"Dazai, kau dipanggil ke ruangan Shachou." Kunikida memberitahu.

"Wah, ada apa ya?" Dazai menekan tanda save untuk menyimpan pekerjaannya.

"Mungkin pada akhirnya Shachou yang akan turun tangan memarahimu ~ " Ranpo berkomentar iseng.

"Memangnya apa yang kulakukan?" Dazai bertanya-tanya dengan tampang tidak bersalah. Membuat Kunikida yang selama ini harus membereskan kekacauan akibat ulahnya dengan muram berusaha menahan diri.

"Cepat saja, jangan membuat Shachou lama menunggumu!"

Fukuzawa mengangkat kepalanya ketika pintu didorong dari luar. "Dazai, ya," gumamnya ketika melihat sosok yang baru saja masuk.

"Kunikida-kun bilang Anda memanggilku?" Dazai menyimpan ketegangan dalam suaranya dengan nada ramah yang biasa.

"Kunikida bilang kamu melakukan banyak usaha bunuh diri." Fukuzawa bisa melihat senyuman menghilang dari wajah bawahannya yang paling bermasalah.

"Ehm ... Ya?" Dazai tidak berpikir dia akan dipanggil untuk membicarakan hal itu. Bukankah Kunikida dan yang lainnya hampir berpikir itu hanya lelucon?

"Kenapa kamu ingin mati?" tanya Fukuzawa langsung ke inti. Dazai tiba-tiba teringat bahwa Mori menanyakan hal serupa bertahun lalu. Apa dia harus memberikan jawaban yang sama?

Fukuzawa menghela napas melihat Dazai yang terdiam dan tidak langsung menyahutinya. "Kekosongan ... Kah?" Ia menerka.

Ketika menembaki musuh yang telah mati, kala dipukuli dengan tangan diborgol, saat membunuh bawahannya sendiri, Dazai nyaris tidak merasakan apa-apa.

Ketika mengetahui fakta bahwa Ango adalah mata-mata rangkap tiga, Dazai berusaha meyakinkan dirinya bahwa sudah biasa bahwa apa yang dia inginkan terus ada pasti malah akan menghilang darinya. Bahkan saat Odasaku mati, Dazai tidak menangis. Dia tidak tahu caranya.

"Mungkin begitu?" tanggap Dazai ragu setelah mematung selama sekian detik.

Fukuzawa mengambil sesuatu dari laci mejanya. "Dazai, setiap orang membutuhkan makanan untuk tubuhnya, otak, juga jiwa. Dan dari ketiganya, hanya satu yang kau perhatikan dengan benar."

Dazai mengedipkan matanya, berpikir apakah satu yang dimaksud Fukuzawa itu adalah otak.

"Apa kamu pernah dengar tentang Islam?"

"Salah satu agama yang cukup berkembang pesat." Dazai tiba-tiba tersenyum kecil. "Dulu hal yang membuatku tertarik adalah adanya istilah 'bom bunuh diri' di kalangan mereka. Tapi setelah kuselidiki ternyata para ahli agamanya menegaskan bahwa hal tersebut adalah perbuatan salah," tuturnya panjang lebar.

"Lalu kamu berhenti di sana?" Fukuzawa benar-benar tidak habis pikir dengan sudut pandang orang di hadapannya.

Dazai mengangguk, "Aku menjadi cukup sibuk setelahnya." Dia sedang bicara tentang awal perseteruan dengan Mimic.

"Ini terjemahan kitab mereka, sumber hukumnya orang Islam, kalau kamu ingin tahu lebih lanjut." Fukuzawa mengulurkan buku yang dimaksud pada Dazai. "Kupinjamkan, jadi jaga dengan baik."

"Eh?" Dazai rada bengong dengan tidak adanya kesempatan untuk menolak tawaran tersebut. "Baiklah, Shachou. Kapan harus kukembalikan?"

"Ketika ekspresimu sudah lebih hidup."

Kembali dari ruangan pimpinan agensi, Dazai membuka-buka buku tersebut secara acak. Awalnya dia menyandar ke kursi kerjanya, namun lama-lama punggungnya tegak. Tanizaki yang melihat sekilas sempat bertanya dalam hati apa yang membuat seniornya bisa terlihat begitu serius seperti itu.

("Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada Ku")

QS Adz-Dzariyat: 56

Mendadak, Dazai berpikir apakah itu nilai kehidupan yang selama ini dicari-carinya.

( "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.")

QS Ar-Ra'd: 28

Ketenteraman ... Apa dia benar-benar bisa mendapatkan hal itu?

("Katakanlah Allah itu Esa.

Allah tempat bergantung segala sesuatu.

Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Tidak ada sesuatu pun yang setara dengannya.")

QS Al-Ikhlas: 1-4

Dazai teringat kembali apa yang dia katakan untuk mencegah Odasaku pergi.

'Mungkin aku bicara aneh, tapi tolong dengarkan. Kau harus bergantung pada sesuatu. Apa saja boleh!'

Sekarang Dazai tersenyum miris. Betapa tidak meyakinkan perkataannya waktu itu. Jika dia bilang bahwa ada tempat bergantung yang tidak setara dengan apa pun juga, akankah Odasaku mau menghentikan langkahnya?

Ah, ngomong-ngomong bagaimana pandangan Allah itu tentang hidup dan mati? Dazai secara acak membaca surat al-Mulk ayat 2.

("yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,")

Ada ternyata.

Dazai mulai berpikir kitab ini luar biasa. Bagaimana apa yang dia pikirkan langsung ada jawabannya. Seolah-olah penulisnya tahu segalanya.

("Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus, Maha Mengetahui.")

QS Al-Mulk: 14

Oke, ini sudah dipastikan bukan kata-kata manusia.

"Hoi, Dazai. Sudah baca laporan tentang harimau yang muncul di Yokohama baru-baru ini?" Kunikida masuk dan mengganggu konsentrasinya membaca.

"Nanti ... "

"... Karena hari ini aku harus ikut Shachou dalam suatu pertemuan, kita akan menyelidiki itu besok." Sedikit heran karena reaksi Dazai yang tidak banyak bicara, Kunikida sedikit menautkan alisnya.

"Oh, lalu aku akan membacanya besok."

Orang ini ... Masih menyebalkan seperti biasa. Kunikida bergumam tentang efisiensi waktu dan hal-hal semacamnya selama tiga menit setelahnya.

"Baiklah, baiklah, Kunikida-kun!" potong Dazai hanya agar ceramah itu tidak menjadi empat menit lebih lama.

Itu jam dua belas malam ketika Dazai berbaring telentang di lantai asrama. Tangannya memeluk buku terjemah dari pimpinan dan matanya terbuka, menerawang langit-langit.

Memejamkan matanya, lalu membukanya lagi. Dazai akhirnya mengambil keputusan. Diambilnya handphone, membuka kunci layar. Lalu jemarinya menekan lincah deretan nomor yang sudah dihapusnya dari kontak tapi masih lekat di kepala.

[Halo, Dazai-kun?]

Dazai terdiam beberapa saat. Lalu bibirnya bergerak pelan mengikrarkan dua kalimat. Tidak menunggu tanggapan dari penerima telepon, dia langsung menutupnya. Tiga menit kemudian, nomornya ditelpon balik.

Dari jembatan Dazai menatap aliran sungai. Dia menyukai air. Mungkin karena telah terbiasa bertahun-tahun menonton laut kala mengawasi kapal-kapal selundupan. Ah, ini sungai yang cukup deras juga. Apa kalau nyebur dia bisa mati?

("Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat meminta penundaan(-nya).")

(QS. Al-Hijr 15: Ayat 5)

Pada akhirnya, seorang remaja menyelamatkannya.

Dan selama beberapa saat Dazai berpikir bahwa seingin apa pun dia mati, sesuatu selalu menghalangi. Dan seingin apapun dia agar Odasaku tetap hidup, teman baiknya itu faktanya sudah tidak ada di dunia ini.

Sekilas melihat Atsushi, Dazai jadi teringat Akutagawa. Pakaian kumalnya dengan tampilan tak terurus mereka tak jauh beda. Tapi mata mereka berbeda.

Akutagawa menyembunyikan ketakutan dengan kemarahan. Dia punya cadangan energi dari keinginan balas dendam. Dibilang begitu ... Keinginan itu jugalah yang menyakitinya dari dalam. Makanya Dazai mengacaukan usaha balas dendamnya, tapi yang ada sekarang tambah parah. Tindakannya enam tahun lalu hanya menyeret Akutagawa masuk dalam kegelapan lebih jauh.

Sementara pemuda di hadapannya ini jangankan membunuh, dia kelihatannya tidak punya cukup keberanian untuk melakukan tindakan melawan hukum sedikit pun. Usianya Dazai tebak 18 tahun, tapi tatapannya asingnya seolah-olah baru pertama kali keluar kamar. Tapi dia jelas punya kebaikan murni yang sulit ditemukan di Port Mafia. Ketidakmampuan melihat orang lain dalam masalah.

"Harimaunya sudah ditangkap," lapor Dazai ketika Kunikida dan yang lainnya datang

"Anak itu?" Kunikida melirik Atsushi. "Terus apa-apaan maksud memo ini?" Dia sampai harus memanggil semua penyidik utama karena berpikir situasinya gawat.

Yosano terlihat bosan karena tidak ada yang perlu bantuannya. Ranpo memuji kemampuan Dazai, di ujung pernyataan dia menegaskan meski begitu mereka masih berjarak jauh. Sementara Kenji berlutut di depan Atsushi, bertanya dengan riang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya tentang anak itu.

Dazai terlihat menimbang-nimbang. "Aku sudah memutuskannya ..." Kalimat lanjutannya mendapat protes keras dari Kunikida dan yang lainnya.

"Langsung bicara begitu, memangnya kau itu siapa?"

Ah, benar juga. Di sini yang mengambil keputusan adalah Shachou. Dazai kadang masih terbawa kebiasaan di Port Mafia dimana 99 % pertimbangannya disetujui Mori bahkan lewat telepon.

"Shachou, kalau ada seseorang dengan kemampuan khusus paling kuat, apa yang akan Anda lakukan?" Jadi malam itu juga Dazai menemui Fukuzawa untuk membicarakan rencananya merekrut Atsushi.

"Kamu tahu itu bukan tolak ukur seseorang bisa bergabung dengan Agensi." Fukuzawa menanggapi dengan netral.

Dazai tahu, dia memahami itu dengan sangat baik. Bukankah meskipun nilai tes tertulisnya sempurna, Fukuzawa tetap membekali Kunikida dengan pistol untuk menghabisinya kalau melakukan hal tidak beres? Kadang dia ingin protes dengan ujiannya yang terlalu sulit. Kalau bukan dia mungkin gak bakal lulus. Di sisi lain, kalau bukan Dazai ya ujiannya tidak begitu.

"Karena itu aku mengusulkan untuk merekrutnya." Karena tidak sepertinya, Atsushi dengan kebaikan hatinya pasti bisa lulus dengan tes sederhana.

Fukuzawa menatap Dazai. Seperti Taneda, dia harus mengakui bahwa pemuda itu juga memiliki mata yang bagus. Dalam hal menilai seseorang tentunya. "Kuserahkan ujiannya padamu." Dua tahun lalu, dia memberi mandat itu pada Kunikida. Kali ini giliran Dazai untuk menjadi supervisor.

"Dimengerti." Dazai sudah terlalu biasa dengan akting. Itu sering kali bagian dari strateginya memperkecil jumlah luka yang akan diterima. Jadi bukan hal sulit baginya merancang beberapa skenario dalam hitungan menit.

"Ada lagi yang ingin kamu bicarakan?" Fukuzawa melihat Dazai masih berdiri di tempat, tidak menunjukkan tanda-tanda akan meninggalkan ruangan.

"Tentang terjemah yang Shachou pinjamkan ... Aku sudah selesai membacanya." Dazai mengeluarkan buku itu dari saku dan meletakkannya di meja.

"Bagaimana isinya?"

"Membuatku menangis." Dazai memberikan deskripsi singkat. "

( "(yaitu) orang yang dicabut nyawanya oleh para malaikat dalam keadaan (berbuat) zalim kepada diri sendiri, lalu mereka menyerahkan diri (sambil berkata), Kami tidak pernah mengerjakan sesuatu kejahatan pun. (Malaikat menjawab), Pernah! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan.")

(QS. An-Nahl 16: Ayat 28)

"Aku ... Sudah melakukan terlalu banyak hal terlarang. Tidak adil jika setelah mati tidak ada apa-apa." Dazai menundukkan wajahnya, merasa tidak nyaman ketika mengingat pencapaiannya di Port Mafia.

( "dan orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat,")

(QS. Al-Furqan 25: Ayat 68)

"(yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,"

(QS. Al-Furqan 25: Ayat 69)

"Di dunia ini, hukuman terberat bagi pembunuh adalah hukuman mati. Tapi itu tidak adil jika jumlah nyawa yang sudah dia hilangkan lebih banyak dari nyawanya sendiri. Tapi di akhirat, pembunuh itu bisa dibunuh berulang kali sejumlah korbannya, dan di sanalah keadilan itu terwujud."

Fukuzawa terdiam. "Sepertinya kamu benar-benar membacanya ..." Dia mengambil buku itu, terjemah Al-Qur'an. "Lalu, kamu pasti juga sudah baca ayat lanjutannya."

Dazai menghela napas. "Apa Shachou memiliki kitab versi bahasa aslinya?"

Fukuzawa menggeleng. "Tidak banyak beredar di sini. Tapi kalau tempat yang memiliki bahan bacaan paling lengkap ... Mungkin kamu bisa cari di perpustakaan Yokohama?"

Dazai sendiri malah jadi berpikir tentang gudang buku Port Mafia. Kali saja seseorang mengadakan penelitian tentang perbandingan agama.

("kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.")

(QS. Al-Furqan 25: Ayat 70)

Esoknya seperti dugaan Dazai, Atsushi berhasil membuktikan kelayakannya bergabung dengan Agensi. Kemudian Fukuzawa menyerahkan keputusan pada Dazai, yang disanggupi dengan gaya diplomatis.

Lalu seperti pengaturan waktu yang tepat, permintaan datang. Itu menjadi tugas pertama Atsushi. Dazai mendengar bagaimana Kunikida memperingatkan anak itu agar berhati-hati pada Akutagawa, membuatnya ingin tahu bagaimana reaksi mereka jika tahu bahwa dirinya adalah mentor dari si objek pembicaraan.

Dazai berbaring di sofa, memantau pergerakan para juniornya sementara Kunikida mengira yang dia lakukan hanyalah bersantai mendengarkan musik.

Ah ... Situasinya sudah begini. Mungkin inilah saatnya dia berhenti lari dari muridnya yang benar-benar meniru ajarannya sepenuh hati. Menghindar dari Akutagawa itu tidak mudah. Dia harus selalu siaga dengan invasi mafia yang seringkali tidak kenal tempat. Dan dia sudah melalui itu dua tahun ini. Mengalahkan rekor Ango yang berhasil lolos dari kejaran Port Mafia selama enam bulan. Dazai adalah perancang sistem pengawasan, itu nilai plus nya.

"Sudah mau pergi?" Kunikida melihat Dazai memasang mantelnya yang biasa. Aneh saja melihatnya punya inisiatif yang terlalu tiba-tiba.

"Ya, kalau terlambat ntar tambah kacau." Dazai mengiyakan dengan senyuman lebar yang tidak sesuai dengan perkataan yang seharusnya mengandung keseriusan.

"Oh?" Kunikida tidak terlalu mengerti, tapi mengabaikannya. Lagipula dia tidak punya waktu untuk mengartikan semua perkataan Dazai yang memang jalan pikirannya sulit dimengerti.

"Terakhir, tolong sampaikan pada Yosano-sensei untuk bersiap-siap di klinik!"

Hah?

Kunikida tidak sempat bertanya lebih jauh karena rekannya sudah di luar zona yang bisa dicapai suara dengan volume normal. Lagipula Dazai cenderung malas menjelaskan dengan detail kalau bukan di bawah perintah pimpinan. Di sisi itu dia dan Ranpo berbagi kemiripan.

Meski Kunikida adalah orang yang paling sering jadi target keisengan Dazai, berulang kali itu berhasil menunjukkan seberapa mudah dia percaya. Jadi idealis berkacamata itu memeriksa jadwal Yosano di agendanya sebelum melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Menulis kronologi bergabungnya Nakajima Atsushi salah satunya.

Ini terinspirasi salah satu meme di animuslim, dimana di bawah gambar Dazai yang bertanya ke Mori apa nilai yang ada pada hidup, disambung dengan QS adz-Dzariyat:56. Selain itu juga terinspirasi fanfic Ziandra Amalela dan isi reviewnya ...