Prince Demon and His Lover

Kuroko no Basuke belongs to Tadatoshi Fujimaki Sensei.

This fiction is written by Dione

Genre : Romance

Rated : M (implicit)

Pairing : Akakuro, always !

Warning : Typos. Gaje. OOC. Agak implisit karena Dii belum sanggup buat yang eksplisit /sungkem

This is Yaoi Story, it means boy x boy. If you hate Yaoi, just leave it and click back. Don't waste your time to read something you hate. ^_^

Summary: Sinar rembulan yang menyusup di antara celah tirai kembali menjadi saksi penyatuan dua makhluk yang berbeda jenis. Demon dan manusia. Menyatukan tidak hanya raga, namun hati dan jiwa mereka. Walaupun harus melanggar batas dan aturan yang berlaku. Namun Akashi tidak peduli. Selama Kuroko berada disisinya, Akashi tidak akan peduli pada apapun yang akan terjadi nanti. Karena yang Akashi tahu, dia mencintai Kuroko.

Happy reading minna~


PART1: A Big News!

Kerajaan Demon kini dibuat gempar.

Bagaimana tidak ?

Pasalnya, pangeran mereka-yang juga merupakan pewaris tunggal sang raja- saat ini tengah berdiri angkuh di depan tahta kerajaan. Bukan! Bukan tentang gaya angkuhnya yang menjadi masalah bagi seluruh penghuni kerajaan –malahan itu hal yang biasa terjadi di kerajaan mereka-. Tapi, berita yang baru saja disampaikannyalah yang membuat kerajaan seolah terkena gempa berkekuatan 10 skala rihter. Bahkan sang Raja bisa dipastikan akan terserang penyakit jantung dadakan-jika saja beliau adalah manusia biasa- setelah mendengar berita yang disampaikan putra semata-wayangnya itu.

"Anakku," sang Raja menatap lekat sepasang iris heterochrome milik putranya yang tengah berdiri dengan tangan menyilang di depan dada. "Apakah kau sudah memikirkan semua resiko yang akan terjadi akibat pilihanmu ?"

"Ya, Ayah. Dan pilihanku tidak akan berubah."

Sang raja Demon kembali menghela napas lelah. Pelipisnya terasa berdenyut akibat permintaan anak kandungnya yang melebihi batas normal-meskipun harus diakui bahwa anaknya nyaris tidak pernah meminta sesuatu yang normal. Namun, jika putranya itu memintanya untuk sekedar meletuskan gunung berapi atau menenggelamkan atlantis seperti yang dilakukannya beratus tahun yang lalu, maka ia tak akan segan untuk menurutinya.

Tapi sekarang, alih-alih memintanya untuk membuat sesuatu yang mengakibatkan kekacauan di dunia manusia, putra semata wayangnya itu justru meminta sesuatu yang membuat kerajaannya sendirilah yang mengalami kekacuan seolah terkena tiupan angin tornado. Putra kesayangannya, satu-satunya pewaris tahta kerajaan, buah cintanya dengan sang Ratu Demon, anak yang selalu memintanya untuk menyanyikan lagu Gloomy Sunday sebelum tidur, kini berdiri dengan gagah di depan seluruh rakyat kerajaan demon dan menyuarakan dengan lantang keinginannya untuk menikah dengan seorang manusia.

MANUSIA!

Oh, Jangan katakan sang Raja sedang mendramatisir keadaan.

Karena nyatanya, demon dan manusia memang tidak diciptakan untuk bersama. Mereka adalah dua makhluk yang berbeda. Mungkin dari penampilan fisik, mereka nyaris serupa. Yang membedakan hanyalah demon memiliki sepasang sayap yang melekat di punggung, sepasang tanduk yang berada diantara helain rambut, dan ekor yang menempel di tubuh bagian belakang.

Namun dari segi kekuatan, tentu demon jauh lebih unggul dari manusia. Manusia adalah makhluk yang lemah. Terlalu lemah hingga membuat mereka selalu bergantung dengan kehadiran makhluk lainnya. Berbeda dengan demon yang memiliki kemampuan untuk melakukan segala hal sendirian.

Bagi demon, manusia hanyalah makhluk yang beguna sebagai pemuas rasa lapar. Jiwa manusia terasa begitu nikmat. Untuk itulah bangsa demon memilih untuk menawarkan perjanjian pada manusia. Seorang demon akan mengabulkan apapun yang diminta oleh manusia yang terikat perjanjian, dengan balasan jiwa manusia itu akan menjadi milik sang demon.

"Dengar anakku," Sang Raja melangkah menghampiri putranya yang masih bertahan diposisinya. "Kau tidak bisa menikahi manusia. Itu melanggar peraturan yang berlaku di kerajaan kita." Irisnya sehitam arangnya menatap lekat sepasang iris heterochrome sang putra yang balik menatap lurus ke arahnya, mencoba untuk memberikan pemahaman kepada putranya itu.

"Aku tidak peduli Ayah. Aku akan tetap menikahi Tetsuya. Dengan atau tanpa seizinmu."

Tanpa menunggu jawaban sang ayah, Akashi segera membalik tubuhnya. Merentangkan kedua sayap berwarna merah yang serupa dengan surainya dan segera terbang menuju tempat dimana calon pendampingnya berada. Meninggalkan sang Ayah yang kembali menghela napas lelah.


Bias rembulan menembus celah tirai dari jendela yang terbuka lebar. Menyinari sosok yang tengah tertidur lelap di atas ranjang berukuran queen size. Membuat beberapa bagian tubuhnya yang tak terhalang serat kain tampak lebih bercahaya. Menciptakan pemandangan terindah yang pernah dilihat sepasang iris heterechrome dari pemuda yang sejak tadi mengamati dari balik jendela.

Akashi mengepakkan sayap merahnya ke arah ranjang. Mendudukan dirinya di samping sosok yang terlelap itu. Tangannya terulur, menyentuh paras indah sang pujaan hati. Mengusap pipi selembut kapas itu dengan gerakan teramat halus, seolah takut membangunkannya dari mimpi indah.

"Ngghh,,"

Leguhan kecil meluncur dari sepasang bibir mungil itu. Kelopak matanya bergerak samar, menunjukkan bahwa sentuhan lembut di kulit wajahnya cukup mengusik tidur nyenyaknya. Tubuhnya menggeliat pelan, sebelum kelopak mata itu terbuka. Menampakkan sepasang iris sewarna langit musim panas yang begitu jernih.

"A-Akashi-kun."

Suara itu terdengar serak, menandakan bahwa sang pemuda sedang dalam proses mengumpulkan kembali kesadarannya. Namun bagi Akashi, suara Kuroko tetaplah suara termerdu yang pernah didengarnya. Kuroko kembali mengerjapkan mata, mengusir rasa kantuk yang masih bergelanyut di kelopak matanya. Mendudukan dirinya hingga tatapannya sejajar dengan Akashi.

"Apa yang kau lakukan disini, Akashi-kun?" Tatapan bingung dilayangkan Kuroko ke arah Akashi, yang dibalas dengan kekehan kecil dari pemuda bersurai scarlet itu. Seolah pertanyaan Kuroko adalah hal paling menggelikan yang pernah didengarnya.

"Bukankah sudah jelas, Tetsuya." Senyuman lebar menghiasi wajah tampan sang pangeran demon, membuat wajahnya terlihat semakin tampan. Akashi mencondongkan tubuhnya, mensejajarkan kepala mereka. Sebelum berbisik dengan nada lembut, "Aku ingin mengunjungi kekasihku."

Kuroko bisa merasakan bahwa rambut-rambut halus disekitar tengkuknya meremang akibat hembusan napas Akashi di sisi wajahnya. Apalagi saat ia merasakan gigitan-gigitan lembut Akashi di daun telinganya. Leguhan sensual meluncur dari bibirnya saat lidah Akashi mulai bermain di daerah sensitive di telinganya.

"Ngghhh,, A-Akashi-kun."

Tangan mungil itu terangkat, mencengkram erat bagian depan baju yang dikenakan Akashi. Menyalurkan hasratnya yang perlahan naik akibat rangsangan yang diterimanya dari Akashi. Kuroko memiringkan kepalanya, memberikan Akashi akses untuk memperluas daerah jajahannya.

"Suka dengan apa yang kulakukan padamu, Tetsuya ?"

Bibir itu perlahan menyusuri lekukan leher sang kekasih. Memberi kecupan, jilatan, dan gigitan lembut di atas permukaannya yang berdenyut. Membuat tanda kemerahan sebanyak mungkin. Hingga orang-orang dapat melihat tanda bahwa Kuroko hanya miliknya.

Milik Akashi Seijuuro.

"Katakan, Tetsuya." Tangan Akashi menyusup di balik piyama biru yang dikenakan Kuroko. Jemarinya bergerak naik turun, mengelus kulit punggung Kuroko yang terasa halus. "-Apa yang kau inginkan ?"

"Ahhh,,"

Desahan meluncur bebas dari bibir Kuroko saat jemari lentik Akashi menyusup ke dalam celana yang dikenakannya. Menangkup bongkahan kenyalnya, dan meremasnya dengan gerakan sensual. Membuat desahan Kuroko semakin nyaring, hingga sanggup membangunkan tetangga sebelah apartmentnya. Tapi Kuroko tak peduli. Ia tidak bisa lagi berpikir jernih. Tidak saat titik sensitifnya dipermainkan oleh Akashi. Bahkan Kuroko tidak menyadari saat jemari Akashi bergerak guna melepas satu-persatu kancing piyamanya. Membuat tubuh bagian atasnya terekspos dengan sempurna.

Akashi melepaskan bibirnya dari pundak Kuroko, setelah memberinya satu kecupan terakhir. Iris heterochromenya beralih menatap wajah manis Kuroko yang tampak memerah dengan mata yang terpejam erat.

"Tidak ada satupun makhluk yang bisa menandingi keindahanmu, Tetsuya."

Tangan Akashi terangkat, mengelus sisi wajah Kuroko. Membuat kelopak mata itu terbuka dan memperlihatkan sepasang iris biru yang memukau.

Akashi bergerak maju, mengklaim bibir mungil sang kekasih. Mengulumnya dengan lembut, sebelum menyesap bibir bagian bawahnya. Ciuman itu perlahan menjadi cumbuan panas saat lidah Akashi menyusup di antara celah bibir Kuroko. Menggerakkan organ lunak itu dan mengajak lidah Kuroko untuk berpartisipasi. Melilitkan dua organ tak bertulang itu dalam perang perebutan kekuasaan. Hingga Kuroko menyerah dan membiarkan Akashi memegang penuh kendali akan dirinya. Lidah Akashi bergerak lincah, menyusuri rongga mulut Kuroko yang telah dihafalnya dengan baik. Mencecap rasa vanilla yang masih tertinggal. Manis. Seperti Kuroko.

"Ahhnnn,, ngghhh, A-Akashi-kun.."

Cumbuan Akashi membuat akal sehat Kuroko kembali menguap. Kuroko bahkan tidak menyadari bahwa kini ia tengah berbaring dengan Akashi yang menindih tubuhnya. Tangan Akashi kembali bergerak, melepaskan sisa kain yang masih menutupi tubuh bagian bawahnya. Menyisakan Kuroko yang kini polos sepenuhnya di hadapan Akashi.

Dengan satu tangan yang menjadi tumpuan, Akashi melepaskan bibir Kuroko dan mengangkat sedikit tubuhnya dari pemuda mungil dibawahnya. Iris heterochromenya mengamati bibir Kuroko yang tampak membengkak dengan untain saliva yang mengalir di ujung bibirnya. Senyuman semakin merekah di bibirnya saat irisnya menangkap tubuh Kuroko yang polos tanpa perlindungan.

"Ja-jangan menatapku seperti itu, Akashi-kun." Kuroko yang merasakan tatapan Akashi pada tubuhnya memilih untuk mengalihkan pandangannya dari Akashi. Ini bukan kali pertama Akashi menatap tubuh polosnya. Bahkan Akashi telah melihat tubuh telanjangnya sebelum ia mengenal pemuda berstatus pangeran demon itu –yang tentu dilakukan Akashi secara rahasia-. Namun Kuroko tetap merasa malu saat mendapati iris merah-emas itu terus menatap tubuhnya dengan begitu intens.

"Aku hanya menikmati pemandangan indah dihadapanku, Tetsuya."

Jemari Akashi kembali bergerak menyusuri kulit Kuroko. Pipi, leher, pundak, hingga telunjuknya menyentuh tonjolan berwarna merah muda di dada kiri Kuroko. Mengelusnya dan mempermainkannya di antara ibu jari dan telunjuk.

"Ta-tapi kau,, ngghhh,, curang A-Akashi-kun,," Kuroko mencoba untuk berbicara. Sekalipun terasa sulit akibat kerja tangan Akashi di dadanya. "Ka-kau masihh ber-ngghh,, berpakaian lengkap."

Seringai Akashi terkembang. Kini jari-jarinya melakukan hal yang sama terhadap tonjolan lain di dada kanan Kuroko. Menghasilkan desahan yang lebih keras dari Kuroko.

"Kau ingin aku melepasnya sendiri,-" Jeda sepersekian detik hanya untuk berbisik dengan nada sesensual mungkin di telinga Kuroko, "-atau kau ingin membantu-ku, Tetsuya ?"

Kuroko mengalihkan pandangan ke arah Akashi, dan mendapati seringaian di wajah tampan pemuda bersurai scarlet itu. Dengan wajah yang memerah, Kuroko melepas kancing baju Akashi satu-persatu. Akashi tersenyum kecil saat melihat getaran di tangan Kuroko. Rona merah di wajah Kuroko semakin pekat saat kancing terakhir terbuka, dan menampakkan tubuh dengan otot-otot bidang yang menjadi pujaan kaum hawa.

Akashi menghentikan tangan Kuroko yang hendak melepas celana yang dikenakannya. Membuat Kuroko mengernyit bingung. Hanya dengan satu lambaian tangannya, Akashi berhasil menghilangkan celana hitam panjang yang sejak tadi membungkus kaki jenjangnya. Membuat tubuhnya polos seperti Kuroko.

Kuroko yakin jika wajahnya kini bahkan lebih merah dari kepiting rebus. Apalagi saat tubuh Akashi yang sejak tadi menindihnya kini tak lagi tertutupi oleh serat pakaian. Menyajikan pemandangan indah yang tidak akan Kuroko biarkan orang lain untuk menikmatinya. Meski ia tak akan mengakuinya langsung di hadapan Akashi.

Dengan lembut, Akashi meletakkan kedua tangan mungil itu ke pundaknya. Memberi perintah non-verbal pada Kuroko, yang dengan segera melingkarkan lengannya di leher Akashi. Mengecup kembali bibir Kuroko, sebelum melanjutkan kegiatan mereka ke tahap yang lebih intim.

Sinar rembulan yang menyusup di antara celah tirai kembali menjadi saksi penyatuan dua makhluk yang berbeda jenis. Demon dan manusia. Menyatukan tidak hanya raga, namun hati dan jiwa mereka. Walaupun harus melanggar batas dan aturan yang berlaku. Namun Akashi tidak peduli. Selama Kuroko berada disisinya, Akashi tidak akan peduli pada apapun yang akan terjadi nanti. Karena yang Akashi tahu, dia mencintai Kuroko.

Sangat mencintainya.

"Aku mencintaimu, Tetsuya."

TBC


DN: It's been a long day, without you my friend~/dilemparkacangkarnasumbang

Alohaaa minna,, Daana is back. Maafkan Daana yang nggak update beberapa bulan ini. Laptop Daana agak bermasalah, jadi agak susah mau ngetik. Belum lagi nyari sinyal H+ itu susah,, /curhatmode

Ini fic udah lama mendekam di memory, jadi Daana putuskan untuk publish (berhubung fic Daana masih dikit,, hikss). Mungkin cuma twoshot or threeshot. Yang pasti nggak sampai 5 chapter..

Mohon kritik dan sarannya minna~

All Hail AkaKuro \^O^/