dengan sangat hati-hati, dia mengeluarkan isi trolinya. Namun berhenti saat perhatiannya tersita pada buah oranye-kemerahan di dalam plastik.
"Peach?" ujar Sasuke.
Dari arah belakang, Naruto menyahut menjelaskan, "Pengganti jeruk."
"Aku tidak tahu seleramu berubah," balas Sasuke, masih merasa aneh.
Naruto hendak membuka mulut meski ragu, tapi ditatap penuh selidik oleh netra hitam itu membuatnya terpojok. Dia menyerah, menggaruk belakang kepala sambil tersenyum malu, "Aku merasa buah peach mirip dengan bokongmu yang bulat."
Tubuh Sasuke mematung.
Tas yang berada dalam genggam jatuh ke atas lantai. Apa dia bermimpi? Atau telinganya salah dengar? Tidak mungkin Naruto berani mengatakan hal memalukan seperti itu tanpa berpikir di mana mereka berada saat ini.
"Sasuke?"
Menahan malu hingga membuat wajahnya merah seperti kepiting rebus. Sasuke mencoba menoleh ke kiri dan ke kanan, melihat keadaan sekitarnya yang ternyata tidak mendukung. Betapa kagetnya dia mendapati seluruh pengunjung melihat ke arahnya sambil menahan tawa.
"Sasu?" panggil Naruto lagi. Bingung karena tidak kunjung mendapat respon, dia berusaha mendekat dengan menyentuh pundak si Uchiha. "Sasu—Uagh!"
Sayang, dia harus merasakan jotos kuat si pucat tepat di wajahnya.
"Diam kau!" Tanpa pikir panjang Sasuke meninggalkan Naruto yang masih meneriaki namanya untuk kembali. Dia tidak lagi peduli. Kaki jenjang melangkah cepat, wajah tampan merah hingga ke telinga, menunduk karena malu.
"Brengsek. Aku tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi hari ini!"
.
End
