Siapakah gerangan orang-orang dengan wajah baru yang ada di rumah kita, Tou-san? Mengenakan pakaian hitam yang kontras dengan kulit putih pucat. Dan mata mereka yang selalu mengawasi diriku. Mereka membuatku takut, Tou-san. Selamatkan aku sebelum semuanya terlambat./ SHO-AI

.

.

.

Touken Ranbu (c) DMM & NITRO+

DEVILS BESIDE ME

Story line (a) yukimarui

EVERYONE X Yamanbagiri Kunihiro

Warning: AU, modern setting, Sho-ai, YAOI, typo, MANBAHAREM /kinda/, toudan as wooden peg doll

Kunihiro Yamanbagiri: 5 tahun

Kunihiro-sama/ Tou-san: 35 tahun

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

.

.

.

.

Yamanbagiri selalu tahu siapa saja orang-orang yang ada di rumah mereka. Rumah yang ditinggali oleh dia, Tou-san dan beberapa pelayan. Yamanbagiri mengenal mereka. Kedua mata hijaunya selalu bisa mengenali siluet setiap pelayan yang melewatinya. Dia hapal bagaimana suara mereka. Dia memahami mereka.

Ketika Tou-san bepergian, Yamanbagiri akan dengan cepat-cepat keluar dari dalam rumah untuk bermain. Langkah kaki kecilnya akan berlari melewati dapur bahkan sebelum jam sarapan untuk menuju taman belakang rumah mereka. Rumah peninggalan leluhur mereka, begitu kata Tou-san.

Yamanbagiri menyukai rumahnya. Dindingnya kokoh dan menjulang tinggi. Dengan jendela-jendela besar yang seakan mengelilingi setiap lantai rumah. Sulur tanaman yang memiliki bunga berwarna merah dan violet akan merambat dengan cantiknya di dinding putih itu.

Yamanbagiri menyukai rumahnya. Apalagi ketika Tou-san pulang dari bepergian. Pelayannya mengatakan bahwa Tou-san bekerja di tempat yang jauh, namun mereka tak pernah mengatakan itu dimana. Dia akan menyambut Tou-san di balik pintu rumah. Menautkan jemari kecilnya ketika suara ketukan sepatu bertemu dengan teras depan rumah.

Dan ketika suara ketukan pertama berkumandang di ruang depan, Yamanbagiri akan dengan cepat membukakan pintu untuk Tou-san. Senyum merekahnya akan dibalas oleh sang Kunihiro Senior. Sepasang hijau milik Tou-san akan menatapnya dengan lembut. Dan tubuh tingginya itu akan merendah, memberikan pelukan hangat pada putra kecilnya.

Yamanbagiri menyukai Tou-san.

"Yamanbagiri,"

Suara Tou-san mengalun lembut, tangannya mengusap surai pirang matahari milik sang putra yang baru menginjak usai lima tahun. Senyumnya tak pernah pudar. Dengan hati-hati dia lalu mengangsurkan tangannya untuk menggandeng Yamanbagiri—yang tentu saja diterima dengan balasan senyum merekah putra semata wayangnya.

Mereka lalu berjalan beriringan. Menepi ke sisi kanan dari pintu rumah yang sudah ditutup oleh seorang pelayan laki-laki paruh baya yang sebelumnya membawa tas dan mantel milik tuannya. Tou-san lalu duduk di salah satu kursi kayu dengan alas beludru, membawa Yamanbagiri untuk duduk di sebelah kanannya.

Yamanbagiri baru menyadari, sejak tadi Tou-san selalu menenteng sebuah kotak berwarna coklat tua dan memiliki bentuk persegi panjang. Tou-san bahkan meletakkan kotak itu dipangkuan Yamanbagiri sekarang. Membuat kedua mata besarnya mengerejap bingung.

"Ini apa, Tou-san?" pertanyaan yang keluar dari bibir si kecil membuat Tou-san kembali tersenyum. Sebelah tangannya lalu melingkupi bahu kecil putranya sementara tangannya yang lain berada di atas kotak yang alasnya berukuran 30 x 15 sentimeter dan memiliki tinggi 40 sentimeter.

Kedua mata Yamanbagiri menatap wajah Tou-san, melihat bagaimana kehangatan terpancar dari kedua mata yang identik dengannya itu. Kotak persegi panjang di pangkuannya terasa lebih berat dari sebelumnya. Pandangannya lalu kembali mengalih pada kotak tersebut, tangan kecilnya bergerak membuka tutup si kotak yang ternyata berada di sisi sampingnya. Sebuah pintu kecil yang berukuran sepertiga tinggi kotak.

"Woah~!"

Matanya langsung berbinar begitu mendapati jajaran boneka kayu di dalam kotak. Terdapat tiga panggung kecil yang disusun seperti tangga. Masing-masing panggung diisi oleh empat boneka kayu. Boneka kayu yang aneh. Karena setiap bonekanya memiliki rupa yang berbeda-beda, kendati bentuk mereka sama.

"Tou-san, ini apa?" pertanyaan penuh dengan kegembiraan yang tak terbendung itu mengalun. Tou-san memasang senyum lembutnya, tangannya kembali mengusak surai pirang putranya, "Mereka adalah Touken Danshi, prajurit pelindungmu mulai dari sekarang," ujar Tou-san.

Kedua mata hijau besar itu kembali berbinar. Kebahagian membuncah dari sosok kecilnya. Tangan kecilnya lalu bergerak memeluk Tou-san.

"Terimakasih, Tou-san!"

Yamanbagiri mengatakannya dengan suara melengkingnya. Setiap ujarannya polos dan suci. Jiwa bersihnya tidak akan tahu, bahwa seharusnya dia tidak seharusnya mengucapkan terimakasih pada Tou-san.

.

.

.

.

.

.

.

"Wham!"

"Ayo lawan kami kalau kalian berani!"

"Kami tidak akan membiarkan kalian menyakiti, Manba-sama!"

"—karena kami adalah Touken Danshi milik Manba-sama, hihihi..."

Kikik pelan keluar dari sosok kecil yang kini duduk bersila di atas karpet beludru di dalam kamar tidurnya yang luas. Segala macam jenis mainan berserakan di atas lantai. Kereta api, mobil, pistol, hewan-hewan, monster dan lain sebagainya. Namun kini anak laki-laki itu lebih terfokus dengan jajaran boneka kayu yang dia tata di atas karpet.

"ROAAARRR! Kalian tidak akan menang melawanku!" tangan Yamanbagiri menggerakkan dinosaurus mainan ke arah salah satu boneka. Dia tak menduga tenaga tangannya cukup kuat, membuat boneka kayu yang seharusnya hanya menggelinding pelan itu terlempar cukup jauh dari tempatnya berdiri.

Tuk...tuk...

"Ah, Yamatonokami!"

Yamanbagiri mengejar boneka kayunya yang menggelinding ke bawah tempat tidur. Kaki kecilnya lalu menekuk, berusaha melihat dimana boneka kayunya. Matanya mengedar ke bawah tempat tidur, melihat boneka kayu itu berada di tengah-tengah tempat tidurnya yang besar. Jarak bawah tempat tidur dan lantai hanyalah 10 sentimeter, jadi Yamanbagiri tidak bisa masuk ke bawah tempat tidur.

Namun tangan kecil itu masih berusaha untuk menggapai mainannya. Wajahnya merengut lucu ketika tangannya tak segera sampai pada boneka kayunya. Air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya, "...hiks...Y-Yamatonokami...bertahanlah..."

Entah darimana Yamanbagiri bisa memanggil bonekanya dengan nama itu. Dia hanya menyadari bahwa tak lama setelah Tou-san memberikan boneka-boneka kayu itu padanya, dia sudah menemukan nama untuk masing-masing boneka kayunya.

Set...

Sebuah tangan putih yang mengenakan lengan jas berwarna hitam terulur tepat di depan wajah Yamanbagiri. Si kecil yang masih berusia lima tahun itu hanya bisa menatap takjub ketika tangan yang lebih panjang itu berhasil meraih 'Yamatonokami'. Yamanbagiri lalu menegakkan tubuhnya yang lalu bertemu pandang dengan biru tua yang indah.

"Halo,"

Sapaan mengalun dari sosok yang duduk menekuk lutut di depannya. Di tangan orang itu tergenggam Yamatonokami. Yamanbagiri kembali mengamati sosok di depannya. Tubuhnya terbalut setelah kemeja putih, celana kain hitam dan jas berwarna hitam. Rambutnya hitam legam sebahu dan diikat ekor kuda. Kulitnya putih pucat. Sebuah senyuman tergambar di bibirnya.

"Bagaimana kalau kita bermain bersama?"

Sepasang mata Yamanbagiri berbinar dengan senang. Di bibirnya tergambar senyum yang begitu lebar. Kepalanya lalu mengangguk dengan antusias.

"Ung!"

.

.

.

.

.

.

.

Dok...dok...dok...

"T-Tou-san..."

Suara Yamanbagiri mencicit kecil. Tubuh mungilnya gemetaran. Kedua tangannya memeluk selimut berwarna biru tua bergambar kelinci putih. Malam itu hujan deras disertai dengan suara guntur yang memekakkan telinga. Yamanbagiri terlonjak takut ketika suara guntur pertama kali terdengar. Dengan cepat tangannya menarik selimut dan kaki kecilnya berlari ke luar dari kamar tidurnya.

Menuju ruang kerja Tou-san.

Dok...dok...

"T-Tou-san...hiks..." setetes airmata meluncur turun di pipi tembam itu. Kedua tangannya yang semula memeluk selimutnya kini mengucek kedua matanya yang basah, "...hiks...Tou-san..." cicitnya lagi.

Dia begitu takut.

Set...

Tubuh Yamanbagiri diangkat ke udara. Sebuah pelukan hangat lalu didapatkan oleh si kecil yang kini menangis pelan di bahu seseorang. Sebelah tangan yang tidak menopang tubuh Yamanbagiri menepuk dan mengusap punggung si kecil.

"Shh, semuanya akan baik-baik saja," ujar orang itu di depan telinga Yamanbagiri. Suaranya begitu halus dan menenangkan.

Yamanbagiri mengangkat pandangannya. Sepasang mata hijaunya bertemu dengan kuning citrine yang bersinar di kegelapan lorong rumah mereka. Salah satu tangannya lalu mengucek kedua matanya. Wajah tampan dari sosok itu langsung mengalihkan perhatiannya.

Sosok itu menyunggingkan senyum hangat yang diarahkan pada Yamanbagiri. Membuat si kecil melupakan suara hujan deras maupun guntur yang berkali-kali terdengar di luar rumah. Bahkan dia juga melupakan niatannya untuk menemui Tou-san. Perhatian si surai pirang kini lebih terfokus pada sosok tersebut.

"Halo,"

"H-halo," suara Yamanbagiri mencicit kecil. Jari jempolnya lalu bergerak ke bibirnya. Mengemut ujungnya dengan mata yang tak beralih dari citrine tersebut. Mangawasi dengan penuh tanya.

"Anda menjatuhkan ini," sebelah tangan sosok bersurai biru muda itu terulur di depan wajah Yamanbagiri. Menunjukkan sebuah boneka kayu dalam genggaman tangannya yang baru Yamanbagiri sadari jika sosok itu mengenakan setelan jas hitam.

Mengulurkan tangannya, Yamanbagiri menyambut salah satu boneka kayunya dari tangan sosok tersebut. Di dalam keremangan lorong matanya berusaha mengenali boneka yang ada di genggaman tangannya. Yamanbagiri membawa boneka kayu itu ke dalam pelukannya.

"Ichigo,"

"Bagaimana kalau saya menemani anda pergi tidur?"

Yamanbagiri mengalihkan atensinya dari boneka kayunya yang bernama 'Ichigo'. Kepala pirang tersebut mengangguk pelan dengan mulut yang menguap lebar. Setelahnya Yamanbagiri menyenderkan kepalanya di bahu sosok berjas hitam itu. Kembali menguap ketika selimut berwarna biru tua disampirkan di punggung kecilnya.

Suara langkah kaki yang bertemu dengan lantai marmer terdengar di sepanjang lorong. Yamanbagiri yang menyenderkan kepalanya di bahu sosok itu sesekali mencuri pandang pada wajah dengan rahang tegas itu. Menatap pada wajah yang terus terfokus ke depan.

"Ada apa?" pertanyaan itu mengalun. Bersamaan dengan sepasang citrine yang berbalas menatap mata hijaunya.

Yamanbagiri terdiam sejenak. Kepalanya menggeleng pelan sebelum menenggelamkan wajahnya di ceruk leher yang langsung bertemu dengan kerah kemeja berwarna putih. Kali ini dia terlelap dengan begitu cepat.

.

.

.

.

.

.

.

Dap...dap...dap...

Suara langkah kaki kecil menggema di lorong selasar lantai dua. Dengan kecepatan penuh sosok meungil bersurai pirang itu berlari-lari. Suara ketukan sepatunya dengan lantai terdengar dengan jelas. Di tangannya tergenggam salah satu boneka kayunya. Langkah si kecil menuju ke tangga utama rumah mereka.

Namun entah bagaimana, salah satu kaki kecil itu tersandung tepat saat langkah kakinya hendak menuruni anak tangga pertama. Tubuh mungil itu limbung ke depan. Boneka kayu yang sebelumnya berada di pelukannya itu terlempar ke udara. Sepasang mata hijau menatap terkejut pada boneka kayunya yang hendak berguling menuruni tangga.

"HESHIKIRI!" serunya dengan suara yang penuh dengan ketakutan. Kedua tangannya terulur ke depan, berusaha menggapai boneka kayunya. Namun Yamanbagiri tidak menyadari jika gerakannya semakin mempercepat tubuh kecilnya bertemu dengan anak tangga di bawahnya.

Greb...

Yamanbagiri mengerejap ketika tubuhnya ditangkap oleh sepasang lengan kokoh, yang langsung memeluknya dengan erat. Heshikiri terlupakan sejenak dari benaknya. Wajahnya lalu mendongak, bertemu dengan sepasang violet yang menatapnya dengan tegas.

"Anda tahu yang tadi itu sangat berbahaya, bukan," nada suaranya tak membiarkan satupun kalimat protes Yamanbagiri terucap. Benar-benar seperti Tou-san jika sedang menasehatinya. Airmata mulai terkumpul di pelupuk matanya, sebelum jatuh beriringan membasahi pipinya.

Yamanbagiri begitu takut. Bukan tentang kata-kata tegas sosok bersurai coklat muda yang saat ini menggendong tubuh kecilnya. Tapi pada kenyataan bahwa mungkin saja jika sosok itu tak ada, Yamanbagiri akan terluka dan membuat Tou-san bersedih.

"Hiks...hueee..." isak tangisnya pecah. Dia tidak mau memuat Tou-san bersedih. Yamanbagiri tidak suka jika raut kesedihan tergambar di wajah Tou-san.

Sebuah helaan nafas keluar dari sosok yang menggendongnya, "Anda harus lebih berhati-hati lagi," kini suara sosok itu melembut. Diucapkan dengan pelan di depan telinga Yamanbagiri sementara langkah kakinya menuruni anak tangga yang tersisa.

"Bukankah ini milik anda?"

Yamanbagiri mendongakkan kepalanya dari bahu sosok yang menggendongnya. Pandangan matanya lalu bertemu dengan boneka kayunya yang ada di tangan sosok yang mengenakan pakaian formal berwarna hitam. Kedua tangannya lalu membawa boneka kayu itu ke pelukannya.

"Heshikiri,"

"Daripada Heshikiri, bukankah lebih bagus kalau memanggilnya Hasebe?"

Yamanbagiri mendongakkan kepalanya. Menatap pada sepasang violet yang menatapnya dengan penuh tanya. Yamanbagiri menimbang-nimbang. Salah satu jari telunjuknya mengetuk bibir bawahnya, pose berpikir. Sebelum kemudian kepala pirangnya mengangguk.

"Hasebe!" suaranya riang. Dan sebuah senyum merekah terlukis di wajahnya.

Sosok itu membalas tersenyum, "Saya akan mengantarkan anda ke ruang makan,"

.

.

.

.

.

.

.

Yamanbagiri tidur dengan posisi menelungkup di atas salah satu sofa panjang di ruang perpustakaan rumah mereka. Kedua tangannya menopang dagu dan kaki kecilnya sesekali terangkat ke udara, menendang-nendang kecil.

Di depannya sebuah buku cerita dengan banyak gambar berwarna terbuka. Dan salah satu boneka kayu tergeletak di tengah-tengah halaman buku. Matanya dengan antusias menatap gambar seorang pangeran yang tengah menyelamatkan seorang putri yang terjebak di menara tinggi.

Kepala pirang itu bergerak ke kanan dan kiri. Mendengungkan sebuah melodi yang biasa dia dengar ketika Tou-san bernyanyi untuk menidurkannya. Tangannya lalu bergerak untuk membalik buku dengan ukuran 30 x 30 sentimeter di depannya. Berniat untuk menuju halaman selanjutnya.

Set...bruk...

Buku tersebut merosot jatuh ke lantai ketika tangan Yamanbagiri tak sengaja justru mendorong buku itu terlalu ke pinggir sofa. Suara jatuh yang menggema terdengar. Namun matanya lebih memperhatikan pada tangan putih yang kini memungut buku di atas lantai.

Tangan putih pucat itu dibalut dengan pakaian hitam. Pandangan Yamanbagiri bergerak naik. Lalu kedua matanya bertemu dengan sepasang amber yang indah. Dan wajah yang kini mengulas senyum ke arahnya.

Sosok itu lalu berdiri tegap. Surai hijau mudanya bersinar ketika ditimpa oleh cahaya matahari siang yang berasal dari jendela besar di belakang Yamanbagiri. Kedua mata Yamanbagiri mengerejap.

"Anda ingin saya membacakannya untuk anda?" tanya sosok itu. Mengangkat buku cerita besar itu di depan wajah Yamanbagiri yang beregrak untuk duduk di atas sofa dengan punggung yang bersandar di bantalan empuk.

"Ung," anggukan pelan diberikan oleh Yamanbagiri. Sosok itu lalu duduk tepat di samping kiri Yamanbagiri. Namun Yamanbagiri merasa ada sesuatu yang kurang, "Hizamaru!" katanya mengulurkan kedua tangannya.

Sosok itu mengerejap, sebelum sebuah senyum menghiasi bibir tipis, "Ah, ya, saya hampir lupa," kata sosok itu, menyerahkan sebuah boneka kayu ke tangan Yamanbagiri. Kedua tangan Yamanbagiri langsung membawa boneka kayu itu ke pelukannya.

"Saa, saya akan mulai membacakan ceritanya,"

.

.

.

.

.

.

.

Tbc

.

.

.

.

.

.

.

/ngos-ngos an, nafas berat, semaput/

Ehem, selamat menjelang malam reader-san. Saya ada nemu ide ff baru, tehee ;P kudunya sih ada dua belas kan yaaaa...tapi karena kebetulan /?/ saya agak capek dan ini punggung sudah gak bisa tegak lagi, haaaahhh...jadi saya sudahi sampe segini dulu, kalau ada waktu saya lanzuttt lagi, hohoh

Btw, ini kayanya FFn kembali error sodarahhh...saya gak bisa lihat salah satu review yang baru masuk kemarin hari kamis, kalau gak salah...saya ini gak tahu kudu gimana, hikss...saya sudah nyoba ngutak-ngatik, tapi kan kalau salah satu review gak bisa diliat kudunya yang lain juga gak bisa diliat kannnnn

SAYA SEDIHH! HIKS, maafkan saya kalau mungkin salah hitung,...tapi beneran bagi yang review hari kamis kemarin saya minta maaf bener, saya gak bisa liat pesan anda, padahal udah saya ubek-ubek/?/ dan refresh berkali kali /elap airmata/

Adakah yang punya solusi? Atau saya Cuma kudu nunggu, hmmm /elus jenggot/

Yah, well, segitu dulu reader-san...mohon maaf ya kalau ternyata reader-san review dan gak muncul review annya...itu murni bukan kesalahan sayaaaa/sungkem/

Lebih baik anda PM saya saja, hohoho /digampar warga/

Saya tetap mengharap kasih /iuh/ dan sapa dari reader-san semua /tebar biji beras/ kira ayam?!/ PLAK/

Salam,

ym