Disclaimer : Punyanya paman saya, yaitu paman Masashi Kishimoto

Pairing : SASUHINA

Rate : T

Warning : AU, OOC, TYPOS, Abal, Aneh, Etc

Summary: Berawal oleh strategi seorang pria yang ia temui di bar untuk putus dari pacarnya membuat Hinata terseret dalam kesialan permainannya yang membuat hidupnya perlahan berubah.

Ch 1

fortuna e sfortuna

Hinata Haruno itulah nama gadis yang saat ini tengah melangkah masuk kedalam sebuah bar yang sangat familiar di daerah Konoha, tapi tidak untuknya. Menurutnya satu-satu cara malam ini akan jauh lebih buruk jika ia sekarang berada di rumahnya. Setelah membuka pintu bar, Hinata langsung disambut oleh cahaya kelap-kelip lampu bar yang membuat pandangannya sedikit bermasalah. Bukan cuma itu Hinata juga melihat pasangan yang tengah berciuman mesra dan membuat perutnya terasa ingin menggeluarkan makanan yang tadi sempai ia konsumsi, tapi ia bisa menahannya.

Hinata pergi menempati meja yang kosong untuk memesan satu botol bir yang mungkin bisa merilekskan tubuhnya. Sebenarnya Hinata malas jika saat ini ia ada di rumah untuk mendengar ceramah dari ayah angkatnya. Lagi pula mungkin hari ini dia sangat beruntung karna dapat memiliki tempat kosong di bir ini.

Tapi siapa sangkah, berpikir ini sebuah keberuntungan bisa berubah menjadi kesialan baginya.

Seorang Bartender wanita menghampirinya untuk menanyakan pesannya, setelah mendengar apa yang pelangannya inginkan, Bartender itu langsung pergi.

Tidak lama kemudian, Bartender yang sama dilihat Hinata sewaktu memesan bir muncul, Bartender itu membawa satu botol berwarna hijau dan gelas yang telah berisi cairan coklat yang diatasnya terdapat soda. Setelah meletakkan minuman bir itu Bartender tersebut pergi dan meninggalkan bon harga bir.

Hinata tak perlu mendengarkan perintah untuk meneguk bir dihadapannya. Lima tegukan membuatnya sedikit rileks, tapi itu membuatnya sedikit mabuk.

"Aku adalah seorang manusia yang tidak beruntung. Tidak memiliki teman, pacar yang selingkuh, sekolah terputus, saudara yang tidak ada baiknya, dan sekarang aku baru tahu kalau aku Cuma anak angkat keluarga Haruko. Lengkap sudah kesialanku."

Guman pelan yang tak jelas keluar dari mulutnya, sehingga tidak terdengar oleh pengunjung yang datang. Hinata kembali meneguk birnya sampai habis didalam gelasnya.

"Sebenarnya siapa aku?" Hinata bertanya dengan suara serak seakan ia mulai frustasi, walau ia yakin pertanyaannya tak sedikitpun yang terjawab.

Butiran air keluar dari mata lavender nya yang sepertinya memang sudah tidak dapat dibendung lagi. Hinata terus menangis dengan wajah tertunduk tanpa menuangkan bir kedalam gelasnya, mungkin Ini cara yang tepat untuk membuat dirinya tenang.

"Hei."

Hinata berhenti untuk menangis dan membersihkan sisa air matanya dengan pungung tangannya dengan cepat, saat mendengar seseorang menanggil, walau bukan memangil nama aslinya tapi, Hinata yakin bahwa itu ditujukkan padanya.

Hinata mendongakkan kepalanya, ia melihat seorang pria dengan rambut reven, memiliki mata onix yang menghanyutkan bagi yang melihatnya begitu pula dengan Hinata, dengan pakaian jas putih juga dasi biru yang menghiasi leher kemejanya yang begitu berantakan dan raut muka yang tidak ramah. Jika ditanya umur bisa dipastikan lebih tua dari Hinata.

"Aku boleh duduk disini?" Tanyanya dengan tangan kanan yang dimasukkan kedalam saku kanan celananya.

"Eh?" Hinata bingung dengan tingkah laku pria itu, karna belum sempat menjawab pertanyaan yang dilontarkan untuknya, pria itu telah duduk disampingnya.

"Kau tidak lihat, yang lain sudah penuh." Katanya cuek, seakan tahu raut muka Hinata yang bingung.

Kalau sudah tahu begitu, tak usah nanya segala kalau mau duduk.

Hinata melihat sekelilingnya, memang tak ada yang kosong. Akh.. salah, sepertinya ada tempat yang tidak penuh selain miliknya, tapi memang tak seharusnya pria itu berada ditengah- tengah sepasang kekasih yang sedang berciuman. Hinata harus menerimanya jika pria itu duduk disampingnya.

Hinata menuangkan birnya kedalam gelas dan mulai meneguknya lagi.

If you cared, there'd be love in th….- suara itu berasal dari balik jas pria itu, bunyi ponselnya. Pria itu mengambil ponselnya dari balik jasnya, sepertinya itu sebuah call. Pria itu menekan tombol hijau dilayar ponselnya. Pria itu meletakkan ponselnya ditelinganya.

"Halo," seorang wanita dari sebrang membuka pembicaraannya.

"Iya, Mom?"

"Sayang, kamu bisa jemput Mommy sekitar dua jam lagi di Bandara?"

Hinata mendengar pembicaraan pria itu dengan seseorang yang menyebut dirinya mommy. Karna jarak pria itu dengan Hinata hanya sekitar 30 cm.

"Iya, tunggu saja aku nanti disana." Jawaban dari pria disamping Hinata sangatlah tidak sopan pada momnya.

Tanpa harus berkata-kata lagi pria itu langsung memutuskankan hubungannya dengan wanita yang dipanggil sebagai mommy dan menaruh ponselnya di meja.

Hinata yang mendengar perbincangan pria itu dengan momnya, Hinata bisa memastikan bahwa pria yang disampingnya merupakan orang terpandang, jelas dari cara bicaranya yang baik dan tepat terlebih lagi dengar lawan bicara pria itu yang sangat baik. Kenapa Hinata tahu? Jawabannya karna Hinata menguping.

"Kau menguping?" Tanya pria itu bertanya tanpa mengalihkan pandangannya ke Hinata.

"Ti-Tidak, aku tidak mengu.." kalimat Hinata terpotong oleh suara ponsel di meja.

sarangeegayo keudae nawa katdam … suara pesan masuk.

Hinata dapat melihat bahwa pria yang berada disampingnya membaca sebuah sms, dan membalasnya dengan ogah-ogahan. Merasa diperhatikan dari tadi, pria itu melirik kearah Hinata yang saat ini sedang memandangnya.

Mata onix bertemu dengan mata lavender milik Hinata begitu lama dan mata onix dihadapan Hinata sangup membuatnya tenggelam arus mata pria dihadapnnya. Pria itu melihat Hinata dari arah matanya dan kemudian wajah pria itu dihiasi seringaian. Dan Hinata tidak dapat melihat seringai itu.

Pria itu kembali mengalihkan pandangannya ke ponselnya sedangkan Hinata sudah salah tingkah dibuatnya.

"Nona, bisakah kita bicara?" Tanya pria itu pada Hinata meski tidak mengalihkan pandangannya pada ponselnya.

Hinata tengah binggung dengan pria disampingnya, karna jika ingin bicara, ya bicara saja toh tak ada yang larang.

"Silahkan."

"Tapi tak disini," pria itu melihat Hinata dengan menampilkan senyuman di wajahnya, seperti memiliki kepribadian yang sangat ramah.

"Dimana?" Hinata membalas senyuman pria itu dengan manis.

"Ikut aku."

Pria itu berdiri dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia mengambil empat dolar dari dompetnya dan meletakkan dimeja sebelum gadis disampingnya lebih dahulu meletakkan uangnya.

"Biar aku yang bayar." Kalimat itu keluar dari pria dihadapannya.

Karna yang hanya minum Cuma Hinata sedangkan pria di sampingnya tidak minum apapun. Cukup empat dolar untuk bir yang Hinata minum. Hinata tak jadi mengeluarkan uangnya dari tas tangannya bermotif bunga miliknya karna pria disampingnya yang telah membayarnya.

Hinata dan pria itu berjalan lebih kedalam bar yang sengaja dibuat khusus seperti motel yang biasanya digunakan untuk orang-orang yang 'nakal' . Hinata sangat sulit menyeimbangi langkah kaki pria itu karna Hinata sedang memakai rok yang menutupi sampai paha dan High heels yang tingginya sekitar 10 cm.

Pria itu berhenti didepan kamar yang pintunya disangkutkan nomor 13. Pria itu memeriksa saku jasnya untuk mengambil sebuah kunci.

Setelah pintu kamar terbuka, pria itu masuk dahulu, Hinata sedikit ragu untuk masuk. Karna menurutnya jika hanya untuk bicara tidak seharusnya berada di kamar, kan bisa di parkiran, di mobil asalkan jangan di kamar. Jika ada yang melihat mereka pasti mereka akan berpikir bahwa ia adalah anak yang 'nakal', terlebih lagi dengan baju yang dikenakan begitu seksi.

"Masuklah." Pria itu menyilahkan Hinata untuk masuk ke kamarnya, berbeda sewaktu dimeja bar yang tadi sangat dingin, pria dihadapannya sekarang sangat ramah.

" Eh, iya." Hinata ragu.

Apa ini baik? Hinata mengambil langkah ragu, Hinata memperhatikan sekeliling kamar yang isinya ada ranjang, lemari pakaian, meja hias, tv, lemari es mini, meja, sofa dan kamar mandi. Itu sangat mewah untuk sebuah kamar motel hanya berdiri membatu melihat pria itu melongarkan dasi birunya dan duduk ditepi ranjang sehinga bisa melihat Hinata dari arah posisi duduknya sekarang.

"Duduklah." Kata pria itu sambil menepuk kasur disamping tempat ia duduki itu pertanda pria itu agar Hinata mendekat.

Hinata melangkah mendekati ranjang dan duduk agak berjauhan.

sarangeegayo keudae nawa katdam… bunyi yang sama saat sms masuk. Tapi pria itu mengabaikannya saja. Pria itu melirik kearah Hinata yang duduknya berjauhan darinya. Pria itu mengeserkan pantatnya di ranjang untuk mendekati Hinata.

Hinata yang melihat pria itu mendekat dengan tatapan siap menerkam kapan saja, membuat Hinata mati ketakutan.

Hinata berdiri, siap untuk berlari kearah pintu tapi, tangannya ditarik oleh pria itu dan membuat Hinata hilang keseimbangan tubuhnya dan menimpa tubuh pria Hinata kini berada diatas pria yang saat ini tengah memeluk pingangnya dan mata Hinata kembali bertemu dengan mata onix pria itu yang awalnya sangat menghanyutkan tapi sekarang mata itu merubah menjadi sangat menakutkan.

"Aku akan membayarmu." Ucap pria itu santai.

"Lepaskan! Dasar Paman mesum." Hinata berkata dengan berusaha untuk melepaskan tangan pria itu.

"Paman? Aku masih muda belum pantas untuk dipangil Paman." Pria itu tersenyum sinis pada Hinata.

"Masa bodo', cepat lepaskan, Paman." Hinata tak peduli lagi yang dibilang pria itu.

"Terserah apa yang kau bilang, tapi ini tidak akan kulepaskan." Katanya sambil melirik tangan yang mengengam Hinata

Pria itu mengubah posisinya dan sekarang Hinata berada dibawah pria itu. Hinata mencoba untuk meronta agar dapat dilepaskan dengan cara memukul dada pria itu. Tapi pria itu tidak berpengaruh dengan cara yang Hinata lakukan malah pria itu mengengam tangan Hinata dengan sangat kuat dan membuat Hinata merintih kesakitan.

"Jika kau melawan mungkin kita bisa mengunakan tali."

Mendengar itu Hinata ingin sekali menendang pria itu sampai dia terdengkur jatuh.

"TOLO…hm..mm..mm."

Kalimat Hinata terpotong karna bibirnya ditutup oleh bibir pria itu. Pria itu mulai menciumnya dengan sangat lembut, sebuah awal.

"mm..mm..mm..mm."

Sudah sekitar 4 menit Hinata berciuman dengan pria itu, pria itu melumat bibir Hinata dengan ganas saat dia berasil menerobos mulut Hinata. Hinata sudah hampir kehabisan napas tapi pria itu malah makin bernafsu untuk terus menciumnya, Hinata hanya memejamkan matanya. Tangan pria itu melongarkan gengaman tangannya pada Hinata dan mengerakkan tangannya kemuka Hinata, ia mulai membelai muka Hinata dan turun keleher jenjang Hinata. HInata hanya memejamkan matanya, seolah telah pasrah dengan apa yang ingin dilakukan pria itu. Jika Hinata mengerakkan kedua tangannya yang telah lepas dari gengaman pria itu, maka kedua tangannya makin tidak dapat digerakkan.

tangan kanan Pria itu mulai menyentuh pergelangan kaki Hinata dengan lembut terus keatas, atas dan…

BRUUK

Suara bantingan pintu oleh seorang wanita berambut merah dengan tatapan tak percaya melihat dua orang manusia yang berada diranjang.

"Sa-Sasuke." Wanita berambut merah yang mengenakan kacamata sekarang tengah mengeluarkan cairan yang berasal dari matanya, setelah melihat apa yang baru saja ia lihat. Melihat kekasihnya berciuman dengan wanita lain.

Merasa namanya disebut, pria itu menoleh kearah pintu. Dan pandangan mata pria itu sukses membuat matanya membulat sempurna.

"Ka-Karin, i-ini bisa a-aku je-jelaskan." Muka pria yang diketaui sebagai Sasuke itu sangat panik dan segera berdiri untuk berusaha menjelaskannya.

"Tak ada yang..hiks.. perlu kau jelaskan..hiks.. kita putus, Sasuke." Ujar Karin sambil menangis dan meningalkan kamar itu sambil lari gaje.

"Selamat tingal."

Pria yang disebut dengan nama Sasuke melambaikan tangannya pada wanita yang baru saja pergi dari kamarnya. Tak ada lagi wajah panik, takut dan gugup, sekarang hanya ada kesenangan terjelas dari raut wajahnya yang sumringan.

"Permisi, Paman." Hinata menampilkan senyuman hangat dari posisi berbaringnya.

Sasuke mendengar suara seorang wanita yang berada di kamarnya dan memangil dengan sebutan 'Paman'. Sasuke baru ingat bahwa ia membawa wanita untuk membantunya putus dengan pacarnya yang menyebalkan dengan cara menciumnya dan hampir saja kontrolnya lepas sewaktu menciumnya.

Sasuke membantu gadis yang berbaring di ranjang untuk berdiri. Dengan susah payah Hinata berdiri untuk dapat menyeimbangi badannya.

"Maaf, tadi itu aku han.." kalimat Sasuke terpotong.

Plak..Bruuk..Bletaak

Hinata langsung menapar pria itu yang seenaknya langsung memberinya sebuah deep kiss dan Hinata juga menendang perut pria itu dengan sangat keras tidak lupa sebuah hadiah di kepala Sasuke.

"Ugh.. Berani sekali kau." Sambil memegang perutnya Sasuke berteriak di depan Hinata. Dan perutnya sangat sakit ketimbang dengan kepala dan pipinya yang sekarang merah merona di sisi kirinya.

"Aku sangat berani, Paman." Ucap Hinata sinis dengan sedikit mempermainkan kalimat 'Paman'.

"Jika sesuatu terjadi di dalam organku, apa kau akan bertangung jawab? Hah?" Sasuke sangat merasakan sakit dibagian perutnya.

"Berharaplah jika kita bertemu lagi, aku pastikan bukan Cuma organ Paman yang akan ku rusak, tapi juga akan kupastikan Paman tidak memiliki keturunan." Balas Hinata dengan ancang-ancang ingin menendangnya lagi tapi agak kebawah perut.

Hinata kembali mengatur posisi berdirinya.

Hinata berjalan mendekati pintu dan segera keluar kamar terkutuk, meningalkan sasuke yang masih kesakitan yang tengah berada di bawah ranjang.

Sebelum Hinata benar-benar meninggalkan kamar terkutuk itu, Hinata mengucapkan suatu kalimat perpisahan.

"Semoga kita tidak bertemu lagi, ja.. paman brengsek." Hinata tersenyum sinis dan bahagia melihat Sasuke kesakitan.

Bruuk (suara pintu yang dibanting Hinata).

"Kau yang brengsek, Bocah." Sasuke berteriak keras di dalam kamar.

Sasuke merebahkan dirinya diranjang dengan suasana perut yang terkendala. Tak lama kemudian..

Tok…Tok…

Suara seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk." Sasuke mempersilahkan orang yang diluar sana untuk masuk.

"Maaf tuan, saya terlambat." Kata seorang pria yang masuk dengan di selingi dengan tundukan hormat. Pelayan.

"Tak apa." Sasuke memasang wajah tenang, yang sebenarnya sangat sulit jika berada diposisinya saat ini.

"Apa latihannya berhasil, tuan?" Tanya pria yang mengunakan stail kemeja hitam.

"Ya." Sasuke memejamkan matanya, mengingat ia harus latihan acting untuk dapat putus dari pacarnya. Dan rencana itu adalah rencana terakhir yang terpikir olehnya setelah belasan rencana yang telah gagal ia lakukan.

Pelayan itu melihat tas tangan yang biasanya digunakan oleh wanita kalangan atas dan terlebih lagi dengan bentuk juga gaya tas itu, pelayan itu bisa memastikan itu rancangan perancang terkenal. Tas itu berada di bawah ranjang. Pelayan itu mengambilnya dan menyodorkan pada majikannya.

"Tuan, apa ini milik teman tuan?"

Sasuke kembali sadar kealam nyata setelah pertanyaan yang dilontarkan oleh pelayannya. Sasuke membuka matanya yang tadi sempat terpejam, pelayan itu menyerahkan tas tangan bermotif bunga yang sepertinya tidak asing baginya.

Sasuke mengubah posisinya yang tadi berbaring kini duduk bersandar dipungung ranjang. Sasuke mengambil tas yang disodorkan padanya. Ia yakin bahwa dompet tadi milik wanita yang menamparnya barusan.

Tanpa ba-bi-bu lagi, isi tas itu sudah berserakan di ranjangnya, isinya ada dompet, jam tangan, ponsel berwarna putih, kalung,dan juga parfum. Yang menurut Sasuke isinya menarik. Sasuke mengambil dompet dengan motif polos berwarna putih. Sasuke memeriksa isi dompet itu , Apa Sasuke tidak punya uang sampai harus mencuri? Jawabanya tidak, karna tujuan utamanya adalah kartu pengenal di dalam dompet.

Sasuke dapat melihat uang kertas, kartu ATM yang tak kalah banyaknya dengan miliknya, ada kartu askes, dan kartu yang paling ia cari yaitu kartu pengenal. Sasuke memperhatikan photo dikartu identitas yang sangat persis degan wanita yang menampar dan menendangnya barusan.

"Hinata Haruno." Sasuke membaca nama yang terdapat dikartu pengenal, keningnya berkerut pertanda bahwa ia sudah tidak asing lagi dengan nama keluarga gadis itu.

'Haruno? Keluarga Haruno? Tapi kalau dia benar keluarga Haruno kenapa paman Eichi dan Sakura tidak pernah menceritakan bahwa mereka punya keluarga bernama Hinata?' Sasuke tak percaya dengan kata yang menghiasi nama belakang gadis itu.

"Jugo?"

"Ya tuan?" sahut pelayan yang berada berdiri disamping ranjang.

"Cari tau siapa dia!" Sasuke menyodorkan kartu pengenal Hinata pada pelayannya, Jugo.

"Baik tuan, segera."

"Tapi, Jugo.." Sasuke mengantungkan kalimatnya.

"Ya, tuan?" Jugo sedikit penasaran kenapa tuannya mengantungkan kalimatnya.

"Apa…. Apa aku ini sudah kelihatan tua?" Tanya Sasuke ragu, sebenarnya hanya cukup memastikan saja karna gadis tadi mengatakannya 'Paman'.

Dan pertanyaan ini bembuat Jugo sangat ragu untuk menjawab.

"Ehm.. Itu.. Sebenarnya, jika dilihat dari umur tuan, itu sudah dapat dibilang tua. Karna umur tuan sudah masuk kepala dua. Tapi dari wajah tuan, mereka akan berpikir bahwa tuan masih muda, Intinya tuan dapat menutupi umur tuan dengan wajah muda tuan." Jugo menjawab dengan sedikit ketakutan karna menilai majikannya.

Sasuke yang mendengarkan kata-kata dari pelayannya sedikit jengkel. Dan membuat ada yang aneh pada dirinya.

"Ugh..," tiba-tiba saja Sasuke meringis kesakitan di bagian perutnya.

"Tuan muda? Ada apa?" Jugo terlihat panik melihat majikannya tengkurap sambil memegang perutnya yang terlihat sangat sakit. Jugo mengira bahwa kesakitan tuannya itu karna kesalahannya yang telah mengatakan majikannya barusan.

"Ti-tidak masalah," kata Sasuke berusaha memasang image tenang. Dan kembali duduk seperti yang telah ia lakukan sebelumnya, duduk di punggung ranjang. Walau mukanya dapat dibuat setenang mungkin, tapi perutnya makin sakit menjadi-jadi.

"Akan saya pangilkan Dokter," Jugo mengeluarkan ponsel dari jasnya.

"Ti-Tidak perlu," Sasuke mencegah pelayannya untuk memangil Dokter.

"Anda yakin?" tanya Jugo dengan kuatir, karna jarang sekali majikannya mengeluh sakit, bukan jarang tapi bahkan tidak pernah. Apa lagi kalau Cuma dikata-katai.

"Aku yakin, kau cari tau saja siapa gadis itu." Perintah Sasuke kepada Jugo.

"Baik, tuan." Jugo membungkuk hormat pada Sasuke kemudian melesat keluar kamar untuk melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya.

Sekarang hanya ada sasuke yang berada di kamar, tangan kirinya memegang perut yang sempat ditendang Hinata sedangkan tangan kanannya memegang ponsel berwarna putih yang jelas itu bukan ponsel milik Sasuke . Sasuke melihat wallpaper gambar depan ponsel itu dan kemudian ia tersenyum sinis.

'Jika aku menemukanmu Bocah, akan kubuat kau menyesal telah bertemu dengan Paman Sasuke uchiha ini. Tapi, apa dia keturunan petinju? pukulan dan tendangannya membuatku menderita.'

TBC

A/U

Ada typo? Pasti *bangga*

Alurnya kecepatan ? jelas *bangga lagi*

Autornya bodoh ya, sampai buat cerita yang tidak dapat dicerna dan banyak kesalahn begini? Entahlah.

Dicerita akan kubuat umur Hinata berkisar 19 dan Sasuke 40 atau 50 mungkin (ketuaan) *hahahaha* bahkan aku sempat berpikir buat 57 tapi aku binggung nnt berapa umur Fungaku?.

telah kutetapkan umur Sasuke... jawabannya di ch selanjutnya.