Title: The sweet Hong
Pair: JiHan
Other pair: VerKwan, Meanie, etc.
Rate: T
.
.
.
.
.
Lelaki itu membuka pintu kamarnya, namun ia sedikit terkejut mendapati ada orang lain yang juga berada di sana.
"Junghan?" ia bergumam.
"hai, Jisoo" lelaki bernama Junghan itu tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Jisoo.
"kau pindah ke sini?"
"iya. Kau tidak keberatan kan? di daftar kamar asrama, hanya kamarmu yang masih terisi satu orang"
Jisoo sekarang mengerti kenapa lelaki dengan senyuman menawan itu berada di dalam kamarnya. dia menutup pintu, membuka kedua sepatu, lalu duduk di ranjangnya sambil memperhatikan Junghan yang sibuk menata barang-barangnya.
"kenapa kau pindah kamar?" tanya Jisoo.
"dua minggu yang lalu Seokmin pindah ke kamar lain, jadi kupikir tidak apa-apa jika aku sendirian.. tapi ternyata membosankan juga"
"kau juga akan merasa bosan di sini, Junghan" Jisoo merebahkan dirinya di ranjang.
Junghan menoleh padanya, "kenapa kau bicara begitu? menurutku kau tidak membosankan"
Walau mereka berbeda jurusan, Junghan dan Jisoo saling mengenal karena mereka satu klub vokal di kampus.
"kau akan mengetahuinya beberapa hari lagi"
"Jisoo, aku tidak mau membangun hubungan buruk dengan orang lain. Kau temanku, kita berteman"
"tentu saja kita berteman, tapi aku ini orang yang membosankan"
"aku tau sebenarnya kau tidak seperti itu. daripada kau diam saja lebih baik kau bantu aku merapihkan barang-barangku"
Entah kenapa Jisoo mau menurut saja dengan ucapan Junghan, jadi dia beranjak untuk mulai membantunya.
"selama aku sendirian, aku tidak pernah membersihkan ranjang di sebelah ini.. jadi maaf kalau berdebu" kata Jisoo dengan wajah kikuknya.
"tidak apa, aku sudah membersihkannya kok"
"beberapa mahasiswa pernah sekamar denganku, tapi akhirnya mereka pindah" Jisoo tertawa pelan.
"bukankah kau sempat juga sekamar dengan Soonyoung?"
"ya, tapi sebulan yang lalu dia pindah lalu sekamar dengan Jihoon"
"aku tidak akan pindah kok"
Jisoo menatap senyuman Junghan yang menenangkan. bukan hanya Jisoo yang berpendapat seperti itu, tapi semua teman-teman mereka juga mengatakan hal yang sama bahwa senyuman Junghan itu menenangkan hati.
"lagipula ternyata pindah kamar itu merepotkan juga hehe"
Lalu senyuman Junghan memberi efek pada Jisoo yang akhirnya tersenyum juga.
.
.
.
.
.
"Han, kau pindah kamar?" Seungcheol bertanya heran.
"yap" jawab Junghan senang hati. "aku sekamar dengan Jisoo"
"Hong Jisoo yang dari klub vokal juga? yang sering kemana-mana dengan Hansol?"
"iya, memangnya Hong Jisoo mana lagi?"
"setauku ada Hong Jisoo juga di jurusan fisika" sahut Junhui, satu-satunya orang Cina di antara mereka.
"dia itu mem─"
"tidak Seungcheol, dia tidak seperti itu" tukas Junghan karena dia tau apa yang akan Seungcheol katakan.
"hanya saja Hong Jisoo itu terlalu tenang. Tidak sepertimu, Seungcheol" Junhui menuding Seungcheol terang-terangan.
"apa? aku? kenapa aku?"
"kau itu lumayan berisik" kata Junhui lagi.
"Seungcheol kita tidak pernah pacaran, jadi dia tidak tau bagaimana caranya menjaga image di depan orang lain" sindir Junghan usil.
"hei, aku pernah pacaran kok!"
Lalu Junhui dan Junghan tertawa bahagia telah berhasil menggoda Seungcheol.
"ada yang mau bergabung di kafeku untuk festival bulan depan?" Junhui mengeluarkan selebaran dari dalam tasnya.
"kau membuat kafe?" Seungcheol mengambil selebaran itu.
Junghan ikut memperhatikan selebaran tersebut. "itu bagus, dari jurusan kita belum ada perwakilan untuk membuka stand"
"nah, makanya aku mengajak kalian. Anggotanya baru ada tiga orang"
"apa? tiga? Perasaanku tidak enak" Seungcheol menyernyit.
Junhui berdecak, "ini pasti berhasil. Kami sudah sepakat dan menentukan semuanya, kalian cuma harus membantu saja"
"kalau begitu tugasmu sebagai apa?" Junghan bertanya.
"aku kasir, Mingyu dan Seokmin koki"
"Seokmin koki?" Seungcheol tertegun, "wah kejutan sekali"
"hm.. kalau begitu belum ada pelayan?" gumam Junghan. "ya sudah Seungcheol, kita jadi pelayan saja"
"bagus! Kami memang belum punya pelayan"
Seungcheol mengangguk. "baiklah. Tapi memangnya tema kafe kalian apa?"
"Cafe Prince"
Sementara Seungcheol tertawa, Junghan bersiul pelan. "wah, parodi drama Coffee Prince ya?"
"bisa dikatakan begitu. kau tidak lihat aku, Mingyu, dan Seokmin setampan apa? setampan Pangeran.. dan kalau kalian juga jadi masuk, kafeku sudah lengkap oleh orang-orang tampan!" kata Junhui penuh semangat.
"hahaha aduh, aneh sekali. tapi terimakasih sudah mengakui kalau aku tampan" Seungcheol memijat tulang pipinya yang pegal akibat tertawa.
Junghan tertawa pelan, matanya menangkap ke deretan orang-orang yang tengah mengantri memesan makanan di kafetaria.
Di antara orang-orang itu Junghan melihat Jisoo sedang berdiri menunggu, lalu di sebelahnya ada Hansol.
Saat Jisoo mengobrol dengan Hansol, tak sengaja tatapan mereka bertemu dan keduanya tertegun sebentar.
Junghan tersenyum lebih dulu dan melambaikan tangannya.
"kau melambai pada siapa?" Junhui mengikuti arah pandang Junghan, "oh, si Hong Jisoo.."
Jisoo dari kejauhan membalas senyum Junghan dan juga lambaian tangannya kemudian mengambil pesanan, lalu pergi bersama Hansol yang mengekorinya sembari memainkan ponsel.
"tuh kan, dia itu membosankan sekali orangnya" Seungcheol menyahut.
"tidak begitu. dia banyak ngobrol denganku selama kita sekamar" lagi-lagi Junghan membela Jisoo.
"kenapa juga kau harus menyapanya barusan?"
"kami kan teman, kalau bertemu di tempat lain tentu saja harus saling menyapa"
"sudahlah Junghan, Seungcheol itu bodoh.. dia tidak akan mengerti" sindir Junhui santai, kemudian Seungcheol mulai melayangkan protes padanya.
"cari satu orang lagi untuk jadi pelayan, Jun. Tidak mungkin hanya aku dan Seungcheol"
Perdebatan Seungcheol dan Junhui berhenti karena suara Junghan.
"baik, aku akan mencari satu orang lagi. kalau bisa kalian juga bantu mencari"
Seungcheol dan Junghan mengangguk setuju.
.
.
.
.
.
Junghan terbangun dengan mata yang mengerjap-ngerjap. masih terasa ngantuk sekali, tapi ia ingin buang air kecil.
Ia pun duduk di ranjang sambil mengusap wajahnya. Saat akan beranjak, dia melihat seseorang sedang membuka jendela kamar.
Seseorang?
"Jisoo?" panggilnya bingung.
Jisoo menoleh kaget ke arah Junghan.
"oh, kau terbangun rupanya" hanya itu respon Jisoo.
"kau... mau ke mana?" Junghan bertanya lagi.
Sebenarnya Jisoo ingin tertawa karena melihat wajah Junghan yang masih setengah mengantuk dan itu sangat lucu.
"aku ingin keluar. kau tidur saja lagi"
Junghan melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 1 malam.
"sudah lewat jam malam, Jisoo. Tidak ada yang boleh keluar dari asrama" Junghan mengingatkan.
Jisoo berhenti bergerak untuk melompati jendela, "kau.. bisa jaga rahasia kan?" tatapannya memohon ke arah Junghan.
"t-tapi memangnya kau mau ke mana?" Junghan masih penasaran.
Helaan napas Jisoo terdengar pelan.
"aku lapar, ingin cari makan di luar"
Mendengar kata lapar dari Jisoo, perut Junghan refleks berbunyi. Dia terkejut lalu memegang perutnya sendiri.
Akhirnya Jisoo tertawa melihat tingkah lucu Junghan. "kau juga lapar?"
"kurasa begitu..." Junghan menggigit bibir bawahnya.
"mau menitip sesuatu? Nanti aku belikan" tawar Jisoo.
Tiba-tiba muncul sebuah ide di otak Junghan.
"Jisoo, aku boleh ikut denganmu?"
Jisoo membeo, "apa? kalau nanti ketahuan pihak asrama bagaimana? Aku tidak mau kau dihukum, Junghan"
"kalau dihukum, kita kan dihukum bersama-sama" Junghan tersenyum meyakinkan.
Jisoo berpikir sejenak, menimbang-nimbang resikonya jika mengajak Junghan.
"ayolah Jisoo, aku lapar..."
"apa kau yakin mau ikut?"
Junghan mengangguk.
"baiklah. Ayo pakai jaket dan sepatumu, di luar udaranya dingin"
"oh tunggu, aku harus buang air kecil dulu"
.
.
.
.
.
Jisoo melompati jendela dengan mulus, ia melihat situasi sekitar dan untungnya semua sudah aman.
"aku bisa keluar sekarang?" Junghan bertanya dengan berbisik.
Lalu Jisoo membantu Junghan untuk melompati jendela. baru seperti ini saja, sudah terasa sangat seru bagi Junghan.
"untung saja kamar kita di lantai dasar" kata Junghan lagi.
Jisoo tersenyum. "lebih mudah untuk kabur. Kalau di lantai atas, memangnya kau mau terjun bebas?"
Junghan sukses tertawa geli karena ucapan Jisoo, tapi dia menahannya menggunakan telapak tangan karena takut akan mengeluarkan suara.
Mereka kembali beroperasi. Jisoo berjalan lebih dulu dan Junghan mengikutinya dari belakang, mereka melewati jalan kecil di samping dinding asrama yang tersambung pada taman.
Junghan terperangah saat Jisoo dengan lihainya memperhatikan situasi dari balik dinding.
"hei, kau sudah sering melakukan hal ini ya?"
Jisoo mengangguk. "tidak sering juga sih, hanya saat aku lapar saja"
Lalu Junghan kembali mengikuti Jisoo menuju ke tempat sampah besar yang berada di taman, itu adalah tempat sampah organik.
Jisoo mendorong tempat sampah itu dengan mudah karena terdapat roda di bawahnya. Ia menggesernya ke samping, lalu Junghan tertegun saat melihat ada sebuah lubang di balik tempat sampah tadi.
"kenapa?" Jisoo tertawa lagi melihat ekspresi Junghan.
"woah.. ini seperti di film-film"
Jisoo menggelengkan kepalanya. Dia menggenggam tangan Junghan lalu mereka melewati lubang itu untuk menuju keluar dari asrama.
Tak lupa, Jisoo menarik bagian bawah tempat sampah tadi untuk menutupi lubang kembali.
"ini kan kebun milik kampus.." Junghan menatap hamparan kebun buah yang memang berada di samping gedung asrama.
"di sebelah sana ada anjing penjaga. Tetap dekat denganku, oke?"
Junghan mengangguk. "sebaiknya kita bergandengan tangan lagi" katanya dengan polos.
Jantung Jisoo mendadak berdegup akibat ucapan Junghan barusan.
Bergandengan tangan lagi?
Jisoo baru sadar tadi dia menggenggam tangan Junghan saat membantunya melompat jendela dan saat mereka melewati lubang.
Dan dia menikmatinya.
"kau benar. ayo" Jisoo kembali menggenggam tangan Junghan lalu mereka mengendap-ngendap menelusuri kebun.
.
.
.
.
.
Junghan mengaduk ramennya yang sudah mendidih, dia menghampiri Jisoo yang sudah lebih dulu menyantap ramennya sendiri.
Mereka memutuskan untuk kabur ke minimarket yang tidak jauh dari asrama.
"Jisoo, tadi itu seru sekali" kata Junghan dengan antusias sambil duduk di sebelah Jisoo.
"hehe begitulah perjuangan kita hanya untuk mencari makan di malam hari"
Junghan mengangguk setuju. "pantas saja kau betah di kamarmu, kau termasuk mahasiswa yang tidak pernah pindah-pindah kamar"
"meskipun begitu aku harus tetap berhati-hati agar tidak ketahuan"
"apa kau juga yang membuat lubang di balik tempat sampah tadi?" lalu Junghan mulai menyantap ramennya.
"tentu saja bukan"
"lalu bagaimana kau bisa tau tentang lubang itu?"
"aku tau dari salah seorang senior, dia sudah lulus sekarang"
"benarkah? Aku rasa banyak mahasiswa lain yang juga sering kabur malam hari" tebak Junghan.
Jisoo mengangguk, "dan aku rasa lubang itu bukan satu-satunya jalan untuk kabur"
Keduanya tertawa bersama karena dugaan masing-masing.
Setelah beberapa menit, Junghan dan Jisoo sudah menghabiskan ramen mereka. tapi Junghan benar-benar memanfaatkan momen ini, dia membeli banyak sekali cemilan lain dan mulai memakannya satu per satu.
"kau benar-benar lapar ya?" Jisoo menggelengkan kepala melihat cemilan yang Junghan beli.
"sebagian akan aku makan di sini, lalu sebagian lagi aku bawa kembali ke asrama"
"lain kali jika kau lapar lagi di malam hari, aku akan mengajakmu keluar"
"serius? Terimakasih, Jisoo. Tadinya aku khawatir menghambat rencana kabur kita"
"tadinya kupikir juga begitu, tapi ternyata tidak sulit juga membawamu" Jisoo tersenyum.
"rasanya benar-benar seru! Walaupun tegang, tapi ini asyik"
Jisoo menyukai bagaimana Junghan bisa mengajaknya ngobrol dengan leluasa tanpa canggung. Junghan sedikit banyak membuat Jisoo tidak bosan lagi untuk berlama-lama di dalam kamar.
Selain itu, Junghan memiliki wajah yang manis.
.
.
.
.
.
Junghan menguap cukup lebar dalam perjalanannya kembali ke kamar asrama.
Akibat kabur semalam bersama Jisoo, Junghan jadi mengantuk sekali saat mata kuliah berlangsung. Ia juga tidak begitu fokus pada materi yang diberikan oleh Dosen.
Saat sudah sampai di kamar, Junghan langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang tanpa melepas sepatu lagi. dia benar-benar butuh tidur saat ini.
Samar-samar dia mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Mungkin itu Jisoo yang sudah pulang lebih dulu darinya, Junghan sudah tak sanggup lagi membuka mata.
Jisoo memandang heran pada Junghan yang tidur tanpa melepas sepatu dan jaket tebalnya.
Pasti anak itu mengantuk karena semalam mereka baru kembali ke asrama pada pukul 4 pagi, sudah tentu Junghan kurang tidur.
Jisoo berpikir Junghan pasti tak nyaman tidur dalam keadaan seperti itu. dengan hati-hati Jisoo berlutut di samping ranjang Junghan dan melepas sepatu Junghan pelan-pelan agar lelaki manis itu tidak terbangun.
Lalu Jisoo membuka zipper jaket Junghan. Hanya sekedar membukanya, dia tak berani melepas jaket itu dari tubuh Junghan karena anak itu pasti akan terganggu.
Mata Jisoo tak bisa beralih dari wajah Junghan.
Junghan sangat baik, ceria, dan satu-satunya orang yang bisa membuat Jisoo lebih banyak tertawa belakangan ini.
Dengan lembut Jisoo menyingkirkan poni Junghan yang menjuntai menutupi kelopak matanya.
Jisoo akui dia merasakan sesuatu yang aneh.
.
.
.
.
.
Junghan bangun dari tidurnya dan mendengar suara petikan gitar yang mengalun pelan. Ia menoleh ke ranjang Jisoo, di sana Jisoo sedang memainkan gitar tanpa menyadari bahwa Junghan sudah bangun.
"Jisoo.."
Jisoo refleks berhenti memainkan gitarnya. "oh, kau sudah bangun rupanya" lagi-lagi hanya seperti itu respon Jisoo.
"kau bisa bermain gitar?"
"ya begitulah. Apa aku membuatmu terbangun?"
"tidak, ini memang sudah saatnya aku bangun.. berapa lama aku tidur?" Junghan menguap lebar.
Jisoo tersenyum melihat tingkahnya. "sekitar tiga jam"
Mata Junghan membulat kaget mendengarnya. Tiga jam? Lalu dia melihat ke arah pemandangan di luar kaca jendela yang ternyata sudah gelap.
"ya ampun, aku harus mandi"
Saat Junghan sibuk mencari handuknya, Jisoo teringat sesuatu yang harus dia berikan pada Junghan.
"Junghan, tadi Junhui ke sini dan menitipkan sesuatu padaku" Jisoo mengambil barang itu lalu menghampiri Junghan, "Junhui bilang ini harus kau pakai saat festival"
Junghan menerima itu, ternyata sebuah seragam pelayan yang sudah pasti untuk dia pakai saat festival nanti.
"cepat sekali, apa dia menjahitnya?" Junghan bertanya lebih kepada dirinya sendiri.
"jurusanmu membuka stand kafe?"
"iya, ini semua ide Junhui" Junghan melipat seragam itu kembali. "kami sudah punya lima anggota. Kau kenal Seungcheol, Mingyu, dan Seokmin kan? mereka juga anggota"
Jisoo mengangguk. "aku kenal kok"
Junghan terdiam sebentar. "kalau kenal kenapa tidak pernah menyapa?"
"apa harus? Aku hanya kenal nama dan wajah mereka, tidak pernah ngobrol"
"besok kau harus ikut aku untuk berkumpul dengan mereka" Junghan memutuskan sepihak.
"tidak tidak, mereka pasti tidak menyukaiku"
"loh kenapa? Mereka pasti menyukaimu kok"
"karena aku ini─"
"kau tidak membosankan, Jisoo" potong Junghan langsung. "kalau kau membosankan, tidak mungin Hansol mau berteman denganmu. Aku juga sering lihat kau ngobrol dengan teman-teman yang lain.. jangan merendahkan dirimu sendiri, itu tidak baik"
Jisoo tertegun. Tanpa sadar dia mengusap pipi Junghan hingga membuat lelaki manis itu mendadak gugup.
"terimakasih, kau memandangku dengan cara yang berbeda"
Junghan merasakan dadanya bergemuruh hebat.
"sama-sama. Itu gunanya teman"
Perlahan Jisoo tersenyum lega setelah mendengar ucapan Junghan.
"hei, rambutmu mulai panjang" lagi-lagi Jisoo menyibak poni yang menutupi pandangan Junghan.
"rambutku cepat tumbuh dan agak tebal, jadi aku selalu lupa untuk memotongnya"
"jangan dipotong" Jisoo mengusap rambut Junghan pelan.
Oh tidak, jangan tatap Junghan seperti itu. Junghan semakin berdegup dan dia mulai salah tingkah oleh mata Jisoo yang indah.
"pasti akan terlihat semakin manis jika rambutmu panjang" akhirnya Jisoo menjauhkan tangannya dari Junghan, membuat Junghan diam-diam bernapas lega.
"eum.. aku harus mandi sekarang hehe" Junghan mengambil handuknya lalu segera masuk ke kamar mandi.
Jisoo mengusap wajahnya seperti orang depresi, namun setelah itu dia malah tertawa malu mengingat kelakukannya sendiri tadi.
Jisoo akui, dia menyukai Junghan.
.
.
.
.
.
"Junghan, sedotan itu lama-lama bisa habis kalau kau gigit-gigit terus" tutur Mingyu yang duduk di sebelahnya.
Junghan berhenti menggigiti sedotan dari minuman jusnya kemudian tersenyum. "maaf, aku sedang galau"
"galau? Tumben sekali" Mingyu membuka buku komik yang baru saja dia keluarkan dari dalam tasnya.
Tidak mungkin Junghan bercerita pada Mingyu soal dirinya dan Jisoo.
"Mingyu, kau menyukai Wonwoo kan?"
Mingyu menoleh kaget ke arah Junghan, kemudian dia langsung membekap mulut Junghan menggunakan tangannya.
Junghan kaget akan pergerakan Mingyu, jadi dia tak sempat melawan.
"dari mana kau tau soal itu?" bisik Mingyu.
Junghan mengerjap bingung, kelakuan Mingyu semakin aneh. bagaimana Junghan bisa menjawab kalau Mingyu masih membekap mulutnya seperti ini?
Mingyu menyadari kebodohannya, dia pun menjauhkan tangannya dari mulut Junghan.
"kau terlalu jelas sih, makanya banyak yang tau kalau kau sebenarnya menyukai Wonwoo" Junghan melirik sosok Wonwoo yang duduk di sudut kelas, asyik ngobrol dengan Soonyoung.
"itu urusan pribadiku. Kalau sudah tau, kau bisa jaga rahasia kan?" ini pertama kalinya Mingyu memohon pada orang lain.
Junghan mengangguk, "aku juga tidak mau ikut campur. Hanya saja aku ingin bertanya sesuatu"
"tanya tentang apa?"
"bagaimana rasanya menyukai?"
Mingyu hening sejenak.
"ha?"
Junghan berdecak gemas. "kau kan sedang menyukai Wonwoo, bagaimana rasanya?"
"rasanya? Ya.. rasanya suka" Mingyu menjawab bodoh.
Lagi-lagi Junghan berdecak.
"aku tau, tapi bagaimana tanda-tandanya? Apa yang kau rasakan di dalam dirimu ketika tau bahwa kau menyukai Wonwoo?"
Mingyu sekarang mengerti, dia pun mengingat kembali bagaimana dia menyadari perasaannya pada Wonwoo.
"aku ingin selalu berada di dalam jarak pandangnya, seperti.. ingin menarik perhatiannya secara tidak langsung. Dan tentu saja kalau dekat-dekat dengannya, jantungku berdebar" Mingyu tertawa malu.
Junghan mengangguk-ngangguk. Untuk menarik perhatian, sepertinya Junghan tidak seperti itu pada Jisoo. Tapi jantung yang berdebar..
Ia merasakannya kemarin malam.
Junghan merasa gugup saat Jisoo menyentuhnya seperti itu. apalagi tatapannya, membuat Junghan lemas seketika.
"eh, kau menyukai seseorang ya? pantas saja kau galau" curiga Mingyu.
"tapi aku tidak yakin kalau dia juga menyukaiku" jawab Junghan kalem.
Mingyu menghela napas, ekspresinya menjadi mendung. "kau senasib denganku"
Junghan jadi merasa kasihan pada Mingyu, punya perasaan diam-diam pada seseorang pasti sangat menyedihkan.
"hai Mingyu, Junghan" sapa Wonwoo yang berjalan melewati deretan meja mereka.
Seketika Mingyu tersenyum cerah ke arahnya, "hai Wonwoo!"
"Aku duluan ya!" pamitnya melambaikan tangan lalu keluar dari kelas.
Junghan hanya tersenyum membalas lambaian tangan Wonwoo, lalu dia kembali prihatin melihat Mingyu yang ekspresinya jadi mendung lagi.
"sudahlah, yang penting hubunganmu dan Wonwoo kan tetap baik sebagai teman" ia menguatkan Mingyu.
"ya, teman sekelas" koreksi Mingyu sambil membaca komiknya lagi.
Lalu Junghan tak bisa berkata apa-apa lagi, jadi dia hanya menepuk-nepuk punggung Mingyu untuk menenangkannya.
.
.
.
.
.
Jisoo menekan tombol password pintu kamarnya, dia mendapati Junghan tengah makan ramen sendirian di atas ranjang.
"tumben kau pulang malam?" Junghan mengunyah ramennya penuh hikmat.
"mengerjakan tugas dulu di perpustakaan. kau pesan dari kafetaria?" tanya Jisoo sambil menunjuk ramen di tangan Junghan.
"iya, itu pun saat kafetaria sudah akan tutup hehe"
Namun tiba-tiba dengan santainya Jisoo duduk di sebelah Junghan dan mendekat padanya. demi Tuhan, Junghan tidak jadi menelan ramen di mulutnya karena jarak mereka terlalu rapat.
"boleh aku minta?" dengan tatapan memelas, Jisoo benar-benar kelaparan.
Junghan menelan ramennya susah payah, "kau tidak sempat makan siang tadi?" ia menyuapi ramen tersebut pada Jisoo dengan lembut, meskipun sekarang Junghan sedang panik di dalam hati.
Jisoo tersenyum saat ramen sudah berada di mulutnya. "tidak sempat, tugasku menumpuk"
"walau begitu kau harus tetap menyempatkan waktu untuk mengisi perut. Kalau kau sakit bagaimana?"
"aku sudah terbiasa begini. dulu keluargaku sempat krisis saat kami tinggal di Los Angeles, jadi aku terbiasa tidak makan"
Benarkah? Junghan baru tau tentang sisi miris kehidupan Jisoo. Dibalik gayanya yang gentle dan seperti punya banyak uang, ternyata Jisoo pernah mengalami hal seperti itu?
"kau serius?" tanya Junghan memastikan.
Jisoo mengangguk, "makanya Orang tuaku memutuskan pindah lagi ke Korea, dan syukurlah keadaan jadi membaik lagi hingga sekarang"
"kau lahir di Los Angeles?" dia kembali menyuapi ramen untuk Jisoo.
"iya aku lahir di sana, saat pertama kali ke Korea.. aku sulit beradaptasi sehingga aku jadi lebih banyak diam. aku hanya takut salah bicara atau bertingkah dan membuat orang di sekitar jadi tidak nyaman"
Itu yang menyebabkan Jisoo menjadi sosok yang cukup tertutup, lalu semua orang malah menganggapnya membosankan.
"ah maaf aku jadi cerita hal tidak penting"
"tidak apa-apa, sebagai teman sekamar berbagi cerita itu menyenangkan"
Jisoo meraih mangkuk ramen di tangan Junghan yang sudah kosong, dia meletakkannya di lantai tepat di bawah ranjang Junghan.
"terimakasih atas ramennya" ucap Jisoo kembali menatap Junghan.
Junghan mengangguk. "sama-sama"
"karena aku sudah berbagi sedikit cerita tentang diriku, bagaimana kalau kau juga melakukannya?"
Apa yang harus Junghan ceritakan kalau Jisoo menatapnya seperti ini?
Untuk menutupi rasa gugupnya, Junghan menekuk kedua lutut lalu memeluknya dengan erat.
"eum.. aku rasa tidak ada yang harus aku ceritakan"
Jisoo menyernyit bingung, "kenapa?"
"karena tidak ada yang spesial"
"ayolah, ceritakan sedikit saja. kalau begitu biar aku yang bertanya, bagaimana?"
"silahkan, aku akan menjawabnya" kata Junghan dengan senyuman kikuknya.
"apa kau anak tunggal dalam keluargamu?"
"tidak, aku punya seorang kakak"
"kau termasuk mahasiswa yang jarang pulang ke rumah ketika liburan, kenapa?"
"kau terdengar seperti sedang menginterogasiku, Jisoo" Junghan tertawa.
Jisoo juga ikut tertawa, tapi dia tetap melanjutkan pertanyaannya. "apa kau lebih nyaman di asrama daripada di rumah?"
"bagaimana denganmu? Kau juga jarang pulang ke rumah saat liburan" Junghan balik bertanya.
"aku anak tunggal, Orang tuaku sibuk bekerja. Untuk apa aku pulang jika tak ada yang menyambutku di rumah?"
Oh, Junghan menyesal bertanya. Pasti Jisoo merasa risih ketika harus menjawab pertanyaan barusan.
"mungkin apa yang kau katakan benar, aku terlalu nyaman di asrama. Terkadang aku tak bisa pulang juga karena tugas liburan yang menumpuk"
Jisoo mengangguk. "aku paling sebal pada tugas yang menumpuk saat liburan"
"hehe kita ini mahasiswa, harus menerima segala resikonya" senyuman Junghan yang angelic itu muncul lagi, Jisoo suka memandangnya.
"kenapa kau selalu tersenyum seperti itu?"
Kali ini Junghan bingung oleh pertanyaan aneh Jisoo.
"tersenyum seperti bagaimana? Senyumku memang begini sejak dulu"
Lama Jisoo terdiam, kemudian dia malah tertawa merutuki kebodohannya sendiri. Dia bertanya hal absurd pada Junghan, bisa membuat pesonanya jatuh seketika.
"maaf. Aku ingin istirahat, lelah sekali rasanya"
"kalau begitu, selamat tidur Jisoo"
"selamat tidur Junghan"
.
.
.
.
.
Seseorang menyibak rambut Luhan yang menutupi sebagian wajahnya. Ketika Junghan menoleh, ternyata itu Junhui dan di sampingnya ada Seokmin.
"ada apa?" sahut Junghan.
"kenapa rambutmu semakin panjang hyung? kau tidak pernah potong rambut?" tanya Seokmin penasaran.
Junghan menggeleng, "aku terlalu malas untuk memotongnya hehe" padahal tidak begitu.
"tapi kau jadi cantik, Han" aura mesum Junhui mulai muncul.
Seokmin menyernyit jijik. "hei hyung, kau tidak pantas pasang ekspresi begitu. kau kan juga cantik" ia mengucapkan kalimat terakhir dengan agak pelan.
"aku tidak cantik!"
"kalian ada apa menghampiriku ke sini?" akhirnya Junghan mengalihkan topik pembicaraan.
"diskusi soal kafe. Apa kau sudah menemukan satu orang lagi untuk jadi pelayan?" Junhui duduk di hadapan Junghan.
Junghan menutup bindernya, meletakkan pulpen, lalu meraih iced coffee miliknya yang sejak tadi belum diminum. "belum"
Seokmin mendengus. "ya ampun hyung, kami juga belum menemukannya!" lalu entah atas dasar apa mantan teman sekamar Junghan itu menjadi panik.
Junhui mengguncang kedua bahu Seokmin "hei hei, tenang! Kita pasti menemukannya"
"kalian kan jago merayu, kenapa tidak merayu junior-junior saja? siapa tau ada yang mau" kata Junghan.
"kami sudah melakukannya kok" Junhui mengusap wajahnya kasar, "tapi mereka tidak mau"
"mungkin karena kalian tidak menawarkan bayaran?" tebak Junghan lagi.
"kami menawarkan bayaran yang lumayan untuk taraf mahasiswa, tapi mereka tetap tidak mau hyung" jelas Seokmin.
"kenapa kau tidak mencari, Han? Aku pikir kau bisa diandalkan" sahut Junhui memasang ekspresi sebal.
"maaf ya, aku lupa hehe. Aku akan mencarinya hari ini, doakan saja aku beruntung"
"aku selalu mendoakanmu, hyung.. terutama untuk rambutmu" sindir Seokmin kemudian Junhui tertawa geli di sebelahnya.
Junghan ikut tertawa tapi dia langsung menguncir rambutnya menggunakan ikat rambut yang sudah dia gunakan semenjak rambutnya semakin panjang itu.
"ini style-ku, memangnya tidak boleh?" walau begitu Junghan tetap agak merasa malu.
"hyung, kau jadi terkenal seantero kampus. Semua orang tau rambut panjangmu, kau satu-satunya lelaki berambut panjang di sini"
"percaya padaku, mereka menyukai rambutmu itu.. jangan dengarkan Seokmin, kau cocok dengan style seperti ini" Junhui memberi pendapat.
"terserah lah, aku pergi dulu" Junghan mengambil tasnya lalu dia pergi dari kafetaria meninggalkan Seokmin dan Junhui.
Apa yang dikatakan oleh Seokmin memang benar. sekarang Junghan lebih dikenal oleh seluruh orang di kampus karena rambut panjangnya.
Terimakasih pada Jisoo yang memintanya untuk tidak memotong rambut.
Junghan sendiri juga tidak menyangka ia mau menuruti permintaan Jisoo ini. kenyataannya sekarang Jisoo senang sekali melihat rambutnya setiap mereka bertemu.
Di kamar pun, terkadang Jisoo mengusap rambut Junghan yang panjang karena lelaki itu memang sepertinya sangat suka rambut Junghan yang terurai.
Ini konyol sekali. Junghan menyukai Jisoo sampai-sampai rela memanjangkan rambutnya sendiri.
"Jisoo, kau tidak ada kuliah?"
Jisoo menyambut Junghan dengan senyuman khasnya ketika lelaki manis itu pulang ke kamar asrama mereka.
"tidak ada. Kau sudah makan malam?"
Junghan duduk di ranjangnya sambil melepas penat. "sudah tadi. Apa kau sudah? Jangan bilang kalau kau belum makan"
"aku memang sengaja tidak makan malam lebih awal"
Ucapan Jisoo membuat Junghan bingung mendadak. "kenapa?"
"akan ada bazzar makanan tengah malam nanti, Hansol mengajakku ke sana"
Mata Junghan langsung melebar mendengarnya.
"benarkah? Apa aku boleh ikut? Aku ikut ya, Jisoo?" Junghan memohon.
Jisoo tertawa dan mengangguk. "tentu saja, aku memang ingin mengajakmu"
.
.
.
.
.
Dan akhirnya Jisoo bersama Junghan kabur dari kamar mereka pada pukul 12.30 malam.
"di mana Hansol? Dia masih di kamarnya?" tanya Junghan berbisik.
"itu Hansol" Jisoo menunjuk sosok Hansol yang berdiri menunggu mereka di bawah pohon. Di sana gelap, jadi Junghan tentu saja tak mengenali Hansol dari jarak yang jauh seperti ini.
Hansol menghampiri mereka dengan santai seakan tidak ada petugas yang akan menyergapnya sedang melanggar jam malam.
"aku harus menjemput Seungkwan dulu" bisik Hansol.
Jisoo berdecak pelan, "jadi pacarmu itu belum keluar dari kamar?"
Hansol hanya mengangguk, dia memimpin jalan lebih dulu untuk menuju ke taman belakang gedung asrama.
"Boo Seungkwan kan?" Junghan memastikan, dia ini kurang update soal berita asmara teman-teman seangkatannya.
"iya Boo Seungkwan, dia pacar Hansol" kata Jisoo, lalu dia refleks menggandeng tangan Junghan yang berjalan di belakangnya.
Junghan berdegup lagi saat menerima uluran tangan hangat Jisoo.
Mereka sampai di taman belakang. Setelah melihat situasi, Hansol mendekat ke salah satu jendela kamar di lantai dasar yang tak jauh dari mereka.
Ia mengetuk pelan jendela tersebut, tak berapa lama si junior bernama Boo Seungkwan membuka jendela dan tersenyum lebar pada Hansol.
"bantu aku, Sol-ah" Seungkwan mengulurkan kedua tangannya, lalu Hansol memegang tangannya untuk membantu Seungkwan melompati jendela.
"rapatkan jaketmu, udaranya dingin sekali" Hansol menarik zipper jaket hoodie milik Seungkwan, tindakan itu membuat pacarnya terkikik senang.
"oh, Junghan? Kau ikut juga rupanya" Seungkwan semakin senang karena acara kabur mereka jadi lebih ramai dengan tambahan orang.
"kalau soal makan aku pasti ikut, Seungkwan" kata Junghan sumringah.
"bagus bagus. Wah Sol-ah, ini menyenangkan!" Seungkwan memekik pelan sambil memeluk lengan Hansol.
"Seungkwan, jangan lupakan pesananku ya" tiba-tiba Mingyu melongok keluar jendela, dia ini teman sekamar Seungkwan.
Mereka menoleh kaget, namun kemudian bernapas lega saat tau itu Mingyu, bukannya petugas malam.
"iya hitam, aku ingat pesananmu sampai ke liang kuburku" jawab Seungkwan sarkatis, tapi itu sukses membuat Jisoo yang kalem jadi tertawa geli.
"kenapa kau tidak ajak seseorang ke bazzar juga, Gyu?" Hansol iseng bertanya.
Mingyu diam sebentar. "kenapa harus mengajak seseorang? Memangnya kalau aku ikut kalian tidak boleh?"
"misalnya.. mengajak Wonwoo, begitu?" Junghan menyeringai.
Selama kenal dengan Junghan, ini pertama kalinya Mingyu melihat seringaiannya dan seringaian itu terlihat menyebalkan.
"Woonwo?" bingung Jisoo. Dia kan tidak kenal Wonwoo.
"Jeon Wonwoo?" Hansol memperjelas.
"aahh, Mingyu menyukai Wonwoo rupanya. ya ampun, aku baru tau. ini akan jadi berita hangat!" Seungkwan kembali memekik pelan.
Selesai sudah, rahasia Mingyu terbongkar dengan indahnya berkat Junghan.
Dan lagi rahasianya terbongkar oleh empat orang sekaligus.
Benar-benar bagus.
Junghan baru sadar bahwa dia lah pembawa kehancuran untuk Mingyu, jadi dia hanya menunjukkan senyuman cantiknya pada anak berkulit gelap itu sebagai tanda maaf secara tidak langsung.
"kalian... aku mohon, jangan beritau pada siapapun" Mingyu memohon dengan ekspresinya yang paling jelek.
Seungkwan tertawa dibalik telapak tangannya agar tidak bersuara. Serius, itu wajah Mingyu paling miris yang pernah dia lihat.
"hahaha tenang saja, mulut kami bisa dijaga dengan baik.. tapi tidak tau kalau Seungkwan" Hansol berkata tanpa dosa.
"kami pergi dulu, Mingyu" pamit Jisoo tersenyum, lalu memimpin perjalanan mereka untuk melewati lubang di balik tempat sampah seperti biasanya.
Mingyu kembali menutup jendela kamarnya dengan Seungkwan, lalu merosot lemas di dinding karena besok pasti akan menjadi hari paling berat dalam hidupnya.
Rahasia apapun tidak akan aman di tangan Boo Seungkwan.
.
.
.
.
.
tbc
hai, aku author baru di sini. ini juga adalah fanfic SEVENTEEN pertamaku, mohon bantuannya dari kalian semua ya~
ooc sekali mereka di sini hehe tapi aku suka membuatnya. salam kenal dengan kalian^^
