AKASHI SEIJUROU

Aku berjalan di lorong sepi. Tak ada siapapun, hanya aku dan bayanganku. Aku berjalan tanpa suara, hampa. Kakiku begitu berat untuk kulanggkahkan. Aku rapuh. Sama halnya dengan hatiku yang kini hancur.

Apa aku masih sanggup bertahan?

Hatiku benar-benar hancur setiap melihat sosoknya yang kini terbaring lemah dengan selang oksigen di hidungnya dan beberapa alat medis yang tersambung ke tubuhnya. Wajahnya masih sangat manis walau terlihat pucat dan lebih kurus dari sebelumnya.

Melihatnya terbujur lemah tanpa kesadaran saja sudah membuatku ingin mati. Lalu,

Bagaimana jika Tuhan benar-benar mengambilnya?

Apa aku masih benar-benar bisa hidup?

"Tetsuya bangun sayang, aku merindukanmu..."

.

.

.

Malam kelabu dengan rintikan hujan di luar sana, menambah kepedihan hati seorang pemuda dengan rambut merah menyala bernama lengkap Seijurou Akashi. Desahan nafas berat keluar dari bibirnya. Sepersekian detik ia hanya memandang sang kekasih yang masih terbujur lemah. Suara rintik hujan yang semakin deras membawanya dalam ingatan 2 minggu lalu di mana ia masih bisa merasakan sentuhan hangat seorang Tetsuya, separuh jiwanya, dimana ia masih bisa melihat sang kekasih tersenyum penuh kelembutan ketika bersamanya sebelum sebuah kecelakaan fatal membuat sang gadis tak bisa membuka matanya hingga kini.

Segala umpatan bahkan kutukan ia lontarkan kepada sang sopir van itu, bahkan ia merutuki dirinya yang tak bisa menjaga sang kekasih. Tapi itu semua tak ada gunanya , mengingat sang kekasih tak kunjung bangun dari tidur panjangnya.

"Tetsuya... bangunlah, aku berjanji akan melakukan apapun untukmu, Maafkan aku karna aku tak bisa menjagamu dengan baik... maaf..."

"Bukankah kau ingin pergi ke taman hiburan bersamaku, apa kau tak merindukan vanilla milshake kesukaanmu, ayo kita ke maji burger bersama, Tetsuya... apa kau tak merindukanku?"

Setetes air mata mulai turun diikuti dengan tetesan-tetesan lain yang saling menyusul. Banyak hal yang ia lakukan agar sang kekasih bangun dan kembali memanggil namanya tapi semuanya hanya berakhir sama.

Apalagi yang harus ia lakukan?

Jika ia bisa, ia rela menukarkan nyawanya untuk Tetsuya, toh tak ada gunanya juga jika ia hanya bisa melihat sang belahan jiwa seperti ini. hatinya membeku, ia bahkan sudah tak memiliki semangat apapun. Rasanya ingin menyusulnya.

"Apa kau bermimpi indah, sehingga tak mau bangun?"

"Aku mencintaimu Tetsuya..."

Akashi menyadari, ia hanya bisa pasrah. Hanya satu hal yang ia bisa lakukan untuk sang kekasih yang sangat di cintainya.

Menunggu...

..END..

Well, ini cerita pertama saya di sini dan di fandom ini, maaf kalo terasa aneh, hanya ingin melampiaskan kegalauan saya ketika hujan turun, walaupun kenyataannya aku suka hujan.

Dan terimakasih buat yang mau baca J